Kamis, 09 Januari 2014

Makalah Tentang Pendidikan

A.    PENDIDIKAN
Pengertian Pendidikan
Pengertian yang pertama mengacu kepada pendidikan pada umunya, yaitu pendidikan yang dilakukan oleh masyarakat umum. Pendidikan seperti ini sudah ada semenjak manusia sudah ada di muka bumi.
            Pada zaman purba, manusia memperlakukan anak-anankya secara insting atau naluri, suatu sifat pembawaan, demi kelangsungan hidup keturunannya. Mendidik secara insting segera diikuti mendidik yang bersumber dari pikiran dan pengalaman manusia. Manusia mampu menciptakan cara-cara mendidik karena perkembangan pikirannya. Berarti mendidik bermaksud membuat manusia menjdi lebih sempurna, membuat manusia meningkatkan hidupnya dari kehidupan alamiah menjadi berbudaya. Mendidik adalah membudayakan manusia. Apa artinya budaya? Budaya adalah segala hasil pikiran, perasaan, kemauan, dan karya menusia secara individual atau kelompok untuk meningkatkan hidup dan kehidupan manusia atau cara hidup yang telah dikembangkan oleh masyarakat.
            Ada lima komponen utama kebudayaan, yaitu gagasan, idiologi, norma, teknologi, dan benda (Imran Manan, 1989). Komponen gagasan, misalnya tentang jembatan Surabaya-Madura. Komponen Idiologi misalnya, idiologi Pancasila, Liberalisme dan sebaginya. Contoh norma misalnya, hubungan laki-perempuan sebelum menikah, sikap hormat kepada orang yang lebih tua, dan sebagainya. Contoh teknologi adalah prinsip membangun gedung bertingkat, prinsip membuat pisau yang tajam, dan lain sebagainya. Dan yang termasuk benda-benda adalah buku, ubin, kereta, dan lain sebagainya.
            Bagaimana kaitan pendidikan dengan kebudayaan. Pendidikan membuat orang berbudaya. Pendidikan dan budaya ada bersama dan saling memajukan. Makin banyak orang menerima pendidikan makin berbudaya orang itu. Dan makin tinggi kebudayaan makin tinggi pula pendidikan atau cara mendidiknya.
            Selain mendidik dikatakan membudayakan manusia, mendidik juga dikatakan memanusiakan anak manusia. Anak manusia akan menjadi manusia bila menerima pendidikan. John Dewey, seorang ahli pendidikan di abad ke-19 di Amerika Serikat. Dia mengatakan  pendidikan itu adalah  The general theory of education. Tampak John Dewey tidak membedakan filsafat pendidikan dengan teori pendidikan, sebab itu ia mengatakan pendidikan adalah teori umum pendidikan.
            Konsep di atas berumber dari filsafat Pragmatis atau pendidikan Progresif yang dianut oleh sebagaian besar pendidik di amerika Serikat. Inti filsafat Pragmatis adalah yang mana berguna bagi manusia itulah yang benar. Apa yang berguna tidak bersifat eksak sebab yang bermanfaat sekarang belum tentu bermanfaat tahun depan. Inti filsafat pendidikan Progresif adalah mencari terus-menerus yang paling berguna bagi hidup dan kehidupan manusia.
Setiap pendidik pada umumnya memiliki kiat-kiat sendiri, yang sudah tentu tidak sama satu dengan yang lain. Sebab itu kiat sering disebut sebagai seni. Seni mendidik ini bukanlah milik khusus teori umum pendidikan. Masyarakat umum dalam mendidik putra putrinya di rumah memakai seni mendidik, walaupun mungkin tidak mereka sadari.
Seperti diketahui bahwa suatu pengetahuan dapat berubah menjadi suatu ilmu bila memenuhi persyaratan ilmu. Syarat-syarat ilmu yang dimaksud secara umum adalah sebagi berikut :
1.      Memiliki objek.
2.      Punya metode penyelidikan.
3.      Sistematis.
4.      Punya tujuan sendiri
Objek pendidikan ada dua macam, objek materi dan objek formal. Objek materi adalah materinya atau bendanya yang dikendai pendidikan yaitu para peserta didik dan warga belajar. Sedangkan yang dimaksud dengan objek formal adalah yang dibentuk (to form) oleh pendidikan. Objek formal pendidikan ialah gejala yang tampak, disarankan, dihayati, dan diekspresikan dalam kehidupan manusia sehari-hari, seperti yang disepakati oleh Langeveld dan Dwiyarkara (TIN MKDK, 1990).
Ilmu pendidikan dibentuk oleh sejumlah cabang ilmu yang terkait satu dengan yang lain membentuk satu kesatuan. Cabang-cabang ilmu pendidikan yang dimaksud adalah :
1.      Pendidikan teoritis
2.      Sejarah pendidikan dan Perbandingan Pendidikan
3.      Pengembangan Kurikulum
4.      Didaktik Metodik atau Proses Belajar-Mengajar
5.      Media dan Alat Mengajar
6.      Komunikasi dan Informasi Pendidikan
7.      Bimbingan dan Konseling
8.      Evaluasi Pendidikan
9.      Profesi dan Etika Pendidik
10.  Kepemimpinan dan Supervisi Pendidikan.
11.  Perencanaan Pendidikan
12.  Organisasi dan Manajemen Pendidikan
13.  Statistik dan Penelitian Pendidikan.
Cabang-cabang Ilmu Pendidikan ini suatu ketika sangat mungkin akan berkembangkan menjadi ilmu sendiri.
            Ada juga sejumlah ahli, yang mengatakan bahwa syarat suatu ilmu harus jelas ontologism, epistemologis, dan aksiologisnya (IPSI, 1989). Ontologi adalah masalah apa, yaitu apa yang akan ditangani oleh pendidikan. Epistemologi adalah masalah kebenaran, yaitu bagaimana cara mewujudkan kebenaran itu. Kebenaran dalam ilmu hanya dapat diwujudkan dengan metodologi ilmiah seperti juga telah diutarakan di atas. Aksiologis, yang membahas tindakan yang benar atau kegunaan pendidikan itu untuk kepentingan kesejahtraan manusia bertalian dengan tujuan pendidikan yang telah dibahas di atas. Dengan demikian ketiga persyaratan ini sudah dipenuhi pleh pendidikan untuk mendapat predikat Ilmu Pendidikan.
            Kita membahas beberapa definisi pendidikan. Definisi pendidikan yang diciptakan oleh Langeveld. Beliau mengatakan bahwa mendidik adalah member pertolongan secara sadar dan sengaja kepada seorang anak (yang belum dewasa) dalam pertumbuhannya menuju kea rah kedewasaan dalam arti dapat berdiri sendiri dann bertanggung jawab susila atas segala tindakannya menurut pilihannya sendiri. Definisi yang lain adalah dari Dewantara yang mengatakan bahwa pendidikan adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat mendapat keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya (TIM MKDK, 1990). Sementara itu Undang-Undang RI Nomor 2 Tahun 1989 mendefisikan pendidikan sebagai usaha sadar untuk menyiapkan lahan bagi peranannya di masa akan datang.
            Mendidik adalah membantu peserta didik dan warag belajar dengan penuh kesadaran, bagai alat atau tidak, dalam kewajiban mereka mengembangkan dan menumbuhkan diri untuk meningkatkan kemampun serta peran dirinya sebagai individu, anggota masyarakat, dan umat Tuhan. Mendidik adalah semua upaya untuk membuat peserta didik mau dan dapat belajar atas dorongan diri sendiri untuk mengembangkan bakat, pribadi, dan potensi-potensi lainnya secara optimal kearah yang positif.

Tujuan Pendidikan
GBHN Tahun 1993, dalam GBHN tersebut dijelaskan bahwa kebijaksanaan pembangunan sektor pendidikan ditujukan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, mandiri, maju, tangguh, cerdas, kreatif, terampil, berdisiplin, ber etos kerja, professional, bertanggung jawab, produktif, dan sehat jasmani dan rohani. Peraturan Pemerintah RI Nomor 27 Tahun 1990 tentang Pendidikan Prasekolah. Pasak 3 dari peraturan ini menyatakan bahwa pendidikan prasekolah bertujuan untuk membantu meletakan dasar kea rah perkembangan, sikap, pengetahuan, keterampilan, dan daya cipta yang diperlukan oleh peserta didik dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan untuk pertumbuhan serta perkembangan selanjutnya.
Kini kita bahas tujuan Pendidikan Tinggi yang dimuat dalam Peraturan Pemerintah RI nomor 30 tahun 1990. Pada pasal 2 tujuan pendidikan ini berbunyi sebagai berikut: Mrnyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik atau professional yang dapat menerapkan, mengembangkan atau menciptakan ilmu, teknologi, atau seni. Menyebarluaskan ilmu, teknologi, atau seni yang digunakan untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat dan memperkaya kebudayaan nasional.
Kini mari kita periksa apakah tujuan pendidikan kita sudah dipandang benar secara internasional. Dalam satu suatu hasil penelitian tentang konsep-konsep baru dalam pendidikan ditemukan bahwa para ahli pendidik mutakhir menyerang sistem pendidikan sekarang yang dikatakannya sebagai upaya mepertahankan kaum kapitalis dengan cara mendidik anak-anak agar siap melayani industri, perdagangan, dan jasa tanpa memperhatikan kebebasan dan hak-hak mereka sebagai anak manusia yang mempunyai bakat dan harkat diri masing-masing.
Paulo Freire mengemukakan, bahwa pendidikan hendaklah membuat manusia menjadi transitif, yaitu kemampuan mengangkap dan menanggapi masalah-masalah lingkungan dan mampu berdialog tidak hanya dengan sesame tetapi dengan dunia beserta isinya (Freire 1984).
Alvin Toffler (1987) berpendapat bahwa masa sekarang tidak sama dengan masa yang akan datang. Teknologi dan manusia mempunyai peranan yang berbeda. Teknologi masa depan akan menangani arus materi fisik, sementara manusia akan menangani arus informasi dan wawasan. Sebab itu manusia akan semakin terarah kepada tugas intelektual sebagai pemikir dan kreatif. Bukan hanya melayani mesin-mesin.
Samuel Smith (1986) menyimpulkan beberapa pandangan para ahli tentang pendidikan mutakhir.mulai dari usaha memberikan pengalaman hidup bagi para peserta didik dan warga belajar, kegiatan ilmiah, pelayanan terhadap pengembangan kemampuan dan minat, metode belajar yang baik, kebebasan individu, cinta kasih terhadap sesame, sampai dengan pentingnya hubungan antara guru dengan peserta didiknya atau warga belajar.

Lembaga dan Praktek Pendidikan
            Lembaga pendidikan di Indonesia dalam garis besarnya dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
1.         Lembaga pendidikan jalur sekolah
            a.         Lembaga pendidikan prasekolah
            b.         Lembaga pendidikan dasar
                        1) SD
                        2) SLTP
                        3) Lembaga pendidikan menengah
                        4) Lembaga pendidikan tinggi
2.         Lembaga pendidikan jalur luar sekolah
            a.         Lembaga pendidikan keluarga
            b.         Lembaga pendidikan di masyarakat.
            Kalau lembaga pendidikan jalur sekolah terorientasi kepada pengembangan manusia Indonesia seutuhnya, maka lembaga pendidikan jalur luar sekolah mengemukakan pengembangan afeksi dan psikomotor, yang sudah tentu juga mengembangkan kognisi sebagai unsur penunjung.
            Dengan kata lain pertumbuhan jasmani pada fase-fase awal ini juga sangat peka. Memang pertumbuhan jasmani dan perkembangan jiwa anak-anak berkaitan satu dengan yang lainnya. Achmad Sanusi (1989) mengatakan Ilmu Pendidikan di tanah air dewasa ini masih dalam proses perkembangan yang belum lengkap dan bulat. Kalaupun ada konsep pendidikan yang dibuat oleh Dewantara, namun konsep itu tidak mendapat pengembangan dalam arti penelaahan empiris, sehingga belum dapat dikatakan ilmu (IPSI, 1989).

Pendidikan sebagai Sistem
            Sistem itu adalah sebagai suatu strategi, cara berfikir, atau model berfikir. Ini berarti ada model berpikir sistem ada pula yang berpikir nonsistem. Bila sistem itu berhubungan dengan suprasistemnya, maka ia disebut sistem terbuka. Sebaliknya bila tidak, maka ia disebut sistem tertutup. Contoh sistem terbuka, misalnya pasar, orang, tanaman dan lain sebagainya. Sistem tertutup misalnya, jam, kipas angin, AC, dan lain sebaginya.
            Faktor-faktor yang mempengaruhi pendidikan adalah sebagai berikut:
1.      Filsafat Negara
2.      Agama
3.      Social, yang mencakup psikologi, peranan kelompok profesi, dan keamanan.
4.      Kebudayaan, yang diartikan sebagai ilmu, teknologi, kesenian, dan norma.
5.      Ekonomi, yang mencakup keterampilan berpikir, keterampilan tangan, dan perkembangan ekonomi.
6.      Politik, yang mencakup idiologi, cita-cita, dan semangat kebangsaan.
7.      Demografi, terdiri dari perkembangan penduduk, penyebaran penduduk, dan kepadatan penduduk.
Ketujuh factor ini merupakan supersistem dari sistem pendidikan. Jadi pendidikan sebagai sistem berada bersama, terikat, tertenun di dalam supersistemnya yang terdiri dari tujuh sistem di atas. Berarti membangun suatu lembaga pendidikan baru atau memperbaiki lembaga pendidikan lama, tidak dapat memisahkan diri dari supersistem tersebut.
            Sebagaimana diketahui bahwa manajemen pendidikan adalah merupakan inti dari suatu proses mengolah input menjadi lulusan pada setiap lembaga pendidikan. Struktur pendidikan yang jelas dan terperinci akan menjamin kelancaran tugas para personalia pendidikan.
            Subsistem personalia memegang peranan penting di antara subsistem lainnya. Berhasil atau tidak suatu pendidikan sangat ditentukan oleh personalianya. Suatu lembaga pendidikan yang lengkap dengan fasilitasnya, bila personalianya tidak cakap dan tidak bersedia bekerja dengan baik, tidak akan menghasilkan lulusan yang baik. Sebalinya, walaupun fasilitas lembaga pendidikan kurang memadai, tetapipersonalianya berdedikasi tinggi, dengan kreasi yang tingi dan rajin belajar, sangat mungkin memberikan lulusan yang memadai. Sampai saat ini di Indonesia sistem informasi yang paling kurang mendapat perhatian. Pada hal informasi dipandang sebagai darah atau organisasi atau lembaga pendidikan. Tidak memperhatikan informasi berarti membiarkan aliran darah tersendat-sendat yang dapat menimbulkan penyakit dalam lembaga pendidikan bersangkutan.
            Subsistem lingkungan atau masyarakat juga kurang diperhatikan oleh para manajer pendidikan pada masa ini. Padahal masyarakat memiliki potensi besar untuk mendukung agar pendidikan maju. Sejalan dengan aturan pemerintah bahwa pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara pemerintah, orang tua, dan masyarakat, maka sudah selayaknya subsistem lingkungan ini perlu diperhatikan oleh manajer pendidikan.

Dampak Konsep Pendidikan
1.      Semua tenaga pendidikan, baik pada jalur sekolah, maupun luar sekolah yang mencakup:
a.       Manajer atau administrator prndidikan
b.      Pengawas pendidikan atau supervisor
c.       Guru, dosen, eksper, dan narasumber.
d.      Tenaga penunjang akademik:
1)      Peneliti
2)      Pengembang kurikulum
3)      Pustakawan
4)      Laboran
5)      Teknisi sumber belajar
Harus memiliki pengertian yang benar tentang pendidikan, semua melaksanakan tmasing-masing tugasnya sesuai denga perinsip pendidikan dan mengarah kepada pencapaian tujuan pendidikan.
2.      Ada tiga macam pendidikan yaitu:
a.       Pendidikan yang dipakai oleh masyarakat umum, yan tidak ilmiah, melainkan diwariskan secara turun-temurun.
b.      Teori umum pendidikan yang mirip dengan filsafat pendidikan, yang menekankan pada prinsip-prinsip mengajar atau didaktik atau PBM.
c.       Ilmu pendidikan bersifat ilmiah yang utuh sebagai satu kesatuan ilmu.

3.      Mendidik adalah semua upaya untuk membuat peserta didik mau dan dapat belajar atas dorongan diri sendiri untuk mengembangkan bakat, pribadi, dan potensi-potensi lainnya secara optimal kea rah yang positif.
4.      Pengembangan peserta didik, pendidik melakukan pengembangan ini dimotori oleh pengembangan afeksi, yang bertujuan untuk membuat peserta didik:
a.       Memiliki sikap suka belajar.
b.      Tahu tentang cara belajar.
c.       Memiliki rasa percaya diri.
d.      Mencintai prestasi tinggi.
e.       Memiliki etos kerja
f.       Kreatif dan produktif.
g.      Puas akan sukses yang dicapai.
5.      Pendidikan luar sekolah perlu diberi perhatian lebih banyak, sebab fungsinya tidak kalah penting dibandingkan dengan pendidikan jalur sekolah.
6.      Perlu segera dipikrkan untuk mewujudkan ilmu Pendidikan yang bercorak Indonesia, yang cocok dengan geografis, budaya, dan cita-cita bangsa Indonesia, melalui penelitian-pemelitian yang terorganisasi dan berkesinambungan.
7.      Pengembngan pendidikan haruslah mengikuti dan mengantisipasi supermasinya, yaitu:
a.       Filsafat Negara
b.      Agama
c.       Sosial
d.      Kebudayaan
e.       Ekonomi
f.       Politik
g.      Demografi.
8.      Penyelenggaraan dan pelaksanaan pendidikan sebagai bagian terpenting dalam mensukseskan misi pendidikan, hendaklah memeakai konsep sistem atau dikerjakan dengan memandang hal itu sebagai sistem.

B.     LANDASAN HUKUM
Tiap-tiap Negara memiliki peraturan perundang-undangan sendiri. Semua tindakan yang dilakukan di Negara itu didasarkan pada perundang-undangan tersebut. Tindakan dikatakan benar bila sejalan atau sesuai dengan hokum yang berlaku di Negara bersangkutan.
Negara Indonesia mempunyai berbagai peraturan perundang-undangan yang bertingkat, mulai dari Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, ketetapan, sampai dengan Surat Keputusan. Semuanya mengandung hokum yang patut ditaati. Undang-Undang Dasar 1945 merupakan hokum yang tertinggi. Sementara itu peraturan perundang-undangan yang lain harus tunduk kepada UNdang-Undang Dasar 1945.
Pengertian Landasan Hukum
Kata landasan dalam hukum adalah melandasi atau mendasari atau titikk tolak. Landasan hukum seorang guru boleh mengajar misalnya, adalah surat keputusan tentang pengangkatannya sebagai guru. Yang melandasi atau mendasari ia menjadi guru adalah surat keputusan itu beserta hak-haknya.
Landasan hukum dapat diartikan peraturan baku sebagai tempat tepijak atau titik tolak dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu, dalam hal ini kegiatan, dalam hal ini kegiatan pendidikan. Tetapi tidak semua kegiatan pendidikan dilandasi oleh aturan-aturan baku ini.


Pendidikan Menurut Undang-Undang Dasar 1945
     Undang-Undang Dasar 1945 adalah merupakan hokum tertinggi di Indonesia. Kedudukan ini membuat UUD 1945 mengandung isi yang sifatnya umum
     Pasal-pasal yang bertalian dengan pendidikan dalan UUD 1945 hanya 2 pasal, yaitu Pasal 31 dan Pasal 32. Pasal 31 ayat 1 berbunyi: tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran. Dan ayat 2 pasal ini berbunyi: pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajarab nasional, yang diatur dengan Undang-Undang.
     Pasal 32 pada UUD itu berbunyi: pemerintah memajukan kebudayaan nasional Indonesia. Sangkut pautnya adalah kebudayaan akan berkembang apabila budi daya manusia ditingkatkan dan budi daya bisa dikembangkan kemampuannya melalui pendidkan. Dengan demikian upaya memajukan kebudayaan berarti juga sebagai upaya memajukan pendidikan.
Undang-Undang RI Nomor 2 Tahun 1989 tentang Pendidikan Nasional
     Undang-undang ini mengatur pendidikan pada umumnya, artinya segala sesuatu bertalian dengan pendidikan, mulai dari prasekolah sampai dengan pendidikan tinggi ditentukan dalam undang-undang ini.
     Pasal 1 ayat 2 dan ayat 7 berbunyi: Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia dan yang berdasarkan pada Pancasila dan UUD 1945. UU ini mengharuskan pendidikan berakar pada kebudayaan nasional yang berdasar pada Pancasila dan UUD 1945. Ini berarti teori-teori pendidikan dan praktek-praktek pendidikan yang diterapkan di Indonesia, tidak boleh tidak haruslah berakar pada kebudayaan Indonesia.
     Selanjutnya pasal 1 ayat 7 berbunyi: Tenaga pendidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dalam penyelanggaraan pendidikan. Menuruy ayat ini yang berhak menjadi tenaga kependidikan adalah setiap anggota masyarakat yang mengabdikan dirinya dalam penyelenggaraan pendidikan. Pasal 27 ayat 2, yang mengatakan tenaga kependidikan mencakup tenaga pendidik, pengelola/kepala lembaga pendidikan, penilik/pengawas, peneliti, dan pengembang pendidikan, pustakawan, laboran, dan teknisi sumber belajar.
     Hal lain yang perlu diberi penjelasan adalah pendidikan akademik dan pendidikan profesional. Pada pasal 17 ayat2 menyebitkan bahwa sekolah tinggi, institut, dan universitas menyelenggarakan pendidikan akademik dan atau profesional. Pendidkan akademik adalah pendidikan yang berupaya melayani perkembangan sikap berfikir, dan perilaku ilmiah para mahasiswa sehingga mereka dapat mengembangkan ilmu, teknologi, dan seni sesuai dengan bidangnya masing-masing. Dengan orientasi pendidik akademik adalah pada kemampuan mengembangkan ilmu, teknologi, dan seni melalui kegiatan-kegiatan penelitian. Pendidikan profesional menekankan pada aplikasi teori-teori yang telah ada. Orang yang profesional kalau ia mampu melaksanakan sesuatu secara benar, dalam arti sesuai dengan konsep atau teori yang bertalian dengan sesuatu yang dikerjakan itu, sehingga orang lain yang berkepentingan merasa puas.
     Bila pendidikan akademik membuat manusia berkembang secara optimal, maka pendidikan secara profesional berusaha membuat manusia-manusia pekerja dalam bidang-bidang tertentu.
Dampak Konsep Pendidikan
1)      Ada perbedaan jelas antara pendidikan akademik dengan pendidikan professional. Pendidikan akademik menyiapkan para ahli agar mempu mengemnbangkan ilmu atau teknik atau seni di bidangnya masing-masing melalui alkulturasi diri secara utuh.
2)      Pendidikan professional tidak cukup hanya menyiapkan ahli dalam menerapkan suatu teori, tetapi juga mempelajari cara membina para pembantu, mengusahakan alat-alat bekerja, menciptakan lingkungan  dan iklim kerja yang kondusif untuk berupaya selalu memuaskan orang-orang yang berkepentingan.
3)      Sebagai konsekuensi dari beragamnya bakat dan keahlian/kemampuan para siswa serta dibutuhkannya tenaga kerja menengah yang banyak, maka perlu diciptakan berbagai ragam sekolah kejurauan.
4)      Untuk merealisasikan terwujudnya pengembangan manusia Indonesia seutuhnya, seperti dikemukakan sebagai tujuan pendidikan nasional diperlukan perhatian yang sama terhadap pengembangan afeksi, kognisi, dan psikomotor pada semua tingkat pendidikan.
5)      Para ahli atau peneliti yang melakukan uji coba atau meneliti di pendidikan dasar haknya dijamin oleh PPRI nomor 28 tahun 199- Pasal 30 dalam kaitannya dengan upaya memperbaiki pendidikan. Oleh karena itu para kepala sekolah hendaklah member izin dan kebebasan kepada para ahli tersebut dalam batas-batas melaksanakan peneliian itu.

C.    LANDASAN FILSAFAT
Sesungguhnya filsafat telah ada semenjak manusia ada. Tetapi keberadaannya tidak diakui secara formal seprti filsafat sekarang. Sebab ia tidak digali, dihimpun, dan distematikan menjadi suatu pemikiran. Gambaran dan cita-cita tentang kehidupan itu pula yang mendasri adat-istiadat suaru suku atahu bangsa, norma, dan hokum yang berlaku dalam masyarakat. Hal ini mendorong masyarakat untuk menekankan pada aspek atau aspek-aspek tertentu pada pendidikan agar dapat memenuhi gambaran dan cita-cita mereka.
Filsafat, Ilmu, dan Ilmu Pendidikan
Filsafat dalam arti sekarang mulai dikenal sejak zaman Yunani kuno. Scorates (469-399 SM) mengajarkan bahwa manusia harus mencari kebenaran dan kebijakan dengan cara berfikir secara dialektis. Plato mengatakan kebenaran hanya ada di alam ide yang bias diselami dengan akal, sedang Aristoteles merupakan peletak dasar empirisme, yaitu kebenaran harus dicari melalui pengalaman panca indra.
Filsafat ialah hasil pemikiran dan perenungan secara mendalam tentang sesuatu samapai ke akar-akarnya. Filsafat membahas suatu dari segala aspeknya yang mendalam, maka kebenara filsafat adalah kebenaran menyeluruh yang sering dipertentangkan dengan kebenaran ilmu yang sifatnya relative. Karena kebenaran ilmu hanya ditinjau dari segi yang bias diamati hanya sebagian kecil sja. Dalam gari s besarnya ada empat cabang filsafat yaitu metafisika, epistemology, logika, dan etika, dengan kandungan materi masing-masing sebagai berikut:
1)                  Metafisika ialah filsafat yang meninjau tentang hakikat segala sesuatu yang terdapat di ala mini. Dalam kaitannya dengan manusia, ada dua pandangan yaitu: (Callahan, 1983)
a.             Manusia pada hakikatnya adalah spiritual. Yang ada adalah jiwa atau roh, yang lain adalah semu. Pendidikan berkewajiban membebaskan jiwa dari ikatan semu.
b.            Manusia adalah organism materi. Pandangan ini dianut kaum Naturalis, Materialis, Experementalis, Pragmatis dan beberapa realis. Pendidikan adalah untuk hidup. Pendidikan berkewajiban kehidupan manusia menjadi menyenangkan.
2)                  Epistemology ialah filsafat yang membahas tentang pengetahuan dan kebenaran, dengan rincian masing-masing sebagai berikut:


a.       Ada lima sumber pengetahuan yaitu:
·         Otoritas, yang terdapat adal ensiklopedi, buku teks yang baik, rumus, dan tabel
·         Common sense, yang ada pada adat dan tradisi
·         Intuisi yang berkaitan dengan perasaan.
·         Pikiran yang menyimpulkan hasil pengalaman.
·         Pengalaman yang terkontrol untuk mendapatkan pengetahuan secara ilmiah.
b.      Ada empat teori kebenaran yaitu:
·         Koheren
·         Koresponden
·         Pragmatisme
·         Skeptivisme
3)                  Logika ialah filsafat yang membahas tentang cara manusia berfikir dengan benar. Dengan memahami filsafat logika diharapkan manusia bias berfikir dan mengemukakan pendapatnya secara tepat dan benar.
4)                  Etika ialah filsafat yang menguraikan tentang perilaku manusia. Nilai dan norma msyarakat serta ajaran agama menjadi pokok pemikiran dalam filsafat ini. Filsafat etika sangat besar mempengaruhi pendidikan sebab tujuan pendidikan untuk mengembangkan perilaku manusia, antara lain afeksi peserta didik.
Jujun (1985) menulis bahwa filsafat, meminjam pemikiran Will Durant, dapat diibaratkan pasukan mariner yang merebut pantai untuk pendaratan pasukan infantry dalam suatu invasi militer ke sebuah pulau. Pasukan infantry baru bisa masuk dan berfungsi setelah pantai dikuasai oleh pasukan marinir. Suatu ilmu akan muncul setelah terjadi pengkajian dalam filsafat. Filsafat merupakan tempat berpijak bagi kegiatan pembentukan ilmu itu.
Pada taraf selanjutnya, ilmu menyatakan dirinya otonom/berdiri sendiri ia bebas sama sekali dengan konsep-konsep dan norma-norma filsafat. Dalam bukunya yang lain Jujun (9181) membagi proses perkembangan ilmu menjadi dua bagian yang saling berkaitan satu dengan yang lain. Tingkat proses perkembangan yang dimaksud adalah:
1)                  Tingkat empiris ialah ilmu yang baru ditemukan di lapangan. Ilmu yang masih berdiri-sendiri, baru sedikit bertautan dengan penemuan lain yang sejenis. Pada tingkat ini wujud ilmu belum utuh, masing-masing sesuai dengan misi penemuannya karena belum lengkap.
2)                  Tingkat penjelasan atau teoritis, ialah ilmu yang sudah mengembangkan suatu struktur teoritis. Dengan struktur ini ilmu-ilmu empiris yang masih terpisah-pisah dicari kaitannya satu dengan yang lain dan dijelaskan sifat kaitannya itu. Dengan cara ini struktur berusaha mengintegrasikan ilmu-ilmu empiris itu menjadi suatu pola yang berarti.
Pendidikan adalah merupakan salah satu bidang ilmu. Sama halnya dengan ilmu-ilmu yang lain, pendidikan lahir dari induk-nya yaitu filsafat. Pendidikan juga lepas secara perlahan-lahan daru induknya. Pada awalnya pendidikan berada bersama dengan filsafat sebab filsafat tidak pernah membebaskan diri dengan pembentukan manusia. Filsafat diciptakan oleh manusia untuk kepentingan memahami kedudukan manusia, pengembangan manusia, dan prningkatan hidup manusia.
Sikun Pribadi (ISPI, 1989) menggambarkan hubungan filsafat, filsafat pendidikan, ilmu pendidikan, ilmu pendidikan praktis, perbauatan mendidik, pengalaman mendidik, dan keyakinan pendidik sebagai berikut:
1)                  Filsafat atau filsafat umum atau filsafat negara menjadi sumber segala kegiatan manusia atau mewarnai semua aktivitas warga negara atau bangsa.
2)                  Filsafat pendidikan dijabarkan dari filsafat, artinya filsafat pendidikan tidak boleh bertentangan dengan filsafat.
3)                  Ilmu pendidikan (yang bersifat teoritis) ada diurutan ketiga, sebab ia dijabarkan dari filsafat pendidikan. Di sinilah teori-teori pendidikan dirumuskan.
4)                  Ilmu pendidikan praktis adalah merupakan konsep-konsep pelaksanaan teori-teori pendidikan di atas. Jadi ini dijabarkan dari teori-teori pendidikan.
5)                  Pada langkah berikutnya adalah perbuatan mendidik, yaitu tindakan-tindakan nyata dalam menerapkan teori pendidikan praktis.
6)                  Sebagai akibat dari perbuatan mendidik, akan mendapatkan pengalaman tentang mendidik. Sudah tentu pengalaman ini didapatkan di lapangan.
7)                  Pengalaman ini memberi umpan balik pada teori pendidikan yang terdapat dalam teori pendidikan, yang memanfaatkanya untuk memungkinkan merevisi teori semula.
8)                  Sebagai akibat dari revisi tadi, sangat mungkin ilmu pendidikan member umpan balik kepada filsafat pendidikan, dan kemungikan merevisi konsep-konsepnya.
9)                  Ilmu pendidikan juga mengadakan kontak hubungan dengan pengalaman-pengalaman mendidik, untuk selalu mengingatkan diri agar tidak menyimpang dari teori-teori mendidik.
10)              Perbuatan-perbuatan mendidik bias menimbulkan keyakinan tersendiri tentang pendidikan. Suatu keyakinan yang belum tampak pada filsafat, filsafat pendidikan, maupun pada ilmu pendidikan. Keyakinan ini memberi bahan baru kepada filsafat, untuk dipikirkan kembali dan dimasukan ke dalam filsafat.


Filsafat Pendidikan
            Filsafat pendidikan ialah hasil pemikiran dan perenungan secara mendalam sampai ke akar-akarnya mengenai pendidikan. Ada filsafat pendidikan yang dianut oleh bangsa-bangsa di dunia.
            Francis Bacon dalam bukunya The Advencement of Learning mengemukakakn tesis bahwa kebanyakan pengetahuan yang dimiliki oleh manusia mengandung unsur-unsur validitas yang bermanfaat dalam menyelesaikan persoalan-persoalan sehari-hari, bila pengetahuan itu dibersihkan dari salah konsep yang berlangsun selam bertahun-tahun. Bacon menggunakan logika indiktif sebagai teknik krisis atau analisis untuk menemukan arti pendidikan yang dapat diandalkan.
            Johan Herbart dalam bukunya Scence of education menginginkan agar guru mempunyai informasi yang dapat diandalkan mengenai tujuan pendidikan yang ingin dicapai dan proses belajar sebelum guru ini memasuki kelas.
            Untuk sementara filsafat pendidikan bias dipakai latar pengetahuan saja. Selanjutnya setelah pendidik berhasil menemukan konsep, barulah filsafat pendidikan dimanfaatkan untuk mengevaluasinya, atau sebagai pembanding, untuk kemungkinan sebagai pembanding, untuk kemungkinan sebagai bahan merevisi, agar konsep pendidikan menjadi lebih mantap.
            John Dewey dalam bukunya Democracy and Education menyatakan bahwa pengalaman adalah tes terakhir dari segala hal. Mereka memandang pengalaman adalah sebagai panji-panji filsafat pendidikan yang mempunyai komitmen terhadap inquiry atau penyelidikan. Filsafat pendidikan mencari konsekuensi proses belajar mengajar, apa yang telah dilakukan, apa kelemahannya, dan bagaimana mengatasi kelemahan itu.
            Berbagai aliran filsafat di atas, member dampak terciptanya konsep-konsep atau teori-teori pendidikan yang beragam. Masing-masing konsep akan mendukung konsep-konsep filsafat pendidikan itu. Dalam membangun teori pendidikan, filsafat pendidikan juga mengingatkan agar teori-teori itu diwujudkan di atas kebenaran berdasarkan kaidah-kaidah keilmuan.
            Filsafat pendidikan juga mengingatkan kepada kita agar sangat hati-hati menyusun suatu teori. Struktur teori itu harus jelas, tidak boleh tumpang tindih. Suatu teori yang akan dibangun perlu dianalisis bagian-bagiannya, cabang-cabangnya, dan ranting-rantingnya, termasuk pengertian pendidikan itu sendiri, tujuan pendidikan, dan cara-cara mencapai tujuan. Masing-masing bagian perlu divalidasi terlebih dahulu agar bebas dari salah tafsir, memakai terminology yang tepat, definisi yang jelas, dan lain sebagainya. Sesuadah itu berulah disusun secara sistematis, diintegrasikan satu sama lain, sehingga menjadi suatu teori pendidikan yang utuh.
Filsafat Pendidikan di Indonesia
            Bangsa Indonesia baru memiliki filsafat ilmu atau filsafat Negara ialah Pancasila. Sebagai filsafat Negara , Pancasila patut menjadi jiwa bangsa Indonesia, menjadi semangat dalam berkarya pada segala bidang, dan mewarnai segala segi kehidupandari hari ke hari.
            Sementara itu dunia pendidikan di Indonesia belum punya konsep atau teori-teori sendiri yang cocok dengan kondisi, kebiasaan atau budaya Indonesia tentang pengertian pendidikan dan cara-cara mencapai tujuan pendidikan. Sebagaian besar konsep atau teori pendidikan diimpor dari luar negeri sehingga belum tentu valid untuk diterapkan di Indonesia. Teori-teori bias didapat dengan cara belajar di luar negeri, atau dengan cara melakukan studi banding. Dan yang paling banyak adalah dengan mendatangkan buku atau membeli buku dari Negara lain. Inilah sumber-sumber konsep pendidikan di Indonesia.
            Memang benar ada sejumlah konsep pendidikan yang tumbuh dan berkembang dari dalam  negeri sendiri. Tetapi konsep-konsep itu sendiri belum dikaji lebih lanjut melalui penelitian-penelitian pendidikan yang membuat validitasnya masih diragukan. Sampai dimana efektivitas kepemimpinan Tut Wuri Handayani misalnya, belum banyak diteliti dan dikomunikasikan. Ditinjau dari segi arah pengembangan pendidikan di Indonesia masih terjadi perbedaan. Belum ada kekompakan di antara para ahli dan pencinta pendidikan mengenai ilmu pendidikan yang diinginkan. Sebagian berorientasi pada ilmu pendidikan di Eropa dan sebagaian lagi berorientasi pada pendidikan di Amerika Serikat. Orientasi yang tidak sama ini lebih meningkatkan kerumitan upaya membentuk ilmu pendidikan di Indonesia lengkap dengan filsafat pendidikannya.
            Buchori menyatakan adanya penyederhanaan dalam pendidikan sebagai akibat dari orientasi ke Amerika Serikat. Pendidikan cenderung hanya mempersoalkan masalah-masalah operasional, khususnya tentang proses belajar-mengajar di kelas (Soedomo, 1990). Pendidikan hanya dipandang sebagai upaya mengajarkan sesuatu kepada peserta didik. Badan ilmu pendidikan itu sendiri sebagau suatu yang utuh menjadi terabaikan.
            Amerika Serikat yang menganut Filsafat Pragmatis dengan Filsafat Progresivis penyederhanaan makna pendidikan tersebut di atas bisa diterima. Karena itu mereka juga tidak membutuhkan alat pendidikan yang pasti. Tujuan dan alat pendidikan mereka sangat mungkin akan berganti terus untuk selalu menemukan yang lebih baik bagi kehidupan manusia. Sehingga mereka mengatakan tujuan dan alat pendidikan adalah sama. Mereka memandang pendidikan itu hanya sebagi cara untuk membuat anak-anak belajar, alias hanya sebagai proses belajar-mengajar.
            Negara Indonesia tidak sama dengan Amerika Serikat. Indonesia punya cita-cita yang pasti dalam pendidikan, yang harus dikejar dan diwujudkan, yaitu manusia Indonesia seutuhnya yang dijiwai oleh sila-sila Pancasila. Dengan kata lain, pendidikan di Indonesia perlu diwujudkan dalam bentuk ilmu pendidikan seperti halnya dengan model pendidikan di Eropa. Hanya saja ilmu pendidikan di Indonesia harus menunjukan cirri khas Negara Indonesia termasuk Pancasilanya. Ini berarti ilmu pendidikan harus digali dari bumi Indonesia sendiri.
            Buchori menunjukan kepada kita bahwa kegiatan pendidikan di Indonesia hanya baru satu segi saja, yaitu segi operasionalnya saja. Itupun haya terjadi pada jalur pendidikan sekolah. Jalur luar sekolah belum banyak digarap. Tentang landasan pendidikan Indonesia belum terjamah sama sekali. Seperti diketahui ilmu pendidikan sebagai suatu ilmu yang utuh terdiri dari landasn, struktur, dan operasional pendidikan. Yang dimaksud dengan stuktur ialah isi ilmu itu dengan sistematiknyanya serta proposisi bagian-bagiannya yang mendukung pendidikan sebagai suatu ilmu.
            Ilmu pendidikan tidak persis sama dengan ilmu-ilmu yang lain. Ilmu pendidikan mengandung unsur-unsur fakta dan upaya. Fakta akan membentuk teori penjelasan tentang cara mendidik. Sedangkan upaya akan membentuk kiat atau seni mensukseskan pendidikan terutama dalam memasukan norma-norma ke dalam kehidupan peserta didik. Bertalian dengan fakta dan upaya tersebut di atas Perry mengemukakan tiga metode dalam ilmu pendidikan seperti berikut (Soedomo, 1990):
1)                  Metode normative, metode yang berusaha menjelaskan tentang keberadaan manusia, bagaimana seharusnya manusia itu brsikap dan bertindak terhadap dirinya dan terhadap sesame manusia maupun makhluk lain. Menentukan nilai-nilai baik yang perlu ditiru dan membuang hal-hal yang tidak baik.
2)                  Metode eksplanatori, metode yang berusaha menentukan kondisi dan kekuatan apa yang dapat membuat proses pendidikan berhasil. Metode ini bersumber dari data atau hasil penelitian di lapangan, berupa kondisi dan kekuatan yang di miliki peserta didik. Kondisi  dan kekuatan tersebut di ambil dari ilmu-ilmu lain seperti psikologi, sosiologi, antropologi, ekonomi, dan politik.
3)                  Metode teknologi, ialah cara mendidik itu sendiri yaitu praktek mendidik di lapangan. Metode ini mencakup organisasi materi pelajaran, iklim dan lingkungan belajar, alat-alat dan media belajar, teknik penyampaian bahan, bentuk bimbingan belajar, dan sebaginya.
Dari uraian di atas tampaklah bagi kita bahwa terjadi ketidaksamaan pandangan di antara para ahli pendidikan tentang pendidikan itu sendri. Sebagaian yang berkiblat ke Amerika Serikat memandang pendidikan sebagai cara mengajar dan belajar, jadi tidak memerluan ilmu pendidikan. Sebagian lagi berorientasi pada pendidikan di Eropa yang memandang pendidikan sebagai suatu ilmu yang utuh yaitu ilmu pendidikan.
Untuk bisa membentuk teori pendidikan Indonesia yang valid, terlebih dahulu dibutuhkan filsafat pendidikan yang bercorak Indonesia yang memadai. Filsafat ini menguraikan tentang:
1)                  Pengertian pendidikan yang jelas, yang satu, dan berlaku di seluruh tanah air. Apakah pendidikan itu member kebebasan penuh kepada individu yang berkembang? Apakah mereka perlu diarahkan, kalau ya, samapai mana batas-batas pengarahan itu dan lain sebaginya.
2)                  Tujuan pendidikan, yaitu pembentukan manusia Indonesia seutuhnya yang diwarnai oleh sila-sila Pancasila. Tujuan ini mengoprasionalkan manusia Indonesia seutuhnya dan juga mengoprasionalkan wujud sila-sila Pancasila dlam diri peserta didik secara detail. Agar satu persatu dapat ditanamkan melalui  proses belajar mengajar. Bagaimana mengaitkan tujuan institusional dengan tujuan umum agar setiap lulusan mencerminkan manusia berkembang seutuhnya serta berciri Pancasilais.
3)                  Model pendidikan, model pendidikan akan menyangkut teori pendidikan. Suatu teori pendidikan yang utuh dan lengkap dengan strukturnya, dan diberlakukan di seluruh tanah air karena mendukung terbentuknya manusia berkembang yang Pancasilais. inilah yang akan menjelma menjadi ilmu pendidikan bercorak Indonesia yang konsep-konsepnya dikembangkan lewat penelitian-penelitian di lapangan.
4)                  Cara mencapai tujuan, yaitu segi teknik dari pendidikan itu sendiri. Teknik mendidik seringkali berkaitan dengan siapa yang dididik, apa yang dipelajari, dan bagaimana filsafat pendidikan itu sendiri.
Upaya Mewujudkan Filsafat Pendidikan di Indonesia
      Perhatian-perhatian terhadap perlunya filsafat pendidikan itupun baru muncul di sana-sini belum terkoordinasi menjadi suatu perhatian besar untuk segera mewujudkannya.
      Untuk mengembangkan Ilmu Pendidikan yang bercorak Indonesia secara valid, terlebih dahulu dibutuhkan pemikiran dan perenungan yang mendalam tentang ilmu itu sendiri dan budaya serta geografis Indonesia yang akan mewarnainya. Pemikiran dan perenungan itu adalah filsafat yang khusus membahas pendidikan yang tepat dierapkan di bumi Indonesia. Dengan kata lain, untuk menemukan teori-teori pendidikan yang bercorak Indonesia, dibutuhkan terlebih dahulu rumusan filsafat pendidikan yang bercorak Indonesia pula.
      Upaya mendorong pemerintah untuk member isyarat akan pentingnya merumuskan filsafat pendidikan dan teori pendidikan yang bercorak Indonesia sudah pernah dilakukan menjelang siding umum MPR (Kompas, 27 Nopember 1992), sebagai satu sumbangan untuk bahan siding umum itu. Namum GBHN 1993 sebagai produk siding itu, tidak mencantumkan perlunya perumusan filsafat dan teori pendidikan itu.
      ISPI (1989) bengingatkan bahwa tugas utama para ahli Ilmu Pendidikan adalah (1) mengungkapkan pemikiran yang sistematik dan mendasar mengenai implikasi filsafat Pancasila dalam filsafat pendidikan nasional yang akan dibentuk, dan (2) dalam menggunakan sumber-sumber dari luar termsuk teori pendidikan dan perlu diadakan saringan-saringan agar sesuai dengan filsafat negara kita.

            Dampak Konsep Pendidikan
      Karena filsafat pendidikan yang cocok dengan alam dan budaya Indonesia belum terbentuk, yang ada baru filsafat Negara yaitu Pancasila, maka tidak banyak konsep pendidikan yang bisa diturunkan dari sini. Oleh sebab itu dampak konsep pendidikan yang akan dituangkan di bawah adalah terbatas pada penjabaran sila-sila Pancasila.
1)                  Filsafat pendidikan Indonesia perlu segera diwujudkan agar ilmu pendidikan bercorak Indonesia lebih mudah dibentuk. Kunci terealisasinya suatu kegiatan pada dewasa ini adalah pemerintah. Sebab itu dibutuhkan kemaun pemerintah untuk menggerakan kegiatan ini.
2)                  Peranan dan pengembangan sila-sila Pancasila pada diri peserta didik pada hakikatnya adalah pengembangan afeksi. Oleh karena itu pendidikan afeksi tidak boleh dinomorduakan apalagi ditinggalkan. Pendidikan afeksi, kognisi, dan psikomotor haruslah perlakukan sama.
3)                  Pendidikan Pancasila dan Pendidika Agama tidak bertentangan, melainkan saling melengkapi satu dengan yang lainnya. Satu kerjasama dalam tingkat operasional pendidikan moral dan mental anak-anak, agar saling mendukung dan saling memajukan satu dengan  yang lain.
4)                  Materi pendidikan afeksi selain bersumber dari bidang studi yang membahas moral Pancasila dan ajaran Agama, sebaiknya dilengkapi dengan nilai-nilai dan adat istiadat yang masih hidup dimasyarakat Indonesia serta budi pekerti luhur yang tetap dijungjung di bumi Indonesia ini.
5)                  Metode mengembangkan afeksi bisa dibagi dua yaitu:
a)               Untuk pendidikan afeksi yang berbentuk bidang studi, tekanan proses belajarnya adalah afeksi konsep-konsep yang dipelajari. Artinya sila-sila Pancasila dan ajaran-ajaran Agama diberi dan dibahas secukupnya
b)               Untuk pendidikan afeksi untuk dislipkan pada bidang-bidang studi lain, pendidik cukup menyinggung afeksi tertentu yang kebetulan dapat dimunculkan pada saat itu untuk dipahami oleh peserta didik, dihayati, dan dilaksanakan.
6)                  Evaluasi pendidikan afeksi haruslah dilakukan secara nyata, diberi skor, dan dimasukan ke dalam rapor seperti/halnya dengan bidang-bidang studi yang lain.
7)                  Dalam mengembangkan materi pendidikan afeksi, sangat mungkin sumber materi itu berasal dari luar negeri , bila hal itu terjadi, maka perlu dilakukan penyaringan terlebih dahulu agar bisa diterima oleh kondisi dan budaya Indonesia, sebelum dimasukan sebagai materi pendidikan.
8)                  Dalam rangka pengemabangan afeksi peserta didik, ada baiknya kondisi kea rah  itu sengaja diciptakan, antara lain dengan menghadirkan jauh lebih banyak budaya bangsa sendiri untuk menetralkan pengaruh budaya asing yang memang sulit dibendung dalam abad informasi dan global ini.

D.                LANDASAN SEJARAH
            Sejarah adalah keadaan masa lampau dengan segala macam kejadian atau kegiatan yang dapat didasari oleh konsep-konsep tertentu. Sejarah mencakup segala kejadian dalam ala mini, termasuk hal-hal yang dikembangkan oleh budi daya manusia.
            Sejarah penuh dengan informasi-informasi yang mengandung kejadian-kejadian, model-model, konsep-konsep, teori-teori, praktek-praktek, moral, cita-cita, bentuk, dan lain sebaginya. Setiap bidang kegiatan yang dikejar oleh manusia untuk maju, pada umumnya dikaitkan juga dengan bagaimana keadaan bidang itu pada masa lampau.
            Sejarah pendidikan merupakan bahan pembanding untuk memajukan pendidikan suatu bangsa. Bab ini secra berturut-turut akan membahas (1) sejarah pendidikan dunia, (2) sejarah pendidikan Indonesia, (3) masa perjuangan bangsa, (4) masa pembangunan, dan (5) dampak konsep pendidikan.
Sejarah Pendidikan Dunia (dari diktat Pribadi)
Pendidikan yang mulai menunjukan perbedaan eksistensinya dengan pendidikan-pendidikan sebelumnya adalah sejak zaman Realisme. Zaman Realisme pendidikan diarahkan kepada kehidupan dunia dan bersumber dari keadaan di dunia pula. Realisme menghendaki pikiran yang praktis.
         Gerakan ini didorong oleh berkembangnya ilmu-ilmu pengetahuan alam, seperti penemuan-penemuan baru dalam ilmu falak tenatng planet-planet dan bumi mengitari matahari serta penemuan daerah-daerah baru dalam mengelilingi dunia. Orang-orang mulai mengarahkan perhatiannya pada alam tempat mereka hidup dan menjalani kehidupan ini.
Francis Bacon adalah tokoh pendidikan pada zaman Realisme ini (abad ke-17) yang pertama mengembangkan metode induktif. Pendapatnya sebagai berikut:
1)            Dalam menemukan dan mengembangkan pengetahuan, pandangan harus diarahkan kepada realita alam ini, serta hal-hal praktis yang ada di dalamnya.
2)            Alam lingkungan adalah sumber pengetahuan yang bisa didapat lewat alat-alat indra.
3)            Menggunakan metode berfikir induktif, yaitu mulai dari menemukan fakta-fakta khusus kemudian dianalisis sehingga menimbulkan simpulan.
4)            Bila memungkinkan dapat mengembangkan pengetahuan dengan eksperimen-eksperimen.
5)            Penggunaan bahasa daerah lebih diutamakan.
Ada sejumlah prinsip pendidikan yang berkembang pada waktu itu, yang dirumuskan oleh Bacon beserta pengikit-pengikutnya antara lain:
1)            Pendidikan lebih dihargai daripada pengajaran sebab mengembangkan semua kemampuan manusia.
2)            Pendidikan harus menekankan aktivitas sendiri.
3)            Peneneman pengertian lebih penting daripada hafalan.
4)            Pelajaran disesuaikan dengan perkembangan anak.
5)            Pelajaran harus diberikan satu persatu
6)            Pengetahuan diperoleh dengan metode induksi
7)            Semua anak harus mendapatkan kesempatan yang sama untuk belajar.
Sesudah zaman Realisme berkembanglah paham Rasionalsme dengan tokohnya John Lock pada abad ke-18. Aliran ini juga disebut disiplinariaisme. Keyakinan mereka adalah akal sebagi sumber pengetahuan, atau pengetahuan adalah sebagai hasil pengolahan akal. Paham ini muncul karena masyarakat dengan akalnya dapat menumbangkan kekuasaan raja Prancis yang absolute.
Teorinya yang terkenal adalah teori Tabularasa atau a blank sheet of paper. Mendidik adalah menulisi kertas itu. Manusia tidak mewarisi pengetahuan, tetapi membentuk pengetahuannya sendiri. Proses belajar menurut Jhon Locke ada tiga langkah, yaitu:
1)            Mengamati hal-hal yang ada diluar diri manusia
2)            Mengingat apa yang telah diamati dan dihafalkan
3)            Berfikir, yaitu mengolah bahan-bahan yang telah diperoleh tadi, ditimbang-timbang untuk diri sendiri.
Dengan materi pelajaran terutama bahasa Latin dan ilmu pasti untuk melatih pikiran.
Selanjutnya pada abad ke -18 ini muncul pula aliran baru yaitu Naturalis sebagai reaksi terhadap aliran Rasionalis. Tokohnya adalah J.J Rousseau. Naturalism menentang kehidupan yang tidak wajar sebagai akaibat dari Rasionalisme, seperti gaya hidup yang diperhalus, cara hidup yang dibaut-baut, samapi dengan korupsi. Naturalism menginginkan keseimbangan antara kekuatan rasio dengan hati.
Dalam pembaruan pendidikan Rouesseau menulis buku dengan judul Emile. Pada awal buku ini dtuliskan kalimat inti dari maksud bukunya yaitu: segala sesuatu adalah baik ketika ia baru keluar dari alam; dan segala sesuatu menjadi jelek manakala dia sudah berada di tangan manusia. Rousseau ingin kembali kea lam yang wajar, pendidikan alam, alamlah yang menjadi guru. Menurut Rousseau ada tiga asas mengajar yaitu:
1)            Asas pertumbuhan, pengajaran harus member kesempatan untuk anak-anak bertumbuh secara wajar dengan cara memperkerjakan mereka, sesuai dengan kebutuhaan-kebutuhannya.
2)            Asas aktivitas, melalui bekerja anak-anak akan menjadi aktif, yang akan memberikan pengalaman, yang kemudian akan menjadi pengetahuan mereka.
3)            Asas individualitas, dengan cara menyiakan pendidikan sesuai dengan individualitas masing-masing anak, sehingga mereka berkembang menurut alamnya sendiri.
Zaman Developentalisme berkembang pada abad ke-19. Penganut aliran ini memandang proses pendidikan sebagi suatu proses perkembangan jiwa. Karena itu aliran ini disebut juga gerakan psikologis dalam pendidikan. Pendidikan adalah suatu proses perkembangan yang berlangsung dalam setiap individu. Proses ini merupakan hasildari aktuvitas dan reaksinya terhadap lingkungan. Salah satu tokohnya ialah Pestalozzi.
Tujuan pendidikan peastlozzi adalah meningkatkan derajat social seluruh umat manusia. Tugas pendidikan selanjutnya, sesudah mngetahui hokum perkembangan anak, adalah menyediakan syarat-syarat tertentu agar kekuatan-kekuatan anak bisa berkembang dengan baik. Pendidikan bersifat kontinu, wajar, dan spontan. Dasar metodenya adalah aktivitas anak yang terdiri dari :
1)            Impression atau pengamatan, bukan saja lewat pancaindra, tetapi juga mencakup unsur emosional.
2)            Ekspresi dalam bentuk bahasa, benda-benda, bilangan atau hitungan, dan moral.
Tokoh kedua adalah Herbart yang menginginkan pembentukan manusia susila yang bermoral tinggi. Tujuan pendidikannya adalah membentuk watak susila, melalui pengembangan minat yang seluas-luasnya. Minat anak terhadap segala sesuatu dikembangkan lewat pengajaran. Dia berkeyakinan bila anak-anak berminat terhadap sesuatu, maka ia akan mempelajarinya sehingga menjadi pengetahua Herbart mengatakan kita mau melakukan sesuatu tentang apa yang kita ketahui, tetapi kit tidak mau melakukan hal itu manakala kita tidak tahu tentang hal itu. Inilah cara membentuk watak anak agar susila.
Dasar teori pendidikan Herbart adalah Psikologi Asosiasi. Pengajaran yang baik akan memberikan tanggapan sejelas-jelasnya kepada anak-anak. Karena itu Psikologi Asosiasi Herbart sering pula disebut Psikologi tanggapan. Ada lima langkah dalam proses belajar mengajar, yaitu:
1)            Persiapan, anak-anak dipersiapkan untuk menerima pelajaran.
2)            Presentasi, dimulai secara konkret agar anak-anak mendapat tanggapan-tanggapan yang jelas, terang, dan kuat.
3)            Asosiasi dilakukan dengan cara mengintegrasikan pengetahuan baru dengan yang lama.
4)            Generalisasi, hubungan pengetahuan baru dengan yang lama benar-benar agar membentuk sesuatu yang baru pula dalam benak anak-anak.
5)            Aplikasi, pembentukan pengetahuan-pengetahuan baru itu perlu diuji atau dites, untuk mengetahui apakah anak-anak sudah mampu mengaplikasikan pengetahuan itu atau belum.
Kalau Herbart mengembangkan minat yang luas untuk mencapai kesusilaan, maka Frobel bermaksud mengembangkan semua kapasitas dan kekuatan yang laten pada anak-anak. Tujuan pendidikannya adalah mengembangkan semua potensi itu agar menjadi actual. Perkembangan manusia adalah sama dengan perkembangan alam, mulai dari kuncup menjadi mekar.
Tugas pendidikan adalah mengontrol pertumbuhan anak agar menuju kea rah yang benar, ke arah aslinya sebagai anak manusia. Pendidikan Frobel adalah perkembangan yang diawasi. Titik berat pendidikannya adalah kreativitas. Artinya agar pendidikan anak berhasil dengan baik, dibutuhkan kreativitas anak itu sendiri mengembangkan dirinya.
Tujuan akhir pendidikan Frobel adalah mencapai integritas diri dengan alam atau kosmos ini, sesuai dengan kehendak Tuhan penciptanya. Manusia perlu dikemabangkan agar mencapai kedudukan yang cocok di jagat raya ini.
Tokoh terakhir dari aliran Developmental adalah Stanly Hal. Tujuan pendidikannya adalah mengembangkan semua kekuatan-kekuatan yang ada sehingga memperoleh kepribadian yang harmonis. Stanly Hall berpendapat bahwa kehidupan mental dan kehidupan fisik berjalan parallel tingkat-tingkat perkembangan mental anak mengikuti tingkat-tingkat perkembangan mental jenis manusia.
Insting adalah penjaga keselamatan manusia, maka ia juga merupakan pendorong perkembangan rohaniah. Dorongan-dorongan anak itu kemudian muncul menurut urutan tertentu dan bersifat aktif. Isi dan urutan pendidikan disesuaikan dengan tingkatan-tingkatan perkembangan anak:
1)            Latihan-latuhan fisik
2)            Latihan alat-alat indra, dengan member kesempatan mengobservasi segala sesuatu di lapangan sampai menimbulkan imajinasi.
3)            Latihan-latihan ingatan untuk mendapatkan kebiasaan-kebiasaan agar bisa mengintegrasikan diri di masyarakat.
4)            Latiahn untuk menghargai dan memahami seluruh isi alam dan manusia.
Dari keempat pandangan tokoh pendidik Developmentalisme ini dapat disarikan konsep-konsepnya sebagai berikut:
1)            Mengaktualisasi semua potensi anak yang masih laten, membentuk watak susila dan kepribadian yang harmonis, serta meningkatkan derajat sodial manusia.
2)            Cara-cara untuk mewujudkan tujuan di atas adalah:
a)            Dengan perkembangan yang dikontrol.
b)            Dengan membentuk tanggapan-tanggapan yang jelas sehingga membentuk asosiasi pada jiwa anak.
c)            Dengan mengembangkan insting, menempa anak sebelum kaku.
d)           Melalui impresi indra dan emosional menjadi ekspresi pengetahuan dan moral.
3)            Pengembangan itu dilakukan sejalan dengan tingkat-tingkat perkembangan anak.
Zaman Developmentalisme diikuti oleh zaman Nasionalisme pada abad ke-19. Paham ini muncul sebagai upaya membentuk patriot-patriot bangsa, mempertahankan bangsa dari imperialis, antara lain perang-perang yang dilakukan oleh Kaisar Napoleon.
Tokoh-tokohnya antara lain La Chlotasis di Perancis, Fichte di Jerman, dan Jafferson di Amerika Serikat. Tujuan pendidikan mereka adalah untuk menjaga, memperkuat, dan mempertinggi kedudukan Negara. Yang diutamakan adalah:
·               Pendidikan sekuler
·               Pendidikan jasmani
·               Pendidikan kejuruan.
Untuk mensukseskan pendidikan-pendidikan tersebut di atas dibutuhkan materi pelajaran sebagai berikut:
-              Bahasa dan kesusastraan nasional
-              Pendidikan kewarganegaraan.
-              Lahu-lagu kebangsaan.
-              Sejarah Negara.
-              Geografi Negara.
-              Pendidikan jasmani.
Lembaga pendidikan yang bersetatus negeri terutama sekolah-sekolah umum mulai mendominasi sekolah-sekolah swasta.
Abad ke-19 ditandai oleh Liberalisme dan positivism. Bukti-buktinya Linebralisme antara lain sekolah-sekolah dipakai alat untuk memperkuat kedudukan penguasa pemerintahan. Siapa yang banyak berpengetahuan dialah yang kuasa. Kemudian mengarah ke individualism. Pemerintah yang mayoritas tidak menghiraukan yang minoritas. Dalam bidang ekonomi, yang dipelopori oleh Adam Smith, muncul prinsip kemerdekaan untuk berusaha sehingga timbul perusahaan-perusahaan raksasa yang membunuh perusahaan-perusahaan kecil. Sementara itu positivism di bawah tokohnya August Comte hanya percaya kepada kebenaran yang dapat diamati oleh panca indra. Akibatnya kepercayaan terhadap agama semakin lemah.
Munculah aliran social dalam pendidikan pada abad ke-20. Tokoh-tokohnya adalah Paul Natorp dan George Kerschensteiner. Bagi Kerschensteiner, social sama dengan anggota masyarakat atau warga negara . Negara adalah bentuk tertinggi kehidupan bersama. Maka tugas utama bagi manusia adalah:
a)            Melakukan suatu pekerjaan (jabatab vak).
b)            Bekerja untuk kepentingan orang banyak (mensualisasikan jabatan).
c)            Dengan bekerja orang akan menyempurnakan pergaulan dalam Negara.
Sesuadah membahas pandanga para tokoh pendidikan sosial di atas, maka pendapat mereka tentang pendidikan dapat disarikan sebagai berikut:
a)            Masyarakat lebih penting daripada individu.
b)            Yang dicari dan dipelajari adalah kebenaran pragmatis, yaitu yang dapat meningkatkan kehidupan manusia pada umumnya.
c)            Perlu didirikan sekolah kerja dengan perlengkapan-perlengkapan bekerja.
d)           Dengan metode belajar yang mengaktifkan anak.
e)            Anak-anak belajar sambil bergaul dan bekerja .
f)             Tujuan pendidikan adalah membentuk watak susila, paham akan teori-teori, dan dapat bekerja di masyarakat.
Ahli pendidik lain yang juga terkenal pada abad ke-20 adalah Maria Montessori, Ovide Decroly, dan Hellen Parkhurst. Montessori dikenal dengan pendidikan bebas. Dengan semboyan mendidik kebebasan untuk kebebasan.
Decroly dikenal dengan sistem globalisasi dan pusat-pusat minatnya. Metode Global dalam menulis dan membaca, suatu proses belajar berdasarkan pengamatan dan tanggapan. Pusat-pusat minat yang akan menjadi suatu unit belajar, berkisar pada lingkungan dan kebutuhan dasar kehidupan, seperti makanan, pakaian, perlindungan, dan pekerjaan. Pelajaran-pelajaran yang berbentuk unit dijabarkan dari pusat-pusat minat ini.
Sekolah Hellen Parkhurst dikenal orang dengan nama sistem Dalton. Pendidikan bersifat individual. Tiap-tiap pelajaran memiliki ruang-ruang tersendiri dengan guru spesialis. Pelajaran dalam bentuk tugas-tugas bulanan. Setiap tugas dilengkapi dengan buku-buku dan alat-alat yang harus dipakai.
Sejarah Pendidikan Indonesia
   Sejarah pendidikan di Indonesia cukup panjang. Sekarang yang dibahas adalah pendidikan yang memilki konsep-konsep khusus atau memiliki peran yang menonjol yang diperkirakan bisa diambil manfaatnya dalam upaya meningkatkan dan membentuk pendidikan yang bercorak Indonesia.
   Pada waktu Indonesia berjuan meraih kemerdekaan, ada tiga tokoh pendidikan sekaligus pejuang kemerdekaan, yang berjuan melalui pendidikan. Mereka membina anak-anak dan para pemuda melalui lembaganya masing-masing untuk mengembalikan harga diri dan martabatnya yang hilang akibat prjajahan Belanda. Tokoh –tokoh itu adalah Mohamad Syafei, Ki Hajar Dewantara, dan kiyai haji Ahmad Dahlan (TIM MKDK, 1990).
   Mohamad Syefei mendirikan sekolah INS atau Indonesisch Nederlandse School di Sumatera Barat pada Tahun 1926. Sekolah ini lebih dikenal dengan nama Sekolah Kayutanam, senab didirikan di Kayutanam. Maksud utama Syafei adalah mendidik anak-anak agar dapat berdiri sendiri atas usaha sendiri dengan jiwa yang merdeka. Dengan berdirinya sekolah ini ia menentang sekolah-sekolah Hindia Belanda yang hanya menyiapkan anak-anak untuk menjadi pegawai-pegawai mereka saja. Tujuan pendidikan INS adalah sebagai berikut:
a)            Mendidik anak-anak kea rah hidup yang merdeka, melalui pendidikan hidup mandiri.
b)            Menanamkan kepercayaan kepada diri sendiri, membina kemauan keras, dan membiasakan berani bertanggung jawab.
c)            Membiyayai diri sendiri dengan semboyan cari sendiri dan kerjakan sendiri.
d)           Mengembangkan anak secara harmonis, yamh mencakup aspek perasaan, kecerdasan, dan keterampilan.
e)            Mengembangkan sikap sosial, agar dapat bermasyarakat dengan baik.
f)             Menyesuaikan pendidikan dengan masing-masing bakat anak.
g)            Membiasakan bekerja menurut kebutuhan lingkungan.
Tokoh pendidik nasional berikutnya adalah Ki Hajar Dewantara yang mendirikan Taman Siswa di Yogyakarta. Sifat, sistem, dan metode pendidikannya diringkas kedalam empat kemasan, yaitu Asas Taman Siswa, Panca Darma, Adat Istiadat, dan Seboyan atau Parlambang.
Asas Taman Siswa dirumuskan pada tahun 1922, asas-asas itu adalah sebagai berikut:
a)            Kemerdekaan individu untuk mengatur kenmerdekaan diri sendir. Kebebasan ini dibatasi oleh kepentingan umum, yaitu jangan sampai mengganggu ketertiban dan kedamaian umum.
b)            Kemerdekaan dalam berfikir. Mengembangkan perasaan, dan kemauan melakukan sesuatu.
c)            Kebudayaan sendiri, sebagai dasar kehidupan bukan intelektual.
d)           Kerakyaatan sendiri, yaitu pendidikan harus diberikan kepada seluruh rakyat.
e)            Hidup sendiri, ialah berusaha menghidupi diri sendiri, serta tidak menerima bantuan yang mengikat.
f)             Hidup sederhana, agar mampu membiyayai diri sendiri.
g)            Mengabdi kepada anak, semua kegiatan yang dilakukan adalah untuk kepentingan perkembangan anak-anak.
Tokoh ketiga adalah Ahmad Dahlan yang mendirikan organisasi agam Islam pada Tahun 1912 di Yogyakarta, yang kemudian berkembang menjadi pendidikan agama Islam. Pendidikan Muhamadiyah ini sebagian besar memusatkan diri pada pengembangan Agama Islam, dengan bebrapa cirri seperti berikut (TIM MKDK, 1990).
Asas pendidikannya adalah agama Islam dengan tujuan mewujudkan orang-orang Muslim yang berakhlak mulia, cakap, percaya kepada diri sendiri, dan berguna bagi masyarakat serta Negara. Ada lima butir yang dijadikan dasar pendidikan yaitu:
a)            Perubahan cara berfikir, ialah kesediaan jiwa berdasarkan pemikiran baru untuk mengubah cara berfikir dan bertindak dari kebiasaan lama yang kurang tepat, untuk mencapai tujuan pendidikan.
b)            Kemasyarakatan, artinya janganlah hanya mengembangkan aspek individu saja, melainkan aspek kemasyarakatan, agar pengembangan individu dan kemasyarakatan berimbang.
c)            Aktivitas, anak harus menggunakan aktivitasnya sendiri untuk memeproleh penegetahuan. Dan harus pula melaksanakan serta mengamalkan semua hal yang telah diketahuinya.
d)           Kreativitas ialah untuk memperoleh kecakapan, keterampilan, dan kiat guna menghadapi situasi baru secara tepat dan cepat.
e)            Optimisme, anak-anak diberi keyakianan bahwa melalui pendidikan cita-cita mereka akan tercapai, asal dengan semangat dan berdedikasi mengerjakannya sesuai dengan yang digariskan oleh Tuhan.
Fungsi lembaga pendidikan ciptaan Ahmad Dahlan adalah sebagi berikut:
§    Sebagai alat dakwah, baik dalam maupun luar anggota organisasi Muhamadiyah.
§    Tempat pembibitan dan pembinaan kader, yang dilaksanakan secara sistematis dan selektif sesuai dengan kebutuhan.
§    Merupakan wahan untuk melaksanakan amal para anggota organisasi.
§    Mensyukuri nikmat Tuhan, artinya apapun kemauan anak-anak, pendidik harus member kesempatan berkembang, mejaga, dan merwatnya dengan sebaik-baiknya.
Masa Perjuangan Bangsa
Perjuangan bangsa Indonesia untuk mewujudkan suatu bangsa yang merdeka dan mengisinya agar menjadi jaya adalah panjang sekali. Perjuangan yang bersifat daerah berubah menjadi perjuangan bangsa sejak didirikannya Budi Utomo pada Tahun 1908.
Budi Utomo dirintis oleh Wahidin, seorang bangsa Indonesia yang sempat mendapatkan pendidikan di perguruan tinggi waktu itu. Seperti diketahui bahwa pendidikan pada zaman penjajahan Belanda dapat dikatakan tidak menguntungkan Bangsa Indonesia. Pada waktu itu terjadi dualism dalam pendidikan yaitu:
·               Sistem pendidikan untuk anak-anak orang Belanda dan orang-orang Eropa lainnya. Sistem pendidikan ini lengkap mulai dari SD sampai dengan SMA dan lulusannya dapat hak untuk meneruskan ke Eropa.
·               Sistem pendidikan untuk anak-anak orang Indonesia, yaitu sebagian besar SD 3 tahun, dan beberapa SD 5 tahun. Dan lulusannya dimanfaatkan untuk menjadi pegawai-pegawai pemerintahan jajahan yang dibayar murah.
Namun berkat perjuangan bangsa Indonesia yang gigih dan kemudian muncul politis etis, jumlah lembaga pendidikan diperbanyak dan jenjangnya ditingkatkan serta lebih beragam.
Perjuangan kebangsaan semakin meningkat sejak dilakukannya Sumpah Pemuda pada Tahun 1928. Adri isi sumpah ini kelihatan bahwa persatuan bangsa Indonesia semakin kuat, karena merasa diikat oleh negara, bangsa, dan bahasa yang satu yaitu bahasa Indonesia. Demikianlah bangsa Indonesia berjuang terus walaupun banyak rintangan yang menghadangnya.
Jiwa patriotik memilki nilai-nilai 45 dan serangan 45. Nilai dan semangat 45 ini sampai sekarang tetap terkenal, dan memeang keberadaanya tetap dipertahankan. Kalau dahulu berjuang secara fisik mengusir penjajah, maka dalam mengisi kemerdekaan berjuang secara hati, otak, dan tenaga mewujudkan cita-cita kemakmuran rakyat secara adil dan merata.

Ketika perjuangan fisik berakhir, maka nilai-nilai 45 itu dipandang sudah mapan karena misinya sudah berakhir, pertumbuhan dan perkembangannya sudah berhenti, dan ia mengkristal dalam wujud yang lebih jelas. Wujud nilai-nilai 45 antara lain ialah: (Gema 1988 dan Surono, 1988).
a)            Berani berkorban.
b)            Rela berkorban
c)            Kompak bersatu.
d)           Rasa senasib dan sepenanggungan.
e)            Pantang menyerah.
f)             Mendahulukan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi.
g)            Patuh pada pimpinan.
h)            Cinta akan kebenaran dan keadilan.
i)              Takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Semangat 45 yang meluap-luap tersebut di atas sudah tentu terjadi juga di bidang pendidikan pad asst itu. Budi Utomo yang berjuan melalui kebudayaan, serukat dagang melalui perdagangan, perkumpulan pemuda melalui organisasi kemasyarakatan, dan partai politik yang berjuang lewat politik, member inspirasi berdirinya sekolah-sekolah. Lembaga-lembaga pendidikan inipun ikut berjuang melalui pendidikan. Namun sebagian besar hanya mempunyai tujuan luhur dan semangat yang bergelora. Tetapi sistem dan metodenya tidak banyak berbeda dengan lembaga-lembaga pendidikan yang telah ada. Hanya dua jenis lembaga pendidikan yang memiliki sistem dan metode yang khas untuk berjuang, yaitu pendidikan Kayutanam dan Taman Siswa.
Perjuangan bangsa Indonesia pada zaman penjajahan Jepang tetap berlanjut. Bangsa kita tidak mau diam sebelum cita-cita merdeka tercapai. Ada beberapa segi positif pada zaman penjajahan Jepang yang merupakan angin segar bagi para pejuang bangsa. Segi positif yang dimaksud adalah:
·               Jepang memberikan pendidikan militer kepada para pemuda Indonesia, dengan maksud memperkuat pertahanan mereka. Namun pendidikan ini secara tidak langsung memberikan bekal kepada para pejuang bangsa dalam bidang keprajuritan untuk mewujudkan cita-cita merdeka.
·               Menghapus dualism pendidikan penjajah Belanda dan menggantikannya dengan pendidikan yang sama bagi setiap orang. Sehingga bukan hanya kelompok-kelompok tertentu yang dapat menikmati pendidikan, melainkan semua lapisan masyarakat. Hal ini sudah tentu menguntungkan perjuangan kita.
·               Pemakaian bahasa Indonesia secara luas diinstrusikan oleh penjajah Jepang. Bahasa Indonesia mulai dipakai di lembaga-lembaga pendidikan, di kantor-kantor, dan dalam pergaulan sehari-hari.
Ketiga hal ini member kemudahan kepada bangsa kita, khususnya para pejuang, untuk merealisasi Indonesia merdeka. Dan hal ini menjadi terwujud pada tanggal 17 Agustus 1945 ketika kemerdekaan Indonesia diproklamasikan.
Dari uraian di atas mengenai perjuangan bangsa dalam mewujudkan dan mempertahankan kemerdekaan dapat disarikan sebagai berikut:
a)            Prjuangan bersifat nasional.
b)            Perlunya persatuan dan kesatuan bangsa.
c)            Demokrasi dalam bidang pendidikan.
d)           Bahasa Indonesia diberlakukan diseluruh Nusantara.
e)            Meningkatkan kebudayaan bangsa Indonesia.
f)             Munculnya nilai-nilai 45.
g)            Terjadinya individu-individu yang berjiwa dan bersemangat 45.



Masa Perjuangan
Setelah Indonesia merdeka, terutama ketika gangguan dan masalah dalam negeri mulai reda, pembangunan untuk mengisi kemerdekaan mulai digerakan. Pembangunan dilaksanakan serentak pada berbagai bidang, baik spiritual maupun material. Prioritas pertama jatuh pada bidang ekonomi, prioritas ini erlangsung sejak Pembangunan Jangka Panjang I sampai yang ke II yang kini sedang berlansung. Smentara itu pembangunan-pembanguan bidang-bidang lain tetap dilaksanakan secara proposional sejalan dengan keberhasilan pembangunan ekonomi.
Untuk mencapai maksud di atas, maka dikembangkan kebijakan Link and Match di bidang pendidikan:
a)            Link berarti pendidikan memilki kaitan fungsional dengan kebutuhan pasar. Merupakan implementasi kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan kelembagaan, koordinasi, pengaturan, perencanaan, dan program kerja.
b)            Match berarti lulusan yang mampu memenuhi tuntutan para pemakai baik jenis, jumlah, maupun mutu yang dipersyaratkan. Merupakan dampak outcome serta efisiensi internal dan eksternal.
Sementara itu Alisyahbana (1990) mengemukakan ada tiga macam pesimisme dikalangan para ahli pendidikan. Pesimisme yang dimaksud adalah:
a)            Pemerintah seolah-olah belum memiliki political will yang kuat untuk memperbaiki pendidikan.
b)            Orang Indonesia memiliki budaya begitu lamban melakukan transpormasi sosial, yang sangat perlu untuk mengadakan adaptasi terhadap dunia yang berubah dengan cepat.
c)            Seolah-olah sulit munculnya tokoh pemikir yang berani menyusun dan memperjuangkan konsep-konsep yang bertalian dengan pendidikan nasional yang mungkin tidak sejalan dengan keinginan para birokrat yang berkuasa.
Demikianlah catatan-catatan para ahli tentang kondisi pendidikan kita pada masa pembangunan ini. Pembangunan di bidang pendidikan masih banyak menghadapi hambatan, yang membuat lulusannya kurang memadai. Dampak dari kondisi seperti ini adalah pembangunan secara keseluruhan tidak dapat dilewati dengan lancar.
Tugas pendidikan sebagian untuk membentuk mental dan moral serta sebagian lagi untuk membentuk pengetahuan dan keterampilan. Pembentukan kedua hal terakhir relative lebih mudah daripada membentuk kedua hal pertama. Salah satu dampak dari hasil pembangunan yang tidak seimbang itu adalah:
§    Munculnya kenakalan dan perkelahian anak-anak muda di sana sini.
§    Maraknya kolusi diberbagai kalangan, seperti ditulis oleh Baharudin Lopa (1996).
§    Tingginya tingkat korupsi menurut laporan Fortune tentang korupsi di Asia dan survey internasional TIN (Jawa Post 14-8-1995 dan 10-2-1996).
Namun demikian tidak berarti pembangunan Indonesia sudah gagal atau macet. Ada segi-segi keberhasilan pembangunan yang menonjol, yaitu:
§    Kesadaran masyarakat tentang pentingnya melaksanakan ajaran agama sudah meningkat dengan pesat
§    Persatuan dan kesatuan bangsa tetap terkendali
§    Pertumbuhan ekonomi Indonesia meningkat tinggi mencapai 7%.
Setelah melihat uraian di atas tampaklah dengan jelas betapa sulitnya berjuang mengisi kemerdekaan. Perjuangan itu jauh lebih sulit dibandingkan dengan perjuangan fisik mengusir penjajah. Kondisi dalam masa pembangunan, terutama dalam bidang pendidikan, dapat disarikan sebagai berikut:
a)            Pemerintah belum menunjukan political will yang kuat untuk memperbaiki pendidikan
b)            Tanggung jawab bersama antar keluarga, masyarakat, dan pemerintah dalam pendidikan belum terealisasi secara menyeluruh.
c)            Sulit menemukan tokoh pemikir dalam bidang pendidikan yang konsep-konsepnya tidak sejalan dengan keinginan para penguasa.
d)           Konsep-konsep inovasi pendidikan bersumber dari dunia barat, sehingga banyak kai gagal.
e)            Kebijakan link and macth untuk membentuk pelayanan pabrik dan perdagangan serta jasa.
f)             Penanaman nilai budaya dan agama tidak cukup melalui bidang studi tertentu, melainkan harus terintegrasi dalam semua bidang studi.
g)            Sekolah menengah umum lebih banyak daripada sekolah kejuruan, hal ini tidak sesuai dengan kebutuhan hidup di masyarakat.
h)            Pendidikan belum berintikan pada kemajuan ilmu dan teknologi sebagi sumbar budaya zaman global.
i)              Masih banyak sekali orang Indonesia yang belum berwawasan pada abad ke-21.
j)              Masyarakat lamban dalam melakukan transformasi sosial untuk beradaptasi dengan era global.
k)            Pendidikan secara kuantitatif cukup berhasil.
l)              Pendidikan secara kualitatif masih jauh tertinggal.
m)          Muncul perilaku-perilaku negative seperti kenakalan remaja, kolusi, dan korupsi.
n)            Hasil-hasil pembangunan yang menonjol ialah kesadaran beragama, persatuan dan kesatuan, serta pertumbuhan ekonomi.

Dampak Konsep Pendidikan
Pembahasan tentang landasan sejarah, dari sejarah pendidikan dunia, sejarah pendidikan Indonesia, masa perjuangan, sampai dengan masa pembangunan, member dampak konsep-konsep pendidikan seperti di bawah ini:
a)            Pendidikan diharapkan bertujuan dan mampu:
-              Mengembangkan semua potensi peserta didik.
-              Mengembangkan kepribadian yang yang harmonis
-              Member kebebasan pada anak dalam mengembangkan semua aspek dirinya secara wajar.
-              Mengembangkan bakat masing-masing.
-              Mengembangkan aspek kemanusiaan.
-              Mengembangkan rasa kebangsaan dan aspek kemasyarakatan.
-              Membuat anak bisa hidup mandiri.
-              Membuat anak menghargai dan bersedia bekerja kasar.
b)            Proses belajar mengajar dan materi pelajaran diharapkan:
-              Materi pelajaran sesuai dengan perkembangan anak
-              Belajar dengan alat-alat peraga
-              Latiahan dipandang penting di samping pemahaman.
-              Guru harus mengabdi kepada anak-anak.
c)            Melaksanakan metode global untuk pelajaran bahasa.
d)           Ada kalanya pelajaran diberikan dalam bentuk tugas-tugas.
e)            Khusus dalam bidang keilmuan:
-              Anak-anak harus aktif mencari sendiri
-              Dicari di lapangan
-              Dengan metode induktif.
f)             Pendidikan agama, nilai-nilai kebudayaan termasuk semangat 45 perlu diitensifkan. Hal itu tidak cukup diberikan dalam bidang studi saja, melainkan harus diperluas kepada bidang-bidang studi lain secara integrative. Dengan demikian harapan Emil Salim (1990) bahwa cirri utama pendidikan di Indonesia adalah keseimbangan antara aspek materil dan spiritual akan tercapai.
g)            Proses pendidikan diupayakan mengacu kepada perbedaan individual anak-anak.
h)            Demokrasi dalam pendidikan, semua anak mendapat hak yang sama untuk belajar.
i)              Pendidikan pada era globalisasi haruslah berintikan pada pengembangan ilmu dan teknologi. Hal ini sesuai dengan harapan Noeng Muhadjir (1996).
j)              Inovasi harus bersumber dari hasil-hasil penelitian pendidikan di Indonesia, bukan berdasrkan konsep-konsep dari dunia Barat. Sejumlah inovasi diharapkan bermuara pada terbentunya konsep atau teori pendidikan yang bercirikan Indonesia.
k)            Tanggung jawab bersama tentang pendidikan antara keluarga, masyarakat, pemerintah belum terealisasi secara keseluruhan.
l)              Pendidikan dipandang penting untuk memajukan Negara.
m)          Kebudayaan nasional harus dimajukan. Hal ini didukung pula oleh pendapat Emil Salim (1990) yang mengatakan bahwa kebudayaan nasional merupakan puncak-puncak kebudayaan daerah harus menjadi identitas bangsa Indonesia agar dapat ditelan oleh budaya global. Istilah Makagiansar adalah agar mengakar pada budaya sebdiri (1990).
n)            Pemerintah belum menunjukan political will yang kuat untuk memperbaiki pendidikan. Kemaian politik seperti ini sangat penting artinya pada Negara berkembang. Sebab kekuasaan Negara cukuo besar pada hampir semua sektor.





BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
            Tujuan pendidikan menurut Paulo Freire: pendidikan hendaklah membuat manusia menjadi transitif, yaitu suatu kemampuan menangkap dan menanggapi masalh-masalah lingkungan serta kemampuan berdialog tidak hanya dengan sesame tetapi juga dengan duniaserta segala isinya. Dia pun mengatakan pendidikan harus pula membekali manusiamampu untuk mempertahankan diri terhadap kecenderungan semakin kuatnya industry, walaupun kebudayaan itu dapat menaikan standar hidup manusia.
            Meskipun pendidikan di Indonesia belum menemukan jati diri atau pendidikan yang Indonesia bukan yang bergantung dan mengaca pada pendidikan Amerika ataupun Eropa kita harus tetap selalu optimis pada diri sendiri bahwa kita mampu memajukan pendidikan kita bahkan tidak bergantung lagi pada metode bangsa lain.. Peran pemerintah, masyarakat, dan orang tua sangat berpengaruh penting terhadap perkembangan pendidikan terutama di Indonesia sendiri.
            Manusia memrlukan pendidikan, karena pendidikan merupakan jalan atau sarana untuk menumbuhkembangkan sifat hakikat manusia itu sendiri sebagai makhluk hidup yang bernilai luhur dan hal itu menjadi keharusan. Karena manusia memiliki akal dan pikiran.
B.     Saran

Pendidikan di Indonesia akan bermutu dan memiliki jati diri Indonesia, jika kita sendiri mampu dan berani melakukan pembenahan          diri pada sistem ataupun metode-metode pendidikannya. Meningkatkan sumberdaya manusia pun salah satu yang sangat penting dalam mengembangkan pendidikan di Indonesia. Marilah kita bersama-sama terus belajar dan memotivasi diri kita sendiri dan orang lain, dengan demikian kita berarti melakukan satu langkah besar yang akan benar-benar merubah baik buruknya atau maju mundurnya pendidikan di Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar