Rabu, 08 Januari 2014

Frasa: Pengertian, Ciri-ciri, Perbedaan Frasa, Kata Majemuk, dan Aneksi



Pengertian Frasa
Frasa adalah satuan linguistik yang secara potensial merupakan gabungan dua kata atau lebih, yang tidak mempunyai ciri-ciri klausa (Cook, 1971: 91 ; Elson and Pickett, 1969: 73) atau tidak melampaui batas subjek atau predikat (Ramlan, 1976: 50); dengan kata lain: sifatnya tidak predikatif.
Venhaar (2001) menjelaskan bahwa frasa adalah kelompok kata yang merupakan bagian fungsional dari tuturan yang lebih panjang.
Kentjono (1990) mendefinisikan frasa sebagai satuan gramatikal yang terdiri atas dua kata atau lebih dari dua kata yang tidak berciri klausa dan yang pada umumnya menjadi pembentuk klausa.
Keraf (1991) menyatakan bahwa frasa merupakan suatu konstruksi yang terdiri atas dua kata atau lebih yang membentuk suatu kesatuan.
Kridalaksana (1993) menegaskan bahwa frasa merupakan gabungan dua kata atau lebih yang sifatnya tidak predikatif; gabungan ini dapat rapat, dapat renggang.
Parera (1994) yang memberi batasan frasa sebagai suatu konstruksi yang dapat dibentuk oleh dua kata atau lebih, baik dalam bentuk sebuah pola dasar kalimat maupun tidak.
Chaer (1998) menyatakan bahwa frasa merupakan gabungan dua kata atau lebih yang merupakan satu kesatuan dan menjadi salah satu unsur atau fungsi kalimat (subjek, predikat, objek, atau keterangan).
Ciri-ciri Frasa
Sesuai dengan definisi-definisi yang dikemukakan para ahli, maka dapat mengidentifikasi frasa sebagai suatu satuan atau konstruksi yang berciri: (i) terdiri atas dua kata atau lebih yang berhubungan dan membentuk suatu kesatuan, (ii) tidak bersifat predikatif, (iii) tidak berciri klausa, (iv) merupakan unsur pembentuk klausa, dan (v) menempati salah satu unsur atau fungsi dalam kalimat.
Selain itu, ciri atau kriteria lain yang dapat dipakai untuk menandai frasa yakni dengan menggunakan kriteria unsur suprasegmental berupa intonasi. Unsur suprasegmental yang dipakai adalah jeda.
Frasa memiliki dua sifat yaitu :
a)      Frasa merupakan satuan gramatik yang terdiri dari dua kata atau lebih.
b)      Frasa merupakan satuan yang tidak melebihi batas fungsi unsur klausa. Maksudnya frasa itu selalu terdapat dalam satu fungsi unsur klausa, yaitu S, P, O, PEL, atau KET.
Ciri frasa ada tiga yaitu:
a)      Tidak mempunyai predikat (nonpredikatif).
b)      Proses pemaknaannya berbeda dengan idiom.
c)      Susunan katanya berpola tetap.
Perbedaan Frasa
Frasa tidak boleh mengandung predikat karena kelompok kata yang mengandung predikat akan membentuk klausa, bahkan dapat membentuk kalimat. Yang dimaksud dengan predikat adalah kata atau kelompok kata yang menerangkan perbuatan/tindakan atau sifat dari subjek (pelaku).
Dalam contoh di bawah ini pada kolom kata berpredikat dengan mudah diketahui adanya unsur perbuatan atau aksi, walaupun subjeknya tidak dicantumkan. Kelompok kata yang mengandung predikat adalah klausa, sedangkan kelompok kata yang tidak mengandung predikat adalah frase. Contoh:
Klausa
(Kelompok kata berpredikat)
Frasa
(Kelompok kata tanpa predikat)
Belajar bahasa Indonesia
Menghilang di balik awan
Membawa sejauh persoalan
Meminum air mineral
Memakai baju batik
Datang berkunjung disini
Diratakan dengan buldoser
Bahasa Indonesia
Di balik awan putih bersih
Sejumlah persoalan yang pelik
Air mineral dari pegunungan
Baju batik biru langit
Ke sini
Dengan buldoser besar
Kata Majemuk
Kata majemuk ialah kata yang terdiri dari dua kata sebagai unsurnya. Di samping itu, ada juga kata majemuk yang terdiri dari satu kata dan satu pokok kata sebagai unsurnya, misalnya, daya tahan, lempar lembing, dan ada pula yang terdiri dari pokok kata semua, misalnya lomba lari, jual beli, simpan pinjam, dan lain-lain.
Para penulis tata bahasa sangat memperhatikan aspek ortografinya memerikan ciri bahwa yang disebut kata majemuk adalah kata yang terdiri dari dua bagian tetapi ditulis serangkai seperti matahari, hulubalang, daripada, dan peribahasa.
Para tata bahasa struktural menitikberatkan kajian pada struktur, datang dengan konsep bahwa kedua unsur kata majemuk tidak bisa dipisahkan dengan unsur lain dan tidak bisa dibalik susunannya. Umpamanya bentuk mata sapi dalam arti telur yang digoreng tanpa dihancurkan adalah sebuah kata majemuk sebab tidak bisa dipisah misalnya menjadi matanya sapi atau mata dari sapi atau tidak bisa dibalikkan menjadi sapi mata.
Pembicaraan tentang verba majemuk dimulai dengan dibedakannya verba majemuk dengan bentuk yang mirip yang disebut idiom. Baik verba majemuk maupun idiom sama-sama dibentuk dengan cara menggabungkan kata dengan kata. Bedanya, kalau makna verba majemuk secara langsung masih bisa ditelusuri dari makna komponen-komponennya, sedangkan idiom tidak bisa. Maka kalau diformulasikan beda kedua maknanya.
Verba majemuk     : A + B bermakna AB
Idiom                    : A + B bermakna C
Misalnya, terjun payung adalah sebuah verba majemuk karena maknanya yaitu melakukan terjun dengan memakai alat semacam payung. Jadi, masih ada hubungannya dengan makna terjun dan kata payung. Sedangkan bentuk naik darah dalam arti menjadi sangat marah adalah sebuah idiom sebab maknanya tidak bisa ditelusuri dari kata naik dan kata darah.
Ciri kedua verba majemuk adalah urutan komponen-komponennya tidak bisa dipertukarkan karena keduanya sudah tampak sangat erat. Jadi bentuk pada kolom sebelah kiri adalah verba majemuk sedangkan di sebelah kanan bukan.
Temu wicara                      wicara temu
Tatap muka                       muka tatap
Ciri ketiga verba majemuk adalah kedua komponennya tidak bisa dipisahkan oleh kata lain. Misalnya, bentuk temu wicara, siap tempur, tatap muka tidak bisa dijadikan, misalnya temu untuk wicara, siap guna tempur, tatap dengan muka. Ciri ini bersandar pada teori strukturalis (Keraf, 1991).
Perbedaan verba majemuk dengan frasa verbal. Hubungan antarkata dalam frasa verbal bersifat sintaksis sedangakan verba majemuk bukan. Perhatikan kolom sebelah kanan adalah frasa verbal.
Terjun payung                   sudah terjun
Temu wicara                      bertemu untuk bicara
Berdasarkan bentuknya verba majemuk dibagi menjadi tiga yaitu (1) verba majemuk dasar, (2) verba majemuk berafik, (3) verba majemuk berulang. Sedangkan menurut hubungan komponen-komponen dibedakan atas (1) verba majemuk setara, (2) verba majemuk bertingkat.
Pembicaraan mengenai adjektiva majemuk tidak diawali dengan apa yang dimaksud dengan konsep adjektiva majemuk melainkan langsung mengatakan adjektiva majemuk ada yang berupa gabungan morfem terikat dengan morfem bebas dan ada yang merupakan gabungan dua morfem bebas atau lebih. Contoh adjektiva majemuk yang berupa morfem terikat dan morfem bebas, antara lain:
Antarbangsa
Interlokal
Contoh yang berupa gabungan morfem bebas dengan morfem bebas, yaitu:
Besar kepala
Gagal total
Pembicaraan tentang nomina majemuk diawali dengan penjelasan bahwa kriteria yang dipakai untuk menentukan nomina majemuk sama dengan yang digunakan untuk menentukkan verba majemuk. Pertama, perlu dibedakan dulu antara nomina majemuk dengan nomina idiom. Makna nomina majemuk dapat ditelusuri secara langsung dengan kata-kata yang digabungkan sedangkan nomina idiom tidak dapat. Misalnya bentuk unjuk rasa adalah nomina majemuk sebab maknanya dapat ditelusuri dari kata unjuk dan kata rasa. Sedangkan kaki tangan adalah sebuah nomina idiom sebab maknanya tidak bisa ditelusuri dari makna kata kaki dan kata tangan. Kedua, urutan kata pada nomina majemuk telah menyatu sehingga tidak bisa dipertukarkan tempatnya. Berbeda dengan frasa nominal yang urutan katanya mengikuti kaidah sintaksis. Contoh, suami Astrid alah nomina majemuk dan suami istri adalah frasa nominal. Ketiga, nomina majemuk biasanya terdiri atas dua kata, sedangkan nomina idiom bisa lebih panjang. Contoh, ganti rugi adalah nomina majemuk sedangkan patah tumbuh hilang berganti adalah nomina idiom.
Berdasarkan bentuk morfologisnya, nomina majemuk dibagi menjadi (1) nomina majemuk bentuk dasar, (2) nomina majemuk berafiks, (3) nomina majemuk dari bentuk bebas dan bentuk terikat. Berdasarkan hubungan komponen-komponennya, nomina majemuk dibagi atas (1) nomina majemuk setara, (2) nomina majemuk bertingkat.     
Ciri-ciri kata majemuk adalah sebagai berikut:
a)      Gabungan itu membentuk suatu arti yang baru.
b)      Gabungan itu dalam hubungannya keluar membentuk suatu pusat, yang menarik keterangan-keterangan atas kesatuan itu, bukan atas bagian-bagian.
c)      Biasanya terdiri dari kata-kata dasar.
d)     Frekuensi pemakaiannya tinggi.
e)      Terutama kata-kata majemuk yang bersifat endosentris terbentuk menurut hukum DM (diterangkan mendahului menerangkan).
Aneksi
Aneksi adalah gabungan kata baik yang membentuk frasa maupun yang membentuk kata majemuk, memperlihatkan suatu hubungan yang erat antara bagian yang diterangkan-menerangkan (DM). Aneksi memperlihatkan hubungan yang dapat menimbulkan makna baru yang sebelumnya tidak ada. Contohnya: Lukisan Abdullah.
Ciri-ciri aneksi yaitu: a) terdiri dari dua kata, b) memperlihatkan suatu hubungan yang erat antara bagian yang diterangkan-menerangkan, c) memperlihatkan hubungan yang dapat menimbulkan makna baru yang sebelumnya tidak ada.

Buku Sumber
Suherlan dan Odien R. 2003. Ihwal Ilmu Bahasa dan Cakupannya. Banten: Untirta Press.
Tarigan, H.G. 1983. Prinsip-Prinsip Dasar Sintaksis. Bandung: Angkasa.
Chair, Abdul. 2003. Seputar Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Verhaar, 2001. Asas-Asas Lingustik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Ramlan. 1985. Ilmu Bahasa Indonesia: Sintaksis. Yogyakarta: CV. Karyono.
Ramlan.2001. Ilmu Bahasa Indonesia: Morfologi. Yogyakarta: CV. Karyono.
Parera, Jos Daniel. 1994. Sintaksis. Jakarta: Gramedia.
Finoza, Lamuddin. 2008. Komposisi Bahasa Indonesia. Jakarta: Diksi Insan Mulia


Tidak ada komentar:

Posting Komentar