Jumat, 10 Januari 2014

ANALISIS UNSUR INTRINSIK NOVEL “Dibawah Lindungan Ka’bah” Karya Haji Abdul Malik (HAMKA)


BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Dalam dunia kesusastraan penyair sering dilukiskan sebagai orang kerasukan yang bicara secara tidak sadar tentang apa saja yang dirasakan dalam tingkatan sub dan supra dan supra-rasional. Dalam dunia fiksi kadang ada sesuatu yang tidak dapat diterima oleh akal sehat, karena memang dengan istilah seorang penyair mengejewantahkan imajinasinya untuk diwujudkan dalam karya sastra. Dalam dunia kesusastraan selalu identik dengan penjiwaan baik itu dari tingkat emosi pengarang maupun dari penikmat karya sastra. Hasil karya sastra tertentu merupakan hasil khayalan pengarang yang sedang mengalami keadaan jiwa tertentu. Dari sinilah dapat kita simpulkan bahwa karya sastra merupakan sebuah bentukan (out put) dari proses pemikiran (imajinatif) pengarang dalam mengapresiasi untuk menjadi sesuatu yang estetik. Disamping itu, pengetahuan akan unsur-unsur yang membentuk karya sastra pun sangat diperlukan untuk memahami karya sastra secara menyeluruh. Tanpa pengetahuan akan unsur-unsur yang membangun karya sastra, pengetahuan kita akan dangkal dan hanya terkaan saja sifatnya, jika pengetahuan dengan cara demikian, maka maksud dan makna yang disampaikan pengarang kemungkinan tidak akan tertangkap oleh pembaca. Unsur-unsur karya sastra tersebut adalah unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah unsur yang ada dalam tubuh karya sastra itu sendiri yang meliputi tema, alur, setting, penokohan, dan sudut pandang. Sedangkan unsur ekstrinsik adalah unsur yang berbeda diluar tubuh karya sastra yang meliputi adat istiadat, agama, politik, situasi zaman.
Seperti yang kita ketahui bahwa karya sastra merupakan karya kreatif manusia yang mengandung imajinasi dengan medianya bahasa. Menurut bentuknya karya sastra terbagi menjadi tiga bagian yaitu prosa fiksi, drama dan puisi. Dari ketiga bentuk karya sastra tersebut yang akan dibahas oleh penulis yaitu prosa fiksi. Jenis prosa fiksi yang akan dianalisis yaitu novel. Novel adalah prosa yang panjang, yang dibangun oleh unsur intrinsik dan ektrinsik. Unsur intrinsik yang membangun prosa fiksi diantaranya tema, alur/plot, tokoh dan perwatakan, latar/setting, gaya, titik pengisahan, dan amanat. Sedangkan unsur ektrinsik yang membangun karya sastra seperti pendidikan, agama, ekonomi, filsafat, psikologi, dan lain-lain. Yang akan penulis analisis yaitu unsur intrinsiknya. Dalam kehidupan nyata para penikmat sastra masih banyak yang tingkat aparesiasinya masih rendah. Mereka kadang kala sulit menafsirkan apa yang di bacanya, karena di dalam karya sastra banyak sekali kata-kata yang bersifat simbol. Sehingga apa yang disampaikan penulis kadang kala tidak sampai pada pembaca. Berpijak pada uraian latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti salah satu karya HAMKA yang berjudul Di Bawah Lindungan Ka'bah.

1.2 Perumusan Masalah
1. Bagaimanakah tema novel Di Bawah Lindungan Ka'bah karya Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA)?
2. Bagaimanakah alur/plot novel Di Bawah Lindungan Ka'bah karya Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA)?
3. Siapakah tokoh dan perwatakan novel Di Bawah Lindungan Ka'bah karya Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA)?
4. Bagaimanakah latar/setting novel Di Bawah Lindungan Ka'bah karya Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA)?
5. Bagaimanakah gaya novel Di Bawah Lindungan Ka'bah karya Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA)?
6. Bagaimanakah titik pengisahan novel Di Bawah Lindungan Ka'bah karya Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA)?
7. Bagaimanakah amanat novel Di Bawah Lindungan Ka'bah karya Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA)?




1.3 Tujuan Penelitian
1. Ingin mengetahui penggambaran dan penyajian tema novel Di Bawah Lindungan Ka'bah karya Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA).
2. Ingin mengetahui alur novel Di Bawah Lindungan Ka'bah karya Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA).
3. Ingin mengetahui tokoh dan perwatakan novel Di Bawah Lindungan Ka'bah karya Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA).
4. Ingin mengetahui latar/setting novel Di Bawah Lindungan Ka'bah karya Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA).
5. Ingin mengetahui gaya novel Di Bawah Lindungan Ka'bah karya Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA).
6. Ingin mengetahui titik pengisahan novel Di Bawah Lindungan Ka'bah karya Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA).
7. Ingin mengetahui amanat novel Di Bawah Lindungan Ka'bah karya Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA).

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari hasil penelitian ini adalah:
a.       Secara Praktis:
1.      Hasil penelitian ini bisa digunakan oleh pembaca sebagai sarana pendidikan dan menjadi sebuah model untuk belajar menganalisis karya sastra.
2.      Hasil penelitian ini bisa menumbuhkan kritik moral antara pembaca dan pengamatan dan mengerti budaya nilai kehidupan manusia dalam karya sastra, khususnya novel.


b.      Secara Teoritis:
1.      Diharapkan hasil penelitian ini bisa memberi kontribusi pada perkembangan karya sastra, khususnya pengetahuan menganalisis novel.
2.      Diharapkan penelitian ini bisa menjadi acuan bagi peneliti berikutnya yang tertarik dengan analisis ini.


















BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Sastra
1.      Sastra adalah Hasil cipta manusia berupa tulisan maupun lisan, bersifat imajinatif, disampaikan secara khas, mengandung pesan yang bersifat relatif.
2.    Sastra adalah bahasa (kata-kata, gaya bahasa) yang dipakai dalam kitab-kitab (bukan bahasa sehari-hari) (KBBI, 2007:1001).
3.      Sastra adalah karya lisan atau tertulis yang memiliki berbagai ciri keunggulan seperti keorisinilan, keartistikan, keindahan dalam isi dan ungkapannya (Ensiklopedi Sastra Indonesia, 2009:).
4.    Sastra adalah suatu kegiatan kreatif, sebuah karya seni (Wellek & Warren, 1989:3).

Jadi, dapat disimpulkan berdasarkan sumber di atas bahwa sastra adalah suatu kegiatan kreatif karya lisan atau tertulis dengan medianya bahasa dan memiliki ciri keunggulan seperti keorisinilan, keartistikan, keindahan dalam isi dan ungkapannya.

2.2 Bentuk-bentuk Sastra
1. Puisi
Puisi adalah karya sastra yang formatnya dipilih dan ditata dengan cermat sehingga mampu mempertajam kesadaran orang akan suatu pengalaman dan membangkitkan tanggapan khusus lewat bunyi, irama dan makna khusus.
2.Prosa Fiksi
Prosa fiksi adalah kisahan atau cerita yang diemban oleh palaku-pelaku tertentu dengan pemeranan, latar serta tahapan dan rangkaian cerita tertentu yang bertolak dari hasil imajinasi pengarangnya sehingga menjalin suatu cerita.

3. Drama
Drama adalah jenis sastra dalam bentuk puisi atau prosa yang bertujuan menggambarkan kehidupan lewat lakuan dan dialog para tokoh.
2.3 Prosa Fiksi
            Prosa fiksi adalah kisahan atau cerita yang diemban oleh palaku-pelaku tertentu dengan pemeranan, latar serta tahapan dan rangkaian cerita tertentu yang bertolak dari hasil imajinasi pengarangnya sehingga menjalin suatu cerita.

2.4 Jenis-jenis Prosa Fiksi
1. Prosa Fiksi atau Cerkan Lama
       a. Dongeng
            Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia dongeng adalah cerita yang tidak benar-benar terjadi. 
Hal-hal yang perlu diketahui mengetahui dongeng:
1.      Dongeng dalam pengertian yang lebih luas merupakan pengungkapkan diri manusia, tempat mencari hiburan dan memenuhi angan-angannya.
2.      Dalam Ensiklopedi Indonesia, dongeng memiliki pengertian cerita singkat tentang hal-hal aneh dan tidak masuk akal, berbagai keajaiban dan kesaktian yang biasanya mengisahkankan dewa, raja, pangeran, dan putrid.
3.      Pada umumnya, dongeng tidak diketahui pengarangnya dan terkadang hanya diketahui nama pengumpul/penyadurnya.
4.      Berdasarkan muasalnya, dongeng berasal dari bangsa Thai di Yunani, tetapi kemudian tersebar ke seluruh Asia Tenggara. Di Indonesia, dongeng tersebut tersebar dari Aceh hingga Maluku Tenggara.

b.Hikayat
Hikayat adalah salah satu bentuk sastra karya prosa lama yang isisnya berupa cerita, kisah, dongeng , maupun sejarah. Umumnya mengisahkan tentang kepahlawanan seseorang, lengkap dengan keanehan, kekuatan/kesaktian, dan mukjizat sang tokoh utama.
Macam-macam hikayat berdasarkan isinya:
1.      Cerita rakyat
2.      Epos India
3.      Cerita dari Jawa
4.      Cerita-cerita Islam
5.      Sejarah dan Biografi
6.      Cerita berbingkat
Macam-macam hikayat berdasarkan asalnya:
1.      Melayu Asli
a.       Hikayat hang tuah (bercampur unsur islam)
b.      Hikayat si miskin
c.       Hikayat indera bangsawan
d.      Hikayat malim demam
2.      Pengaruh Jawa
a.       Hikayat Panji semirang
b.      Hikayat cekel weneng pati
c.       Hikayat indera jaya
3.      Pengaruh Hindu
a.       Hikayat Sri Rama
b.      Hikayat perang Pandhawa
c.       Hikayat sang Boma
d.      Hikayat Bayan Budiman
4.      Pengaruh Arab Persia
a.       Hikayat Amir Hamzah
b.      Hikayat Bachtiar
c.       Hikayat seribu satu malam.
Ciri-ciri hikayat:
1.      Anonim: pengarangnya tidak di kenal
2.      Istana Sentris: menceritakan tokoh yang berkaitan dengan kehidupan istana/kerajaan
3.      Bersifat statis: tetap, tidak banyak perubahan
4.      Bersifat komunal: menjadi milik masyarakat
5.      Menggunakan bahasa klise: bahasa yang diulang-ulang
6.      Bersifat tradisisonal: meneruskan budaya, tradisi, kebiasaan yang dianggap baik
7.      Bersifat didaktis: bersifat mendidik
8.      Magis: pengarang membawa pembaca ke dunia khayal.

c.Cerita Sejarah

2.Prosa Fiksi atau Cerkan Baru
a. Novel atau roman
b. Novelet
c. Cerpen
d. Riwayat hidup

2.5.Novel
a.       Novel adalah karangan yang panjang dan berbentuk prosa dan mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang lain di sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku (KBBI, 2007:788).
b.      Novel berasal dari bahasa latin “Novelius” yang diturunkan dari kata “novies” yang berarti “Baru”. Dikatakan baru sebab novel muncul belakangan dibanding dengan bentuk puisi dan drama. (Sugiantomas, 1998:31).
c.       Novel adalah menceritakan kejadian yang luar biasa dari kehidupan pelakunya yang menyebabkan perubahan sikap hidup serta nasibnya (Rizal, 2010:152).
d.      Novel adalah prosa rekaan yang panjang, yang menyuguhkan tokoh-tokoh dan menampilkan serangkaian peristiwa dan latar secara tersusun (Ensiklopedi Sastra Indonesia,2009:645).

2.6.Unsur-unsur Novel 
Unsur-unsur novel diantaranya:
1.                  Tema adalah pokok persoalan yang diceritakan pengarang.
2.                  Alur atau plot adalah peristiwa-peristiwa yang tersusun menjadi sebuah cerita dari awal sampai akhir berdasarkan hukum sebab akibat. Urutan-urutan peristiwa adalah sebagai berikut:
a) Pengarang mulai melukiskan keadaan (situasi)
b) Peristiwa yang bersangkut paut mulai bergerak (Generating circumtances)
c) Keadaan mulai memuncak (rising action)
d) Pristiwa-peristiwa mencapai klimaks (Climax)
e) Pengarang memberikan pemecahan persoalan dari semua peristiwa (denoument)

Secara kualitatif alur atau plot terbagi menjadi:
1. Alur atau plot erat
2. Alur atau plot longgar
Secara kuantitatif alur atau plot terbagi menjadi:
1. Alur atau plot tunggal
2. Alur atau plot ganda
3.Tokoh dan Perwatakan
Ada beberapa jenis tokoh yang mungkin terdapat dalam sebuah cerkan yaitu
tokoh sentral dan tokoh bawahan.
a.                   Tokoh Sentral
Tokoh sentral adalah tokoh yang hampir dalam keseluruhan cerita menjelajahi persoalan. Tokoh sentral ini terbagi pada tokoh utama atau protagonis dan tokoh penentang tokoh utama atau antagonis
b.                  Tokoh bawahan adalah tokoh yang tidak sentral kedudukannya dalam cerita, tetapi kehadirannya sangat diperlukan untuk menunjang atau mendukung tokoh utama.
Ada tiga cara pengarang dalam melukiskan watak tokoh, yaitu dengan cara langsung atau analitik, dengan cara tak langsung atau dramatik, dan cara campuran analitik dan dramatik.
1)Cara langsung atau analitik Pengarang menggambarkan watak para tokohnya segara langsung. Dia sebagai jurujuru cerita langsung menganalisis dan memberi tahu watak yang ada kepada pembaca tanpa ragu-ragu.
2) Cara tak langsung atau dramatik
a) Dengan menggambarkan fisik tokoh
b) Dengan menggambarkan tempat atau lingkungannya
c) Dengan menggambarkan perbuatan atau tingkah laku atau reaksi tokoh terhadap suatu kejadian-kejadian
d) Dengan menggambarkan pikiran-pikiran tokoh-tokoh
e) Dengan menggambarkan melalui dialog tokoh

3) Cara Campuran Langsung dan Tidak Langsung
Hal yang perlu diperhatikan dalam menggambarkan watak tokoh ini ialah adanya watak datar (flat character) dan watak berubah (round character). Watak datar nampak apabila pengarang dari awal sampai akhir menggambarkan watak dengan tidak ada perubahan. Sebaliknya watak berubah akan nampak apabila pengarang menciptakan perubahan watak tokoh sesuai dengan perkembangan peristiwa.
4. Latar atau Setting
Latar atau setting adalah segala keterangan mengenai waktu, ruang, suasana, dan lingkungan sosial yang terdapat dalam cerita (Sugiantomas )
5.Titik Pengisahan atau Juru Cerita
Titik pengisahan disebut juga sudut pandang atau juru cerita (point of view) adalah kedudukan pengarang dalam bercerita.(Sugiantomas)
a. Titik pengisahan pengarang sebagai pengamat
1) Titik pengisahan maha tau
2) Titik pengisahan objektif
3) Titik pengisahan peninjau
b. Titik pengisahan sebagai tokoh
1) Sebagai tokoh protagonis
2) Sebagai tokoh bawahan
6. Gaya
Gaya pengarang dalam mengungkapkan idenya menjadi susunan peristiwa yang disebut cerita adalah cara-cara khas dari pengarang dalam menyusun bahasa, menggambarakan tema, menyusun plot, menggambarkan karakter atau watak, menentukan setting, dan memberikan amanat. (Sugiantomas, 1998:53). Gaya bahasa adalah cara pengarang dalam mengungkapkan suatu pengertian dalam kata, kelompok kata atau kalimat (Sugiantomas, 1998:53)
7. Amanat
Amanat dalam cerkan dapat dilihat dari keseluruhan cerita, artinya ada dalam cara-cara pengarang melontarkan konflik bagi tokoh-tokohnya, mengembangkannya, dan menyelesaikannya. Amanat dapat pula dilihat dari kalimat-kalimat yang langsung diungkapkan oleh pengarang baik berupa narasi, deskripsi, atau dialog tokoh.













BAB III
ANALISIS UNSUR INTRINSIK
NOVEL “Dibawah Lindungan Ka’bah” Karya Haji Abdul Malik (HAMKA)
3.1 Sekilas Tentang Pengarang
Haji Abdul Malik bin Abdul Karim Amrullah atau disebut dengan Hamka (akronim pertama bagi orang Indonesia) dilahirkan di Sungai Batang, Maninjau, pada 17 Pebruari 1908 bertepatan dengan 14 Muharram 1320 Hijriyah. Ayahnya adalah seorang ulama yang sangat terkenal di Minangkabau khususnya, dan di Sumatera umumnya, sebagai salah seorang pembawa pembaharuan dalam Islam yang di waktu itu disebut kaum muda. Pada tahun 1914, Abdul Malik, nama panggilan Hamka sewaktu masih kecil, telah mengawali pendidikannya dengan membaca al-Qur’an di rumah orang tuanya sewaktu mereka sekelurga pindah dari Maninjau ke Padang Panjang. Setahun kemudian, setelah mencapai usia enam tahun, Abdul Malik dimasukkan ayahnya kesekolah desa, kemudian pada tahun 1916 dimasukkan ayahnya kesekolah Diniyyah.
Dengan hasrat agar anaknya kelak menjadi ulama seperti-nya, Syekh Abdul Karim Amrullah memasukkan Hamka ke Thawalib School. Kendatipun system klasikal sudah diberlakukan oleh Thawalib School, kurikulum dan materi pelajaran masih memakai cara lama. Buku-buku lama dengan keharusan menghafal, masih merupakan ciri utama sekolahan ini. Inilah yang membuat Hamka cepat bosan. Keadaan inilah yang membuat Hamka berada di perpustakaan umum milik Zainuddin Labai el-Yunusi dan Bagindo Sinaro.
Pada tahun 1924, Hamka berkunjung ke tanah jawa selama kurang lebih satu tahun, yang menurut hamka sendiri telah mampu memberikan semangat baru baginya untuk mempelajari Islam. Rantau pengembaraan pencarian ilmu di tanah jawa itu dimulai dari kota Yogyakarta, kota ditempat mana Muhammadiyyah lahir lewat Ja’far Amrullah, pamannya Hamka. Kemudian beliau mendapat kesempatan mengikuti kursus-kursus yang diselenggarakan Muhammadiyyah dan Syarikat Islam. Dalam kesempatan ini Hamka bertemu dengan Ki Bagus Hadikusumo, di mana Hamka mendapat pelajaran tafsir al-Qur’an darinya. Ia juga bertemu dengan H.O .S.Cokroaminoto dan mendengar ceramahnya tentang Islam dan sosialisme. Di samping itu ia berkesempatan pula untuk bertukar pikiran dengan beberapa tokoh penting lainnya, seperti Haji Fachruddin dan Syamsul Rijal, tokoh Jong Islamieten Bond,suatu organisasi yang berjuang m empelajari Islam dan mengajarkan agar ajaranajarannya dilaksanakan, serta mengembangkan rasa simpatik kepada Islam dan pengikutnya, si samping juga menunjukkan sikap toleran terhadap agama lain.
Setelah perkawinannya dengan Siti Raham, ia mengaktifkan diri sebagai pengurus Muhammadiyah cabang Padang. Pada tahun 1933, ia menghadiri Muktamar Muhammadiyah di Semarang, dan pada tahun 1934, ia diangkat menjadi anggota tetap Majlis Konsul Muhammadiyah di Sumatera Tengah. Kemudian pada tahun 1946, berlangsung konferensi Muhammadiyah di Padang Panjang, dan Hamka terpilih sebagai ketuanya. Situasi ini sangat menguntungkan Hamka, sehingga kebolehannya sebagai penulis dan penceramah bertambah popular. Pada saat yang sama, Hamka merupakan figur terkemuka dalam perjuangan revolusioner merebut kemerdekaan nasional di Sumatera Barat dari tahun 1945 sampai 1949. pada tahun 1950, ia pindah ke Jakarta dan diangkat sebagai pejabat tinggi Depag, Hamka memanfaatkan sebagian besar waktunya untuk mengajar, menulis dan menyunting serta menerbitkan jurnal Panji Masyarakat. Pada tahun1955, Hamka terpilih menjadi anggota konstituante mewakili partai politik modern Islam, Masyumi. Karir politik berakhir dengan dibubarkannya majlis ini oleh Presiden Sukarno.
Di saat Hamka menjadi pejabat tinggi dan penasehat Depag, kedudukan yang memberikan peluang baginya untuk mengikuti konferensi di luar negeri. Pada tahun 1952, pemerintah Amerika Serikat mengundangnya untuk menetap selama empat bulan. Selama kunjungan itu, Hamka mempunyai pandangan yang lebih terbuka terhadap Negara-negara non-Islam. Sekembalinya dari Amerika Serikat, Hamka menerbitkan buku perjalanannya Empat Bulan di Amerika sebanyak dua jilid. Sesudah itu, secara berturut-turut, Hamka menjadi anggota misi Kebudayaan ke Muangthai (1953), mewakili Depag untuk menghadiri peringatan mangkatnya Budha di Burma (1954), menghadiri konferensi Islam di Lahore (1958) dan menghadiri undangan Universitas al-Azhar Kairo untuk memberikan ceramah tentang pengaruh Muhammad Abduh di Indonesia. Beberapa hari setelah mengadakan kunjungan tersebut, Hamka melanjutkan perjalanannya ke Saudi Arabia untuk memenuhi undangan raja Saudi Beliau melanjutkan ke Mekkah, Jeddah dan ziarah ke makam Rasulullah saw. Di Madinah. Setelah itu datanglah berita dari Riyad yang menyatakan bahwa raja Saud berkenan menerimanya di istananya sebagai tamu. Dan pada waktu itu pula, datanglah kabar berita dari Mesir yang dikirim dengan perantaraan istana raja, oleh Duta Mesir di Indonesia, Sayyid Ali Fahmi al-Amrouzi, yang menyatakan bahwa al-Azhar University telah mengambil keputusan hendak memberinya gelar ilmiah tertinggi dari al-Azhar University, yaitu Ustadziyah Fakhriyyah, yang sama artinya dengan Doktor Honoris Causa. Kemudian raja Saud meminta Hamka untuk kembali ke Mesir guna menghadiri upacara penyerahan gelar mulia itu, sebab dari ceramahnya tersebut ketika di al-Azhar University sebelumnya.
Pada tahun 1960 beliau terpilih menjadi Imam besar Masjid al-Azhar. Karena tuduhan palsu terlibat percobaan pembunuhan terhadap presiden Sukarno sebagaimana isu yang berkembang Indonesia pada akhir tahun 2002, bahwa Syeikh Ba’asyir diisukan merencanakan pembunuhan terhadap Presiden Megawati Sukarno Putri-Hamka ditahan pada tahun 1964. selama dua puluh bulan berada di tahanan, beliau menyelesaikan naskah Tafsir al-Azhar sebanyak tiga puluh jilid. Dua bulan sebelum wafatnya, Hamka yang sejak tahun 1975 menjadi ketua MUI mengundurkan diri dari jabatan tersebut. Hal ini disebabkan oleh perayaan Natal yang dilakukan bersama dengan penganut agama lainnya, termasuk umat Islam. MUI yang diketuai Hamka telah mengelurkan fatwa bahwa haram hukumnya bagi seorang Muslim untuk mengikuti perayaan Natal, di mana fatwa tersebut mendapat kecaman dari Menteri Agama Alamsyah Ratu Perwira dan meminta untuk mencabutnya. Pada tanggal 24 Juli 1981, sembari dikelilingi oleh isterinya Khadijah, beberapa teman dekat dan putranya Afif Amrullah, Hamka pulang ke Rahmatullah dalam usia tujuh puluh tiga tahun.


3.2 Sinopsis Novel Dibawah lindungan Ka’bah Karya Haji Abdul Karim Amrullah (HAMKA)
            Hamid adalah seorang anak yang terlahir dari keluarga miskin, sejak berusia empat tahun ia telah menjadi yatim. Setelah itu ia diangkat anak oleh keluarga Haji Jafar yang kaya raya. Haji Jafar sangat menyayangi Hamid sama seperti kepada anaknya, Zainab. Hamid juga disekolahkan bersama-sama dengan Zainab di Sekolah rendah. Hamid dan Zainab saling menyayangi. Kemanapun mereka selalu bersama-sama. Ketika keduanya beranjak remaja, dalam hati masing-masing tumbuh perasaan lain. Mereka merasakan kasih sayang yang bukan hadir antara adik dan kakak. Perasan itu hanya mereka pendam di dalam hati. Hamid tidak berani mengungkapkan isi hatinya, karena dia sadar bahwa dirinya dengan Zainab memiliki perbedaan yang sangat jauh. Zainab anak orang kaya dan terpandang, sementara dirinya anak orang miskin. Jurang pemisah itu semakin lama semakin dirasakan Hamid. Berbagai peristiwa membuat dirinya lemah. Peristiwa yang pertama Haji Jafar meninggal dunia, tidak lama kemudian disusul oleh ibunya. Kini ia telah yatim piatu yang miskin. Semenjak kematian Haji Jafar, Hamid tidak bebas lagi menemui Zainab karena Zainab dipingit oleh mamaknya.
Semakin bertambah sedih hatinya, ketika mamaknya, Asiah meminta dirinya untuk memebujuk Zainab supaya mau menerima pemuda pilihan mamaknya. Dengan berat hati Hamid menurutinya. Zainab sangat sedih, dalam hatinya ia menolak kenyataan itu. Karena tidak sanggup menanggung beban hatinya, Hamid meninggalkan kampung halamannya tanpa memberitahu kepada Zainab. Ia pergi ke Medan, setelaha di Medan ia mengirim surat kepada Zainab dengan mencurahkan segala isi hatinya. Dari Medan ia melanjutkan perjalanan k Singapura, kemudian ke Tanah Suci Mekah. Setelah ditinggalkan oleh Hamid, semangat hidup Zainab semakin berkurang. Ia merasa tersiksa menahan kerinduan kepada Hamid. Begitupun dengan Hamid, ia selalu gelisah menahan kerinduan kepada Zainab. Selama di Mekah Hamid bekeraja pada sebuah penginapan milik seorang syekh, sambil memperdalam ilmu agama dengan tekun.
Setelah setahun Hamid berada di Mekah. Suatu ketika tibalah musim haji, di tempatnya bekerja banyak jemaah haji yang menginap. Diantara jemaah haji itu ada seseorang yang ia kenal yaitu Saleh teman sekampungnya. Betapa bahagia kedua bersahabat itu. Selain sebagai teman sepermainannya dahulu, istri Saleh yaitu Rosna adalah teman dekatnya Zainab. Dari Saleh ia dapat mengetahui tentang kampungnya dan tentang keadaan Zainab. Dari Saleh juga, ia mengetahui kalu Zainab mencintainya juga. Sejak kepergian Hamid, Zainab sakit-sakitan. Sebab itulah Zainab tidak jadi menikah dengan pemuda pilihan mamaknya. Sementara orang yang sangat dicintainya pergi entah ke mana. Dia selalu menanti dengan penuh harap. Mendengar seperti itu perasaan Hamid bercampur baur, antara bahagia dan sedih. Bahagia karena dia tau Zainab mencintainya, sedih karena Zainab menderita fisik. Hamid merencanakan kembali pulang ke kampung halamannya.
Setelah pertemuan itu, Saleh langsung mengirim surat kepada Rosna menceritakan pertemuannya dengan Saleh. Rosna langsung memberikan surat itu kepada Zainab. Betapa bahagianya hati Zainab mendapat kabar itu, semangat hidupnya tumbuh lagi dan ia merasa semakin rindu kepada Hamid. Ia pun langsung menulis surat untuk Hamid. Hamid menerimanya dengan suka cita. Semakin bergeloralah semangatnya untuk menyelesaikan ibadah haji, agar ia cepat-cepat dapat pulang ke kampung halamannya. Dalam keadaan sakitpun ia tetap wukup. Kondisi tubuhnya semakin melemah, nafsu makannya menurun dan suhu badannya sangat tinggi. Karena keadaannya yang kurang stabil, Saleh tidak sanggup memberitahukan kabar tentang Zainab. Namun Hamid mempunyai firasat, karena desakannya akhirnya Saleh memberitahukan bahwa Zainab telah meninggal. Keesokan harinya Hamid tetap memaksakan diri untuk berangkat ke Mina, namun dalam perjalanan dia lunglai. Karena melihat sahabatnya seperti itu, Saleh mengupah orang baduy untuk memapah Hamid. Setelah acara di Mina, mereka kemudian menuju Masjidil Haram. Setelah mengelilingi Ka'bah, Hmid inta diberhentikan di Kiswah. Suaranya semakin melemah dan akhirnya berhenti untuk selama-lamanya.


3.2.1 Tema
            Tema dalam novel Di Bawah Lindungan Ka'bah karya Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA) ini bertemakan tentang cinta terhalang kelas sosial. Ini dibuktikan dengan kutipan berikut
......................................................................................................................................................
”Mustahil dia akan dapat menerima cinta saya, karena dia langit dan saya ini bumi, bangsanya tinggi, dan saya hidup darinya tempat buat lekat hati Zainab. Jika kelak datang waktunya orang tua bermenantu, mustahil pula saya akan termasuk dalam golongan orang yang terpilih untuk menjadi menantu Engku Haji Ja'far. Karena tidak ada yang akan diharapkan dari saya. Tetapi Tuan... kemustahilan itulah yang kerap kali memupuk cinta.” (HAMKA, 2010:24).
Dalam kutipan di atas menggambarakan semua persoalan tentang novel. Dimana Hamid saat itu menimbang diri dengan kenyataaan yang ada. Dia merasa tak sederajat dengan Zainab, hingga berbelit-belit masalah dalam pikirannya. Disisi lain ia tak dapat membohongi hatinya sendiri bahwa ia mencintai Zainab, tapi disisi lain ia juga sadar dengan keadaan dirinya yang tak punya apa-apa. Selain temanya “Cinta terhalang kelas sosial,” penulis menafsirkan tema yang lain yaitu “Kasih tak sampai”. Ini dibuktikan dengan keduanya (Hamid dan Zainab) mengetahui perasaan masing-masing, tetapi setelah kebahagiaan mengetahui perasaan masing-masing itu mereka menderita menahan rindu. Zainab karena tak kuatnya menahan rindu kepada Hamid ia menjadi sakit-sakitan, sampai ia meninggal dunia. Disusul pula dengan Hamid, Hamid meninggal ketika sedang tawaf. Sebelum mereka bertemu dalam ikatan yang sah atau menikah keduanya telah dipanggil oleh Allah SWT. Kematian Hamid dibuktikan dengan kutipan berikut:
......................................................................................................................................................
“Dibibirnya terbayang suatu senyuman dan...sampailah waktunya. Lepas ia dari tanggapan dunia yang mahaberat ini., dengan keizinana Tuhannya. Di bawah lindungan ka'bah!” (HAMKA, 2010:62)

Sementara kematian Zainab dibuktikan dalam surat Rosna kepada Saleh dengan kutipan berikut:
......................................................................................................................................................
“Pada malam 9 Zulhijjah panasnya naik dari biasa. Kira-kira pukul 2 tengah malam dipandangnya adinda tenang-tenang, kemudian pula album yang terletak di meja tulisnya; adinda pun mengertilah apa yang dimaksudnya. Adinda ambil album itu dan adinda buka. Demi dilihatnya gambar Hamid, jatuhlah dua tetes air mata yang bulat dari mata yang telah cekung itu, diambilnya tangan adinda dan tangan ibunya, dibawanya kedadanya.” (HAMKA, 2010:64).


3.2.2 Alur/plot
3.2.2.1 Susunan Alur
Susunan alur atau plot dalam novel Di Bawah Lindungan Ka'bah karya Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA) adalah sebagai berikut:
1.  Pengarang mulai melukiskan keadaan
Cerita ini dimulai saat pengarang melaksanakan rukun Islam yang kelima yaitu ibadah haji. Ketika menginjakan kaki di tanah suci, aku menumpang di rumah seorang syekh yang pekerjaan dan pencahariaannya dari memberi tumpangan bagi orang haji. Di tempat tumpangan itu si Aku bertemu dengan seorang pemuda yang berusia kira-kira 23 tahun. Pemuda itu menurut syekh berasal dari Sumatra. Dalam beberapa hari si Aku dapat berkenalan dengannya. Tetapi baru saja dua bulan si Aku bergaul dengannya, pergaulan itu terusik oleh seorang jemaah dari Padang. Nama Jemaah yang baru itu yaitu Saleh dan sahabat saya sebelumnya yaitu bernama Hamid. Karena merasa penasaran dengan perubahan sifat itu, suatu malam si Aku memberanikan diri menanyakan sebab perubahan sifat itu. Dengan bukti kutipan berikut:
......................................................................................................................................................
“Pada suatu malam, sedang ia duduk seorang dirinya di atas sutuh, di atas sebuah bangku yang berhamparan daun kurmaberjalin, memandang kepada bintang-bintang yang memancarka`n cahayanya yang indah di halaman langit, saya beranikan hati mendekatkan diri dengannya. Maksud saya kalau dapat hendak membagi kedukaan hatinya”. (HAMKA, 2010:9).
Karena merasa percaya kepada si Aku, bahwa rahasia ini akan ditutupi sebelum dirinya meninggal, maka Hamid menceritakan semua pengalamannya yang membuat dirinya bersedih. Dengan bukti kutupan berikut:
......................................................................................................................................................
“Jika telah demikian Tuan Berjanji, tentu Tuan tidak akan menyia-nyiakan janji itu dan saya telah percaya penuh kepada tuan, karena kebaikan budi Tuan dalam pergaulan kita selama ini. Saya akan menerangkan kepada Tuan sebab-sebab saya bersedih hati, akan saya paparkan satu persatu, bagaimana berkata-kata dengan hati saya sendiri. Memang, saya harap Tuan simpan cerita perasaan saya ini selama saya hidup, tetapi jika saya lebih dahulu meninggal daripada Tuan, siapa tahu ajal di dalam tangan Allah, saya izinkan Tuan menyusun hikayat ini baik-baik, mudah-mudahan ada orang yang akan meratap memikirkan kemalangan nasib saya, meskipun mereka tak tahu siapa saya. Moga-moga air matanya akan menjadi hujan yang dingin memberi rahmat kepada saya di tanah pekuburan.”(HAMKA,2010:10).
Setiap pagi ia menjungjung nyiru berisi gorengan, setiap pagi itu pula seorang perempuan, tetangga baru Hamid selalu memberi gorengan itu. Suatu ketika Hamid ditanya oleh perempuan itu tentang keberadaannya, namanya Mak Asiah. Hamid menjawab dengan apa adanya tentang kehidupannya. Rupanya setelah mendengar penjelasan Hamid, Mak Asiah merasa kasian. Akhirnya Hamid diangkat anak oleh suaminya mak Asiah yaitu Haji Ja'far. Perhatian Haji Ja'far dan Mak Asiah sangat baik. Hamid dianggap seperti anaknya sendiri. Mereka sangat baik kepada Hamid karena perilaku Hamid terpuji dan taat beragama. Karena itu pula Hamid disekolahkan bersama dengan Zainab, anak kandung Haji Jafar di sekolah rendah.
Dengan bukti kutipan berikut:
......................................................................................................................................................
“Pada suatu pagi saya datang ke muka ibu dengan perasaan yang sangat gembira, membawa kabar suka yang sangat membesarkan hatinya, yaitu besok Zainab akan diantarkan ke sekolah dan saya dibawa serta. Saya akan disekolahkan dengan belanja Engku Haji Ja'far sendiri bersama-sama anaknya.”(HAMKA, 2010:17).

2.Peristiwa yang bersangkut paut mulai bergerak
Fase ini merupakan fase yang menceritakan Hamid memiliki perasan yang lain terhadap Zainab. Perasaan sayang yang dahulu dirasakan seorang kakak terhadap seorang adik, tetapi kini perasaan itu berubah menjadi rasa sayang seorang seorang laki-laki remaja terhadap gadis remaja. Bermula saat Hamid dan Zainab tamat tamat sekolah. Seperti biasa karena Zainab anak perempuan ia tidak melanjutkan sekolah, sementara Hamid karena anak laki-laki ia dapat meneruskan sekolah. Itu pun karena bantuan dari Engku Haji Ja'far. Hamid melanjutkan cita-citanya itu di Padang Panjang. Tetapi sejhak ia pindah ke Padang Panjang, ia merasa kesepian. Ia merasa kehilangan teman yang selalu menemaninya Zainab. Dengan bukti kutipan berikut:
......................................................................................................................................................
“Saya berasa sebagai seorang yang kehilangan, padahal jika saya periksa penaruhan saya, pasti meja tulis, kain dan baju, semuanya cukup. Tetapi badan saya ringan, seakan-akan ada suatu kecukupan yang telah kurang”(HAMKA, 2010:21).
 Jika waktu pakansi tiba gembiralah hati Zainab. Tetapi karena perasaan itu, perbuatan Hamid kala di depan Zainab sering menjadi seorang yang bodoh dan pengecut. Segala rencan yang telah ia reka-reka semuanya hilang tatkala berada di depan Zainab.
Dengan bukti kutipan berikut:
......................................................................................................................................................
“Setelah itu saya berangkat; seketika saya melengong yang penghabisan ke belakang, nyata kelihatan oleh saya Zainab berdiri di pintu tengah, melihat kepada saya. Di situ timbul pula kembali sifat saya yang pengecut; saya menghadap ke muka dan saya pun pergi...”(HAMKA, 2010:24)
3. Keadaan mulai memuncak
Pada fase ini diceritakan bahwa Hamid mendapatkan musibah besar yang tak disangka-sangkanya secara berturut-turut, yaitu meninggalnya Haji Jafar dan ibunya. Semenjak kepergian Haji Ja'far itu, semuanya menjadi berubah. Hamid tak dapat leluasa menemui Zainab, karena Zainab telah dipingit oleh mamaknya. Dengan bukti sebagai berikut:
......................................................................................................................................................
“Setelah beberapa lama kemudian, dengan tidak disangka-sangka satu musibah besar telah menimpa kami berturut-turut. Pertama ialah kematian yang sekonyong-konyong dari Engku Haji Ja'far yang dermawan itu...Kematiannya membawa perubahan, yang bukan sedikit kepada perhubungan dengan rumah tangga Zainab. Belum beberapa lama setelah budiman itu menutup mata, datang pula musibah baru kepada diri saya. Ibu saya yang tercinta, yang telah membawa saya menyebrangi hidup bertahun-tahun telah ditimpa sakit, sakit yang selama ini telah melemahkan badannya, yaitu penyakit dada. (HAMKA,2010:25).
...ia melihat kepada saya tenang-tenang, alamat perpisahan yang akhir. Dari mulutnya keluar kalimat baka, bersama kepergian nyawanya ke dalam alam suci...”(HAMKA, 2010:31).

4. Peristiwa mencapai klimaks
Fase ini merupakan fase yang sangat dahsyat dalam perjalanan cerita. Sudah sedih kehilangan dua orang yang sangat dicintai yaitu Haji Ja'far dan Ibunya, kini ia dihadapkan pada satu perintah yang bertolak belakang dengan keinginanya. Mak Asiah meminta Hamid untuk melunakan hati Zainab supaya Zainab mau dipertunangkan dengan seorang laki-laki kemenakan almarhum haji Ja'far yang ada di Padang Hulu. Dengan bukti kutipan berikut:

......................................................................................................................................................
“...Dapatkah engkau menolong mamak, melunakan hatinya dan membujuk dia supaya mau? Hamid! … Mamak percaya kepadamu sepenuh-penuhnya,sebagai mendiang bapakmu percaya kepada engkau!” (HAMKA, 2010:36).
Walaupun dengan berat hati, Hamid tetap mengabulkan permintaan Mak Asiah. Dengan bukti kutipan berikut:
......................................................................................................................................................
“O, itu namanya perintah, saya kabulkan permintaan Mamak.” (HAMKA, 2010:36).
Setelah selesai Hamid membujuk Zainab, Zainab kelihatannya sedih sekali.
Dengan bukti kutipan berikut:
......................................................................................................................................................
...Setelah kira-kira lima menit lamanya, barulah mukanya diangkatnya, air matanya kelihatan menggelenggang, mengalir setitik dua titik ke pipinya yang halus montok itu. (HAMKA,2010:37).

Setelah kejadian pada pada hari itu, Hamid memutuskan untuk meninggalkan kota Padang tanpa sepengetahuan Zainab. Hamid menuju kota Medan, ketika di Medan Hamid mengirimkan surat kepada Zainab, dengan meberanikan diri mencurahkan segala perasaan yang selama ini dipendamnya. Setelah dari Medan Hamid menuju ke Singapura, selanjutnya ke Tanah Suci Mekah.
5.Pengarang memberikan pemecahan soal dari semua peristiwa
Ketika di Mekah Hamid bertemu dengan Saleh, teman sekampungnya yang kebetulan akan menunaikan ibadah Haji. Kehadiran Saleh memberikan informasi kepada Hamid tentang keadan di kampungnya dan tentang Zainab. Tentu ini semua membuat bahagia Hamid. Saleh juga memberi tahu bahwa Zainab mencintai Hamid, Saleh tau hal tersebut dari istrinya yaitu Rosna yang kebetulan Rosna adalah teman sepermainannya Zainab. Dibuktikan lagi dengan surat yang dikirim Zainab kepada Hamid. Dengan bukti kutipan sebagai berikut:
......................................................................................................................................................
“Hanya kepada bulan purnama di malam hari adinda bisikan dan pesankan kerinduan adinda hendak bertemu. Tetapi, bulan itu tak tetap datang; pada malam yang berikutnya dan seterusnya ia kian surut...Hanya kepada angin petang yang berhembus diranting-ranting kayu dekat rumahku, hanya kepadanya aku bisikan menyuruh supaya ditolongnya memeliharakan Abangku yang berjalan jauh..”.(HAMKA, 2010:57).

Begitupun dengan Zainab kini ia telah mengetahui keberadaan Hamid, seseorang yang ia nantikan selama bertahun-tahun. Karena Saleh pula cinta keduanya jadi terbuka, Hamid dan Zainab kini sama-sama telah mengetahui perasaan masing-masing, yang ternyata cinta mereka tidak bertepuk sebelah tangan. Tetapi sebelum keduanya bertemu di tanah air, Tuhan telah berkehendak lain. Zainab dipanggil-Nya, disusul pula oleh Hamid yang juga di paggil-Nya. Jadi berdasarkan uraian di atas susunan alur/plot novel Di Bawah Lindungan Ka'bah Karaya Haji Abdul Malik Karim Amrulla (HAMKA) dapat dikatakan sebagai plot sorot balik atau flasback.
3.2.2.2 Ketegangan atau suspence
1. Saat Hamid diminta oleh Mak Asiah untuk melunakan hati Zainab agar menerima pinangan laki-laki pilihan mamaknya. Saat ini tergambar bagaiman keraguan dan kebimbangan hati Hamid. Disisi lain ia tak mau mengecewakan Mak Asiah yang telah memberi kepercayaan kepadanya, disisi lain perasaan Hamid bertolak belakang dengan keinginan Mak Asiah. Dari keraguan itu menimbulkan pertanyaan, apakah Hamid menuruti permintaan Mak Asiah atau tidak untuk melunakan hati Zainab?
2. Setelah Hamid dan Zainab sama-sama mengetahui perasaan masing-masing yaitu saling mencintai, apakah mereka akan bersatu dalam ikatan yang sah yaitu sebuah pernikahan?

3.2.2.3 Padahan Pembayangan
1. Hamid tidak melakukan perintah Mak Asiah dengan dasar ia tak sanggup menyuruh Zainab mengerjakan suatu pekerjaan yang berlawanan dengan kehendak hatinya. Tetapi dalam kenyataannya, Hamid tetap melakukan perintah Mak Asiah walupun demgan berat hati.
2. Dugaan pembaca saat Hamid dan Zainab mengetahui perasaan masing-masing dan ternyata cinta keduanya tidak bertepuk sebelah tangan, yaitu cinta keduanya dapat dilabuhka sampai pernikahan. Tetapi kenyataannya sebelum keduanya bertemu, keduanya terlebih dahulu telah dipanggil oleh Allah SWT. Hingga cinta keduanya sebatas angan-angan.
4. Gambaran susunan alur/plot secara kualitatif
Secara kualitatif susunan alur atau plot novel Di Bawah Lindungan Ka'bah karya Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA) adalah alur atau plot erat. Disebut alur atau plot erat karena dari awal cerita hingga akhir cerita memiliki hubungan yang kuat sekali, antara peristiwa satu keperistiwa yang lain. Hubungannya begitu padu, sehingga jika pembaca melompati salah satu peristiwa, pembaca tidak akan menemukan cerita secara utuh dan akan mengurangi kesan yang menarik yang telah disampaikan penulis.
3.2.2.4 Gambaran susunan alur/plot secara kuantitatif
Secara kuantitatif alur atau plot novel Di Bawah Lindungan Ka'bah ini yaitu alur atau plot ganda. Disebut alur atau plot ganda karena susunan peristiwanya lebih dari satu. Cerita dari awal sampai akhir menceritakan menceritakan Hamid seorang laki-laki dari keluarga miskin yang mencintai Zainab seorang gadis dari keluarga kaya dan ayahnya yang mengangkat anak kepada Hamid. Hubungan mereka pun berawal dari seorang kaka dan seorang adik. Tapi lambat laun, ketika usia mereka menginjak remaja, perasaan mereka bukanlah perasaan seorang kakak dan seorang adik lagi. Begitulah seterusnya hingga akhir cerita.

3.2.3 Tokoh dan Perwatakan
3.2.3.1 Tokoh-tokoh cerita yang mendukung terjalin dalam novel Dibawah Lindungan ka’bah karya HAMKA
a. Hamid sebagai tokoh utama karena Hamid digambarkan dalam cerita hampir menjelajahi seluruh persoalan.
b. Zainab sebagai tokoh utama karena Zainab tokoh yang menjadi kejaran Hamid dan hampir menjelajahi seluruh persoalan.
c. Ibu sebagai tokoh bawahan karena kehadirannya hanya saat-saat tertentu dan tidak menjelajahi seluruh persoalan dalam cerita.
d. Haji Ja'far sebagai tokoh bawahan karena kehadiranya dalam cerita tidak menjelajahi seluruh persoalan.
e. Mak Asiah sebagai tokoh bawahan karena kehadiranya dalam cerita tidak menjelajahi seluruh persoalan.
f. Saleh sebagai tokoh bawahan karena kehadiranya dalam cerita tidak menjelajahi seluruh persoalan.
g. Rosna sebagai tokoh bawahan karena kehadirannya dalam cerita tidak menjelajahi seluruh persoalan.
3.2.3.Penggambaran watak tokoh yang mendukung dalam novel Dibawah Lindungan ka’bah karya HAMKA

a.       Tokoh Hamid
Tokoh Hamid mempunyai watak berubah/roud character. Hal tersebut di atas digambarkan oleh pengarang sebagai berikut.
1)      Cara langsung atau Analitik
Pada bagian lain Hamid digambarkan sebagai seorang laki-laki yang tabah dan sabar serta tegar. Pada penggambaran ini dinamika kepribadian Hamid yang dominan yaitu superego yang menguasai aspek atau tugas kerja id dan ego...sehingga Hamid berperilaku baik dan taat kepada nilai dan norma, baik norma hukum, sosial, dan agama.Dengan bukti kutipan berikut.:
..........................................................................................................................................
“...Hidupnya amat sederhana, tiada lalai dari ibadat, tiada suka membuang waktu kepada yang tidak berpaedah, lagi amat suka memperhatikan buku-buku agama, terutama kitab-kitab yang menerangkan kehidupa orang-orang yang suci, ahli-ahli tasawuf yang tinggi” (HAMKA, 2010:7).
Pada bagian lain ia digambarkan menjadi seorang yang pemurung, pengecut. Dengan bukti kutipan berikut:
..........................................................................................................................................
“...kadang-kadang kelihatan ia bermenung seorang diri di atas sutuh rumah tempatnya tinggal, melihat tenang-tenang kepada “gela'ah” (benteng-benteng) tua di atas puncak Jabal Hindi. (HAMKA, 2010:8).
...Cuma ketika berhadapan dengan Zainab dalam rumahnya mulut saya tertutup, saya menjadi seorang bodoh dan pengecut.”(HAMKA, 2010:22).


2) Cara tak langsung atau Dramatik
a) Dengan menggambarkan fisik tokoh
...Seorang anak muda yang baru berusia kira-kira 23 tahun, badannya kurus lampai, rambutnya hitam berminyak, sifatnya pendiam, suka bermenung seorang diri...(HAMKA, 2010:7).
b) Dengan menggambarkan tempat atau lingkungan tokoh
Setelah Hamid memutuskan meninggalkan kampungnya ia pergi ke Medan, terus melanjutkan perjalanan ke Singapura. Dan kemudian dia pergi ke Tanah Suci Mekah. Di Mekah ia bekerja pada sebuah penginapan milik syekh, sambil bekerja ia terus memperdalam ilmu agamanya. Dengan bukti kutipan berikut.:
..........................................................................................................................................
“Tidak lama saya di Medan, saya menuju Singapura, mengembara ke Bangkok,berlayar terus memasuki tanah-tanah Hindustan, dan dari Karachi berlayar menuju ke Basrah, masuk ke Irak, melalui Sahara Nejd dan akhirnya sampailah saya ke Tanah Suci ini. Sekaran sudah Tuan lihat, saya telah ada di sini, di Bawah Lindungan Ka'bah yang suci, terpisah dari pergaulan manusia yang lai. Disinilah saya selalu terpekur dan bermohon kepada Tuhan sarwa sekalian alam, supaya ia memberi saya kesabaran dan keteguhan hati menghadapi kehidupan. Setiap malam saya duduk beritikaf di dalam Masjidil Haram, doa saya telah berangkat ke langit hijau membungbung ke dalam alam gaib bersama-sama permohonan segala makhluk yang makbur.”(HAMKA, 2010:41-42) .
Jadi, tokoh Hamid digambarkan wataknya dengan cara camupan.
b. Zainab
Zainab mempunyai watak berubah/roud character. Tokoh Zainab ini digambarkan oleh pengarang mengalami perubahan wataknya, setelah terjadi peristiwa yaitu Hamid pergi tanpa memberi tahu dirinya. Hal tersebut di atas digambarkan oleh pengarang sebagai berikut.
1)      Cara Langsung atau Dramatik
Zainab seorang gadis yang baik, walaupun ia anak orang kaya tetapi dia mau berteman dengan orang miskin. Dengan bukti kutipan berikut:
....................................................................................................................................
“...meskipun saya hanya anak yang beroleh tolongan dari ayahnya, sesekali tidaklah Zainab memandang saya sebagai orang lain lagi, tidak pula pernah mengangkat diri, agaknya karena kebaikan didikan ayah bundanya.”(HAMKA,2010:17-18).

2) Cara Tak Langsung atau Dramatik
a)      Menggambarkan tempat lingkungan tokoh
Zainab lahir dan tumbuh pada keluarga kaya dengan didikan orang tua yang memegang agama, peramah, dan mencintai orang miskin. Sehingga wataknya tak jauh dari dari kedua orang tuanya yaitu rendah diri. Dengan bukti kutipan sebagai berikut:
..............................................................................................................................
“...tidak pernah mengangkat diri, agaknya karena kebaikan didikan ayah bundanya...”(HAMKA, 2010:17-18).

b)      Dengan menggambarkan perbuatan atau tingkah laku atau reaksi tokoh terhadap suatu peristiwa. Zainab seorang gadis yang lemah. Dengan bukti kutipan dari surat Rosna kepada Saleh sebagai berikut:
..............................................................................................................................
“Akan hal Zainab, ia sekarang sakit-sakitan, badannya telah kurus. Agaknya karena selalu ingat kepada kejadian yang lama-lama itu..”.(HAMKA, 2010:55).




Zainab menjadi putus asa. Dengan bukti kutipan sebagai berikut:
..............................................................................................................................
Semenjak itu, entah di lautan entah di daratan, berita tak sampai-sampai lagi,kian lama dia hilang, kian berdiri dia dalam ingatanku. Kadang-kadang saya menjadi putus pengharapan, hatiku kerap berkata, bahwa saya takan bertemu lagi dengan dia. (HAMKA, 2010:50)
Jadi, tokoh Zainab digambarkan wataknya dengan cara campuran, yaitu dengan cara langsung dan tak langsung.
c. Tokoh Haji Ja'far
Tokoh Haji Ja'far mempunyai watak datar atau flat character. Dalam cerita ini, Haji Ja'far intensitas keterlibatanya hanya digambarkan sedikit, itu pun memiliki watak tidak berubah. Hal tersebut di atas digambarkan oleh pengarang sebagai berikut:
1)      Dengan cara langsung atau analitik
Haji Ja'far mempunyai watak baik hati dan dermawan. Hal ini dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut:
....................................................................................................................................
“...ia seorang yang sangat dicintai oleh penduduk negeri, karena ketinggian budinya dan kepandaiannya dalam pergaulan; tidak ada satupun perbuatan umum di sana yang tak dicampuri oleh Engku Haji Ja'far.(HAMKA, 2010:25).
Pribahasa yang halus dari Mak Asiah, adalah didikan juga dari suaminya, adalah seorang hartawan yang amat peramah kepada fakir dan miskin.” (HAMKA, 2010:17)
2) Cara Tak Langsung atau Dramatik
a)      Dengan menggambarkan perbuatan atau tingkah laku atau reaksi tokoh terhadap suatu peristiwa. Haji Jafar memiliki watak dermawan. Dengan bukti kutipan berikut:
....................................................................................................................................
“...besok Zainab akan diantarkan ke sekolah dan saya dibawa serta. Saya akan disekolahkan dengan belanja Engku Haji Ja'far sendiri bersama-sama anaknya.” (HAMKA, 2010:17).
b) Dengan menggambarkan dialog para tokoh
(1) Dialog tokoh Haji Ja'far dengan tokoh lain yaitu sifat dermawan. Dengan bukti kutipan sebagai berikut:
....................................................................................................................................
“Belajarlah sungguh-sungguh, Hamid, mudah-mudahan engkau lekas pintar dalam perkara agama dan dapat hendaknya saya menolong engkau sampai tamat pelajaranmu...”(HAMKA, 2010:24)
(2) Dialog tokoh lain yaitu ibu dengan Hamid yang menceritakan watak tokoh Haji Ja'far. Haji Ja'far memiliki watak dermawan. Dengan kutipan sebagai berikut:
....................................................................................................................................
“Ayahnya, orang yang telah memenuhi cita-cita kita dengan nikmat...” (HAMKA, 2010:28).
Jadi, Haji Ja'far digambarkan wataknya dengan cara campuran, yaitu dengan cara langsung atau analitik dan dengan cara tak langsung atau dramatik.
c.       Mak Asiah
Mak Asiah mempunyai watak datar/flat character, karena intensitas keterlibatannya juga sedikit. Hal tersebut dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut.
1)      Cara langsung atau analitik
Sama halnya dengan dengan Haji Ja'far, Mak Asiah pun memiliki watak dermawan dan rendah hati, serta memiliki rasa belas kasihan. Dengan
bukti kutipan sebagai berikut.:
            ..........................................................................................................................................
 “...sekali-kali tiada meninggikan diri, sebagai kebiasaan perempuan-perempuan istri orang hartawan atau orang berpangkat yang lain. Bahkan ibuku dipandangnya sebagai saudaranya, segala perasaian dan penanggungan ibu didengarnya dengan tenang dan muka yang rawan...”(HAMKA, 2010:16).
2) Cara tak langsung atau dramatik
a) Dengan menggambarkan fisik tokoh
Watak Mak Asiah yaitu penyayang. Dengan bukti kutipan sebagai berikut:
......................................................................................................................................................
“Perempuan itu memakan sirih, mukanya jernih, peramah dan penyayang”. (HAMKA,2010:15)
b) Dengan menggambarkan perbuatan atau tingkah laku atau reaksi tokoh terhadap suatu peristiwa
Mak Asiah memiliki watak hatinya mudah tersentuh, ketika mendengar kesusahan orang lain. Dengan bukti kutipan sebagai berikut:
......................................................................................................................................................
“...segala perasaian dan penanggungan ibu didengarnya dengan tenang dan muka rawan, kadang-kadang ia pun turut menangis waktu ibu menceritakan hal-hal yang sedih-sedih. Sehingga waktu cerita itu habis, terjadilah diantara keduanya persahabatan yang kental, harga-menghargai dan cinta mencintai.” (HAMKA, 2010:16).
Jadi, tokoh Mak Asiah digambarkan wataknya dengan cara campuran, yaitu dengan cara langsung atau analitik dan dengan cara tak langsung atau dramatik.
e. Tokoh Ibu
Ibu digambarkan menjadi seorang tokoh yang mengalami perubahan watak. Pada bagian lain ibu memiliki watak putus asa, tetapi dibagian lain lagi ibu memiliki watak tidak putus harapan. Kadangkala ibu seorang pemarah, seorang yang penuh kasih sayang. Hal tersebut digambarkan oleh pengarang sebagai berikut.
1)      Cara langsung atau analitik
Pada bagian ini ibu memiliki sifat putus asa, dengan bukti kutipan sebagai berikut:
..........................................................................................................................................
“...kemiskinan telah menjadikan ibu putus harapan memandang kehidupan dan pergaulan dunia ini, karena tali tempat bergantung sudah putus dan tanah tempat berpijak sudah terban...(HAMKA, 2010:11).
Pada bagian kedua ibu memiliki sifat pemarah, dengan bukti kutipan berikut.
...Mula-mula ibu seakan-akan hendak menampik, dia agak marah kepada saya, kalau-kalAu saya telah bercepat mulut menerangkan untung perasaian kami kepada orang lain” (HAMKA, 2010:16).
Pada bagian lain ibu memiliki watak tidak putus harapa. Dengan bukti kutipan sebagai berikut:
..........................................................................................................................................
“...Tetapi ibu kelihatan tidak putus harapa, ia berjanji akan berusaha, supaya kelak saya menduduki bangku sekolah, membayarkan cita-cita almarhum suamiya yang sangat besar angan-angannya, supaya kelak saya menjadi orang yang terpakai dalam pergaulan hidu.” (HAMKA, 2010:13).
Pada bagian selanjutnya ibu bersifat sabar. Dengan bukti kutipan sebagai berikut:
..........................................................................................................................................
Masa setahun lagi ditunggunya dengan sabar (HAMKA, 2010:13).
Ibu juga memiliki sifat penyayang, ia tidak menginginkan Hamid sedih, dan ia juga tidak mengharapkan anaknya tak punya teman, sehingga disuruhya Hamid untuk bermain. Dengan bukti kutipan sebagai berikut:
..........................................................................................................................................
“Di waktu teman-teman bersukaria bersenda gurau, melepaskan hati yang masih merdeka, saya hanya duduk dalam rumah didekat ibu, mengerjakan apa yang dapat saya tolong. Kadang-kadang ada juga disuruhnya saya bermain-main, tetapi hati saya tiada dapat gembira sebagai teman-teman itu, karena kegembiraan bukanlah saduran dari luar, tetapi terbawa oleh sebab-sebab yang boleh mendatangkan gembira itu.” (HAMKA, 2010:12).
2) Cara tak langsung atau dramatik
a) Dengan menggambarkan perbuatan atau tingkah laku tokoh atau reaksi tokoh terhadap suatu peristiwa.
Ibu memiliki watak peka terhadap keadaan. Dengan bukti kutipan berikut.
..........................................................................................................................................
“Sebagai seorang yang telah lama hidup, ibu telah mengetahui suatu rahasia pada dirimu.” (HAMKA, 2010:27).
Jadi, tokoh ibu digambarkan wataknya dengan cara campuran, yaitu cara langsung atau analitik dan cara tak langsung atau dramatik.
f. Tokoh Saleh
Tokoh Saleh mempunyai watak berubah/roud character. Pada sisi lain Saleh memiliki watak susah memegang rahasia, tapi pada sisi lain lagi ia seorang yang setia kawan. Hal tersebut digambarkan oleh pengarang sebagai berikut.
1) Cara langsung atau analitik
Saleh memiliki watak setia kawan. Dengan bukti kutipan sebagai berikut:
..........................................................................................................................................
“...Demi kelihatan hal itu jantung saya berdebar-debar, saya kasihan kepadanya, kalau-kalu ditempat itulah ia akan bercerai buat selama-lamanya dengan kami...”(HAMKA, 2010:60)
2) Cara tak langsung atau dramatik
a) Dengan menggambarkan dialog para tokoh
Saleh memiliki watak susah memegang rahasia. Dengan bukti kutipan sebagai berikut:
..........................................................................................................................................
“Barangkali terganggu perjalanan jiwa menuju bakti dan kesucian karena mendengar berita yang saya bawa itu.” kata Saleh, “Tetapi saya sebangsa orang tiada tahan memegang rahasia, sehingga terkatan juga olehku kepada engkau dan beruntung egkau Hamid...berbahagia sekali.” (HAMKA, 2010:52).
b) Dengan menggambarkan perbuatan atau tingkah laku atau reaksi tokoh terhadap suatu peristiwa
Saleh memiliki watak setia kawan. Dengan bukti kutipan sebagai berikut.
..........................................................................................................................................
...Karena penyakit Hamid rupanya bertambah berat, terpaksalah kami mencarikan orang Badui upahan...(HAMKA, 2010:60).
g. Tokoh Rosna
Tokoh Rosna mempunyai watak flat character atau watak datar. Dari awal sampai akhir watak Rosna digambarkan tidak ada perubahan. Hal tersebut digambarkan oleh pengarang sebagai berikut.
1)      Cara langsung atau Analitik
Rosna memiliki watak setia dan teguh hati. Dengan bukti kutipan sebagai berikut.
........................................................................................................................................
...Dia menceritakan kepadaku, bahwa dia telah beristri dan istrinya telah sudi melepaskan dia berlayar sejauh itu, padahal mereka baru kawin. Dipujinya istrinya sebagai seorang perempuan yang setia yang teguh hati melepas suaminya berjalan jauh, karena untuk menambah pengetahuannya... (HAMKA, 2010:43)
Rosna juga memiliki watak mudah tersentuh. Dengan bukti kutipan sebagai berikut:
....................................................................................................................................
“Tiada tahan rupanya hati istriku melihat kejadian itu, maklumlah kaum perempuan itu seperasaan..”. (HAMKA, 2010:44).
2) Dengan cara tak langsung atau dramatik
a) Dengan menggambarkan perbuatan atau tingkah laku atau reaksi tokoh
terhadap suatu peristiwa Rosna memiliki watak setia kawan, dengan keadaan yang bagaimana pun ia selalu berada di samping Zainab. Ketika Zainab bersedih, ia menjadi tempat mencurahkan isi hati, ia memeluk Zainab karena merasakan sedihnya hati Zainab. Dengan bukti kutipan berikut:
....................................................................................................................................
“...seketika lamanya kedua sahabat itu berpeluk-pelukan, bertangis-tangisan, tidak berkata-kata”. (HAMKA, 2010:46)
Jadi, tokoh Rosna digambarkan wataknya dengan cara campuran, yaitu dengan cara langsung atau analiti dan cara tak langsung atau dramatik.
h. Tokoh Aku ( Pengarang)
Tokoh aku memiliki watak datar. Hal tersebut digambarkan pengarang sebagai berikut.
1)      Cara langsung atau analitik
Tokoh aku memiliki watak lemah hati. Dengan bukti kutipan sebagai berikut.
“Sebenarnya saya ini pun seorang yang lemah hati, kesedihannya itu telah berpindah ke dada saya, meskipun saya tak tahu apa yang disedihkannya.” (HAMKA, 2010:9)
2) Cara tak langsung atau dramatik
a) Dengan menggambarkan dialog tokoh
Tokoh Aku memiliki watak mudah dipercaya, ini dibuktikan dengan Hamid mempercayai dirinya dapat memegang rahasia. Dengan bukti kutipan berikut.
..............................................................................................................................
“...saya telah percaya penuh pada Tuan, karena kebaikan budi Tuan dalam pergaulan kita selama ini...” (HAMKA, 2010:10).
Jadi, tokoh aku digambarkan wataknya dengan cara campuran, yaitu dengan cara langsung atau analitik dan cara tak langsung atau dramatik.

3.2.4 Latar atau Setting
1. Latar Tempat
a. Di Mekah
Hal tersebut dapat dilihat dari bukti di bawah ini.
1) Dua hari kemudian saya pun sampai di mekkah, Tanah Suci kaum muslim sedunia. (HAMKA, 2010:5)
2)Akhirnya sampailah saya ke tanah suci ini. (HAMKA, 2010:42).
3) Pada hari keduabelas kami berangkat ke Mekkah...(HAMKA, 2010:60)
b. Di Kota Padang
Hal tersebut dapat dilihat dari bukti di bawah ini.
Ayah pindah ke kota padang, tinggal dalam rumah kecil yang kami diami itu...(HAMKA, 2010:12).
c. Di Rumah
Hal tersebut dapat dilihat dari bukti di bawah ini.
Saya hanya duduk dalam rumah didekat ibu...(HAMKA, 2010:12).
d. Di Halaman Rumah
Hal tersebut dapat dilihat dari bukti di bawah ini.
1)Setelah saya akan meninggalkan halaman rumah itu...(HAMKA, 2010:15)
2)Saya dan Zainab bersama teman-teman kami yang lain berlari-lari bermain galah dalam pekarangan rumahnya...(HAMKA, 2010:18).
e. Di Puncak Gunung Padang
Hal tersebut dapat dilihat dari bukti di bawah ini.
Waktu orang berlimau, sehari orang akan berpuasa, kami dibawa ke atas puncak Gunung Padang...(HAMKA, 2010:19).
f. Di Padang Panjang
Hal tersebut dapat dilihat dari bukti di bawah ini.
1) Saya tidak beberapa bulan setelah tamat sekolah, berangkat ke Padang Panjang...(HAMKA, 2010:21).
2) Setelah puasa habis, saya kembali ke Padang Panjang. (HAMKA, 2010:24).

g. Di Pesisir Arau
Hal tersebut dapat dilihat dari bukti di bawah ini.
Di waktu saya sedang berjalan-jalan seorang diri di Pesisir Arau yang indah itu... (HAMKA, 2010:32).
h. Pekuburan Ma'ala
Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut:
Sehari sebelum kami meninggalkan Mekkah, pergilah kami berziarah ke kuburan Ma'ala, tempat
Hamid di kuburkan. (HAMKA, 2010:65).

2. Latar Waktu
a. Tahun 1927
Hal tersebut dapat dilihat dari bukti di bawah ini.
1)Mekah Pada Tahun 1927 (judul bagian 1). (HAMKA, 2010:5).
2)Konon kabarnya, belumlah pernah orang naik haji seramai tahun 1927 itu, baik sebelum itu ataupun sesudahnya. (HAMKA, 2010:5).
b. Bulan Ramadan, Bulan Syawal
Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut.
Baharu dua bulan saja, semenjak awal Ramadan sampai syawal... (HAMKA, 2010:7).
c. Bulan Zulhijjah
Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut.
1) Pada hari kedelapan bulan Zulhijjah, datang perintah dari syekh kami... (HAMKA, 2010:59).
2) Pada malam 9 Zulhijjah panasnya naik dari biasa. (HAMKA, 2010:59).
d. Pagi
Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut.
1)Pada suatu pagi saya datang ke muka ibu... (HAMKA, 2010:17).
2)Besok paginya, saya tidak menjunjung nyiru tempat kue lagi... (HAMKA, 2010:17).
3)Tiap-tiap pagi saya selalu di hadapan rumah itu... (HAMKA, 2010:15).
e. Hari Minggu
Hal tersebut dapat dilihat dari bukti kutipan sebagai berikut.
Hari Minggu kami diizinkan pergi ke tepi laut...(HAMKA, 2010:18).
f. Malam
Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut.
1) Pada suatu malam, sedang ia duduk seorang dirinya... (HAMKA, 2010:9).
2) Di waktu malam, ketika akan tidur, kerap kali Ibu menceritakan kebaikan Ayah... (HAMKA, 2010:12).
g. Sore
Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan sebagai berikut.
...Kadang-kadang di waktu sore kami duduk di beranda muka... (HAMKA, 2010:18).

3. Latar Lingkungan Sosial
a. Lingkungan sosial keagamaan
Hal tersebut dibuktikan dengan pelaksanaan ibadah haji. Dengan bukti kutipan sebagai berikut.
1) Pergi wukuf ke Arafah menjadi rukun yang tak dapat ditinggalkan pada pekerjaan haji, tak dapat ia pun mesti ikut ke sana... (HAMKA, 2010:59).
2)Berhenti sebentar di Mudzalifah memilih batu untuk melempar “jumroh”di Mina itu kelak...(HAMKA, 2010:60).
3)Dibawalah dia tawaf keliling Ka'bah tujuh kali (HAMKA, 2010:61).
b. Lingkungan sosial penghasilan rendah
Hal tersebut dibuktikan dengan Hamid ketika kecil ia harus mencari rizki sendiri untuk menyambung hidup dirinya dan ibunya. Dengan bukti kutipan sebagai berikut.
1) Setelah saya agak besar, saya lihat banyak anak-anak yang sebaya saya menjajakan kue-kue; maka saya mintalah kepadanya supaya dia sudi pula membuat kue-kue itu, saya sanggup menjualkannya dari lorong ke lorong, dari satu beranda rumah orang-orang ke beranda yang lain, mudah-mudahan dapat meringankan agak sedikit tanggungan yang berat itu. (HAMKA, 2010:13).
2) Tiap-tiap pagi saya lalu di hadapkan rumah itu menjungjung nyiru berisi goreng pisang...(HAMKA, 2010:15).

4. Latar Suasana
a. Suasana sedih
1) Hal tersebut digambarkan ketika Hamid sedang melakukan tawaf, ia mengeluarkan air mata. Dengan bukti kutipan berikut.
“...air matanya titik amat derasnya membasahi sorban yang membalut dadanya...”(HAMKA, 2010:8).
2) Suasana sedih anak perempuan yang tamat sekolah karena akan masuk pingitan. Dengan bukti kutipan berikut.
Yang berasa sedih amat, adalah anak-anak perempuan yang akan masuk pingitan; tamat sekolah bagi mereka artinya suatu sangkar yang telah tersedia buat seekor burung yang bebas terbang...(HAMKA, 2010:20).
3) Suasana sedih karena kematian Haji Jafar dan ibunya. Dengan bukti kutipan sebagai berikut.
“Tidak mak, cuma kematian yang bertimpa-timpa itu agak mendukakan hatiku, itulah sebabnya saya kurang keluar dari rumah.” (HAMKA, 2010:33).
4) Suasana sedih ketika Hamid melunakan hati Zainab supaya mau ditunangankan. Dengan bukti kutipan berikut.
...air matanya kelihatan menggelenggang, mengalir, setitik dua titik kepipinya... (HAMKA, 2010:37).
5)Suasana sedih ketika Zainab menceritakan isi hatinya kepada Rosna. Dengan bukti kutipan berikut.
Air mata Zainab kembali jatuh... (HAMKA, 2010:45).
6) Suasana sedih ketika Hamid mengetahui bahwa Zainab telah meninggal. Dengan bukti kutipan berikut.
Melihat itu kepalanya tertekun ia menarik nafas panjang, dari pipinya meleleh dua titik air mata yang panas. (HAMKA, 2010:61).

b. Suasana Bahagia
1) Suasana bahagia ketika Hamid dapat bersekolah. Dengan bukti kutipan berikut.
Pada suatu pagi saya datang ke muka ibu saya dengan perasaan yang sangat gembira, membawa kabar suka yang sangat membesarkan hatinya, yaitu besok Zainab akan diantarkan ke sekolah dan saya dibawa serta. Saya akan disekolahkan dengan belanja Engku Haji Ja'far sendiri bersama-sama anaknya.
Mendengar perkataan itu, terlompatlah air mata ibuku karena suka cita, kejadian yang selama ini sangat diharap-harapkannya. (HAMKA, 2010:17).
2) Suasana bahagia jika waktu pakansi tiba. Dengan bukti kutipan sebagai berikut.
Bilamana pakansi puasa telah datang, gembiralah hati saya, karena akan dapat saya menghadap ibu saya, memaparkan dihadapannya, bahwa dia sudah patut gembira, karena anaknya ada harapan akan menjadi orang alim... (HAMKA, 2010:22).
3) Suasana bahagia ketika pakansi tiba, bertemu dengan ibu dan Haji Ja'far serta dengan Mak Asiah dan Zainab. Dengan bukti kutipan sebagai berikut.
...Ibu saya titik air matanya karena kegirangan, Engku Haji Ja'far tersenyum mendengar saya mengucapkan terima kasih. Mak Asiah memuji saya sebagai anak yang berbudi. (HAMKA, 2010:22).
4) Suasana bahagia saat Hamid berkunjung ke rumah Zainab. Dengan bukti kutipan berikut.
Waktu itu kelihatan nyata oleh saya mukanya merah, nampak sangat gembiranya melihat kedatangan saya. (HAMKA, 2010:33).
5) Suasana bahagia Mak Asiah datang saat Hamid sudah ada di rumahnya. Dengan bukti kutipan sebagai berikut.
Mak Asiah masuk dengan gembira, seraya berkat, “Sudah lama, Mid?” (HAMKA, 2010:34).
6) Suasana bahagia setelah Saleh selesai bercerita tentang Zainab. Dengan bukti kutipan sebagai berikut.
Habis cerita sahabatku Hamid sehingga itu, mukanya kelihatan berseri-seri,sebab simpanan dadanya yang meluap selama ini telah dapat ditumpahkannya kepada orang yang dipercayainya. (HAMKA, 2010:54).
7) Suasana bahagia ketika Hamid mendapat surat dari Zainab. Dengan bukti kutipan sebagai berikut.
Akan dapatkah dilukiskan, dapatkah diperikan bagaiman wajah Hamid ketika membaca surat itu.Dapatkah,mungkinkah dikira-kirakan bagaiman perasaannya waktu itu? Surat demikian adalah pengharapannya selama ini,buah mimpinya.Memikirkan kerendahan derajatnya, tiadalah disangka-sangkanya, bahwa ia akan seberuntung itu, menerima surat Zainab.  (HAMKA,2010:57).


3.2.5        Gaya
1.      Gaya pengarang
Gaya pengarang dalam mengungkapkan seluruh cerita adalah dengan bentuk narasi dan deskripsi. Pengarang mengungkapkan tema yang dipilihnya dengan bahasa yang halus, disertai dengan bahasa-bahasa yang berhubungan dengan keagamaan. Dia memilih susunan peristiwa agak berbelit-belit, karena dalam cerita ada sebuah cerita, sehingga membutuhkan ketelitian bagi pembaca. Tokoh yang ditampilkan diungkapkan secara terang-terangan. Untuk setting banyak perubahan, pada bagian awal latar tempat digambarkan di Mekah, pada penggambaran selanjutnya dibeda tempat, sehingga susah dicerna oleh pembaca. Dia menyusun plot tanpa dimulai dari awal, tetapi pada bagian amanat sangat jelas tergambar.
Hal tersebut dapat dilihat dari bukti di bawah ini.
a. Bahasa-bahasa yang digunakan berhubungan dengan keagamaan. Dengan bukti kutipan berikut:
   ...........................................................................................................................................
“...pergi wukuf ke Padang Arafah menjadi rukun yang tak dapat ditinggalkan pada pekerjaan haji...” (HAMKA, 2010:59).
b. Karakter-karakter tokoh yang ditampilkan diungkapkan secara terang-terangan. Dengan bukti kutipan berikut:
 ...............................................................................................................................................
...Mak Asiah memuji saya sebagai anak yang berbudi... (HAMKA, 2010:22).

c. Setting tempat banyak perubahan. Dengan bukti kutipan sebagai berikut.
Tiada lama saya di Medan, saya menuju ke Singapura, mengembara ke Bangkok, berlayar terus memasuki tanah-tanah Hindustan, dan dari Karachi berlayar menuju Basrah, masuk ke Irak, melalui Sahara Nejd dan akhirnya sampailah saya ke Tanah Suci ini. (HAMKA, 2010:41-42).
2.      Gaya bahasa
Gaya bahasa adalah pemanfaatan kekayaan bahasa, pemakaian ragam tertentu, keseluruhan ciri bahasa sekelompok penulis sastra dan cara khas dalam penyampaian pikiran dan perasaan baik secara lisan maupun tulisan.
Gaya bahasa yang banyak dituangkan pengarang dalam memperkuat cerita novel Di Bawah Lindungan Ka'bah karya Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA) adalah sebagai berikut.
a. Gaya bahasa asosiasi adalah gaya bahasa perbandingan yang membandingakan sesuatu dengan keadaan lain yang sesuai dengan keadaan dan sifatnya.
1) ...Merapi dengan kepundannya yang laksana disepuhi emas... (HAMKA, 2010:21).
2) ...setelah melayap laksana satu bayangan, ia pun hilang dan tidak akan kembali lagi...(HAMKA, 2010:39).
3) Bertahun tahun kami hidup laksana beradik berkakak... (HAMKA, 2010:48).
4) ...laksana seorang pendeta pertapa yang benci akan dunia leta ini. (HAMKA, 2010:48).
5) Surat itu saya pandang laksana sehelai azimat untuk penawar hatiku... (HAMKA, 2010:50).
6) Ia laksana setetes embun yang turun dari langit, bersih dan suci. (HAMKA, 2010:51).
7) Saya hidup laksana seorang buangan yang tersisih pada suatu padang belantara yang jauh, laksana seorang bersalah besar yang dibuang ke pulau, tiada manusia menengok, tidak ada kawan yang melihat, ditimpa haus dan dahaga. (HAMKA, 2010:53).
8) ...laksan seekor burung yang terlepas dari sangkarnya sepeninggalan yang empunya pergi. (HAMKA, 2010:56).
9) ...laksana lampu yang kehabisan minyak, bercerailah badanya dengan sukmanya. (hamka, 2010:64).
10) Bukit-bukit yang gundul itu tegak dengan teguhnya laksana pengawal yang menyaksikan dan menjagai orang haji yang berangsur pulang ke kampungnya masing-masing. (HAMKA, 2010:65).
11) ...air mata anakanda yang selama ini banyak tercurah, tidak bagai air yang tenggelam di pasir... (HAMKA, 2010:39).
b. Gaya bahasa hiperbolisme adalah gaya bahasa perbandingan yang digunakan untuk melukiskan suatu peristiwa secara berlebih-lebihan.
1) ...terlompatlah air mata ibuku karena suka cita... (HAMKA,2010:17).
2) ...dan kadang-kadang memberi melarat kepada jiwamu. (HAMKA,2010:28).
3) ...saya karam dalam permenungan... (HAMKA,2010:32).
4) ...air matanya kelihatan menggelenggang...(HAMKA,2010:37).
5) ...saya patahkan hati anaknya yang hanya satu...(HAMKA,2010:40).
6) ...saya telah karam di dalam khayal... (HAMKA,2010:48).
7) ...dia telah meninggalkan saya dengan gelombang angan-angan... (HAMKA, 2010:50).
8) Dan kapalku memecahkan ombak dan gelombang menuju Tanah air yang tercinta. (HAMKA,2010:66).
9) ...karam rasanya bumi ini saya pijakan... (HAMKA,2010:38).

c. Gaya bahasa antithese adalah gaya bahasa pertentangan yang menggunakan paduan kata yang berlawan arti.
1) ...kita akan bertemu dengan yang tinggi dan yang rendah, kita akan bertemu dengan kekayaan dan kemiskinan, kesukaan dan kedukaan, tertawa dan ratap tangis. (HAMKA, 2010:6).
2) ...di antara kaya dan miskin, mulia dan papa... (HAMKA,2010:27).
3) ...tidak memperbeda-bedakan di antara raja-raja dengan orang minta-minta, tidak menyisihkan orang kaya denganorang miskin, orang hina dengan orang mulia... (HAMKA, 2010:28).
d. Gaya bahasa personifikasi adalah gaya bahasa yang membuat benda mati seolah-olah hidup memiliki sifat-sifat manusia.
1) ...tiba-tiba datang ombak yang agak besar, dihapuskannya unggunan yang kami dirikan itu... (HAMKA, 2010:18).
2) ...dicelah-celah ombak yang memecah ke atas pasir... (HAMKA, 2010:32).
3) ...memperhatikan pergulatan ombak dan gelombang... (HAMKA, 2010:48).
e. Gaya bahasa repetisi adalah gaya bahasa yang menggunakan perulangan kata kunci untuk mencapai efek tertentu dalam penyampaian makna.
1) Masa itu sedang rimbun, bunga sedang kembang dan buah sedang lebat... (HAMKA, 2010:12).
2) ...Engkau tentu memikirkan juga, bahwa emas tak setara dengan loyang, sutra tak sebangsa dengan benang. (HAMKA, 2010:27).
f. Gaya bahasa klimaks adalah gaya gaya bahasa yang menyatakan beberapa hal atau kejadian secara berturut-turut yang makin lama makin menghambat.
1) Senantiasa saya hitung pertukaran hari ke bulan dan dari bulan ke tahun... (HAMKA, 2010:22).
2) ...mereka itu mendakwakan bersaudara, berkarib, berfamili. (HAMKA, 2010:12).
g. Gaya bahasa euphimisme adalah gaya bahasa yang menggunakan sepatah kata untuk menggantikan kata lain agar terdengar lebih sopan.
1) ...bersama dengan kepergian nyawanya ke dalam alam suci... (HAMKA, 2010:31).
2) Ia telah memnggil orang yang dicintai-Nya kehadirat-Nya. (HAMKA, 2010:61).
h. Gaya bahasa metaphora adalah gaya bahasa yang membandingkan suatu benda dengan benda yang lain karena mempunyai sifat yang sama atau hampir sama.
1) ...singgalang yang senantiasa diliputi kabut... (HAMKA, 2010:21).

9. Gaya bahasa pleonasme adalah pemakaian kata yang berlebihan dan bila akat yang berlebihan itu dihilangkan artinya tetap utuh.
1) ...badannya kurus lampai... (HAMKA, 2010:7).

3.2.6        Titik Pengisahan
Dalam novel Di Bawah Lindungan Ka'bah karya Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA) titik pengisahan yang dipergunakan oleh pengarang (HAMKA) adalah sebagai tokoh yaitu dengan cara titik pengisahan tokoh bawahan. Dia ber 'Aku' dan menceritakan tokoh lain, yaitu tokoh utama yang pasti selalu selalu selalu diketahuinya. Fokus cerita ada pada tokoh utama. Dalam hal ini tokoh 'Aku tidak bisa menjelaskan perasaan tokoh utama. Ia hanya menjelaskan tindakannya saja. Dengan bukti kutipan sebagai berikut: Kedatangan sahabat baru itu mengubah keadaan dan sifat-sifat Hamid. Entah kabar apa agaknya yang baru dibawa Saleh dari kampung yang mengganggu ketentraman pikiran Hamid. Ia bertambah sungguh membaca kitab-kitab, terutama tasawuf karangan Imam Gazali. Kadang-kadang kelihatan ia bermenung seorang diri di atas sutuh rumah tempatnya tinggal, melihat tenang-tenang kepada “galah” (benteng-benteng) tua di atas puncak Jabal Hindi. Saya seakan-akan tiada dipedulikannya lagi. Satu kali terlihat oleh saya, ketika saya mengerjakan tawaf keliling ka'bah, ia bergantung pada kiswah, menengadah mukanya ke langit, air matanya titik amat derasnya membasahi serban yang memalut badannya, kedengaran pula ia berdoa, “Ya Allah! Kuatkanlah hati hamba-Mu ini!” (HAMKA, 2010:8)

3.2.7        Amanat
1.                  Amanat umum
Amanat umum yang dapat diambil dari novel Di Bawah Lindungan Ka'bah karya Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA) adalah sebagai berikut.
a) Dalam menghadapi suatu masalah harus lebih bijak dan memahami perasaan orang lain, serta harus bersabar dan dapat menerima kenyataan walau menyakitkan. Hal tersebut digambarkan dalam cerita, ketika Hamid menghadap masalah yang bertubi-tubi. Yaitu ketika Hamid kehilangan orang-orang yang sangat dicintainya dan berpengaruh padanya, saat itu pula ditambah lagi dengan satu perintah yang sangat bertilak belakang dengan keinginannya, yakni perintah dari Mak Asiah untuk melunakan hati Zainab agar ia dapat ditunangkan dengan saudaranya.
Dalam keadaan seperti itu, begitu bijaknya Hamid. Ia telah mengorbankan perasaannya demi wanita tua yaitu Mak Asiah. Ia menjunjung tinggi kepercayaan yang telah diberikan Mak Asiah kepadanya. Walaupun batinnya menjerit. Demi menghapus dukanya ia meninggalkan kampung halamannya, meninggalkan seseorang yang sangat ia cintai.
b) Perjalanan lurus dalam memupuk cinta dan mempertahankan cinta.
Dalam cerita tergambar kisah kasih Islami. Menundukan pandangan pada seseorang yang bukan muhrim merupakan sesuatu yang diharuskan, untuk menjaga kesucian hati dan kesucian diri.
2. Amanat khusus
Amanat khusus yang tersebar dalam novel Di Bawah Lindungan Ka'bah karya Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA) adalah sebagai berikut.
a)Kita harus memupuk dan mempertahankan cinta dengan jalan lurus, artinya harus dengan jalan ridho Ilahi. Terbukti dengan kutipan sebagai berikut.
Engkau telah mengambil jalan yang lurus dan jujur di dalam memupuk dan mempertahankan cinta.(HAMKA, 2010:65).
b)                  Jangan menumbuhkan perasaan jika akhirnya akan membawa duka. Dengan bukti kutipan sebagai berikut.
“Anakku...sekarang cintamu masih bersifat angan-angan, cinta itu kadang-kadang hanya menurutkan perintah hati, bukan menurut pendapat otak. Dia belum berbahaya sebelum mendalam. Kalau dia telah mendalam, kerap kali – kalau yang kena cinta pandai – ia merusakan kemauan dan kekerasan hati laki-laki. Kalau engkau perturutkan tentu engkau menjadi seorang anak yang putus asa, apalagi kalau cinta itu bertolak,, terpaksa ditolak oleh keadaan yang ada disekelilingnya “Hapuskanlah perasaan itu dari hatimu, jangan ditimbul-timbulkan jua. Engkau tentu memikirkan juga bahwa, bahwa emas tak setara dengan loyang, sutra tak sebangsa dengan benang.” (HAMKA, 2010:27).
c) Belajarlah dengan sungguh-sungguh. Dengan bukti kutipan berikut.
“Belajarlah sungguh-sungguh, Hamid, mudah-mudahan engkau lekas pintar dalam perkara agama dan dapat hendaknya saya menolong engkau sampai tamat pelajaranmu...”(HAMKA,2010:24).




























BAB IV
KESIMPULAN

1. Bagaimanakah tema novel Di Bawah Lindungan Ka'bah karya Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA)? Berdasarkan analisis pada novel Di Bawah Lindungan Ka'bah karya Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA) temanya yaitu cinta terhalang kelas sosial dan kasih tak sampai.
2. Bagaimanakah alur/plot novel Di Bawah Lindungan Ka'bah karya Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA)? Susunan alur/plotnya yaitu yang pertama pengarang melukiskan keadaan digambarkan pada awal cerita saat pengarang menunaikan ibadah haji pada tahun 1927. Yang kedua peristiwa yang bersangkut paut mulai bergerak, digambarkan ketika Hamd mencintai Zainab. Yang ketiga peristiwa mulai memuncak, digambarkan ketika Hamid mengalami beberapa musibah yaitu kematian Haji Ja'far dan ibunya. Yang keempat peristiwa mencapai klimaks, digambarkan ketika Hamid diperintah oleh Mak Asiah untuk melunakan hati Zainab agar mau ditunangkan degan saudaranya, setelah itu Hamid meninggalkan kampung halamannya. Yang kelima pengarang memberikan pemecahan dari semua peristiwa dengan menggambarkan cinta keduaya terbongkar, tapi setelah keduanya mengetahui perasaa masing-masing cinta mereka terpisah oleh kematian. Ketegangannya terletak pada apakah Hamid dan Zaiab akan sampai menikah? Jawabannya adalah keduanya tidak sampai pelaminan tapi sampai di atas nisan.
3. Siapakah tokoh dan perwatakan novel Di Bawah Lindungan Ka'bah karya Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA)? Tokoh yang mendukung cerita pada novel ini yaitu diantaranya Hamid. Ia sebagai tokoh utama dengan watak roud character dan digambarkan dengan watak campuran. Yang kedua tokoh Zainab, ia memiliki watak roud character dan digambarkan dengan cara campuran. Yang ketiga Haji Ja'far memiliki watak flat character dan digambarkan dengan cara campuran. Yang keempat Mak Asiah memiliki watak flat character dan digambarkan dengan cara campuran. Yang kelima tokoh ibu memiliki watak roud character dan digambarkan dengan cara campuran. Yang keenam tokoh Saleh memiliki watak roud character dan digambarkan dengan cara campuran. Yang ketujuh tokoh Rosna memiliki watak flat character dan digambarkan wataknya dengan cara campuran. Yang kedelapan tokoh Aku (pengarang) memiliki watak flat character dan wataknya digambarkan dengan cara campuran.
4. Bagaimanakah latar/setting novel Di Bawah Lindungan Ka'bah karya Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA)? Latar tempatnya yaitu di Mekah, Puncak Gunung Padang, Halaman Rumah, Kota Padang, Rumah, Padang Panjang, Pesisir Arau, Pemakaman Ma'la, dan Medan. Latar waktu yaitu tahun1927, bulan Ramadan, bulan Syawal, bulan Zulhijjah, pagi, malam sore, hari Minggu. Latar lingkungan sosial diantaranya lingkungan sosial keagamaan dan lingkungan sosial penghasilan rendah. Latar suasana diantaranya suasana sedih dan suasana bahagia.
5. Bagaimanakah gaya novel Di Bawah Lindungan Ka'bah karya Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA)? Gaya pengarang dalam mengungkapkan seluruh cerita yaitu dengan cara deskripsi dan narasi. Gaya bahasa yang digunakan diantaranya asoaiasi, antithese, pleonasme, repetisi, klimaks, hiperbolisme, personifikasi, metaphora, euphimisme.
6. Bagaimanakah titik pengisahan novel Di Bawah Lindungan Ka'bah karya Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA)? Titik pengisahan yang digunakan oleh pengarang (HAMKA) adalah sebgai tokoh yaitu dengan cara titik pengisahan tokoh bawahan.
7. Bagaimanakah amanat novel Di Bawah Lindungan Ka'bah karya Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA)? Amanat keseluruhanya yaitu dalam menghadapi suatu harus lebih bijak dan memahami perasaan orang lain, serta harus bersabar dan dapat menerima kenyataan walau menyakitkan.









DAFTAR PUSTAKA
Depdiknas. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Hadis, Abdul & Nurhayati B. 2010. Psikologi dalam Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

HAMKA. 2010. Di Bawah Lindungan Ka’bah. Jakarta: Bulan Bintang.
Rizal, Yosep. 2010. Apresiasi Puisi & Sastra Indonesia. Jakarta: Grafika Mulia.

Sugiantomas, Aan. 1998. Kajian Prosa Fiksi. Kuningan: PBSI STKIP Kuningan.

________. 2010. Langkah Awal Menuju Apresiasi Sastra. Kuningan: PBSI FKIP UNIKU.












Tidak ada komentar:

Posting Komentar