Rabu, 24 April 2013

Fungsi dan Makna Prefiks (Awalan) Asli Bahasa Indonesia




a. Pengertian Fungsi dan Makna Imbuhan Asli/Indonesia

Kata makan termasuk golongan kata kerja. Setelah mendapat afiks –an menjadi makanan, kata tersebut termasuk golongan kata benda. Jelas bahwa perubahan kata tersebut disebabkan oleh afiks –an. Maka dapat dikatakan bahwa di sini afiks –an berfungsi mengubah kata kerja menjadi kata benda, atau dengan kata lain berfungsi sebagai pembentuk kata benda.
Kata cangkul termasuk golongan kata benda. Setelah mendapat afiks meN- menjadi mencangkul, kata itu termasuk golongan kata kerja. Maka dapat dikatakan bahwa afiks meN- di sini mempunyai fungsi sebagai pembentuk kata kerja.
Demikianlah, proses morfologis itu mempunyai fungsi gramatis, ialah fungsi yang berhubungan gramatika. Di samping itu, proses morfologis juga mempunyai fungsi sistematis. Misalnya kata sepeda. Kata ini telah memiliki arti leksis, seperti dijelaskan dalam kamus. Akibat melekatnya afiks ber- pada kata itu, berubahlah arti leksisnya, menjadi “mempunyai atau mempergunakan”. Fungsi gramatis disebut fungsi, sedangkan fungsi sistematis disebut makna.



b. Fungsi dan Makna Prefiks (Awalan) Asli Bahasa Indonesia

Prefiks adalah afiks yang diimbuhkan dimuka bentuk dasar (Chaer, 1994:178). Sedangkan menurut (Keraf, 1984:94) Prefiks adalah suatu unsur yang secara struktural diikatkan pada kata dasar dan bentuk dasar (kata dasar), prefiks juga disebut sebagai awalan. Pendapat lain menyatakan bahwa prefiks ialah afiks yang ditambahkan pada bagian depan pangkal (Kridalaksana, 2008:198). Prefiks terdiri dari meN-, ber-, di-, ter-, peN-, pe-, per-, se-, dan ke-.


2.1.1        Afiks meN-

Tabel 1
Bentuk dasar kata berafiks meN-

Bentuk dasar kata-kata berafiks meN-
pokok kata
kata sifat
kata benda
mengambil ßambil
melebar ß lebar
membatu ß batu

Dalam pembentukan kata, prefiks meN- mengalami perubahan bentuk sesuai dengan kondisi yang mengikutinya. N (kapital) pada prefiks meN- tidak bersifat bebas, tetapi akan mengalami perubahan bentuk sesuai dengan inisial morfem yang mengikutinya. Prefiks meN- dapat berubah menjadi me-, mem-, men-, meny-, meng- menge. Keenam bentuk perubahan prefiks meN- tersebut disebut alomorf dari prefiks meN-. Semua kata berafiks meN- termasuk golongan kata verbal. Karena itu, afiks hanya memiliki satu fungsi saja, ialah pembentuk kata verbal. Kata verbal meliputi golongan kata kerja dan golongan kata sifat. Sebagian besar kata bersifatmeN- termasuk golongan kata kerja yang aktif transitif, misalnya kata menulis, memegang, menggali, dan ada yang termasuk golongan kata kerja yang intransitif, misalnya kata-kata melebar, mendarat, yang termasuk golongan kata sifat, misalnya kata mengantuk.
       Makna afiks meN- sebagai pembentuk kata kerja intransitif:
1.         “Melakukan suatu tindakan yang aktif”. Misalnya:memukul.
2.         “Menghasilkan atau membuat sesuatu hal”. Misalnya: menyalak.
3.         Jika kata dasar menyatakan tempat, kata yang mengandung arti meN- memiliki arti “menuju ke arah”. Misalnya: menjauh.
4.         “berbuat seperti”, “berlaku seperti”. Misalnya:mendingin.
5.         Jika kata dasarnya menyatakan sifat atau bilangan, memiliki arti “menjadi”. Misalnya: memerah.
6.         meN- + bilangan adalah menyatakan “kesekian kalinya”. Misalnya: meniga hari.

Makna afiks meN- sebagai pembentuk kata kerja transitif:
1.      “Melakukan sesuatu perbuatan”. Misalnya:menggambar.
2.       “Memakai atau mempergunakan atau bekerja apa yang tersebut dalam kata dasar”. Misalnya: merokok : menghisap atau minum rokok
3.       “Membuat apa yang tersebut dalam kata dasar”. Misalnya: menggulai  : membuat gulai
       Intinya dapat dirangkum dalam satu makna ialah “melakukan tindakan yang berhubungan dengan apa yang tersebut pada bentuk dasar”. Afiks meN- menyatakan “dalam keadaan”, atau menyatakan makna “statif”. Misalnya: mengantuk memiliki makna “dalam keadaan mengantuk”.

2.1.2        Afiks ber-
Tabel 2
Bentuk dasar kata berafiks meN-

Bentuk dasar kata-kata berafiks ber-
pokok kata
kata sifat
kata benda
kata bilangan
Bertemu
        ßtemu
Bergembira
    ß gembira
bersepeda
     ß sepeda
berdua
       ß dua

Semua kata berafiks ber- termasuk golongan kata verbal. Karena itu, afiks hanya memiliki satu fungsi saja, ialah pembentuk kata verbal (kata kerja).
1.         Afiks ber- menyatakan “suatu tindakan aktif”.
è Misalnya terdapat pada kata: berjuang
2.         Afiks ber- menyatakan “dalam keadaan atau menyatakan makna “statif”.
è Misalnya terdapat pada kata: bergembira.
3.         Afiks ber- menyatakan “kumpulan yang terdiri atas jumlah yang tersebut pada bentuk dasar”, kecuali pada kata bersatu. Disini afiks ber-menyatakan “menjadi satu”.
è berdua : “kumpulan yang terdiri dari dua”.
4.         Afiks ber- menyatakan berbagai kemungkinan makna bila bentuk dasarnya berupa kata benda.
è makna memakai atau mempergunakan
             berkereta api           : “mempergunakan atau naik kereta api”
è makna mengendarai
             bersepeda               : “mengendarai sepeda”
è makna mengeluarkan
             bersuara                  : “mengeluarkan suara”
è makna mengadakan
           berpesta                   : “mengadakan pesta”
è makna mengusahakan
            berladang                : “mengusahakan ladang”
è makna membuat apa yang tersebut dalam kata dasar
             menggulai               : “membuat gulai”
Intinya dirangkum dalam satu makna ialah “melakukan perbuatan berhubung dengan apa yang tersebut pada bentuk dasar.
5.         Afiks ber- menyatakan makna yang tersebut pada nomor 4 diatas, afiks ber- mungkin juga menyatakan makna “mempunyai apa yang tersebut pada bentuk dasar”. Misalnya:
è berayah             : “mempunyai ayah”

2.1.3        Afiks di-

Prefiks "di-" berfungsi membentuk kata kerja dan menunjukkan tindakan pasif, di mana tindakan atau obyek tindakan adalah fokus utama dalam kalimat itu, dan bukan pelaku. Afiks di- hanya mempunyai satu fungsi yaitu membentuk kata pasif. Misalnya:
diambil                   ß        mengambil

sedangkan maknanya adalah menyatakan “suatu tindakan yang pasif”.

Tabel 3
Perbedaan prefiks di- dan me-

Kalimat Pasif (di-)
è  
Kalimat Aktif (meN-)
ditulis
menulis
diketik
mengetik
dijemput
menjemput
dikelola
mengelola
didengar
Mendengar


2.1.4        Afiks ter-

·           Afiks ter- mempunyai fungsi pembentuk kata pasif.
Misalnya pada contoh: bawa          à terbawa
·           Selain itu, ada beberapa fungsi ter- yang mempunyai fungsi pembentuk kata aktif.
Misalnya pada contoh: tidur           à tertidur
·           Pembentuk kata sifat.
Misalnya pada contoh: tinggi         à tertinggi

Dalam hal benfungsi sebagai pembentuk kata pasif, terdapat perbedaan-perbedaan antara afiks ter- dan afiks di-. Perbedaan-perbedaan itu dapat diikhtisarkan sebagai berikut:
1.         Pasif ter- sangat tidak mementingkan pelaku tindakan, berbeda dengan pasif di-, yang masih memperhatikan pelaku tindakannya.
ter- :  Dengan demikian, dua dunia terjembatani.
di- : Kaum pria yag menjatuhkan talak atau kawin lagi secara semena-mena dan sewenang-wenang, bisa dituntut ke pengadilan oleh isterinya.
2.         Pada umumnya, pasif ter- lebih mengemukakan hasil tindakan, atau lebih menggunakan aspek perfektif, berbeda dengan pasif di- yang lebih mengemukakan berlakunya tindakan.
ter-: Dalam operasi itu ikut terciduk beberapa anak perempuan.
di- : Dalam operasi itu ikut diciduk beberapa anak perempuan.
3.         Pasif ter- menyatakan ketidaksengajaan sedangkan, pasif di- menyatakan tindakan yang dilakukan dengan sengaja.
ter- : Di kota seperti Jakarta itu kita akan terdorong untuk bekerja dengan kekuatan yang berlipat.
di-         : Di kota seperti Jakarta itu kita akan terdorong untuk bekerja  
dengan kekuatan yang berlipat.
4.         Pasif ter- menyatakan kemungkinan, sedangkan pasif di- tidak demikian.
ter- : tak terbaca
di-  : tak dibaca
      
Makna afiks ter- dapat digolongkan sebagai berikut:
1.         Menyatakan makna “aspek perfektif”
terbagi                         : “sudah dibagi”
2.         Menyatakan makna ketidak sengajaan.
tercoret                                    : “tidak sengaja telah mencoret”
3.         Menyatakan ketiba-tibaan.
Ia terbangun dari tidurnya      :”Ia tiba-tiba bangun dari tidurnya”
4.         Menyatakan suatu “kemungkinan. Pada umumnya didahului dengan kata negatif tidak atau tak.
tidak ternilai                            : “tidak dapat dinilai”
tak terpahami                           : “tidak dapat dipahami”
5.         Menyatakan makna “paling”
tercantik                                  : “paling cantik”

2.1.5        Afiks peN-

Kata berafiks peN- sebagian besar adalah kata benda, misalnya pembaca dan pencetus. Selain itu, ada yang termasuk golongan kata sifat, misalnya penakut, dan pemalas.
Kata pemalas termasuk kata benda, tetapi jika sedikit di ubah menjadi “Ia sangat pemalas”. Kata tersebut berubah menjadi kata sifat.

Makna afiks peN-:
1.      Menyatakan makna “orang yang (biasa) melakukan tindakan yang tersebut pada bentuk dasar”.
pembaca           : “orang yang (biasa) membaca”
2.      Menyatakan makna “alat yang dipakai untuk melakukan tindakan yang tersebut dalam bentuk dasar.
pemeotong        : “alat untuk memotong”
3.      Menyatakan makna “yang memiliki sifat tersebut pada bentuk dasarnya”.
pemalu              : “yang mempunyai sifat malu”
4.      Menyatakan makna “yang menyebabkan adanya sifat yang tersebut pada bentuk dasar”.
pengdingin       : “yang menyebabkan menjadi dingin”
5.      Menyatakan makna “yang memiliki sifat tersebut pada bentuk dasar dengan sangatnya”.
pemalu              : yang mempunyai sifat malu dengan sangatnya”
6.      Menyatakan makna “yang biasa melakukan tindakan berhubugan dengan benda yang tersebut pada bentuk dasarnya”. Terdapat kata berafikspeN- yang bentuk dasarnya kata benda.
penyair              : “yang biasa menciptakan syair”



2.1.6        Afiks pe-

Jika afiks peN- sejalan dengan afiks meN-. Maka afiks pe- sejalan dengan afiks ber-. Prefiks ini membentuk nomina yang menunjukkan orang atau agen yang melakukan perbuatan dalam kalimat. Kata dengan prefiks ini juga bisa memiliki makna alat yang dipakai untuk melakukan perbuatan yang tersebut pada kata dasarnya. Apabila kata dasarnya berupa kata sifat, maka kata yang dibentuk dengan prefiks ini memiliki sifat atau karakteristik kata dasarnya.
Afiks pe- hanya memiliki satu makna, ialah menyatakan “orang yang biasa/pekerjaannya/gemar melakukan tindakan yang tersebut dalam bentuk dasar.
è petani                : “orang yang biasa/pekerjaannya/gemar bertani”


2.1.7        Afiks per-

Afiks per- hanya mempunyai satu makna, ialah menyatakan “kausatif”.
1.      Apabila bentuk dasarnya berupa kata sifat, kausatif itu berarti “membuat jadi lebih . . .”
perluas              : “membuat jadi lebih luas”
2.      Apabila bentuk dasarnya berupa bilangan, kausatif itu berarti “membuat jadi . . .” atau “membagi jadi . . .”
pertiga              “membuat jadi tiga”
3.      Apabila bentuk dasarnya berupa kata benda, kausatif itu berarti “membuat jadi atau menganggap sebagai . . .”
pertuan             : “membuat jadi atau menganggap sebagai tuan”

2.1.8        Afiks se-

Fungsi afiks se- pada dasarnya melekat pada kata benda, misalnya pada kata serumah. Dapat juga melekat pada kata lain yang dapat membentuk kata penghubung, misalnya pada kata sebelum. Dapat juga berfungsi sebagai pengubung dalam fungsi sintaksis, misalnya pada kata setibanya berarti “setelah ia tiba”. Menambah afiks ini dapat menghasilkan beberapa jenis kata. Prefiks ini sering dianggap sebagai pengganti “satu” dalam situasi tertentu.
Afiks se- mempunyai makna sebagai berikut:
1.      Menyatakan makna “satu”
sebuah                           : “satu buah”
2.      Menyatakan makna “seluruh”
sedunia                         : “seluruh dunia”
3.      Menyatakan makna “sama seperti”
segunung                      : “seperti gunung”
seluas (tanahku)            : “sama dengan luasnya tanahku”
4.      Menyatakan makna “setelah”
Sekembalinya               : “setelah ia kembali”

2.1.9        Afiks ke-

Pada umumnya afiks ke- melekat pada bentuk dasar yang termasuk golongan kata bilangan, misalnya keempat, kelima dan seterusnya. Ada juga yang melekat dengan bentuk dasar bukan bilangan, tetapi jumlahnya sangat terbatas, misalnya kekasih dan ketua. Afiks ke- memiliki fungsi membentuk pokok kata, misalnya ketahu.
Afiks ke- mempunyai dua makna ialah:
1.      Menyatakan kumpulan yang terdiri dari jumlah yang tersebut pada bentuk dasar. Misalnya:
Kelima (orang)              : “kumpulan yang terdiri dari lima orang”
2.      Menyatakan urutan. Misalnya:
(pegawai) kedua
   
Selanjutnya: Fungsi dan Makna Sufiks (Akhiran) Asli Bahasa Indonesia

Daftar Pustaka:

Putrayasa, Ida Bagus. 2008. Kajian Morfologi Bentuk Derivasi dan Infleksional. Bandung: Refika Aditama
Ramlan, M. 1978. Morfologi Suatu Tinjauan Deskriptif. Yogyakarta: U.B. Karyanto
Chaer, Abdul. 2008. Morfologi Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta

biokimia adonan


biokimia adonan
Yeast yang segar dan aktif akan melakukan proses fisiologis dengan reaksi-reaksi biokimia yang menguntungkan di dalam adonan. Proses pembuatan roti dengan menggunakan proses fermentasi yeast memperlihatan proses biokimia yang melibatkan beberapa enzim baik yang alami terdapat dalam bahan baku maupun yang dihasilkan oleh yeast. Enzim alami yang terkandung di dalam bahan baku seperti alpha-amilase dan beta-amilase yang mendegradasi pati menjadi dekstrin dan maltosa.
Yeast sendiri menghasilkan dua enzim yang dapat memanfaatkan maltosa. Dua enzim tersebut adalah permease yang membantu mengangkut maltosa ke dalam sel yeast dan maltase yang merombak maltosa menjadi dua molekul glukosa. Glukosa selanjutnya dimanfaatkan oleh yeast melalui glikolisis untuk menghasilkan gas karbon dioksida dan alkohol (Lihat Gambar 1).
Dari proses biokimia yang terjadi selama proses fermentasi adonan, hasil akhir adalah etanol dan karbon dioksida. Etanol dengan sedikit asam akan membentuk senyawa ester yang memberikan aroma khas roti hasil fermentasi, sedangkan karbondioksida merupakan gas yang dibutuhkan untuk pengembangan adonan. Agar proses tersebut bisa terjadi dan sesuai dengan harapan, maka yeast yang digunakan harus yeast yang aktif. Hampir semua strain S. cereviseae dapat memfermentasi maltosa yang sifatnya adaptif, yaitu hanya memanfaatkan maltosa apabila tidak ada glukosa. Hanya sedikit strain yang dapat memanfaatkan maltosa walaupun masih ada glukosa.

Banyak jenis yeast yang dijual di pasaran yang berasal dari produsen yang berbeda. Banyaknya jenis yeast untuk bakery merupakan keuntungan bagi pengusaha roti untuk dapat menyeleksi jenis yeast yang baik untuk memperbaiki mutu dan konsistensi produk roti serta menurunkan biaya. Secara umum ragi roti dibagi ke dalam tiga kelompok, yaitu:
• Instant yeast/Bread machine yeast – Yeast jenis ini dapat digunakan langsung (tanpa proofing) dengan mencampur dengan bahan-bahan kering lainnya. Instant yeast juga diketahui mengandung asam askorbat sebagai pengawet.
• Active dry yeast – Jenis yeast ini harus disuspensikan terlebih dahulu sebelum digunakan dalam adonan. Dapat disimpan pada suhu kamar selama setahun dan dapat bertahan lebih lama apabila disimpan dalam tempat yang beku.
• Fresh yeast/Compressed yeast – Jenis yeast ini sudah tidak umum dipasarkan, karena yeast ini mudah rusak. Penggunaan yeast ini harus diencerkan dan melalui adaptasi untuk dapat tumbuh di dalam adonan.
Para pengusaha roti dapat memilih jenis yeast sesuai dengan tujuan penggunaan yeast. Namun demikian, yang paling penting dalam memilih yeast adalah dapat dipastikan bahwa yeast yang dipilih masih segar dan dapat beraktivitas selama proses fermentasi adonan. Selain itu konsistensi dan stabilitas yeast akan menentukan mutu dan konsistensi roti yang dihasilkan. Sering dijumpai bahwa yeast dengan brand yang sama apabila dibeli pada saat yang berbeda atau dari penjual/suplier berbeda mempunyai viabilitas yang berbeda. Untuk memastikan bahwa yeast yang digunakan masih aktif, maka perlu dilakukan uji terhadap aktivitas yeast (proofing) sebelum digunakan.
Uji viabilitas yeast
Banyaknya jenis yeast yang beredar di pasaran sering             menyebabkan pembuat roti sulit menetapkan pilihannya. Mutu yeast ditentukan oleh beberapa faktor seperti jenis (strain) yeast, cara pengawetan, dan umur serta suhu simpan yeast. Karena yeast merupakan organisme hidup, maka akan terjadi penurunan viabilitas selama penyimpanan. Beberapa langkah sederhana yang dapat dilakukan untuk menguji viabilitas yeast sebelum digunakan, yaitu:
• Periksa masa kedaluwarsa yeast pada kemasan dan pastikan yeast yang akan digunakan masih belum melewati batas kedaluarsa.
• Tuangkan ½ cangkir air hangat (suhu antara 43-45oC) dan ditambahkan gula 1 sendok teh dan diaduk sampai gula terlarut.
• Tambahkan 2¼ sendok teh yeast yang diuji ke dalam larutan gula dan diaduk merata. Biarkan campuran selama 5 menit.
• Setelah 5 menit akan timbul gelembung-gelembung udara kecil kepermukaan di pinggir cairan dan muncul aroma yeast yang khas. Hal ini menandakan bahwa yeast masih segar dan viabel.
• Apabila setelah 10 menit dibiarkan tetap tidak terjadi aktivitas, tidak timbul gelembung gas, maka yeast tersebut tidak segar lagi dan tidak aktif. Yeast seperti ini tidak dapat digunakan untuk fermentasi adonan dan segera diganti dengan yeast yang lain.
Dalam uji ini perlu diperhatikan suhu air yang digunakan jangat terlalu panas yang dapat menyebabkan yeast mati. Apabila tidak ada termometer, suhu air dapat ditentukan dengan meneteskan beberapa tetes air pada punggung tangan. Panas air sampai suhu 45oC masih pada batas toleransi kulit tangan.
Penyimpanan yeast juga sangat menentukan viabilitasnya. Apabila yeast disimpan pada suhu kamar, maka akan terjadi penurunan viabilitas sebesar 10% setiap bulannya. Penyimpanan pada suhu rendah akan memperpanjang umur simpan yeast dengan viabilitas yang lebih stabil.
Oleh Prof. Nyoman Semadi Antara

cara agar cinta lo balik lg (clbk)

Jangan pernah berpikir bahwa Anda tidak mungkin atau tidak akan pernah CLBK cinta lama bersemi kembali) dengan mantan kekasih. Banyak hal yang bisa membuat Anda kembali menjalin hubungan cinta dengannya. Apalagi jika hubungan yang lalu putus karena alasan yang tidak kuat dan bukan hal prinsip. Semua hal bisa terjadi, karena tidak ada yang tahu dengan siapa Anda berjodoh. Jika saat ini Anda kembali memikirkan dan berhubungan dengan mantan kekasih tidak ada salahnya untuk mencoba membenahi hubungan. Nah, sebelum memutuskan untuk menjalin hubungan lagi sebagai kekasih dengannya, pertimbangkan hal berikut.

1. Jujur terhadap diri sendiri
Sebelum memutuskan untuk kembali dengan mantan kekasih ajukan dua pertanyan kunci pada diri Anda sendiri. Pertama, apakah Anda benar-benar sayang padanya, dan bukan hanya sekedar iseng atau bosan karena status lajang ? Lalu, apakah hubungan sebelumnya termasuk hubungan yang sehat ? Jawab dua pertanyan tersebut dengan jujur, jangan sampai Anda membohongi diri sendiri.

2. Lihat respon mantan
Jika Anda menjawab dua pertanyaan tersebut dengan jawaban “iya”, maka cobalah untuk mendekatinya dan lihat responnya. Anda bisa menyapanya dan menanyakan kabarnya. Jika responnya kembali menanyakan kabar Anda, berarti kesempatan terbuka lebar. Tetapi, jika ia hanya menjawab seadanya, lebih baik Anda mundur.

3. Pastikan ia masih lajang
Anda bisa mencari informasi mengenai status mantan apakah ia masih lajang atau tidak. Bisa melalui teman-temannya atau mungkin Facebook. Jika tidak ingin terlibat masalah besar, sebelum mendekati mantan, pastikan statusnya masih lajang.

4. Bertemu
Jika ia masih lajang, dan merespon Anda dengan cukup baik cobalah untuk bertemu tetapi bukan untuk kencan. Anda bisa bertemu di sela makan siang atau hanya sekedar minum kopi saat pulang kantor.
Jangan langsung mengkondisikan diri dalam suasana yang intim atau romantis. Bersikaplah seperti teman lama, dan lontarkan candaan yang bisa mencairkan suasana. Jika Anda dan dia merasa nyaman satu sama lain, hal itu menandakan hubungan bisa berlanjut,

5. Jangan terburu-buru
Meskipun Anda dan dia sudah sangat nyaman tetapi jangan terburu-buru membuat keputusan. Jika memang ingin kembali menjalin hubungan, selesaikan masalah yang dulu membuat hubungan kandas di tengah jalan.
Jangan sampai Anda dan dia melakukan kesalahan yang sama untuk kedua kalinya. Saat hubungan sudah terjalin, jangan mengungkit kesalahan masa lalu, karena bisa memicu konflik yang berisiko pada hubungan.

lamat buku elektrik


variasi bahasa dan jenis bahasa


BAB VI
PELBAGAI VARIASI DAN JENIS BAHASA


     fishman (1971: 4) kridalaksanaa mengataka bahwa sosiolinguistik adalah ilmu yang mempelajari cirri dan fungsi pelbagai variasi bahasa, serta hubungan di antara bahasa dengan cirri fungsi itu dalam suatu masyarakat bahasa.

5.1       Variasi bahasa
            Sebagai sebuah langue sebuah bahasa mempunyai system dan subsistem yang di pahami sama oleh semua penutur bahasa itu. Namun, karena penutur bahasa tersebut, meski berada dalam masyarakat tutur, tidak merupakan kumpulan manusia yang homogeny, maka wujud bahasa yang konkret, yang di sebut  parole, menjadi tidak seragam. Bahasa itu menjadi seragam dan bervariasi (catatan: istilah variasi sebagai padanan kata inggris variety bukan variation). Terjadinya keragaman atau kevariasian bahasa ini bukan hanya disebabkan oleh para penuturnya yang tidak homogen, tetapi juga karena kegiatan interakso social yang mereka lakukan sangat seragam. Setiap kegiatan memerlukan atau menyebabkan terjadinya keragaman bahasa itu. Keragaman ini akan semakin bertambah kalau bahsa tersebut digunakan oleh penutur yang sangat banyak, serta dalam wilayah yang sangat luas. Misalnya, bahasa inggris yang di seluruh dunia; bahsa arab yang luas wilayahnya dari Jabal Thari di afrika utara sampai ke perbatasan iran ( dan juga sebagai bahasa agama islam di kenal hamper di seluruh dunia ); dan bahsa Indonesia yang wilayah penyebarannya dari sabang sampai marauke.

            Dalam hal variasi atau ragam bahasa ada dua pandangan. Pertama, variasi atau ragam bahsa itu dilihat sebagai akibat adaya keragaman social penutur bahsa itu dan keragaman fungsi bahsa itu. Jadi variasi atau ragam bahsa itu terjadi  sebagai akibat dari adanya keragaman social dan keragaman fungsi bahsa. Kedua, variasi atau ragam bahasa itu sudah ada untuk memenuhi fungsinya sebagai alat interaksi dalam kegiatan masyarakat yang beraneka ragam. Variasi atau ragam bahsa itu dapat diklafikasikan berdasarkan adanya keragaman social dan fungsi kegiatan di dalam masyarakat social.

5.1.1    Variasi dari segi penutur
            Variasi bahas yang di sebut idiolek, yakni variasi bahsa yang bersifat perseorangan. Menurut konsep ideolok, setiap orang mempunyai variasi bahasanya atau ideolknya masing-masing. Variasi ideolek ini berkenaan dengan “warna” suara, pilihan kata, gaya bahasa, susunan kalimat, dan sebagainya.namun yang dominan adalah “warna” suara itu, sehingga jika kita cukup akrab dengan seseoran, hanya dengan mendengar suara berbicaranya tanpa melihat orangnya, kita dapat mengenalinya.
            Variasi bahsa kedua berdasarkan penuturnya adalah yang di sebut dialek, yakni variasi bahasa  dari sekelompok penutur yang jumlahnya relatif, yang berada pada suatu tempat, wilayah, atau area tertentu. Karena dialek ini didasarkan pada wilayah atau area tempat tinggal penutur, maka dialek ini lazim disebut dialek areal, dialek regional atau dialek geografi.
           


Penggunaan istilah dialek dan bahasa dalam masyarakat umum memang seringkali bersifat ambigu. Secara linguistic jika masyarakat tutur masih saling mengerti, maka alat komunikasinya adalah dua dialek dari bahsa yang sama namun, secara politis, meskipun dua masyarakat tutur bisa saling mengerti karena kedua alat komunikasi verbalnya mempunyai kesamaan system dan subsistem, tetapi keduanya dianggap sebagai dua bahasa yang berbeda. Contohnya, bahasa Indonesia dan bahasa Malaysia, yang secara linguistic adalah sebuah bahsa, tetapi secara politis dianggap sebagai dua bahasa yang berbeda.
Bidang studi linguistik yang mempelajari dialek-dialek adalah dialektologi. Bidang studi ini dalam kerjanya berusaha membuat peta bats-bats dialek dari sebuah bahsa, yakni dengan cara membandingkan bentuk dan makna kosakata yangdigunakan dalam dialek-dialek.
Variasi ketiga berdasarkan penutur dalah yang disebut  kronolek atau dialek temporal, yakni variasi bahsa yang di gunakan oleh kelompok social pada masa tertentu.
Variasi bahasa yang keempat berdasarkan penuturnya adalah apa yang di sebut sosiolek atau dialek social, yakni variasi bahasa yang berkenaan dengan status, golongan, dan kelas social para penuturnya. Dalam sosiolinguistik biasanya variasi inilah yang paling banyak dibicarakan dan paling banyak menyita waktu untuk membicarakannya, seperti usia, pendidikan, seks, pekerjaan, tingkat kebangsawanan, keadaan social ekonomi, dan sebagainya. Keadaan social ekonomi para oenutur dapat juga menyebabkan adanya variasi bahasa.
Variasi bahasa berkenaan dengan tingkat, golongan, status, dan kelas social para penuturnya, biasanya di kemukakan orang variasi bahasa yang disebut akrolek, basilek, vulgar, slang, kolokial, jargon, argot  dan ken.
Yang dimasud dengan akrolek adalah variasi social yang dianggap lebih tinggi atau lebih bergengsi dari pada variasi social lainya. Sebagai contoh akrolek ini adalah yang disebut bahasa bagongan, yaitu variasi bahasa jawa yang khusus di gunakan oleh para bangsawan kraton jawa.
Yang dimaksud dengan basilek adalah variasi social yang dianggap kurang bergengsi, atau bahkan dianggap dipandang rendah. Bahasa inggris yang di gunakan oleh para cowboy dan kuli tambang dapat dikatakan sebagai basilek. Begitu juga bahasa jawa “karma ndesa”.
Yang dimaksud dengan vulgar  adalah variasi social yang cirri­­­-cirinya tampakaian bahasa oleh mereka yang kurang terpelajar, atau dari kalangan mereka yang tidak berpendidikan. Pada zaman romawi sampai zaman pertengahan bahasa-bahasa di eropa dianggap sebagai bahasa vulgar, sebab pada waktu itu para  golongan intelek mengunakan bahasa latin dalam segala kegiatan.
Yang dimaksud dengan slang adalah variasi bahsa yang bersifat khusus dan rahasia. Artinya, variasi ini digunakan oleh kalangan tertentu yang sangat terbatas dan tidak boleh diketahui oleh kalangan di luar kelompok itu. Oleh karena itu, kosakata yang di gunakan dalam slang ini selalu berubah-ubah.
Yang dimaksud dengan kolokial adalah variasi social yang digunakan dalam percakapan sehari-hari. Colloqulum (percakapan, konversasi). Jadi, kolokial berarti bahasa percakapan, bukan bahasa tulis. Juga tidak tepat kalau kolokial di sebut bersifat “kampungan” atau bahasa kelas golongan bawah, sebab yang penting adalah konteks dalam pemakaianya. Dalam bahasa Indonesia percakapan banyak digunakan bentuk-bentuk kolokial, seperti dok (dokter), prof (professor), let (letnan), ndak ada ( tidak ada), trusah (tidak usah), dan sebagainya. Dalam pembicaraan atau tulisan formal ungkapan-ungkapan seperti contoh di atas harus di hindarkan.
Yang dimaksud dengan jargon adalah variasi social yang digunakan secara terbatas oleh kelompok-kelompok social tertentu. Ungkapan yang digunakan seringkali tidak dapat dipahami oleh masyarakat umum atau masyarakat di luar kelompoknya. Namun, ungkapan-ungkapan tersebut tidak bersifat rahasia.
Yang dimaksud dengan argon adalah variasi social yang digunakan secara terbatas pada profesi-profesi tertentu dan bersifat rahasia. Letak kekhususan argon adalah pada kosakata. Umpamanya, ungkapan seperti barang dalam arti ‘mangsa’, kacamata dalam arti ‘polisi’, daun dalam arti ‘uang’, gemuk dalam arti ‘mangsa besar’, dan tape dalam arti ‘mangsa empuk’.
Yang dimaksud dengan ken (inggris = cant) adalah variasi social tertentu yang bernada “memelas”, dibuat merengek-rengek, penuh dengan kepura-puraan.


5.1.2    Variasi dari segi pemakaian
            Variasi bahasa berkenaan dengan penggunaanya, pemakaiannya, atau fungsi disebut fingsiolek  (Nababan 1984), ragam, atau regester. Variasi ini biasanya dibicarakan berdasarkan bidang penggunaan, gaya,atau tingkat konfermalan, dan sarana penggunaan. Variasi bahasa berdasarkan bidang pemakaian ini adalah menyangkut bahasa itu di gunakan untuk keperluan atau bidang apa. Misalnya, bidang sastra jurnalistik, militer, pertania, pelayaran perekonomian, perdagangan, pendidikan, dan kegiatan keilmuan. Variasi bahasa berdasarkan  bidang kegiatan ini yang tampak cirinya adalah dalam bidang kosakata.
Ragam bahsa jurnalis juga mempunyai cirri tertentu, yakni bersifat sederhana, komunikatif, dan ringkas. Sederhana karena harus dipahami dengan mudah; dan ringkas karena keterbatasan ruang (dalam media cetak), dan keterbatasan waktu (dalam media elektronika).
Ragam bahasa militer di kenal dengan cirinya yang lugas, jelas, dan bebas dari keambiguan, serta serta segala macam metafora dan idiom. Bebas dari segala keambiguan karena bahsa ilmiah harus memberikan informasi keilmuan secara jelas.

5.1.3    Variasi dari segi keformalan
            Ragam beku adalah variasi bahasa yang paling formal, yag di gunakan dalam situasi-situasi khidmat, dan ucapan-ucapan resmi, misalnya, dalam upacara kenegaraan, khotbah di masjid, tata cara pengambilan sumpah; kitab undang-undang, akte notaries, dan surat-surat keputusan.
            Ragam resmi atau formal adalah variasi bahasa yang di gunakan dalam pidato keegaraan, rapat dinas, surat-menyurat dinas, ceramah keagamaan, buku-buku pelajaran dan sebagainya. Pola dan kaidah ragam resmi sudah ditetapkan secara mantap sebagai suatu standar.
            Ragam usaha atau ragam konsultatif adalah variasi bahasa yang lazim di gunakan dalam pembicaraan biasa di sekolah, dalam rapat-rapat atau pembicara yang berorientasi hasil atau produksi.
            Ragam santai atau ragam kasual adalah variasi bahasa yang di gunakan dalam situasi tidak resmi atau berbincang-bincang dengan keluarga atau teman karib pada waktu beristrahat, berolah raga, berekreasi, dan sebagainya.
            Ragam akrab atau ragam intim adalah variasi bahsa yang biasa digunakan oleh para penutur yang hubunganya sudah akrab, seperti antara anggota keluarga, atau antara teman yang sudah karib. Ragam ini di tandai dengan artikulasi yang sering tidak jelas.






5.1.4    Variasi dari segi sarana
            Variasi bahasa dapat pula dilihat dari segi sarana atau jalur yang digunakan. Dalam hal ini dapat disebut adanya ragam lisan dan ragam tulis, atau ragam dalam berbahasa dengan menggunakan sarana atau alat tertentu, yakni, misalnya, dalam bertelepon dan bertelegraf. Adalnya ragam bahasa lisan dan ragam bahasa tulis didasarkan pada kenyataan bahwa bahsa lisan dan bahasa tulisan memiliki wujud struktur yang tidak sama. Adanya  ketidaksamaan wujud struktur ini adalah karena dalam berbahasa lisan atau dalam menyampaikan informasi secara lisan, kita dibantu oleh unsure-unsur nonsegmental atau unsure nonlinguistic yang berupa nada suara, gerak-gerik tangan, gelengan kepala, dan sejumlah gejala-gejala fisik lainya. Dalam berbahasa tulisan kita harus lebih menaruh perhatian agara kalimat-kalimat yang kita susun bisa dapat dipahami pembaca dengan baik.
5.2       Jenis Bahasa
            Dalam pembicaraan mngenai variasi bahsa kita berbicara tentang satu bahasa yang memiliki berbagai variasi berkenaan dengan penutur dan penggunaannya secara konkret. Begitu dalam pembicaraan variasi bahsa itu kita kenal dengan idiolek, dialek, sosiolek, kronolek, fungsiolek, ragam, dan regester.
            Penjenisan bahasa secara sosiolinguistik tidak sams dengan penjenisan (klasifikasi) bahasa secara geneologis dan tipologis berkenaan dengan cirri-ciri internal bahasa-bahasa itu; sedangkan penjenis secara sosiolinguitik berkenaan dengan faktorfaktor eksternal bahsa atau bahasa-bahasa itu yakni factor sosiologis, politis, dan cultural.

5.2.1    Jenis Bhasa Berdasarkan Sosiologis
            Penjenisan berdasarkan factor sosiologis, artinya, penjenisan itu tidak terbatas pada struktur internal bahasa, tetapi juga berdasarkan factor sejarahnya, kaitanya dengan sistem linguistik lain dan pewarisa dari satu generasi ke generasi berikutnya. Penjenis secara sosiologis ini penting untuk menentukan satu system linguistic tertentu, apakah bisa disetujui atau tidak  oleh anggota masyarakat tutur untuk menggunakan dalam fungsi tertentu, misalnya sebagai bahasa resmi kenegaraan, dan sebagainya
            Stewart (dalam fishman (ed.) 1968) mengunakan empat dasar untuk menjeniskan bahasa-bahasa secara sosiologis, yaitu (1) standardisasi, (2) otonomi, (3) historisitas, dan (4) vitalitas. Keempat factor itu oleh fishman (1972: 18)
            Standrdisasi atau pembukaan adalah adanya kodifikasi dan penerimaan terhadap sebuah bahasa oleh masyarakat pemakai bahasa itu akan seperangkat kaidah atau norma yang menentukan pemakaian “bahsa yang besar” (bandingkan fishman (ed.) 1968: 534). Jadi, standarsasi ini mempersoalkan apakah sebuah bahasa memiliki kaidah-kaidah atau norma-norma yang sudah dikodifikasikan atau tidak yang diterima oleh masyarakat tutur atau merupakan dasar dalam pengajaran bahasa, baik sebagai bahasa pertama maupun bahasa kedua. Kodifikasi ini tentunya harus diterima oleh masyarakat berupa penerimaan kaidah-kaidah itu serta dibantu oleh pemerintah untuk masyarakatkan kaidah-kaidah tadi. Standardisasi tampaknya merupakan satu cirri bahasa “yang di haruskan”, bukan satu cirri yang sudah ada secara internal dalam bahasa itu (lihat Bell 1976: 48). Ragam baku biasanya di pilih dan ditetapkan dari salah satu variasi regional maupun social.
            Otonomi  atau keotonomian Sebuah sistem linguistik  disebut mempunyai keotonomian kalau system linguistic itu memiliki kemandirian system yang tidak berkaitan dengan bahasa lain (fishman 1968: 535). Jadi, kalau ada dua system linguistik atau lebih tidak mempunyai hubungan kesejarahan, maka berrarti keduanya memiliki keotonomian masing-masing.
            Historisitas atau  kesejarahan sebuah sistem linguistik dianggap mempunyai historisitas kalau diketahui atau dipercaya sebagai hasil perkembangan yang normal pada masa yang lalu (fishman 1968: 535). Factor kesejarahan ini berkaitan dengan tradisi dari etnik  tertentu. Jadi, faktor historisitas ini memperolehkan, apakah system linguistik itu tumbuh melalui pemakaian oleh kelompok etnik atau social tertentu atau tidak.
            Vitalitas atau keterpakaian yang dimaksud dengan vitalitas adalah pemakaian sistem linguistik oleh masyarakat  penutur asli yang tersolasi (fishman 1968: 536). Jadi unsure vatalitas ini mepersoalkan apakah sistem linguistik tersebut memiliki penutur asli yang masih menggunakan atau tidak. Bahasa bisa saja kehilangan vatalitasnya kalau para penutur aslinya telah musnah atau telah meninggalkanya (lihat Bell 1976: 148; juga Ayatrohaedi dalam Muhadjir dan Basuki 1990: 262-270)
            Kemusian berdasarkan ada(+) atau tidak ada (-) unsure-unsur tersebut (standardisasi, otonomi, historisitas, dan vatalitas) Stewart membedakan adanya tujuh jenis atau tipe bahasa, seperti tampak dalam bagan berikut.
Dasar penjenisan
Jenis bahsa
Contoh
standardisasi
otonomi
historitas
vatalitas
+
+
+
-
-
-
-
+
+
+
+
-
-
-
+
+
-
+
+
-
-
+
-
-
+
+
+
-
Standar
Klasik
Artificial
Vernakuler
Dialek
Kreol
pijin
Inggris
Latin
Vö lapuk
Beberapa bahasa daerah di Indonesia
berdasarkan dialek basa jawa
*
*
            Bahasa artifisial adalah bahasa buatan, seperti bahasa völapuk dan bahasa Esperanto. Bahasa jenis ini memiliki cirri standardisasi dan otonomi, tetapi tidak memiliki cirri historitas dan vitalitas. Bahasa artificial ini adalah bahasa yang dibuat , disusun dengan maksud untuk dijadikan bahasa pengantar (lingua franca) internasional. Jadi, bukan bahasa alamiah. Menurut catatan sejarah, ada tiga buah bahsa artificial, yaitu bahasa völapuk, bahasa Esperanto, dan bahasa Interlingua.

            Bahasa Esperanto, diciptakan oleh seorang dokter kebangsaan polandia bernama Ludwik Zamenhof, dengan tujuan agar masyarakat dunia terbebas dari perselisihan akibat perbedaan bahasa. Kosakatanya terutama diambil dari bahasa jerman dan bahasa-bahasa roma. Kaidah-kaidah gramatiknya di susun dengan sangat sederhana, sehingga dapat dengan mudah dipelajari oleh segenap lapisan masyarakat.
            Bahasa vernacular menurut Pei dan Gaynor (1954: 227) adalah bahasa pada umumnya yang di gunakan sehari-hari oleh satu bahasa atau wilayah geografis, yang bisa dibedakan dari bahasa sastra yang dipakai terutama di sekolah-sekolah dan dalam kesusastraan. Bahsa jenis vernacular ini memiliki cirri otonomi, histirisitas, dan vatalitas, tetapi tidak mempunyai cirri standardisasi. Contohnya adalah bahasa pribumi Eropa pada abat pertengahan.
            Jenis bahasa yang disebut dialek memiliki cirri vitalitas dan historisitas; tetapi tidak memiliki cirri standardisasi dan otonomi, sebab keotonomian bahsa ini berada di bawah langue bahasa induknya. Bahasa yang berjenis kreol hanya memiliki vitalitas; tidak memiliki cirri standardisasi, otonomi, dan historitas. Pada mulanya sebuah kreol bersal dari sebuah  pijin, yang dalam perkembangannya digunakan pada generasi berikutnya, sebagai satu-satunya alat komunikasi verbal yang mereka kuasai. Bahasa yang berjenis pijin tidak memiliki keempat dasar penjenisan. Bahasa jenis ini terbentuk secara alami di dalam suatu kontak social yang terjadi antara sejumlah penutur yang masing-masing memiliki bahasa ibu.

5.2.2    jenis bahasa berdasarkan sikap politik
            Berdasarkan sikap politik atau social politik kita dapat membedakan adanya bahasa nasional, bahasa resmi, bahasa Negara, dan bahasa persatuan.
Sebuah sistem linguistik disebut sebagai bahasa nasional, seringkali juga disebut sebagai bahasa kebangsaan, adalah kalau system linguistik itu diangkat oleh suatu bangsa (dalam arti kenegaraan) sebagai salah satu identitas kenasionalan bangsa itu.
Yang dimaksud dengan bahasa Negara adalah  sebuah system linguistik yang secara resmi dalam undang-undang dasar sebuah Negara ditetapkan sebagai alat komunikasi resmi kenegaran. Artinya, segala urusan kenegaraan, administrasi kenegaraan, dan kegiatan-kegiatan kenegaraan dijalankan dengan menggunakan bahasa itu.
Yang dimaksud dengan bahasa resmi adalah sebuah system linguistik yang ditetapkan untuk digunakan dalam suatu pertemuan, seperti seminar, konfersi, rapat, dan sebagainya.
Yang dimaksud dengan bahasa persatuan adalah dilakukan oleh suatu bangsa dalam kerangka perjuangan, di mana bangsa yang berjuang itu merupakan masyarakat multilingual. Kebutuhan akan adanya sebuah bangsa persatuan adalah untuk mengikat dan mempererat rasa persatuan sebagai satu kesatuan bangsa.
Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa bahasa nasional, bahasa Negara, bahasa resmi, dan
Bahasa persatuan di Indonesia mengacu pada suatu system linguistik yang sama, yaitu bahasa Indonesia. Sedangkan di Filipina, di india, dan di singapur tidak.


5.2.3    jenis bahasa berdsarkan tahap pemerolehan
Berdasarkan pemerolehannya dapat dibedakan adanya bahasa ibu, bahasa pertama, dan bahasa kedua dan bahasa asing. Penanaman bahasa ibu dan bahasa pertama adalah mengacu pada satu system linguistik yang sama. Yang disebut bahasa ibu adalah satu system linguistik yang pertama kali dipelajari secara alamiah dari ibu atau keluarga yang memelihara seorang anak.
Bahasa ibu lazim juga disebut bahasa pertama (disingkat BI) karena bahasa itulah yang pertama-tama dipelajarinya. Kalau si anak mempelaji bahasa lain yang bukan bahasa ibunya maka bahasa lain yang dipelajarinya itu disebut bahasa kedua (disingkat B2). Andaikata kemudian si anak mempelajari bahasa lain lagi maka bahasa yang dipelajari terakhir ini disebut bahasa ketiga (disingkat B3).
Yang disebut bahasa asing akan selalu merupakan bahasa kedua bagi seorang anak. Di samping itu penanaman bahasa asing ini juga bersifat politis yaitu bahasa digunakan oleh bangsa lain.


5.2.4 lingua franca
Lingua franca adalah sebuah system linguistik yang digunakan sebagai alat komunikasi sementara oleh para partisipanyang mempunyai bahasa ibu yang berbeda.
Pemilihan satu system linguistik menjadi sebuah lingua franca adalah berdasarkan adanya kesalingpahaman diantara sesame mereka.
Karena dasar pemilihan lingua franca adalah keterpahaman atau kesalingpengertian dari para partisipan yang menggunakannya maka bahasa apa pun baik sebuah langue, piji, maupun kreol dapat menjadi sebuah lingua franca.