Kamis, 09 Januari 2014

SEJARAH DAN ALIRAN LINGUISTIK


Dalam Sejarah perkembangannya, linguistik dipenuhi dengan berbagai aliran, paham, pendekatan dan teknik penyelidikan yang dari luar tampaknnya sangat ruwet, saling berlawanan dan membingungkan . Berikut ini akan dibicarakan sejarah perkembangan paham, dan beberapa aliran linguistik dari zaman purba smpai zaman mutakhir secara sangat singkat dan bersifat umum.
1.1              LINGUISTIK TRADISIONAL
Istilah tradisional dalam linguistik sering dipertentangkan dengan istilah struktural, sehingga dalam pendidikan formal ada istilah tata bahasa tradisional dan tata bahasa struktural. Tata bahasa tradisional menganalisis bahasa berdasarkan filsafat dan semantik; sedangkan tata bahasa struktural berdasarkan struktur atau ciri-ciri formal yang ada dalam satu bahasa tertentu.
1.1.1        Liguistik Zaman Yunani
Masalah pokok kebahasaan yang menjadi pertentangan para linguis pada waktu itu adalah (1) pertentangan antara fisis dan nomos, dan (2) pertentangan antara analogi dan anomali.
Para filsuf Yunani mempertanyakan apakah bahasa itu bersifat alami (fisis) atau bersifat konvensi (nomos). Bersifat alami maksudnya bahasa itu mempunyai hubungan asal usul, sumber dalam prinsip-prinsip abadi dan tidak dapat diganti diluar manusia itu sendiri. Dalam bidang semantik kelompok yang menganut paham ini yaitu kaum naturalis, berpendapat bahwa setiap kata mempunyai hubungan dengan benda yang ditunjuknya. Sebaliknya kelompok lain yaitu kaum konvensional , berpendapat bahwa bahasa bersifat konvensi. Artinya, makna-makna kata itu diperoleh dari hasil-hasil tradiasi atau kebiasaan-kebiasaan, yang mempunyai kemungkinan bisa berubah.
Dari studi bahasa pada zaman Yunani ini kita mengenal nama beberapa kaum atau tokoh yang mempunyai peranan besar dalam studi bahasa itu. Berikut ini akan kita bicarakan secara sangat singkat.
1.1.1.1  Kaum Sophis
Kaum atau kelompok Sophis ini muncul pada abad ke-5 S.M. Mereka dikenal dalam studi bahasa, antara lain, karena:
a.       Mereka melakukan kerja secara empiris;
b.      Mereka melakukan kerja secara pasti dengan menggunakan ukuran-ukuran tertentu;
c.       Mereka sangat mementingkan bidang retrorika dalam studi bahasa;
d.      Mereka membedakan tipe-tipe kalimat berdasarkan isi dan makna.
Salah seorang tokoh Sophis yaitu Protogoras, membagi kalimat menjadi kalimat narasi, kalimat tanya, kalimat jawab, kalimat perintah, kalimat laporan, doa dan undangan. Tokoh lain yaitu Georgias membicarakan gaya bahasa yang seperti kita kenal sekarang.
1.1.1.2  Plato (429 – 347 S.M)
Plato yang hidup sebelum abad Masehi itu, dalam studi bahasa terkenal, antara lain, karena :
a.       Dia memperdebatkan analogi dan anomali dalam bukunya Dialoog. Juga mengemukakan masalah bahasa alamiah dan bahasa konvensional;
b.      Dia menyodorkan batasan bahasa yang bunyinya kira-kira: bahasa adalah pernyataan pikiran manusia dengan perantaraan onomata dan rhemata;
c.       Dialah orang yang pertama kali membedakan kata dalam onoma dan rhema.
1.1.1.3  Aristoteles (384 - 322 S.M)
Aristoteles adalah salah seorang murid Plato. Dalam studi bahasa dia terkenal, antara lain, karena:
a.       Menurut aristoteles ada tiga macam kelas kata , yaitu onoma, rhema, dan syndesmoi. Yang dimaksud dengan syndesmoi adalah kata-kata yang lebih banyak bertugas dalam hubunga sintaksis.
b.      Dia membedakan jenis kelamin kata (atau gender) menjadi tiga, yaitu maskulin, feminin, dan neutrum.
Aristoteles selalu bertolak dari logika. Dia memberikan pengertian, definisi, konsep, makna, dan sebagainya berdasarkan logika .
1.1.1.4  Kaum Stoik
Kaum Stoik adalah kelompok ahli filsafat yang berkembang pada permulaan abad ke-4 S.M. Dalam studi bahasa kaum Stoik terkenal, antara lain, karena:
a.       Mereka membedakan studi bahasa secara logika dan studi bahasa secara tata bahasa;
b.      Mereka menciptakan istilah-istilah khusus untuk studi bahasa;
c.       Mereka membedakan tiga komponen utama dari studi bahasa;
d.      Mereka membedakan legein, yaitu bunyi yang merupakan bagian dan fonologi tetapi tidak bermakna;
e.       Mereka membagi jenis kata menjadi empat;
f.       Mereka membedakan adanya kata kerja komplet dan kata kerja tak komplet, serta kata kerja aktif dan kata kerja pasif.
1.1.1.5  Kaum Alexandrian
Kaum alexandrian menganut paham analogi dalam studi bahasa. Dari mereka kita mewarisi sebuah buku tata bahasa yang disebut Tata Bahasa Dionysius Thrax sebagai hasil mereka dalam menyelidiki kereguleran bahasa Yunani. Buku ini diterjemahkan ke dalam bahasa latin oleh Remmius Palaemon pada permulaan abad pertama Masehi dengan judul Ars Gramatika. Karena sifatnya mentradisi maka buku tata bahas tersebut kini dikenal dengan sebutan tata bahasa tradisional.
1.1.2        Zaman Romawi
Orang Romawi mendapat pengalamn dalam bidang linguistik dari orang Yunani. Tokoh pada zaman Romawi yang terkenal adalah Varro (116 – 27 S.M.) dengan karyanya De Lingua Latina dan Priscia dengan karyanya Institutiones Grammaticae.
1.1.2.1  Varro dan “De Lingua Latina”
Buku ini dibagi dalam bidang-bidang etimologi, morfologi, dan sintaksis. Apa yang dibicarakan dalam bukunya itu mengenai bidang-bidang tersebut berikut ini dibicarakan secara sangat singkat.
a.       Etimologi, adalah cabang linguistik yang menyelidiki asal-usul kata beserta artinya. Dalam bidang ini Varro mencatat adanya perubahan bunyi yang terjadi dari zaman ke zaman, dan perubahan makna kata . Kelemahan Varro dalam bidang etimologi ini adalah dia menganggap bahwa kata-kata Latin dan Yunani yang berbentuk sama adalah pinjaman langsung.
b.      Morfologi, adalah cabang linguistik yang mempelajari kata dan pembebtukannya. Menurut Varro kata adalah bagian dari ucapan yang tidak dapat dipisahkan lagi, dan merupakan bentuk minimum. Dalam menyusun kelas kata, Varro membagi kelas kata Latin dalam empat bagian, yaitu:
·         Kata benda, termasuk kata sifat, yakni kata yang disebut berinfleksi kasus.
·         Kata kerja, yakni kata yang membuat pernyataan, yang berinfleksi “tense”.
·         Partisipel, yakni kata yang menghubungkan (dalam sintaksis kata benda dan kata kerja), yang berinfleksi kasus dan “tense”.
·         Adverbium, yakni kata yang mendukung (anggota bawahan dari kata kerja), yang tidak berinfleksi.
Mengenai deklinasi, yaitu perubahan bentuk kata berkenaan dengan kategori, kasus, jumlah dan jenis, Varro membedakan adanya dua macam deklinasi, yaitu deklinasi naturalis dan deklinasi voluntaris, Yang dimaksud dengan deklinasi naturalis adalah perubahan yang bersifat alamiah, sebab perubahan itu dengan sendirinya dan sudah berpola, deklinasi ini pada umumnya bersifat reguler. Sebaliknya, deklinasi voluntaris perubahannya terjadi secara morfologis bersifat selektif dan manasuka jadi bersifat ireguler.
1.1.2.2  Institutiones Grammaticae atau Tata Bahasa Priscia
Buku tata bahasa Priscia ini yang terdiri dari 18 jilid dianggap sangat penting karena:
a.       Merupakan buku tata bahasa Latin yang paling lengkap yang dituturkan oleh pembicara aslinya;
b.      Teori-teori tata bahasanya merupakan tonggak-tonggak utama pembicaraan bahasa secara tradisional.
Beberapa segi yang patut dibicarakan mengenai buku itu, antara lain, adalah:
a.       Fonologi
Dalam bidang fonologi pertama-tama dibicarakan tulisan atau huruf yang bersifat litterae. Yang dimaksud litterae in adalah bagian terkecil dari bunyi yang dapat dituliskan. Nama huruf-huruf itu disebut figurae, sedangkan nilai bunyi itu disebut potetas.
b.      Morfologi
Dalam bidang ini dibicarakan antara lain mengenai dictio atau kata. Yang dimaksud dengan dictio adalah bagian yang minimum dari sebuah ujaran dan harus diartikan terpisah dalam makna sebagai satu keseluruhan.
c.       Sintaksis
Bidang ini membicarakan hal yang disebut oratio, yaitu tata susun kata yang berselaras dan menunujukan kalimat itu selesai.
Akhirnya dapat dikatakan bahwa buku Institutiones Grammaticae ini telah menjadi dasar tata bahasa Latin dan filsafat zaman pertengahan.
1.1.3        Zaman Pertengahan
Dari zaman pertengahan ini yang patut dibicarakan dalam studi bahasa, antara lain, adalahperanan kaum Modistae, Tata Bahasa Spekulativa, dan Petrus Hipanus.
Kaum Modistae ini masih membicarakan pertentangan antara fisis dan nomos, dan pertentangan analogi dan anomali. Mereka menerima konsep analogi karena menueut mereka bahasa itu bersifat reguler dan universal.
Petrus Hipanus. Beliau pernah menjadi Paus, yaitu tahun 1276 – 1277 dengan gelar Paus Johannes XXI. Bukunya berjudul Summulae Logicales. Peranannya dalam bidang linguistik, antara lain:
a.       Dia telah memasukan psikologi dalam analisis makna bahasa.
b.      Dia telah membedakan nomen atas dua macam, yaitu nomen substantivum dan nomen adjectivum.
c.       Dia juga telah membedakan partes orationes atas categorimatik dan syntategorematik. Yang dimaksud categorimatik adalah semua bentuk yang dapat menjadi subjek atau predikat. Sedangkan syntategorimatik adalah semua bentuk tutur lainnya.
1.1.4        Zaman Renaisans
Zaman Renaisans dianggap sebagai zaman pembukaan abad pemikiran abad modern. Dalam studi sejarah ada dua hal pada zaman renaisans ini yang menonjol yang perlu dicatat, yaitu: (1)selain menguasai bahasa Latin, sarjana-sarjana pada waktu itu .
Juga menguasai bahasa Yunani, bahasa Ibrani dan bahasa Arab; (2) Selain bahasa Yunani, Latin, Ibrani dan Arab, bahasa-bahasa Eropa lainnya juga mendapat perhatian dalam bentuk pembahasan, penyusunan tata bahasa, dan malah juga perbandingan. Secara singkat dalam subbab  ini akan dibicarakan tentang bahasa Ibrani, Linguistik Arab, bahasa-bahasa Eropa dan Luar Eropa.
Bahasa Ibrani dan bahasa Arab banyak dipelajari orang pada akhir abad pertengahan. Bahasa Ibrani perlu diketahui dan dipelajari karena kedudukannya  sebagai bahasa kitab Perjanjian Lama dan kitab perjanjian baru.
Linguistik arab berkembang pesat karena kedudukan bahasa Arab sebagai bahasa kitab suci agama Islam, yaitu Quran. Ada dua aliran linguistik Arab yaitu aliran Basra dan aliran Kufah. Aliran Basra mendapat pengaruh konsep analogi zaman Yunani, mereka berpegang teguh pada kereguleran dan kesisitematisan bahasa Arab. Sebaliknya, aliran Kufah memberikan perhatian  kepada keanekaragaman bahasa; dan dalambeberapa hal tampaknya mereka menganut paham anomali. Studi bahasa Arab mencapai puncaknya pada abad ke-8 dengan terbitnya buku tata Bahasa Arab berjudul Al-Kitab, atau lebih terkenal dengan nama Kitab Al Ayn, karya Sibawaihi dari kelompok linguistik Basra. Dalam kitabnya itu Sibawaihi juga membagi kata atas tiga kelas, yaiti ismun(nomen), fi’lun(verbum), dan harfun (partikel).
Bahasa-bahasa Eropa, sebetulnya juaga sudah menarik perhatian sejak sebelum zaman Renaisans. Pada abad ke-7 telah tercatat adanya sebuah buku tata bahasa Irlandia; pada abad ke 12 tercatat pula adanya sebuah buku tata bahasa Islandia; sedangakan pada abad ke-13 dijumpai pula buku tata bahasa Provencal. Yang mendapat perhatian secara khusus dan serius adalah studi mengenai bahasa Roman atau Neo-Latin.
Bahasa-bahasa di luar Eropa, mendapat perhatian dalam studi bahasa karena kegiatan para misionaris ke luar negeri yang jauh dari Eropa, harus melibatkan mereka dengan bahasa-bahasa tersebut. Oleh karena itu muncullah berbagai tulisan mengenai bahasa-bahasa seperti yang terdapat di India, di Jepang, di Indonesia dan daerah lainnya.
1.1.5        Menjelang Lahirnya Linguistik Modern
Masa antara lahirnya linguistik modern dengan masa berakhirnya zaman renaisans ada satu tonggak yang dianggap ada satu tonggak yang sangat penting dalam sejarah studi bahasa. Tongak yang dianggap sangat penting itu adalah dinyatakan adanya hubungan kekerabatan antara bahasa Sansekerta dengan bahasa-bahasa Yunani, Latin dan bahasa Jerman lainnya.
Bila kita simpulkan pembicaraan mengenai linguistik tradisional diatas, maka secara singkat dapat dikatakan, bahwa;
a.       Pada tata bahasa tradisional ini tidak dikenal adanya perbedaan antara bahasa ujaran dengan bahasa tulisan.
b.      Bahasa yang disusun tata bahasanya dideskripsikan dengan mengambil patokan-patokan dari bahasa lain, terutama bahasa Latin;
c.       Kaidah-kaidah bahasa di buat secara preskriftif, yakni benar atau salah;
d.      Persoalan kebahasaan seringkali dideskripsikan dengan melibatkan logika;
e.       Penemuan-penemuan atau kaidah-kaidah terdahulu cenderung untuk selalu dipertahankan.
Dari butir-butir kesimpulan itu bahwa konsep dan pegangan tata bahasa tradisional terhadap bahasa tidak sama dengan konsep menurut linguistik modern.
1.2              LINGUISTIK STRUKTURALIS
Linguistik strukturalis berusaha mendeskripsikan suatu bahasa berdasarkan ciri atau sifat khas yang dimiliki bahasa itu. Pandangan ini adalah sebagai akibat dari konsep-konsep atau pandangan-pandangan baru terhadap bahasa dan studi bahasa yang dikemukakan oleh bapak linguistik modern, yaitu Ferdinand de Saussure. Maka itu, dalam pembicaraan linguistik strukturalis ini, kita mulai dengan tokoh tersebut, meskipun secara singkat dan sangat umum.
1.2.1        Ferdinand de Saussure
Ferdinand de Saussure (1857 – 1913) dianggap sebagai bapak linguistik modern berdasarkan pandangan-pandangan yang dimuat dalam bukunya Course de Linguistique Generale yang disususn dan diterbitkan oleh Charles Bally dan Albert Sechehay tahun 1915.
Pandangan yang dimuat dalam buku tersebut mengenai konsep: (1) telaah sinkronik dan diakronik, (2) perbedaan lague dan parole, (3) perbedaan signifiant dan signifie, dan (4) hubungan sintagmatik dan paradigmatik banyak berpengaruh dalam perkembangan linguistik di kemudian hari. Bagaimana pandangan-pandangannya itu berikut ini kita bicarakan secara singkat.
Telaah Sinkronik dan Diakronik. Yang dimaksud dengan telaah bahasa secara sinkronik adalah mempelajari suatu bahasa pada suatu kurun waktu tertentu saja. Sedangakan telaah bahasa secara diakronik adalah telaah bahasa sepanjang masa, atau sepanjang zaman bhasa itu digunakan oleh para penuturnya.
La Langue dan La Parole. Yang dimaksud dengan La Langue adalah keseluruhan sistem tanda yang berfungsi sebagai alat komunikasi verbal antara para anggota suatu masyarakat bahasa, sifatnya abstrak. Sedangkan yang di maksud la parole adalah pemakaian atau realisasi langue oleh masing-masing anggota masyarakat bahasa; sifatnya konkret karena parole itu tidak lain dari pada realitas fisis yang berbeda dari orang yang satu dengan orang yang lain.
Signifiant dan Signifie. Yang dimaksud dengan signifiant adalah citra bunyi atau kesan psikologis bunyi yang timbul dalam pikiran kita. Untuk lebih jelas, ada yang menyamakan signe itu sama dengan kata; signifie sama dengan makan; dan signifiant sama dengan bunyi bahasa dalam bentuk urutan fonem-fonem tertentu.
Hubungan Sintagmatik dan Paradigmatik. Yang dimaksud dengan hubungan sintagmatik  adalah hubungan antara unsur-unsur yang terdapat dalam suatu tuturan, yang tersusun secara berurutan, bersifat linear. Hubungan sintagmatik pada tataran fonologi tampak pada urutan fonem-fonem pada sebuah kata yang tidak dapat diubah tanpa merusak makna kata itu. Hubungan sintagmatik pada tataran morfologi tampak pada urutan morfem-morfem pada suatu kata, yamg juga tidak dapat diubah tanpa merusak makna dari kata tersebut. Hubungan sintagmatik pada tataran sintaksis tampak pada urutan kata-kata yang mungkin dapat diubah, tetapi mungkin juga tidak dapat diubah tanpa mengubah makna kalimat tersebut, atau menyebabkan tak bermakna sama sekali. Yang dimaksud hubungan paradigmatik adalah hubungan antara unsur-unsur yang terdapat dalam suatu tuturan dalam dengan unsur-unsur sejenis yang tidak terdapat dalam tuturan yang bersangkutan. Hubungan paradigmatik dapat dilihat dengan cara subtitusi, baik pada tataran fonologi, morfologi, maupun tataran sintaksis.
1.2.2        Aliran Praha
Aliaran Praha terbentuk pada tahun 1926 atas prakarsa salah seorang tokohnya, yaitu Vilem Mathesius (1822 – 1945). Tokoh-tokoh lainnya adalah Nikolai S. Trubetskoy, Roman Jakobson, dan Morris Halle.
Dalam bidang fonologi aliran Praha inilah yang pertama-tama membedakan dengan tegas akan fonetik dan fonologi. Fonetik mempelajari bumyi-bunyi itu sendiri, sedangkan fonologi mempelajari fungsi bunyi tersebut dalam sustu sistem. Perbedaan bunyi yang tidak menimbulkan perbedaan makana adalah tidak distingtif. Artinya, bunyi-bunyi tersebut tidak fonemis. Sedangakan yang menimbulkan perbedaan makna adalah distingtif; jadi, bunyi-bunyi tersebut bersifat fonemis.
Dalam bidang fonologi  aliran Praha ini juga memperkenalkan dan mengembangkan suatu istilah yang disebut morfonologi, bidang yang meneliti struktur fonologis morfem. Bidang ini meneliti perubahan-perubhan fonologis yang terjadi sebagai akibat hubungan morfem dengan morfem.
Dalam bidang sintaksis Vilem Mathesius mencuba menelaah kalimat melalui pendekatan fungsional. Menurut pendekatan ini kalimat dapat dilihat dari struktur formalnya, dan juga struktur informasinya yang terdapat dalam kalimat yang bersangkutan. Struktur formal menyangkut unsur-unsur gramatikal kalimat tersebut, yaitu subjek dan predikat gramatikalnya. Sedangkan struktur informasi menyangkut situasi faktual pada waktu kalimat itu dihasilkan. Struktur informasi menyangkut unsur tema dan rema. Yang dimaksud dengan tema adalah apa yang dibicarakan, sedangkan rema adalah apa yang dikatakan mengenai tema.
1.2.3        Aliran Glosematik
Aliran Glosematik lahir di Denmark; tokohnya antara lain, Louis Hjemslev (1899 – 1965). Menurut Hjemslev teori bahasa haruslah bersifat sembarang saja, artinya harus merupakan suatu sistem deduktif semata-mata. Hjemslev menganggap bhasa itu mengandung dua segi, yaitu segi ekspresi dan segi isi. Masing-masing segi mengandung forma dan substansi, sehingga diperoleh (1) forma ekspresi, (2) substansi ekspresi, (3) forma isi, dan (4) substansi isi.
Hjemslev juga menganggap bahasa sebagai suatu sisitem hubungan; dan mengakui adanya hubungan sintagmatik dan hubungan paradigmatik.
1.2.4        Aliran Firthian
Nama John R. Firth (1890 – 1960) guru besar pada Universitas London sangat terkenal karena teorinya mengenai fonologi prosodi. Fonologi prosodi adalah suatu cara untuk menentukan arti pada tataran fonetis. Ada tiga macam pokok prosodi, yaitu (1) prosodi yang menyangkut gabungan fonem; (2)prosodi yang terbentuk oleh sendi atau jeda; dan (3) prosodi yang realisasi fonetisnya melampaui satuan yang lebih besar dari pada fonem-fonem suprasegmental.
Selain terkenal dengan teori prosodinya, Firth juga terkenal dengan pandangannya mengenai bahasa. Firth berpendapat telaah bahasa harus memperhatikan komponen sosiologis. Tiap tutur harus dikaji dalam konteks situasinya, yaitu orang-orang yang berperan dalam masyarakat, kata-kata yang mereka ungkapkan, dan hal-hal lain yang berhubungan.
1.2.5        Linguistik Sistemik
Tokohnya adalah M.A.K. Halliday yaitu salah seorang murid Firth, teori yang dikembangkan oleh Halliday dikenal dengan nama Neo-Firthian Linguistics atau scale and Category Linguistics. Namun, kemudian ada nama baru, yaitu Systemic Linguistics. Dalam bahasa Indonesia mungkin namanya yang tepat adalah Linguistik Sistemik. Pokok-pokok pandangan systemic Linguistic (SL) adalah:
a.       SL memberikan perhatian penuh pada segi kemasyarakatan bahasa, terutama mengenai fungsi kemasyarakatan bahasa dan bagaimana fungsi kemasyarakatan itu terlaksana dalam bahasa.
b.      SL memandang bahasa sebagai “pelaksana”. SL mengakui pentingnya pembedaan langue dan parole.
c.       SL lebih mengutamakan pemerian ciri-ciri bahas tertentu beserta variasi-variasinya, tidak atau kurang tertarik pada semestaan bahasa.
d.      SL mengenal adanya gradasi atau kontinum.
e.       SL menggambarkan tiga tataran utama bahasa sebagai berikut:
SUBTANSI
FORMA
SITUASI
Substansi fonik
Substansi grafis
Fonologi
Grafologi
Leksis
gramatika
konteks
Tesis situasi langsung situasi luas

Yang dimaksud dengan substansi adalah bunyi yang kita ucapakan waktu kita berbicara, dan lambang yang kita gunakan waktu kita menulis. Substansi bahasa lisan disebut substansi fonis, sedangkan substansi bahasa tulis disebut substansi grafis. Sedangkan yang dimaksud dengan forma adalah susunan substansi dalam pola yang bermakna.Forma ini terbagi dua, yaitu (1) leksis, yakni yang menyangkut butir-butir lepas bahasa dan pola tempat butir-butir itu terletak; (2) gramatika, yakni yang menyangkut kelas-kelas butir bahasa dan pola-pola tempat terletaknya butir bahasa tersebut. Situasi meliputi tesis, situasi langsung, dan situasi luas. Yang dimaksud dengan tesis suatu tuturan adalah apa yang sedang di bicarakan; situasi langsung adalah situasi pada waktu suatu tuturan benar-benar diucapkan orang , sedangkan situasi pada waktu menyangkut semua pengalaman pembicara atau penulis yang mengaruhinya untuk memakai tuturan yang di ucapkannya atau di tulisnya.
            Selain ketiga tataran utama itu, ada dua tataran lain yang menghubungkan tataran-tataran utama. Yang menghubungkan substansi fonik dengan forma adalah fonologi, dan yang menghubungkan substansi grafik dengan forma adalah grafologi . Sedangkan yang menghubungkan forma dengan situasi disebut konteks.


1.2.6        Leonard Bloomfield dan Strukturalis Amerika
Nama Leonard Bloomfield (1877 – 1949) sangat terkenal karena bukunya yang berjudul Language dan selalu dikaitkan dengan aliran stuktural Amerika. Namun, nama Strukturalisme lebih dikenal dengan menyatu kepada nama aliran linguistik yang dikembangkan oleh Bloomfield dan kawan-kawannya di Amerika. Ada beberapa faktor yang menyebabkan berkembangnya aliran ini, antara lain:
a.       Pada masa itu para linguis di Amerika menghadapi masalah yang sama, yaitu banyak sekali bahasa Indian di Amerika yang belum diperikan.
b.      Sikap Bloomfield yang menolak mentalistik sejalan dengan iklim filsafat yang berkembang pada masa itu di Amerika, yaitu filsafat behaviorisme.
c.       Di antara linguis-linguis itu ada hubungan yang baik karena adanya The Linguistics Society of America, yang menerbitkan majalah Language.
Satu hal yang menarik dan merupakan ciri aliran strukturalis Amerika ini adalah cira kerja mereka yang sangat menekankan pentingnya data yang objektif untuk memerikan suatu bahasa.
Aliran strukturalis yang dikembangkan Bloomfield dengan para pengikutnya sering juga disebut aliran taksonomi, dan aliran Bloomfieldian atau post-Bloomfieldian, karena bermula atau bersumber pada gagasan Bloomfield. Disebut aliran taksonomi karena aliran ini menganalisis  dalam mengklasifikasikan unsur-unsur bahasa berdasarkan hubungan hierarkinya.
1.2.7        Aliran Tagmemik
Aliran Tagmemik dipelopori oleh kenneth L. Pike, seorang tokoh dari Summer Institute of Linguistics, aliran ini bersifat strukturalis. Menurut aliran ini satuan dasar dari sintaksis  adalah tagmem (susunan). Yang dimaksud tagmem adalah kolerasi antar fungsi gramatiakal atau slot dengan sekelompok bentuk-bentuk kata yang dapat saling dipertukarkan untuk mengisi slot tersebut. Menurut Pike satuan dasar sintaksisi tidak dapat dinyatakan dengan fungsi-fungsi saja, seperti subjek + predikat + objek; dan tidak dapat dinyatakan dengan deretan bentuk-bentuk saja, seperti Frase Benda + Frase Kerja + Frase Benda, melainkan harus diungkapkan bersamaan dalam rentetan rumus seperti:
            S:FN + P:FV + O:FN
Rumus tersebut dibaca: fungsi subjek diisi oleh frase nominal diikuti oleh fungsi predikat yang diisi oleh frase verbal, dan diikuti pula oleh fungsi objek yang diisi oleh frase nominal.
1.3              LINGUISTIK TRANSFORMASIONAL DAN ALIRAN-ALIRAN SESUDAHNYA
Perubahan total terjadi dengan lahirnya linguistik transformasional yang mempunyai pendekatan dan cara yang berbeda dengan linguistik struktural. Namun, kemudian model transformasi ini pun dirasakan kelemahannya, sehingga orang membuat model lain pula, yang dianggap lebih baik. Berikut ini dengan secara singkat akan dibicarakan model-model di atas.
1.3.1        Tata Bahasa Transformasi
Tata bahasa transformasi lahir dengan terbitnya buku Noam Chomsky yang berjudul Syntactic Structure pada tahun 1957. Nama yang dikembangkan untuk model tata bahasa yang dikembangkan oleh Chomsky ini adalah Transformational Generative Grammar; tetapi dalam bahasa Indonesia lazim disebut tata bahasa transformasi atau tata bahasa generatif. Menurut Chomsky salah satu tujuan dari penelitian bahasa adalah untuk menyusun tata bahasa dari bahasa tersebut. Setiap tata bahasa dari suatu bahasa, menurut Chomsky, adalah merupakan teori dari bahasa itu sendiri; dan tata bahasa itu harus memenuhi dua syarat, yaitu :
Pertama, kalimat yang dihasilkan tata bahasa itu harus dapat diterima oleh pemakai bahasa tersebut, sebagai kalimat yang wajar dan tidak dibuat-buat.
Kedua, tata bahasa tersebut harus berbentuk sedemikian rupa, sehingga satuan atau istilah yang digunakan tidak berdasarkan pada gejala bahasa tertentu saja dan semuanya harus sejajar dengan linguistik tertentu.
Chomsky membedakan adanya kemampuan dan perbuatan berbahasa. Kemampuan adalah pengetahuan yang dimiliki pemakai bahasa mengenai bahasanya; sedangkan perbuatan berbahasa adalah pemakaian bahasa itu sendiri dalam keadaan yang sebenarnya.
Menurut aliran ini, sebuah tata bahasa hendaknya terdiri dari sekelompok kaidah yang tertentu jumlahnya, tetapi dapat menghasilkan kalimat yang tidak terbatas jumlahnya.
Tata bahasa dari setiap bahasa terdiri dari tiga komponen, yaitu (1) komponen sintaksis, (2) komponen semantik, dan (3) komponen fonologis. Hubungan antara ketiganya adalah input pada komponen semantik adalah output dari subkomponen sintaksis yang disebut subkomponen dasar. Sedangkan input pada komponen fonologis merupakan outpot dari subkomponen sintaksis yang disebut subkomponen transformasi. Komponen sintaksis merupakan “sentral” dari tata bahasa, karena (a) komponen inilah yang menentukan arti kaliamat, dan (b) komponen ini yang menggambarkan aspek kreativitas bahasa.
Untaian awal atau input mengalami kaidah pencabangan, untuk kemudian mengalami kaidah-kaidah subkategorisasi. Kaidah-kaidah subkategori ini menghasilkan pola-pola kalimat dasar dan deskripsi struktur untuk setiap kalimat yang disebut penanda frase dasar. Inilah yang menjadi unsur-unsur struktur batin (deep structure). Lesikon merupakan daftar morfem beserta keterangan yang diperlukan untuk penafsiran semantik, sintaksis dan fonologi. Kaidah transformasi mengubah struktur batin yang dihasilkan oleh kaidah-kaidah kategori menjadi struktur lahir. Karena struktur batin ini telah memiliki semua unsur yang diperlukan untuk interpretasi semantik dan fonologis, maka kalimat berbeda artinya, akan mempunyai struktur batin yang berbeda pula.
Komponen semantik memberikan interpretasi semantik pada deretan unsur yang dihasilkan oleh subkomponen dasar. Arti sebuah morfem dapat digambarkan dengan memberikan unsur makna atau ciri semantik yang membentuk arti morfem itu.
Komponen fonologi memberikan interpretasi fonologi pada deretan unsur yang dihasilkan oleh kaidah transformasi.
1.3.2        Semantik Generatif
Menjelang dasawarsa  tujuh puluhan beberapa murid dan pengikut Chomsky, antara lain Potsal, Lakoff, Mc Cawly, dan kiparsky, sebagai reaksi terhadap Chomsky, memisahkan diri dari kelompok Chomsky, dan membentuk aliran sendiri. Kelompok Lakoff ini, kemudian terkenal dengan sebutan kaum semantik generatif. Menurut teori generatif semantik, struktur semantik dan struktur sintaksis bersifat homogen, dan untuk menghubungkan kedua struktur itu cukup hanya dengan kaidah transformasi saja.
Menurut teori semantik generatif, argumen adalah segala sesuatu yang dibicarakan: sedangkan predikat itu semua yang menunjukan hubungan, perbuatan, sifat, keanggotaan dan sebagainya . Jadi dalam menganalisis sebuah kaliamat, teori ini berusaha mengabtraksikan predikatnya dan menentukan argumen-argumennya. Dalam mengabtraksikan predikat, teori ini berusaha untuk menguraikannya lebih jauh sampai diperoleh predikat yang tidak dapat diuraikan lagi, yang disebut predikat inti (atomic predicate). 
1.3.3        Tata Bahasa Kasus
Tata bahasa kasus atau teori kasus pertama kali diperkenalkan oleh Charles J. Fillmore dalam karangannya berjudul “The Case for Case” tahun 1968 yang dimuat dalam buku Bach, E. Dan R. Harms Universal in Linguistic Theory, terbitan Holt Rinehart and Winston. Selain itu J. Anderson dalam bukunya The Grammar of Case dan W.L. Chafe dalam bukunya Meaning and the Structure of Language memperkenalkan pula teori kasus yang agak berbeda.
Dalam karangannya yang terbit pada tahun 1968 itu Fillmore membagi kalimat atas (1) modalitas, yang bisa berupa unsur negasi, kala aspek dan adverbia; dan (2) proposisi, yang terdiri dari sebuah verba disertai dengan sejumlah kasus. Yang dimaksud kasusu dalam teori ini adalah hubungan antara verba dan nomina. Verba disini sama dengan predikat, sedangkan nomina sama dengan argumen dalam teori semantik generatif. Hanya argumen dalam teori ini diberi label kasus. Makna sebuah kalimat dalam teori ini dirumuskan dalam bentuk:
                                    +          [ --- X, Y ,Z ]
Tanda --- dipakai untuk menandai posisi verba dalam struktur semantis; sedangkan X,Y dan Z adalah argumen yang berkaitan dengan verba atau predikat itu yang biasanya diberi label kasus.
                                    OPEN, + [ --- A, I, O ]
                                    A = Agent, pelaku
                                    I = Instrument, alat
                                    O = Object, tujuan
Yang dimaksud dengan agent adalah pelaku perbuatan atau yang melakukan suatu perbuatan. Yang dimaksud dengan experiencer adalah yang mengalami peristiwa pskologis. Object adalah sesuatu yang dikenai perbuatan, atau yang mengalami suatu proses. Yang dimaksud dengan source adalah keadaan, tempat, atau waktu yang sudah. Goal adalah keadaan, tempat atau waktu yang kemudian seperti guru dalam kalimat “Dia mau menjadi guru”.
1.3.4        Tata Bahasa Relasional
Tata bahasa Raional muncul pada tahun 1970 sebagai tantangan langsung terhadap berbagai asumsi yang paling mendasar dari teori sintaksis yang dicanangkan oleh aliran tata bahasa transformasi. Tokoh-tokoh aliran ini antara lain, David M.Perlmutter dan Paul M. Postal. Buah pikiran mereka tentang tata bahasa ini dapat dibaca dalam karangan mereka, antara lain, Lectures on Relational Grammar (1974), “Relational Grammar” dalam syntax and semanties Vol. 13 (1980); DAN Studies in Relational Grammar 1 (1983).
Dalam hal ini tata bahasa relasional (TR) banyak menyerang tata bahasa transformasi (TT), karena menganggap teori-teori TT itu tidak dapat diterapkan pada bahasa-bahasa lain selain bahasa Inggris. Menurut teori tata bahasa rasional, setiap struktur klausa terdiri dari jaringan relasional (relatioanal network) yang melibatkan tiga macam maujud (entity), yaitu:
a.       Seperangkat simpai (nodes) yang menampilkan elemen-elemen di dalam suatu struktur;
b.      Seperangkat tanda relasional yang merupakan nama relasi gramatikal yang disandang oleh elemen-elemen itu dalm hubungannya dengan elememn lain;
c.       Seperangkat “coordinates” yang dipakai untuk menunjukan pada tataran yang manakah elemen-elemen itu menyandang relasi gramatikal tertentu terhadap elemen yang lain.
Demikianlah secara singkat teori tata bhasa relasional mengenai sintaksis. Kiranya teori yang dikemukakan oleh tata bahasa relasional ini bukanlah teori yang terakhir dalam perkembangan linguistik dewasa ini.
1.4              TENTANG LINGUISTIK
Uraian berikut hanyalah sekadar catatan selintas yang ditulis tanpa dukungan persiapan yang memadai.
1.4.1        Pada awalnya penelitian bahasa Indonesia dilakukan oleh para ahli Belanda dan Eropa lainnya, dengan tujuan untuk kepentingan pemerintahan kolonial. Sesuai dengan masanya, penelitian bahasa-bahasa daerah itu baru sampai pada tahap deskripsi sederhana mengenai sistem fonologi, morfologi, sintaksis, serta pencatatan butir-butir leksikal beserta terjemahan maknanya dalam bahasa Belanda atau bahasa Eropa Lainnya, dalam bentuk kamus.
Apa yang dilakukan para peneliti Barat itu dapat kita lihat dalam sejumlah buku bibliographcal Series terbitan Koninklijk Instituut voor Taal, Land, en Volkenkunde (KITLV) Belanda, antara lain yang disusun oleh Teeuw (1961), Uhlenbeck (1964), Voorhove (1955), dan cense (1958). Dalam hal ini ada juaga Uhlenbeck(1971). Bibliographical Series itu yang memuat nama buku, artikel, majalah dan berbagai manuskrip dari para peneliti asing, memuat juaga nama sejumlah peneliti/penulis Indonesia sampai akhir dan menjelang tahun enam puluhan.
1.4.2        Konsep-konsep linguistik modern sperti yang dikembangkan oleh Ferdinand de Saussure sudah berkembang sejak abad XX. Perubahan baru terjadi, lebih tepat disebut perkenalan dengan konsep-konsep linguistik modern, kiranya sejak kepulangan sejumlah linguis Indonesia dari Amerika, seperti Anton M. Moeliono dan T.W. Kamil. Kedua eliau inilah kiranya yang pertama-tama memperkenalkan konsep fonem,morfem, frase dan klausa dalam pendidikan formal linguistik di Indonesia.
Perkenalan dengan konsep-konsep linguistik modernn ini bukanlah tanpa menimbulkan pertentangan. Konsep bahwa bahasa adalah bunyi dan bukan tulisan hingga kini masih cukup rawan, terbukti dengan masih banyaknya orang yang belum dapat membedakan konsep fonem dan huruf.
Perkembangan waktulah yang kemudian menyebabkan konsep-konsep linguistik modern dapat diterima, dan konsep-konsep linguistik tradisional mulai agak tersisih. Datangnya prof. Verhaar, guru besar linguistik dari Belanda, yang kemudian disusul dengan adanya kerja sama kebahasaan Indonesia – Belanda, menjadikan studi linguistik terhadap bahasa-bahasa daerah dan bahasa nasional Indonesia semakin marak.
1.4.3        Sejalan dengan perkembangan dan  makin maraknya studi linguistik, yang dibarengi dengan bermunculannya linguis-linguis Indonesia. Pada tanggal 15 November tahun 1975, atas prakarsa sejumlah linguis senior, berdirilah organisasi kelinguistikan yang diberi nama Mayarakat Linguis Indonesia (MLI). Anggotanya adalah para linguis yang kebanyakan bertugas sebagai pengajar di perguruan tinggi negri atau swasta dan di lembaga-lembaga penelitian kebahasaan. Sejak 1983 MLI menerbitkan sebuah jurnal yang diberi nama Linguistik Indonesia. Jurnal ini dimaksudkan sebagai wadah para anggota MLI untuk melaporkan atau mempublikasikan hasil penelitiannya. Isi jurnal linguistik Indonesia antara tahun 1983 sampai tahun 1989 dapat dilihat pada Kaswanti Purwo (1990).
Sebelum terbitnya Jurnal Linguistik Indonesia sebenarnya di Indonesia sudah ada majalah linguistik yang menggunakan bahasa Inggris. Majalah ini yang lebih dikenal dengan nama NUSA dirintis penerbitnya oleh Prof. Dr. J.W.M Verhaar SJ, dan dieditori oleh sejumlah linguis Indonesia. Isi majalah tersebut antara 1975 – 1989 dapat dilihat dalam  Kaswanti Purwo (1990).
Selain majalah di atas  ada pula majalah Bahasa dan Sastra serta Pengajaran Bahasa dan Sastra. Isinya dapat kita lihat dalam kaswanti purwo (1990). Salah satu majalah lagi, tetapi yang lebih mengkhususkan pada  pembinaan bahasa nasional Indonesia, adalah majalah Pembinaan Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh organisasi profesi Himpunan Pembina Bahasa Indonesia (HPBI) sejak tahun 1980. Isinya juga dapat dilihat pada Kaswanti Purwo (1990). 
1.4.4        Penyelidikan terhadap bahasa-bahasa daerah Indonesia dan bahasa nasional Indonesia, banyak pula dilakukan di luar Indonesia. Universitas Leiden Di Belanda telah mempunyai sejarah panjang dalam penelitian bahasa-bahasa Nusantara. Antara lain, Uhlenbeck dengan kajiannya yang sangat luas terhadap bahasa jawa, Voorhove, Teeuw, Rolvink; dan Grijns dengan kajian dialek Jakarta. Di London ada Robins dengan kajian bahasa Sundanya.
1.4.5        Sesuai dengan fungsinya sebagai bahasa nasional, bahasa persatuan, dan bahasa negara, maka bahasa Indonesia tampaknya menduduki tempat sentral dalam kajian linguistik. Secara nasional bahasa Indonesia telah mempunyai sebuah buku tata bahasa baku dan sebuah kamus besar yang disusun oleh para pakar yang handal. Dalam kajian bahasa Nasional Indonesia di Indonesia tercatat seperti nama-nama seperti Kridalaksana, Kaswanti Purwo, Dardjowidjojo, dan Soedarjanto, yang telah banyak menghasilkan tulisan mengenai pelbagai segi dan aspek bahasa Indonesia.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar