Ciri-ciri puisi
Berdasarkan sejarah perpuisian Indonesia modern, secara garis besar puisi dapat
dibagi menjadi: Puisi Lama, Puisi Balai Pustaka, Puisi Pujangga Baru atau Puisi
Baru, Puisi Angkatan 45 atau Puisi Bebas, dan Puisi Kontemporer. sesuai dengan
tujuan, pembahasan apresiasi puisi ini dibatasi pada jenis, ciri-ciri, dan
contoh-contoh Puisi Lama dan Puisi Baru.
1) Puisi Lama
Puisi Lama (sering disebut juga puisi Melayu Lama) adalah puisi yang memancarkan kehidupan masyarakat lama, adat istiadat, dan kebiasaan masyarakat lama (Alisjahbana,1954: 4). Kita mengenal beberapa jenis puisinya, antara lain: pantun, syair, gurindam, dan talibun.
Pantun adalah jenis puisi lama yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
(a) setiap baitnya terdiri atas empat larik/baris;
(b) memiliki rima akhir (persamaan bunyi) /a/-/b/-/a/-/b/;
(c) tiap larik biasanya terdiri atas empat kata; (d) larik pertama dan kedua merupakan sampiran (semacam teka-teki), sedangkan larik ketiga dan keempat merupakan isi. Berikut beberapa contohnya.
Elok rupanya si kumbang jati,
dibawa itik pulang petang.
Tidak terkata besar hati,
melihat ibu sudah datang.
Hiu beli belanak pun beli,
udang di Manggung beli pula.
Adik benci kakak pun benci,
orang di kampung benci pula.
Menilik ragam isinya ada tiga macam jenis pantun, yaitu: pantun anak-anak, pantun orang muda, dan pantun orangtua. Pantun anak-anak dapat dirinci menjadi pantun bersukacita dan pantun berdukacita.Pantun orang muda dapat dibagi menjadi pantun dagang/nasib, pantun muda, dan pantun jenaka.Adapun pantun muda masih dapat digolongkan ke dalam pantun berkenalan, pantun berkasih-kasihan, pantun perceraian, dan pantun beriba hati.Sementara itu, pantun orangtua dapat dibagi menjadi pantun nasihat, pantun adat, dan pantun agama.
Beberapa contoh pantun berikut ini dapat Anda tebak termasuk jenis yang mana.
Dari ke mana hendak ke mana,
dari Jepang ke bandar Cina.
Kalau boleh kami bertanya,
bunga yang kembang siapa punya.
Pecah ombak di Tanjung Cina,
menghempas pecah di tepian.
Biarlah makan dibagi dua,
asalkan adik jangan tinggalkan.
Pulau Pandan jauh di tengah,
di balik Pulau Angsa Dua.
Hancur badan di kandung tanah,
budi baik terkenang jua.
1) Puisi Lama
Puisi Lama (sering disebut juga puisi Melayu Lama) adalah puisi yang memancarkan kehidupan masyarakat lama, adat istiadat, dan kebiasaan masyarakat lama (Alisjahbana,1954: 4). Kita mengenal beberapa jenis puisinya, antara lain: pantun, syair, gurindam, dan talibun.
Pantun adalah jenis puisi lama yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
(a) setiap baitnya terdiri atas empat larik/baris;
(b) memiliki rima akhir (persamaan bunyi) /a/-/b/-/a/-/b/;
(c) tiap larik biasanya terdiri atas empat kata; (d) larik pertama dan kedua merupakan sampiran (semacam teka-teki), sedangkan larik ketiga dan keempat merupakan isi. Berikut beberapa contohnya.
Elok rupanya si kumbang jati,
dibawa itik pulang petang.
Tidak terkata besar hati,
melihat ibu sudah datang.
Hiu beli belanak pun beli,
udang di Manggung beli pula.
Adik benci kakak pun benci,
orang di kampung benci pula.
Menilik ragam isinya ada tiga macam jenis pantun, yaitu: pantun anak-anak, pantun orang muda, dan pantun orangtua. Pantun anak-anak dapat dirinci menjadi pantun bersukacita dan pantun berdukacita.Pantun orang muda dapat dibagi menjadi pantun dagang/nasib, pantun muda, dan pantun jenaka.Adapun pantun muda masih dapat digolongkan ke dalam pantun berkenalan, pantun berkasih-kasihan, pantun perceraian, dan pantun beriba hati.Sementara itu, pantun orangtua dapat dibagi menjadi pantun nasihat, pantun adat, dan pantun agama.
Beberapa contoh pantun berikut ini dapat Anda tebak termasuk jenis yang mana.
Dari ke mana hendak ke mana,
dari Jepang ke bandar Cina.
Kalau boleh kami bertanya,
bunga yang kembang siapa punya.
Pecah ombak di Tanjung Cina,
menghempas pecah di tepian.
Biarlah makan dibagi dua,
asalkan adik jangan tinggalkan.
Pulau Pandan jauh di tengah,
di balik Pulau Angsa Dua.
Hancur badan di kandung tanah,
budi baik terkenang jua.
Syair adalah jenis puisi lama yang mempunyai
ciri-ciri sebagai berikut: (a) setiap baitnya terdiri atas empat larik; (b)
mempunyai rima yang sama setiap lariknya, yaitu /a/-/a/-/a/-/a/; (c) semua
larik merupakan isi, biasanya tidak selesai dalam satu bait karena digunakan
untuk menyampaikan suatu cerita; (d) isinya berupa cerita yang mengandung unsur
mitos, sejarah, agama/falsafah, atau rekaan belaka. Contoh syair misalnya:
Syair Singapura Dimakan Api (sejarah), Syair Perahu (berisi ajaran agama),
Syair Bidadari (rekaan), Syair Ken Tambuhan (rekaan), dan lain-lain.
Berikut kutipan dua bait dari Syair Ken
Tambuhan.
Gurindam adalah jenis puisi lama yang mempunyai ciri-ciri: (a) setiap bait terdiri atas dua larik; (b) setiap bait berima akhir /a/-/a/; (c) larik pertama merupakan sebab atau syarat, sedangkan larik kedua merupakan akibat atau simpulan; (d) kedua larik merupakan kesatuan yang utuh, dan isinya biasanya berupa nasihat tentang keagamaan, budi pekerti, pendidikan, moral, dan tingkah laku. Gurindam yang paling terkenal adalah Gurindam Dua Belas yang dikarang oleh Raja Ali Haji yang terdiri atas dua belas pasal.Berikut dikutipkan gurindam pasal II dan IV dari Gurindam Dua Belas.
II
Barangsiapa meninggalkan sembahyang
seperti rumah tiada bertiang.
Barangsiapa meninggalkan zakat
tiadalah hartanya beroleh berkat.
IV
Hati itu kerajaan di dalam tubuh
jikalau lalim, segala anggota pun rubuh.
Pekerjaan marah jangan dibela
nanti hilang akal di kepala.
Talibun adalah jenis puisi lama yang mempunyai ciri-ciri: (a) setiap baitnya terdiri atas 6, 8, 10 larik lebih, bahkan sampai ada talibun yang satu baitnya terdiri atas 20 larik; (b) mempunyai sampiran dan isi; (c) rumus rimanya abc-abc, abcd-abcd, abcde-abcde, dan seterusnya; (d) terdiri dari dua bagian, bagian sampiran dan bagian isinya. Jadi, talibun yang terdiri dari 6 larik misalnya, tiga larik pertama merupakan sampiran, sedangkan 3 larik berikutnya merupakan isinya.Isinya bervariasi.Ada yang mengisahkan kebesaran/kehebatan sesuatu tempat, keajaiban sesuatu benda/peristiwa, kehebatan/kecantikan seseorang, dan kelakuan serta sikap manusia.Berikut dikutipkan berapa contoh talibun.
Contoh talibun 6 larik (abc-abc).
Kalau anak pergi ke lepau
Yu beli belanak pun beli
Ikan panjang beli dahulu
Kalau anak pergi merantau
Ibu cari sanak pun cari
Induk semang cari dahulu
Gurindam adalah jenis puisi lama yang mempunyai ciri-ciri: (a) setiap bait terdiri atas dua larik; (b) setiap bait berima akhir /a/-/a/; (c) larik pertama merupakan sebab atau syarat, sedangkan larik kedua merupakan akibat atau simpulan; (d) kedua larik merupakan kesatuan yang utuh, dan isinya biasanya berupa nasihat tentang keagamaan, budi pekerti, pendidikan, moral, dan tingkah laku. Gurindam yang paling terkenal adalah Gurindam Dua Belas yang dikarang oleh Raja Ali Haji yang terdiri atas dua belas pasal.Berikut dikutipkan gurindam pasal II dan IV dari Gurindam Dua Belas.
II
Barangsiapa meninggalkan sembahyang
seperti rumah tiada bertiang.
Barangsiapa meninggalkan zakat
tiadalah hartanya beroleh berkat.
IV
Hati itu kerajaan di dalam tubuh
jikalau lalim, segala anggota pun rubuh.
Pekerjaan marah jangan dibela
nanti hilang akal di kepala.
Talibun adalah jenis puisi lama yang mempunyai ciri-ciri: (a) setiap baitnya terdiri atas 6, 8, 10 larik lebih, bahkan sampai ada talibun yang satu baitnya terdiri atas 20 larik; (b) mempunyai sampiran dan isi; (c) rumus rimanya abc-abc, abcd-abcd, abcde-abcde, dan seterusnya; (d) terdiri dari dua bagian, bagian sampiran dan bagian isinya. Jadi, talibun yang terdiri dari 6 larik misalnya, tiga larik pertama merupakan sampiran, sedangkan 3 larik berikutnya merupakan isinya.Isinya bervariasi.Ada yang mengisahkan kebesaran/kehebatan sesuatu tempat, keajaiban sesuatu benda/peristiwa, kehebatan/kecantikan seseorang, dan kelakuan serta sikap manusia.Berikut dikutipkan berapa contoh talibun.
Contoh talibun 6 larik (abc-abc).
Kalau anak pergi ke lepau
Yu beli belanak pun beli
Ikan panjang beli dahulu
Kalau anak pergi merantau
Ibu cari sanak pun cari
Induk semang cari dahulu
2) Puisi Baru
Puisi-puisi pada periode Pujangga Baru dikenal sebagai puisi baru. Ciri-cirinya antara lain:
a) para penyairnya sudah tidak lagi menulis puisi dalam bentuk pantun, syair, atau gurindam;
b) jenis puisinya mengikuti bentuk baru seperti distichon (2 larik), tersina (3 larik), quartrain (4 larik), quint (5 larik), sextet (6 larik), septima (7 larik), oktaf (8 larik), dan soneta (14 larik);
c) lariknya simetris, penuh rima dan irama;
d) pilihan katanya diwarnai dengan kata-kata yang indah-indah;
e) bahasa kiasan yang banyak dimanfaatkan adalah perbandingan.
Para penyairnya antara lain: Amir Hamzah, SutanTakdir Alisjahbana, J.E. Tatengkeng, dan Asmara Hadi Sebagai contoh berikut dikutipkan puisi karya J.E. Tatengkeng yang berjudul “Perasaan Seni”
PERASAAN SENI
(J.E. Tatengkeng)
Bagaikan banjir gulung-gemulung,
Bagaikan topan seru-menderu,
Demikian Rasa,
Datang semasa.
Mengalir, menimbun, mendesak, mengepung,
Memenuhi sukma, menawan tubuh.
Serasa manis sejuknya embun,
Selagu merdu dersiknya angin,
Demikian Rasa,
Datang semasa,
Membisik, mengajak aku berpantun,
Mendayung jiwa ke tempat diingin.
Jika Kau datang sekuat raksasa,
Atau Kau menjelma secantik juwita,
Kusedia hati,
Akan berbakti,
Dalam tubuh Kau berkuasa,
Dalam dada Kau bertakhta.
Puisi-puisi pada periode Pujangga Baru dikenal sebagai puisi baru. Ciri-cirinya antara lain:
a) para penyairnya sudah tidak lagi menulis puisi dalam bentuk pantun, syair, atau gurindam;
b) jenis puisinya mengikuti bentuk baru seperti distichon (2 larik), tersina (3 larik), quartrain (4 larik), quint (5 larik), sextet (6 larik), septima (7 larik), oktaf (8 larik), dan soneta (14 larik);
c) lariknya simetris, penuh rima dan irama;
d) pilihan katanya diwarnai dengan kata-kata yang indah-indah;
e) bahasa kiasan yang banyak dimanfaatkan adalah perbandingan.
Para penyairnya antara lain: Amir Hamzah, SutanTakdir Alisjahbana, J.E. Tatengkeng, dan Asmara Hadi Sebagai contoh berikut dikutipkan puisi karya J.E. Tatengkeng yang berjudul “Perasaan Seni”
PERASAAN SENI
(J.E. Tatengkeng)
Bagaikan banjir gulung-gemulung,
Bagaikan topan seru-menderu,
Demikian Rasa,
Datang semasa.
Mengalir, menimbun, mendesak, mengepung,
Memenuhi sukma, menawan tubuh.
Serasa manis sejuknya embun,
Selagu merdu dersiknya angin,
Demikian Rasa,
Datang semasa,
Membisik, mengajak aku berpantun,
Mendayung jiwa ke tempat diingin.
Jika Kau datang sekuat raksasa,
Atau Kau menjelma secantik juwita,
Kusedia hati,
Akan berbakti,
Dalam tubuh Kau berkuasa,
Dalam dada Kau bertakhta.
STRUKTUR
PUISI: BATIN
Sebuah
puisi adalah sebuah struktur yang terdiri dari unsur-unsur pembangun.
Unsur-unsur pembangun ini saling berkaitan satu sama lain. Puisi terdiri
atas dua unsur pokok yakni struktur fisik dan struktur batin.
Struktur Batin
Puisi (Hakikat Puisi)
Struktur
batin puisi atau struktur makna merupakan pikiran perasaan yang diungkapkan
penyair. Struktur batin puisi merupakan wacana teks puisi secara utuh yang
mengandung arti atau makna yang hanya dapat dilihat atau dirasakan melalui
penghayatan. Struktur
batin puisi ada empat, yaitu: tema (sense),
perasaan penyair (feeling), nada atau sikap penyair terhadap
pembaca (tone), amanat (intention).
Berikut ini akan dibahas struktur batin
puisi.
a.
Tema
Dalam
sebuah puisi tentunya sang penyair ingin mengemukakan sesuatu hal bagi penikmat
puisinya. Sesuatu yang ingin diungkapkan oleh penyair dapat diungkapkan melalui
puisi atau hasil karyanya yang dia dapatkan melalui pengelihatan, pengalaman
ataupun kejadian yang pernah dialami atau kejadian yang terjadi pada suatu masyarakat
dengan bahasanya sendiri. Dia ingin mengemukakan, mempersoalkan,
mempermasalahkan hal-hal itu dengan caranya sendiri. Atau dengan kata lain sang
penyair ingin mengemukakan pengalaman pribadinya kepada para pembaca melalui
puisinya. Inilah tema, tema adalah gagasan pokok yang dikemukakan oleh sang
penyair yang terdapat dalam puisinya.
Dengan
latar belakang pengetahuan yang sama, penafsir-penafsir puisi akan memberikan
tafsiran tema yang sama bagi sebuah puisi, karena tafsir puisi bersifat lugas,
obyektif dan khusus. Berikut ini dipaparkan macam-macam tema puisi sesuai
dengan Pancasila.
1) Tema
Ketuhanan
Puisi-puisi
bertema ketuhanan biasanya akan menunjukkan religius experience atau
“pengalaman religi” penyair yang didasarkan tingkat kedalaman pengalaman
ketuhanan seseorang. Dapat juga dijelaskan sebagai tingkat kedalaman iman
seseorang terhadap agamanya atau lebih luas lagi terhadap Tuhan atau kekuasaan
gaib. Kedalaman rasa ketuhanan itu tidak lepas dari bentuk fisik yang terlahir
dalam pemilihan kata, ungkapan, lambang, kiasan dan sebagainya yang menunjukkan
betapa erat hubungan antara penyair dengan Tuhan. Juga menunjukkan bagaimana
penyair ingin Tuhan mengisi seluruh kalbunya.
2) Tema Kemanusiaan
Tema
kemanusiaan bermaksud menunjukkan betapa tingginya martabat manusia dan
bermaksud meyakinkan pembaca bahwa setiap manusia memiliki harkat dan martabat
yang sama. Perbedaan kekayaan, pangkat dan kedudukan seseorang tidak boleh
menjadi sebab adanya perbedaan perlakuan terhadap kemanusiaan seseorang.
3) Tema Patriotisme /
Kebangsaan
Tema
patriotisme dapat meningkatkan perasaan cinta akan bangsa dan tanah air. Banyak
puisi yang melukiskan perjuangan merebut kemerdekaan dan
mengisahkan riwayat pahlawan yang berjuang merebut kemerdekaan atau
melawan penjajah. Tema patriot juga dapat diwujudkan dalam bentuk usaha penyair
untuk membina kesatuan bangsa atau membina rasa kenasionalan.
4) Tema Kedaulatan
Rakyat
Penyair
begitu sensitif perasaannya untuk memperjuangkan kedaulatan rakyat dan
menentang sikap sewenang-wenang pihak yang berkuasa, di dapati dalam puisi
protes. Penyair berharap orang yang berkuasa memikirkan nasib si miskin.
Diharapkan penyair agar kita semua mengejar kekayaan pribadi, namun juga
mengusahakan kesejahteraan bersama.
5) Tema Keadilan
Sosial
Nada
protes sosial sebenarnya lebih banyak menyuarakan tema keadilan sosial dari
pada tema kedaulatan rakyat. Yang dituliskan dalam tema keadilan sosial adalah
ketidakadilan dalam masyarakat dengan tujuan untuk mengetuk nurani pembaca agar
keadilan sosial ditegakkan dan diperjuangkan.
b.
Perasaan
Penyair (Feeling)
Perasaan (feeling) merupakan
sikap penyair terhadap pokok persoalan yang ditampilkannya. Perasaan penyair
dalam puisinya dapat dikenal melalui penggunaan
ungkapan-ungkapan yang digunakan dalam puisinya karena dalam
menciptakan puisi suasana hati penyair juga ikut diekspresikan dan harus dapat
dihayati oleh pembaca. Rasa adalah sikap penyair terhadap pokok
permasalahan yang terkandung dalam puisinya.
c.
Nada dan
Suasana
Nada dalam dunia perpuisian adalah sikap sang penyair terhadap pembacanya
atau dengan kata lain sikap sang penyair terhadap para penikmat karyanya.
d.
Amanat (Pesan)
Penyair
sebagai sastrawan dan anggota masyarakat baik secara sadar atau tidak merasa
bertanggugjawab menjaga kelangsungan hidup sesuai dengan hati nuraninya. Oleh
karena itu, puisi selalu ingin mengandung amanat (pesan). Meskipun penyair
tidak secara khusus dan sengaja mencantumkan amanat dalam puisinya. amanat
tersirat di balik kata dan juga di balik tema yang diungkapkan penyair. Amanat
adalah maksud yang hendak disampaikan atau himbauan,pesan, tujuan yang hendak
disampaikan penyair melalui puisinya.
STRUKTUR
PUISI: FISIK
Sebuah
puisi adalah sebuah struktur yang terdiri dari unsur-unsur pembangun.
Unsur-unsur pembangun ini saling berkaitan satu sama lain. Puisi terdiri
atas dua unsur pokok yakni struktur fisik dan struktur batin.
Struktur Fisik
Puisi
Struktur
fisik puisi adalah unsur pembangun puisi dari luar. Puisi disusun dari kata
dengan bahasa yang indah dan bermakna yang dituliskan dalam bentuk
bait-bait. Orang dapat membedakan mana puisi dan mana bukan puisi
berdasarkan bentuk lahir atau fisik yang terlihat.
Berikut
ini akan dibahas struktur fisik puisi yang meliputi : diksi, imajinasi, kata
konkret, majas, verifikasi, majas dan tipografi.
a.
Diksi atau
Pilihan Kata
Salah
satu hal yang ditonjolkan dalam puisi adalah kata-katanya ataupun pilihan
katanya. Bahasa merupakan sarana utama dalam puisi. Dalam menciptakan sebuah
puisi penyair mempunyai tujuan yang hendak disampaikan kepada pembaca melalui
puisinya. Penyair ingin mencurahkan perasaan dan isi pikirannya dengan
setepat-tepatnya seperti yang dialami hatinya. Selain itu juga ia ingin
mengekspresikannya dengan ekspresi yang dapat menjelmakan pengalaman jiwanya.
Untuk itulah harus dipilih kata-kata yang setepat-tepatnya. Penyair juga ingin
mempertimbangkan perbedaan arti yang sekecil-kecilnya dengan cermat.
Penyair
harus cermat memilih kata-kata karena kata-kata yang ditulis harus
dipertimbangkan maknanya, kompisisi bunyi, dalam rima dan irama serta kedudukan
kata itu di tengah konteks kata lainnya, dan kedudukan kata dalam keseluruhan
puisi itu. Dengan uraian singkat diatas, ditegaskan kembali betapa pentingnya
diksi bagi suatu puisi. Pilihan kata yang tepat dapat
mencerminkan ruang, waktu, falsafah, amanat, efek, nada suatu puisi dengan
tepat.
b.
Imajinasi
Semua
penyair ingin menyuguhkan pengalaman batin yang pernah dialaminya kepada para
pembacanya melalui karyanya. Salah satu usaha untuk memenuhi keinginan tersebut
ialah dengan pemilihan serta penggunaan kata-kata dalam puisinya. Ada hubungan
yang erat antara pemilihan kata-kata, pengimajian dan kata konkret, di mana
diksi yang dipilih harus menghasilkan dan karena itu kata-kata menjadi lebih
konkret seperti yang kita hayati dalam penglihatan, pendengaran atau cita rasa.
Pengimajian dibatasi dengan pengertian kata atau susunan kata-kata yang dapat
mengungkapkan pengalaman sensoris seperti penglihatan, pendengaran dan
perasaan.
Pilihan
serta penggunaan kata-kata yang tepat dapat memperkuat serta memperjelas daya
bayang pikiran manusia dan energi tersebut dapat mendorong imajinasi atau daya
bayang kita untuk menjelmakan gambaran yang nyata. Dengan menarik perhatian
kita pada beberapa perasaan jasmani sang penyair berusaha membangkitkan pikiran
dan perasaan para penikmat sehingga mereka menganggap bahwa merekalah yang
benar-benar mengalami peristiwa jasmaniah tersebut. Dengan menarik perhatian
pembacanya melalui kata dan daya imajinasi akan memunculkan sesuatu yang lain
yang belum pernah dirasakan oleh pembaca sebelumnya. Segala yang
dirasai atau dialami secara imajinatif inilah yang biasa dikenal dengan
istilah imagery atau imaji atau pengimajian.
Dalam
puisi kita kenal bermacam-macam (gambaran angan) yang dihasilkan oleh indera
pengihatan, pendengaran, pengecapan, rabaan, penciuman, pemikiran dan gerakan.
Selanjutnya terdapat juga imaji penglihatan (visual), imaji pendengaran (auditif) dan
imaji cita rasa (taktil). Semua imaji di atas bila dijadikan satu,
secara keseluruhan dikenal beberapa macam imajinasi, yaitu :
1) Imajinasi Visual,
yakni imajinasi yang menyebabkan pembaca seolah-olah seperti melihat sendiri
apa yang dikemukakan atau diceritakan oleh penyair.
2) Imajinasi
Auditori, yakni imajinasi yang menyebabkan pembaca seperti
mendengar sendiri apa yang dikemukakan penyair. Suara dan bunyi yang
dipergunakan tepat sekali untuk melukiskan hal yang dikemukakan, hal ini sering
menggunakan kata-kata onomatope.
3) Imajinasi Artikulatori, yakni
imajinasi yang menyebabkan pembaca seperti mendengar bunyi-bunyi dengan
artikulasi-artikulasi tertentu pada bagian mulut waktu kita membaca sajak itu
seakan-akan kita melihat gerakan-gerakan mulut membunyikannya, sehingga ikut
bagian-bagian mulut kita dengan sendirinya
4) Imajinasi Olfaktori,
yakni imajinasi penciuman atau pembawaan dengan membaca atau mendengar
kata-kata tertentu kita seperti mencium bau sesuatu. Kita seperti mencium bau
rumput yang sedang dibakar, kita seperti mencium bau tanah yang baru dicangkul,
kita seperti mencium bau bunga mawar, kita seperti mencium bau apel yang sedap
dan sebagainya.
5) Imajinasi Gustatori,
yakni imajinasi pencicipan. Dengan membaca atau mendengar kata-kata atau
kalimat-kalimat tertentu kita seperti mencicipi suatu benda yang menimbulkan
rasa asin, pahit, asam dan sebagainya.
6) Imajinasi Faktual, yakni
imajinasi rasa kulit, yang menyebabkan kita seperti merasakan di bagian kulit
badan kita rasanya nyeri, rasa dingin, atau rasa panas oleh tekanan udara atau
oleh perubahan suhu udara.
7) Imajinasi Kinestetik,
yakni imajinasi gerakan tubuh atau otot yang menyebabkan kita merasakan atau
melihat gerakan badan atau otot-otot tubuh.
8) Imajinasi Organik,
yakni imajinasi badan yang menyebabkan kita seperti melihat atau merasakan badan
yang capai, lesu, loyo, ngantuk, lapar, lemas, mual, pusing dan sebagainya.
Imaji-imaji di atas tidak dipergunakan
secara terpisah oleh penyair melainkan dipergunakan bersama-sama, saling
memperkuat dan saling menambah kepuitisannya.
c.
Kata Konkret
Salah
satu cara untuk membengkitkan daya bayang atau daya imajinasi para penikmat
sastra khususnya puisi adalah dengan menggunakan kata-kata yang tepat,
kata-kata yang kongkret, yang dapat menyaran pada suatu pengertian menyeluruh.
Semakin tepat sang penyair menggunakan kata-kata atau bahasa dalam karya
sastranya maka akan semakin kuat juga daya pemikat untuk penikmat sastra
sehingga penikmat sastra akan merasakan sensasi yang berbeda. Para penikmat
sastra akan menganggap bahwa mereka benar-benar melihat, mendengar,
merasakan, dan mengalami segala sesuatu yang dialami oleh sang penyair. Dengan
keterangan singkat diatas maka dapat disimpulkan bahwa kata konkret adalah
kata-kata yang dapat di tangkap dengan indra.
d.
Majas atau
Bahasa Figuratif
Penyair
menggunakan bahasa yang bersusun-susun atau berpigura sehingga disebut bahasa
figuratif. Bahasa figuratif menyebabkan puisi menjadi prismatis artinya
memancarkan banyak makna atau kaya akan makna. Bahasa figuratif adalah bahasa
yang digunakan oleh penyair untuk menyatakan sesuatu dengan cara yang tidak
biasa, yakni secara tidak langsung mengungkapkan makna kata atau bahasanya
bermakna kias atau makna lambang.
Bahasa
kias merupakan wujud penggunaan bahasa yang mampu mengekspresikan makna dasar
ke asosi lain. Kiasan yang tepat dapat menolong pembaca merasakan dan melihat
seperti apa yang dilihat atau apa yang dirasakan penulis. Seperti yang
diungkapkan Pradopo bahwa kias dapat menciptakan gambaran angan/ citraan (imagery) dalam
diri pembaca yang menyerupai gambar yang dihasilkan oleh pengungkapan penyair
terhadap obyek yang dapat dilihat mata, saraf penglihatan, atau daerah otak
yang bersangkutan. Bahasa figuratif dipandang lebih efektif untuk menyatakan
apa yang dimaksudkan penyair karena: (1) Bahasa figuratif mampu menghasilkan
kesenangan imajinatif, (2) Bahasa figuratif dalah cara untuk menghasilkan imaji
tambahan dalam puisi sehingga yang abstrak menjadi kongret dan menjadikan puisi
lebih nikmat dibaca, (3) Bahasa figuratif adalah cara menambah intensitas, (4)
Bahasa figuratif adalah cara untuk mengkonsentrasikan makna yang hendak
disampaikan dan cara menyampaikan sesuatu yang banyak dan luas dengan bahasa
yang singkat. Adapun bahasa kias yang biasa digunakan dalam puisi ataupun karya
sastra lainnya yaitu:
1) Perbandingan/
Perumpamaan (Simile)
Perbandingan
atau perumpamaan (simile) ialah bahasa kiasan yang menyamakan satu hal dengan
hal yang lain dengan mempergunakan kata-kata pembanding seperti bagai, bak,
semisal, seumpama, laksana dan kata-kata pembanding lainnya.
2) Metafora
Bahasa
kiasan seperti perbandingan, hanya tidak mempergunakan kata-kata pembanding
seperti bagai, laksana dan sebagainya. Metafora ini menyatakan sesuatu sebagai
hal yang sama atau seharga dengan yang lain yang sesungguhnya tidak sama.
3) Personifikasi
Kiasan
ini mempersamakan benda dengan manusia. Benda-benda mati dibuat
dapat berbuat, berfikir dan sebagainya. Seperti halnya manusia dan banyak
dipergunakan penyair dulu sampai sekarang. Personifikasi membuat hidup lukisan
di samping itu memberi kejelasan kebenaran, memberikan bayangan angan yang
konkret.
4) Hiperbola
Kiasan
yang berlebih-lebihan. Penyair merasa perlu melebih-lebihkan hal yang
dibandingkan itu agar mendapat perhatian yang lebih seksama dari pembaca.
5) Metonimia
Bahasa
kiasan yang lebih jarang dijumpai pemakaiannya. Metonimia ini dalam bahasa
Indonesia sering disebut kiasan pengganti nama. Bahasa ini berupa penggunaan
sebuah atribut sebuah objek atau penggunaan sesuatu yang sangat dekat hubungannya
dengan mengganti objek tersebut.
6) Sinekdoki (Syneadoche)
Bahasa
kiasan yang menyebutkan sesuatu bagian yang penting suatu benda (hal) untuk
benda atau hal itu sendiri.
Sinekdoke ada dua macam
- Pars Prototo : sebagian untuk
keseluruhan
- Totum Proparte : keseluruhan untuk
sebagian
7) Allegori
Cerita
kiasan ataupun lukisan kiasan. Cerita kiasan atau lukisan kiasan ini
mengkiaskan hal lain atau kejadian lain.
Perlambangan yang dipergunakan dalam
puisi :
a) Lambang warna
b) Lambang benda :
penggunaan benda untuk menggantikan sesuatu yang ingin diucapkan.
c) Lambang bunyi
: bunyi yang diciptakan penyair untuk melambangkan perasaan tertentu.
d) Lambang suasana :
suasana yang dilambangkan dengan suasana lain yang lebih konkret.
e.
Verifikasi
(Rima, Ritma dan Metrum)
Versifikasi
terdiri dari rima, ritma dan metrum.
1) Rima
Rima
adalah pengulangan bunyi dalam puisi untuk membentuk musikalisasi atau
orkestrasi sehingga puisi menjadi menarik untuk dibaca.
Dalam puisi banyak jenis rima yang kita
jumpai antara lain :
a) Menurut bunyinya :
(1) Rima
sempurna bila seluruh suku akhir sama bunyinya
(2) Rima
tak sempurna bila sebagian suku akhir sama bunyinya
(3) Rima
mutlak bila seluruh bunyi kata itu sama
(4) Asonansi
perulangan bunyi vokal dalam satu kata
(5) Aliterasi
: perulangan bunyi konsonan di depan setiap kata secara berurutan
(6) Pisonansi
(rima rangka) bila konsonan yang membentuk kata itu sama, namun vokalnya
berbeda.
b) Menurut letaknya:
(1) Rima
depan : bila kata pada permulaan baris sama
(2) Rima
tengah : bila kata atau suku kata di tengah baris suatu puisi itu sama
(3) Rima
akhir bila perulangan kata terletak pada akhir baris
(4) Rima
tegak bila kata pada akhir baris sama dengan kata pada permulaan baris
berikutnya.
(5) Rima
datar bila perulangan itu terdapat pada satu baris.
Menurut letaknya dalam bait puisi :
(1) Rima
berangkai dengan pola aabb, ccdd……….
(2) Rima
berselang dengan pola abab, cdef……
(3) Rima
berpeluk dengan pola abba, cddc……..
(4) Rima
terus dengan pola aaaa, bbbb……..
(5) Rima
patah dengan pola abaa, bcbb……
(6) Rima
bebas : rima yang tidak mengikuti pola persajakan yang disebut sebelumnya
(Waluyo, 1991:93).
(7) Efoni
kombinasi bunyi yang merdu dan indah untuk menggambarkan perasaan mesra, kasih
sayang, cinta dan hal-hal yang menggembirakan.
(8) Kakafoni
kombinasi bunyi yang tidak merdu, parau dan tidak cocok untuk memperkuat
suasana yang tidak menyenangkan, kacau, serba tak teratur, bahkan memuakkan
Ritma Pertentangan bunyi, tinggi
rendah, panjang pendek, keras lemah, yang mengalun dengan teratur dan
berulang-ulang sehingga membentuk keindahan. Ritma terdiri dari tiga
macam, yaitu :
a) Andante :
Kata yang terdiri dari dua vokal, yang menimbulkan irama lambat
b) Alegro : Kata
bervokal tiga, menimbulkan irama sedang
c) Motto Alegro
: kata yang bervokal empat yang menyebabkan irama cepat.
Metrum
Perulangan
kata yang tetap bersifat statis. Nama metrum didapati dalam puisi sastra lama.
Pengertian metrum adalah irama yang tetap, pergantiannya sudah tetap menurut
pola tertentu. Peranan metrum sangat penting dalam pembacaan puisi dan
deklamasi. Ada bermacam tanda yang biasa diberikan pada tiap kata. Untuk
tekanan keras ditandai dengan ( / ) di atas suku kata yang dimaksudkan,
sedangkan tekanan lemah diberi tanda ( U ) di atas suku katanya.
f.
Tipografi
atau Perwajahan
Ciri-ciri
yang dapat dilihat sepintas dari puisi adalah perwajahannya atau
tipografinya.Melalui indera mata tampak bahwa puisi tersusun atas kata-kata
yang membentuk larik-larik puisi. Larik-larik itu disusun ke bawah dan terikat
dalam bait-bait. Banyak kata, larik maupun bait ditentukan oleh
keseluruhan makna puisi yang ingin dituliskan penyair. Dengan demikian
satu bait puisi bisa terdiri dari satu kata bahkan satu huruf saja. Dalam hal
cara penulisannya puisi tidak selalu harus ditulis dari tepi kiri dan berakhir
di tepi kanan seperti bentuk tulisan umumnya. Susunan penulisan dalam puisi
disebut tipografi.
Struktur
fisik puisi membentuk tipografi yang khas puisi. Tiprografi puisi
merupakan bentuk visual yang bisa memberi makna tambahan dan bentuknya bisa
didapati pada jenis puisi konkret. Tipografi bentuknya bermacam-macam antara
lain berbentuk grafis, kaligrafi, kerucut dan sebagainya. Jadi tipografi
memberikan ciri khas puisi pada periode angkatan tertentu.
Memahami
Prosedur Analisis Puisi
Contoh:
Analisis Puisi “Karangan Bunga”
Menganalisis puisi tidak selalu berpatokkan pada puisi itu
sendiri. Terkadang kita juga harus mengetahui peristiwa dibalik terciptanya
puisi itu. Begitu juga dengan puisi Taufiq Ismail. Menapak tilas kembali ke
peristiwa sejarah, puisi ini diciptakan oleh beliau pada saat terjadinya
demonstrasi mahasiswa di kawasan Salemba. Maka pada salah satu baris dalam
puisi ini tergambar jelas datang ke Salemba.
Peristiwa
itu menggambarkan bagaimana saat mahasiswa mengajukan Tiga Tuntutan Rakyat
(Trikora) pada masa Orde baru yang berujung pada tewasnya salah satu mahasiswa
UI. Tiga anak kecil dalam puisi diatas menggambarkan Trikora atau tiga tuntutan
rakyat yang lahir pada masa itu. Salemba adalah nama tempat atau markas besar
mahasiswa UI dalam satu wadah organisasi. Kata kakak dalam puisi ini
menggambarkan seseorang secara batiniah yang berhubungan dengan hati nurani
rakyat yang tercabik-cabik dalam Tritura. Dengan demikian setelah kita menapak
tilas sejarah penulisan puisi ini kita akan beranjak pada manganalisis puisi
ini.
Struktur puisi sendiri terdiri dari tema, perasaan penyair,
nada, dan amanat. Puisi “Karangan Bunga” karya Taufiq Ismail berikut ini akan
kita analisis berdasarkan struktur batinnya. Puisi karya Taufiq Ismail diatas
bertemakan rasa duka cita yang mendalam. Perasaan yang ingin di sampaikan oleh
seorang Taufiq Ismail adalah perasaan duka cita yang digambarkan melalui sebuah
“karangan bunga”. Hal ini dapat dilihat pada baris ke dua pada bait ke
dua: Pita hitam pada karangan bunga. Pita hitam dilambangkan
sebagai rasa duka yang ingin disampaikan dalam bentuk karangan bunga.
Puisi karya Taufiq Ismail sendiri terkesan memberikan nada
bahwa penyair ingin menyampaikan betapa berdukanya, terlukanya, dan merasa
kehilangan terhadap sosok seseorang yang dibanggakannya. Secara keseluruhan
nada dalam puisi ini menggambarkan kaesedihan penyair dan penyair menginginkan
pembaca juga mengetahui dan merasakan perasaannya. Penyair menggambarkan betapa
susahnya menyuarakan hati nurani rakyat yang menuntut keadilan. Amanat yang
terkandung dalam puisi ini adalah penyair mengisyaratkan bahwa perjuangan dalam
menegakkan keadilan bagi rakyat tidaklah mudah perlu perjuangan yang tidaklah
sedikit terkadang nyawa menjadi taruhannya. Amanat yang ingin disampaikan oleh
seorang Taufiq Ismail juga adalah semangat pantang menyerah dalam menyuarakan
suara rakyat.
Struktur fisik puisi terdiri diksi, imajinasi, kata konkret,
majas, verifikasi, tipografi. Pemilihan kata dalam puisi ini menunjukkan
tingkat atau daya imajinasi yang tinggi. Kata yang digunakan juga menggunakan
kata kongkret kendati dalam kata-kata itu mengandung makna yang tidak terduga
sebelumnya. Seperti terlihat pada baris Tiga anak kecil kalimat
ini sebenarnya mengandung arti tiga tuntutan rakyat yang disuarakan oleh
mahasiswa pada saat itu. Tetapi jika melihat struktur puisi secara keseluruhan
memang secara nyata terlihat ada tiga orang anak kecil yang datang melayat
dengan membawa karangan bunga. Kata-kata yang digunakan juga mengacu pada makna
yang berbeda dengan makna aslinya atau dengan kata lain penyair menggunakan
majas yang mengumpamakan sesuatu. Rima dalam puisi ini tergolong pada
penggunaan rima bebas yaitu rima yang tidak menikuti pola persajakan. Ritma
puisi ini berbentuk andante yaitu nada yang menimbulkan irama lambat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar