BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Dengan perkembangan zaman di dunia pendidikan yang terus
berubah dengan signifikan sehingga banyak merubah pola pikir pendidik, dari
pola pikir yang awam dan kaku menjadi lebih modern. Hal tersebut sangat
berpengaruh dalam kemajuan pendidikan di Indonesia.Menyikapi hal tersebut
pakar-pakar pendidikan mengkritisi dengan cara mengungkapkan konsep
dan teori pendidikan yang sebenarnya untuk mencapai tujuan pendidikan yang
sesungguhnya.
Pendidikan adalah usaha sadar
dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
Pendidikan biasanya berawal pada saat seorang bayi itu dilahirkan dan
berlangsung seumur hidup.
B.
Tujuan
Tujuan
pendidikan memuat gambaran tentang nilai-nilai yang baik, luhur, pantas, benar,
dan indah untuk kehidupan. Karena itu tujuan pendidikan memiliki dua fungsi
yaitu memberikan arah kepada segenap kegiatan pendidikan dan merupakan sesuatu
yang ingin dicapai oleh segenap kegiatan pendidikan.
C.
Manfaat
Ada beberapa
manfaat pendidikan yang kita peroleh :
1.
Mendapatkan ilmu yang akan kita butuhkan untuk
masa depan
2. Dengan
belajar diluar sekolah bisa menambah wawasan yang lebih luas sehingga
pengetahuan kita bertambah
3.
Dengan mendapatkan ilmu dan wawasan
yang lebih luas kita dapat meraih cita-cita yang kita impikan
BAB II
KAJIAN TEORI
1.
PENDIDKAN
Dalam bab ini secara berturut-turut
akan dibahas pengertian pendidikan, baik dari segi pada umumnya, teori umum
pendidikan, ilmu pendidikan, tujuan pendidikan, lembaga dan praktek pendidikan,
pendidikan sebagai sistem, dan dampak konsep pendidikan yang bertalian dengan
pendidikan.
1.1
Pengertian
Pendidikan
Secara garis
besar pengertian pendidikan dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:
a. Pendidikan
b. Teori
umu pendidikan
c. Ilmu
pendidikan
Pengertian
yang pertama mengacu kepada pendidikan pada umunya, yaitu pendidikan yang
dilakukan oleh masyarakat umum. Pada zaman purba, kebanyakan manusia purba
memeperlakukan anak-anaknya secara insting atau naluri, suatu sifat pembawaan,
demi kelangsungan hidup keturunannya. Insting atau naluri merupakan pembawaan
sejak lahir, suatu sifat yang tidak perlu dipelajari terlebih dahulu. Mendidik
secara insting segera di ikuti oleh oleh mendidik yang bersumber dari pikiran
dan pengalaman manusia. Berarti mendidik bermaksud membuat manusia menjadi
lebih sempurna, membuat manusia meningkatkan hidupnya dari kehidupan alamiah
menjadi berbudaya. Mendidik adalah membudayakan manusia.
Budaya
adalah segala hasil pikiran, perasaan, kemauan, dan karya manusia secara
individual atau kelompok untuk meningkatkan hidup dan kehidupan manusia atau
secara singkat adalah cara hidup yang telah dikembangkan oleh masyarakat. Ada
lima komponen kebudayaan, yaitu gagasan, ideologi, norma, teknologi, dan benda
(Imran Manan, 1989).
Bagaimana
kaitan pendidikan dengan kebudayaan, pendidikan membuat orang berbudaya.
Pendidikan dan budaya ada bersama saling memajukan. Makin banyak orang menerima
pendidikan makin berbudaya orang itu. Dan makin tinggi kebudayaan makin tinggi
pula pendidikan atau cara mendidiknya. Karena ruang lingkup kebudayaan sangat
luas, mencakup segala aspek kehidupan manusia, maka pendidikan sebagai salah
satu aspek kehidupan, ada dalam kebudayaan. Tetapi kebudayaan hanya bisa
dibentuk oleh pendidikan. Itulah sebabnya ada orang mengatakan bahwa pekerjaan
di dunia ini dapat di bagi menjadi dua bagian besar, yaitu pendidikan dan
non-pendidikan. Selain mendidik dikatakan membudayakan manusia, mendidik juga
dikatakan memanusiakan anak manusia. Anak manusia akan menjadi0 manusia hanya
bila ia menerima pendidikan
1.2
Teori
Umum Pendidikan
Konsep ini barawal dari pandangan
John Dewey, seorang ahli pendidikan di abad ke-19 di Amerika Serikat. Dia
mengatakan pendidikan ini adalah The
general teori of educatiaon. Dibagian lain juga mengatakan philosophy is the general theory of
education, ( TIM MKDK, 1990). Disini tampak bahwa John Dewey tidak membedakan
filsafat pendidikan dengan teori pendidikan, atau filasafat pendidikan
disamakan dengan teori pendidikan. Sebab itu ia mengatakan pendidikan adalah
teori umum pendidikan.
Konsep diatas bersumber dari
filsafat Pragmatis atau filsafat pendidikan Progresif yang dianut oleh sebagian
besar pendidik di Amerika Serikat. Inti filsafat Pragmatis adalah mana yang
berguna bagi manusia itulah yang benar. Apa yang berguna tidak bersifat eksak
sebab yang bermanfaat sekarang belum tentu bermanfaat tahun depan. Sementara
itu inti filsafat pendidikan Progresif adalah mencari terus menerus sesuatu
yang paling berguna bagi hidup dan kehidupan manusia. Penemuan tidak pernah
berhenti dalam waktu lama pada tidak tertentu.
1.3
Ilmu
Pendidikan
Pandangan ini berasal dari Eropa
Barat, khususnya Belanda dengan ahli pendidikannya yang terkenal bernama
Langeveld. Seperti diketahui bahwa suatu pengetahuan dapat berubah menjadi
suatu ilmu bila memenuhi persyaratan ilmu. Syarat-syarat ilmu yang dimaksud
secara umum adalah sebagai berikut:
a. Memiliki
objek
b. Punya
metode penyelidikan
c. Sistematis
d. Punya
tujuan sendiri
Objek pendidikan ada dua macam,
yaitu objek materi dan objek formal.
Yang dimaksud dengan objek materi adalah materi atau bendanya yang dikenai
pendidikan yaitu para peserta didik dan warga belajar. Sedangkan yang dimaksud
dengan objek formal adalah apa yang dibentuk (to form) oleh pendidikan. Objek
formal pendidikan ialah gejala yang tampak, dirasakan, dihayati, dan
diekspresikan dalam kehidupan manusia sehari-hari, seperti yang disepakati oleh
Langeveld dan Dwiyarkarya (TIN MKDK, 1990).
Ilmu pendidikan dibentuk oleh
sejumlah cabang ilmu yang terkait satu dengan yang lain membentuk suatu
kesatuan. Cabang-cabang ilmu pendidikan yang dimaksud adalah:
a. Pendidikan
Teoretis
b. Sejarah
Pendidikan dan Perbandingan pendidikan
c. Pengembangan
Kurikulum
d. Didaktik
Metodik atau proses belajar mengajar
e. Media
dan alat belajar
f. Komunikasi
dan informasi pendidikan
g. Bimbingan
dan konseling
h. Evaluasi
pendidikan
i. Profesi
dan etika pendidik
j. Kepemimpinan
dan supervisi pendidikan
k. Perencanaan
pendidikan
l. Organisasi
dan manajemen pendidikan
m. Statistik
dan penelitian pendidikan
Ada juga sejumlah ahli, yang
mengatakan bahwa syarat suatu ilmu harus jelas ontologis, epistemologis, dan
aksiologinya (ISPI, 1989). Ontologi adalah masalah apa, yaitu apa yang akan
ditangani oleh pendidikan. Sementara epistemologi adalah masalah kebenaran,
yaitu bagaiman cara mewujudkan kebenaran itu. Sedangkan aksiologis yang
membahas tindakan yang benar atau kegunaan pendidikan itu untuk kepentingan kesejahteraan
manusia bertalia dengan tujuan pendidikan.
Disamping dua macam syarat ilmu
tersebut diatas, masih ada sejumlah ahli yang mengemukakan syarat-syarat ilmu
menurut visinya masing-masing. Diantara persyarata lain dikemukakan oleh Achmad
Sanusi (1989) sebagai berikut:
a. Ada
objek material dan objek formal
b. Ada
metode kerja yang bersifat inquiry
c. Ada
ruang lingkup kajian
d. Ada
objektivitas atau keterbukaan untuk pengujian
Selanjutnya mari kita membahas
beberafa definisi pendidikan agar pengertian tentang pendidikan menjadi lebih
mendalam. Pertama-tama akan dibahas tentang definisi pendidikan yang diciptakan
oleh langeveld. Beliau mengatakan bahwa mendidik adalah memberi pertolongan
secara sadar dan sengaja kepada seorang anak (yang belum dewasa) dalam pertumbuhannya
menuju ke arah kedewasaan dalam arti dapat berdiri sendiri an bertanggung jawab
susila atas segala tindakannya menurut pilihannya sendiri. Definisi yang lain
adalah dari Dewantara yang mengatakan bahwa pendidikan adalah menunutun segala
kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak. Sementara itu Undang-Undang RI Nomor 2
Tahun peserta didik melalui kegiatan
bimbingan, pengajaran, dan atau latihan bagi peranannya di masa akan datang
Dari tiga definisi mendidik
tersebut di atas, ternyata dua diantaranya membatasi pendidikan sampai dengan
dewasa. Artinya kalau seseorang sudah dewasa dalam arti sudah bisa berdiri
sendiri dan bertanggung jawab susila atas segala tindakan yang dipilihnya
sendiri, baik untuk kepentingan diri maupun sosial, maka pendidikan dihentikan.
Sementara itu satu definisi yang baru tidak membatasi sampai umur berapa
seseorang layak untuk dididik. Menndidik adalah membantu peserta didik dan
warga belajar dengan penuh kesadaran, baik dengan alat atau tidak, dan
kewajiban mereka mengembangkan dan menumbuhkan diri untuk meningkatkan
kemampuan serta peran dirinya sebagai individu, anggota masyarakat dan umat
tuhan.
1.4
Tujuan
Pendidikan
Tujuan pendidikan di Indonesia di baca
pada GBHN, pelbagai peraturan pemerintah dan undang-undang pendidikan. Pertama-tama
mari kita lihat GBHN Tahun 1993. Dalam GBHN ini dijelaskan bahwa kebijaksanaan
pembangunan, sektor pendidikan diajukan untuk meningkatkan kualitas manusia
Indonesia, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berbudi pekerti luhur, berkepribadian, mandiri, maju , tangguh, cerdas,
kreatif, terampil, berdisiplin, beretos kerja, profesional, bertanggung jawab,
produktif, dan sehat jasmani rohani. Indikator-indikator tujuan pendidikan di
atas dapat dikelompokkan menjadi empat, yaitu:
a. Hubungan
dengan Tuhan
b. Pembentukan
pribadi
c. Bidang
usaha
d. Kesehatan
Pemerintah RI Nomor 27 Tahun 1990
tentang Pendidikan Prasekolah. Pasal 3 dari peraturan ini menyatakan bahwa
pendidikan prasekolah bertujuan untuk membantu meletakkan dasar ke arah perkembangan
sikap, pengetahuan, keterampilan dan daya cipta yang diperlukan oleh peserta
didik dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan untuk pertumbuhan serta
perkembangan selanjutnya. Yng dituju oleh pendidikan prasekolah menurut
peraturan ini adalah peletakkan dasar tentang perkembangan:
a.
Sikap
b.
Pengetahuan
c.
Daya cipta atau pikiran
d.
Keterampilan
Dalam kepustakaan sering ditemukan
aspek-aspek kejiwaan sebagai afeksi, kognisi dan psikomotor. Ada juga yang
menyebutkan sebagai rasa karsa dan cipta, yang kemudian ada yang menambahkan
dengan karya. Dalam hal ini afeksi mencakup rasa dan karsa atau perasaan dan
kemauan. Sedangkan kognisi sama dengan cipta atau pikiran. Dan psikomotor sama
dengan keterampilan.
Peraturan lain yang perlu kita periksa
adalah Peraturan Pemerintah RI Nomor 28 Tahun 1990 tentang pendidikan Dasar.
Pasal 3 pada peratuan itu tertulis: Pendidikan Dasar bertujuan untuk memberikan
bekal kemapuan dasar peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai
pibadi, anggota masyarakat. Aspek-aspek kehidupannya adalah:
a. Pribadi
b. Anggota
masyarakat
c. Warga
negara
d. Umat
manusia
e. Calon
siswa sekolah menengah
Peraturan
Pemerintah RI Nomor 29 Tahun 1990 tentang pendidikan menengah. Dalam peraturan
ini tujuan pendidikan menengah disebutkan untuk : (pasal 2-3) meningakatkan
pengetahuan untuk melanjutjkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi,
mengembangkan diri sejalan dengan pengembangan ilmu, teknologi dan kesenian,
kemampuan ebagai anggota masyarakat dalam melakukan hubngan timbal balik dengan
lingkungan sosial, budaya dan alam sekitarnya. Aspek-aspek yang ingin dituju
oleh peraturan pendidikan menengah adalah :
a. Meningkakan
pengetahuan
b. Mengembangkan
diri
c. Menjadi
anggota masyarakat yang responsif terhadap sosial
d. Mengembangkan
pengtahuan
e. Mengembangkan
perilaku keagamaan
f. Melaksanakan
tugas-tugas edinasan dengan baik
Peraturan Pemerintah RI Nomor 30
Tahun 1990, pada pasal 2 tujuan pendidikan berbunyi sebagai berikut: menyiapkan
peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan
atau profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan atau menciptakan ilmu,
teknologi atau seni.
Tujuan pendidikan yang tercantum
dalam Undang-Undang RI Nomor 2 Tahun 1989 tentang pendidikan nasional. Pada
pasal 4 undang-undang itu tertera: Pendidikan nasional bertujuan mncerdaskan
kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuya, yaitu manusia
yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur,
memiliki pngetahuan dan keterampilan, sehat jasmani dan rohani, berepribadian
yang mantap, mandiri, dan bertanggun jawab terhadap masyarakat dan bangsa.
Dalam suatu hasil penelitian
tentang konsep-konsep baru dalam pendidikan
(Made Pidarta, 1991) ditemukan bahwa para ahli pendidk mutahir menyerang
sistm pendidikan sekarang yang dikatakannya sebagai upaya mempertahankan kaum
kapitalis dengan cara mendidik anak-anak agar siap melayani idustri,
perdagangan dan jasa tanpa memperhatikan kebebasan dan hak-hak mereka sebagai
anak manusia yang mempunyai bakat dan harat diri masing-masing.
Beberapa para ahli itu mengemukakan
pandangan tujuan pendidikan. Paulo
Freire mengemukakan bahwa pendidikan hendaklah membuat manusa menjadi
transitif, yaitu suatu kemampuan menangkap dn menanggapi masalah-masalah lingkungan
serta kemampuan berdialog tidak hanya sesama tetapi juga dengan dunia beserta
segala isinya.
Alvin Toffler (1987) berpendapat
bahwa masa sekarang tidak sama dengan masa yang akan datang. Samel Smith (1986)
menimpulkan beberapa pandangan ahli tentang pendidikan mutakhir.
1.5
Lembaga
dan Praktek Pendidikan
Lembaga pendidikn di Indonesia
dalam garis besarny dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
1. Lembaga
pendidikan jalur sekolah
a. Lembaga
pendidikan prasekolah
b. Lembaga
pendidikan dasar
c. Lembaga
pendidikan menengah
d. Lembaga
pendidikan tinggi
2. Lembaga
pendidikan jalur luar sekolah
a. Lembaga
pendidikan keluarga
b. Lembaga
pendidikan di masyarakat
Perbedaan utama kewajiban kedua
lembaga itu ialah pada orientasi pendidikannya. Kalau lembaga pendidikan jalur
seolah berorientasi kepada pengembangan manusia Indonesia seutuhnya maka
pendidikan jalur luar sekolah itu mengutamakan pengembangan afeksi dan
psikomotor, yang sudah tentu juga mengembangkan kognisi sebagai unsur penunjang
Orientasi pengembangan warga
belajar pada pendidikan jalur sekolah, pertama-tama adalah pengembangan pada
pendidikan keluarga, dikatakan sebagai pertamakarena bayi atau anak itu
berkenalan dengan lingkungan serta mendapat pembinaan pada keluarga. Tentang
pendidikan dalam masyarakat sudah lebih maju dibandingkan dengan pendidikan
dalam keluarga. Hal ini disebabkan oleh berbagai hal ada progam-program
pendidikan luar sekolah yang disetarakan dengan pendidikan jalur sekolah.
Teori-teori pendidikan yang
dipraktekan sekarang adalah diambil atau bersumber dariteori-teori pendidikan
negara asing, teori-teori itu diimpor bila perlu dimodifikasi sedikit lalu
dipraktekkan.
Filsafat pendidikan sebagai
penjabaran dari filsafat negara Pancasila belum terumuskan. Filsafat dan teori
pendidikan khusus Indonesia perlu dibentuk mengingat bangsa dan negara kita
punya watak, kultur dan geografis tersendiri yang berbeda dengan negara lain.
Kurang berkembangnya Ilmu Pendidikan di Indonesia disebabkan oleh:
a. Kesulitan
penelitian empiris dibidang ilmu pendidikan
b. Kesulitan
mengoperaionalkan filsafat pancasila kedalam pendidikan atau sulit menjabarkan
filsafat itu menjadi filsafat pendidikan.
Menyadari akan pentingnya dukungan
ilmu pendidikan dalam memajukan bangsa dan mengetahui akan kenyataan kondisi
ilmu pendidikan di Indonesia dewasa ini, maka sudah sepantasnya para ahli
pendidikan lebih meningkatkan kegiatannya.
a. Dalam
melakukan kegiatan-kegiatan penelitian pendidikan
b. Dalam
mengkomunikasikan hasil-hasil penelitian itu dalam jurnal-jurnal penelitian.
c. Melaksanakan
berbagai temu ilmiah dalam cabang-cabang ilmu pendidikan
d. Secara
perlahan-lahan menyusun konsep-konsep sebagai agian dari ilmu pendidikan yang
tepat dengan kondisi dan kepribadian bangsa Indonesia.
e. Mengadakan
konsolidasi satu dengan yang lain.
1.6
Pendidikan
sebagai Sistem
McAshan (1983) mendefinisikan
sistem sebagai strategi yang mnyeluruh atau rencana dikomposisi oleh suatu set
elemen, yang harmonis, merepresentasikan kesatuan unit, masing-masing elemen
mempunyai tujuan sendiri yang semuanya brkaitan terurut dalam bentuk yang
logis.Sementara itu Immegart (1972) mengatakan esensi sistem adalah mrupakan
suatu keseluruhan yang memiliki bagian-bagian yang tersusun secara sistematis,
bagian-bagian itu berelasi satu dengan yang lain serta pduli terhadap konteks
lingkungannya.
Dari uraian diatas dapat dikmukakan
ciri-ciri umum suatu sistem sebaga berikut:
a. Merupakan
suatu kesatuan atau holistik
b. Memiliki
bagian-bagian yang tersusun sistematis dan berhierarki
c. Bagian-bagia
itu berelasi satu dengan yang lainnya
d. Konsem
terhadap konteks lingkungannya
Sistem itu adalah sebagai suatu
strategi cara berpikir, atau model berpkir. Ini berarti ada model berpikir
sistem dan ada pula model berpikir nonsistem. Bila sistem itu behubungan dengan
sprasistemnya maka ia disebut sebagai sistem terbuka. Sebaliknya bila idak,
maka ia disebut sistem tertutup.
Ciri-ciri sistem terbuka adalah
sebagai berikut: (diilhami oleh Tanner, 1981)
a. Mengimpo
energi, materi dan informasi dari luar.
b. Memiliki
pemroses.
c. Menghasilkan
output atau mengekspor materi, energi dan informasi.
d. Merupakan
kejadian yang berantai.
e. Memiliki
egative entropy
f. Mempunyai
alur inforasi sebagai umpan balik untuk memperbaiki diri
g. Ada
kestabilan yang dinamis
h. Memiliki
deferensiasi
i. Ada
prinsip equifinalty
Pendidikan merupakan sistem
terbuka, sebab tidak mungkin pendidikan dapat melaksanakan fungsinya dengan
baik bila ia mengisolasi diri dengan lingkungannya. Faktor-faktor yang
mempengaruhi pendidikan adalah sebagai berikut:
a. Filsafat
negara
b. Agama
c. Sosial
d. Kebudayaan
e. Ekonomi
f. Politik
g. Demografi
Ketujuh faktor ini merupakan
suprasistem dari sistem pendidikan. Jadi, pendidikan sebagai sistem berada
bersama, terikat, dan tertenun didalam suprasistemnya yang terdiri dari tujuh
sistem tersebut diatas.
Yang sudah banyak di tulis dalam
kepustakaan tentang pendidikan sebagai sistem adalah sistem pengembangan input
menjadi output atau pengembangan peserta didik baru masuk sampai lulus adalah
sebagai berikut:
a. Subsistem
input ialah peserta didik yang baru masuk
b. Subsisitem
proses ialah posese belajar mengajar yang melibatkan pendidik, materi belajar,
alat belajar, evaluasi dan sebagainya.
c. Subsistem
output ialah lulusan lembaga pendidikan itu.
Struktur pendidikan yang jelas dan
terici akan menjamin kelancaran tugas para personalia pendidikan. Subsistem
personalia memegang peranan terpenting di antara subsitem lainnya sebab
subsisitem inilah yang melaksanakan pendidikan. Berhasil atau tidak suatu
pendidikan sangat ditentukan oleh personalianya. Suatu lebaga pendidikan yang
lengap denan fasilitasnya, bila personalianya tidak cakap dan tidak bersedia
bekerja dengan baik , tidak akan menghasilkan lulusan yang baik. Sebaliknya,
walaupun fasilitas lembaga pendidikan kurang memadai tetapi personalianya
berdedikasi bekerja, dengan kreasi yang tinggi dan rajin belajar, sangat
nmugkin memberikan lulusan yang memadai.
1.7
Dampak
konsep Pendidikan
Sesudah memahami tentang pengertia
pendidikan, tujuan pendidikan, lembaga beserta pratek pendidikannya, dan
pendidikannya sebagai sistem, maka dampak konsep pendidikan sebagai konsekuensinya adalah
sebagai berikut:
1.
Semua tenaga kependidikan,
baik pada jalur sekolah, mauun luar sekolah.
2.
Ada tiga macam
pendidikan yaitu:
a.
Pendidikan yang dipakai
oleh masyarakat umum, yang tidak ilmiah, melainkan diwariskan secara tuun
temurun
b.
Teori umum pendidikan
yang mirip dengan filsafat pendidikan, yang menekankan pada prinsip-prinsip
mengajar.
c.
Ilmu pendidian, suatu
pendidikan yang bersifat ilmiah, yang utuh sebagai satu kesatuan ilmu.
3. Mendidik
adalah semua upaya untuk membuat peserta didik mau dan dapat belajar atas
dorogan diri sendiri untuk mengembangkan bakat, pribadi dan potensi-potensi
lainnya secara optimal ke arah yang positif.
4. Tujuan
mendidik adalah membantu anak untuk mengmbangkan semua potens jiwa dan
jasmaninya secara berimbang, harmonis dan terintegrasi, sehingga menjadi
manusia berkembang seutuhnya oleh sila-sila pancasila.
5. Pendidikan
luar sekolah perlu diberi perhatian lebih banyak, sebab fungsinya tidak kalah
pentig dibandingkan dengan pendidikan jalur sekolah.
6. Untuk
mengatasi praktek-praktek pendidikan yang bersumber dari konsep-konsep pendidika
luar negri dan yang mengutamakan pengembangan kognisi.
7. Pengembangan
pendidikan haruslah mengikuti dan mengantisipasi suprasistemnya.
8. Penyelenggara
dan pelaksanaan pendidikan sebagai bagian terpenting dalam mensukseskan misi pendidikan.
2. LANDASAN HUKUM
Bab ini akan membahas secara
berturut-turut pengertian landasan hukum, pendidikan menurut Undang-Undang
Dasar 1945. Undang-Undang RI No. 2 Tahun 989 tentang Pendidikan Nasional beberapa
Perturan Pemerintah tentang Pendidikan dan GBHN 1993, dan dampak konsep
pendidikan.
2.1
Pengertian
Landasan Hukum
Kata
landasan dalam hukum adalah melandasi atau mendasari atau titikk tolak.
Landasan hukum seorang guru boleh mengajar misalnya, adalah surat keputusan
tentang pengangkatannya sebagai guru. Yang melandasi atau mendasari ia menjadi
guru adalah surat keputusan itu beserta hak-haknya.
Landasan
hukum dapat diartikan peraturan baku sebagai tempat tepijak atau titik tolak
dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu, dalam hal ini kegiatan, dalam
hal ini kegiatan pendidikan. Tetapi tidak semua kegiatan pendidikan dilandasi
oleh aturan-aturan baku ini.
2.2
Pendidikan
Menurut Undang Undang Dasar 1945
Undang-Undang
Dasar 1945 adalah merupakan hukum tertinggi di Indonesia. Kedudukan ini membuat
UUD 1945 mengandung isi yang sifatnya umum.
Pasal-pasal
yang bertalian dengan pendidikan dalan UUD 1945 hanya 2 pasal, yaitu Pasal 31
dan Pasal 32. Pasal 31 ayat 1 berbunyi: tiap-tiap warga negara berhak mendapat
pengajaran. Dan ayat 2 pasal ini berbunyi: pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan
satu sistem pengajarab nasional, yang diatur dengan Undang-Undang.
Pasal
32 pada UUD itu berbunyi: pemerintah memajukan kebudayaan nasional Indonesia.
Sangkut pautnya adalah kebudayaan akan berkembang apabila budi daya manusia
ditingkatkan dan budi daya bisa dikembangkan kemampuannya melalui pendidkan.
Dengan demikian upaya memajukan kebudayaan berarti juga sebagai upaya memajukan
pendidikan.
2.3
Undang
Undang RI Nomor 2 Tahun 1989 tentang Pendidikan Nasional
Undang-undang
ini mengatur pendidikan pada umumnya, artinya segala sesuatu bertalian dengan
pendidikan, mulai dari prasekolah sampai dengan pendidikan tinggi ditentukan
dalam undang-undang ini.
Pasal
1 ayat 2 dan ayat 7 berbunyi: Pendidikan nasional adalah pendidikan yang
berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia dan yang berdasarkan pada Pancasila
dan UUD 1945. UU ini mengharuskan pendidikan berakar pada kebudayaan nasional
yang berdasar pada Pancasila dan UUD 1945. Ini berarti teori-teori pendidikan
dan praktek-praktek pendidikan yang diterapkan di Indonesia, tidak boleh tidak
haruslah berakar pada kebudayaan Indonesia.
Selanjutnya
pasal 1 ayat 7 berbunyi: Tenaga pendidikan adalah anggota masyarakat yang
mengabdikan diri dalam penyelanggaraan pendidikan. Menuruy ayat ini yang berhak
menjadi tenaga kependidikan adalah setiap anggota masyarakat yang mengabdikan
dirinya dalam penyelenggaraan pendidikan. Pasal 27 ayat 2, yang mengatakan
tenaga kependidikan mencakup tenaga pendidik, pengelola/kepala lembaga
pendidikan, penilik/pengawas, peneliti, dan pengembang pendidikan, pustakawan,
laboran, dan teknisi sumber belajar.
Hal
lain yang perlu diberi penjelasan adalah pendidikan akademik dan pendidikan
profesional. Pada pasal 17 ayat2 menyebitkan bahwa sekolah tinggi, institut,
dan universitas menyelenggarakan pendidikan akademik dan atau profesional.
Pendidkan akademik adalah pendidikan yang berupaya melayani perkembangan sikap
berfikir, dan perilaku ilmiah para mahasiswa sehingga mereka dapat
mengembangkan ilmu, teknologi, dan seni sesuai dengan bidangnya masing-masing.
Dengan orientasi pendidik akademik adalah pada kemampuan mengembangkan ilmu,
teknologi, dan seni melalui kegiatan-kegiatan penelitian. Pendidikan
profesional menekankan pada aplikasi teori-teori yang telah ada. Orang yang
profesional kalau ia mampu melaksanakan sesuatu secara benar, dalam arti sesuai
dengan konsep atau teori yang bertalian dengan sesuatu yang dikerjakan itu,
sehingga orang lain yang berkepentingan merasa puas.
Bila pendidikan akademik membuat manusia
berkembang secara optimal, maka pendidikan secara profesional berusaha membuat
manusia-manusia pekerja dalam bidang-bidang tertentu.
2.4
Dampak
Kosep Pendidikan
Sesudah memahas
landasan hukum dan pendidikan yang dijabarkan dari pasal UUD 1945. UU
pendidikan Nasional maka sebagai dampaknya dalam konsep pendidikan adalah
seperti uraian sebagai berikut:
1. Ada
perbedaan jelas antara pendidikan akademik dengan pendidikan professional.
Pendidikan akademik menyiapkan para ahli agar mempu mengemnbangkan ilmu atau
teknik atau seni di bidangnya masing-masing melalui alkulturasi diri secara
utuh.
2. Pendidikan
professional tidak cukup hanya menyiapkan ahli dalam menerapkan suatu teori,
tetapi juga mempelajari cara membina para pembantu, mengusahakan alat-alat
bekerja, menciptakan lingkungan dan iklim
kerja yang kondusif untuk berupaya selalu memuaskan orang-orang yang
berkepentingan.
3. Sebagai
konsekuensi dari beragamnya bakat dan keahlian/kemampuan para siswa serta
dibutuhkannya tenaga kerja menengah yang banyak, maka perlu diciptakan berbagai
ragam sekolah kejuruan.
4. Untuk
merealisasikan terwujudnya pengembangan manusia Indonesia seutuhnya, seperti
dikemukakan sebagai tujuan pendidikan nasional diperlukan perhatian yang sama
terhadap pengembangan afeksi, kognisi, dan psikomotor pada semua tingkat pendidikan.
5. Para
ahli atau peneliti yang melakukan uji coba atau meneliti di pendidikan dasar
haknya dijamin oleh PPRI nomor 28 tahun 199- Pasal 30 dalam kaitannya dengan
upaya memperbaiki pendidikan. Oleh karena itu para kepala sekolah hendaklah
member izin dan kebebasan kepada para ahli tersebut dalam batas-batas
melaksanakan peneliian itu.
3.
LANDASAN
FILSAFAT
Dalam bab ini akan
dibahas empat hal secara berturut-turut yaitu filsafat imu, dan ilmu
pendidikan, filsafat pendidikan, filsafat pendidikan di Indonesia dan upaya
mewujudkan filsafat pendidikan di Indonesia. Pembahasan-pembahasan ini diakhiri
denan uraian tentang dampak konsep pendidikan.
3.1
Ilmu,
dan Ilmu Pendidikan
Para
tokoh filsafat pada waktu itu adalah Socrates (469-399 SM), Plato (427-347 SM)
dan Aristoteles (384-322 SM). Filsafat ialah hasil pemikiran dan perenungan
secara mendalam tentang sesuatu samapai ke akar-akarnya. Filsafat membahas
suatu dari segala aspeknya yang mendalam, maka kebenara filsafat adalah
kebenaran menyeluruh yang sering dipertentangkan dengan kebenaran ilmu yang
sifatnya relative. Dalam garis besarnya ada empat cabang filsafat yaitu
metafisika, epistemologi dan etika, dengan kandungan materi masing-masing
sebagai berikut:
1.
Metafisika ialah
filsafat yang meninjau tentang hakikat segala sesuatu yang terdapat di ala
mini. Dalam kaitannya dengan manusia, ada dua pandangan yaitu: (Callahan, 1983)
a.
Manusia pada hakikatnya
adalah spiritual.
b.
Manusia adalah
organisme materi.
2.
Epistemology ialah
filsafat yang membahas tentang pengetahuan dan kebenaran, dengan rincian
masing-masing sebagai berikut:
a. Ada
lima sumber pengetahuan yaitu:
·
Otoritas, yang terdapat
adal ensiklopedi, buku teks yang baik, rumus, dan tabel
·
Common sense, yang ada
pada adat dan tradisi
·
Intuisi yang berkaitan
dengan perasaan.
·
Pikiran yang
menyimpulkan hasil pengalaman.
·
Pengalaman yang
terkontrol untuk mendapatkan pengetahuan secara ilmiah.
b. Ada
empat teori kebenaran yaitu:
·
Koheren
·
Koresponden
·
Pragmatisme
·
Skeptivisme
3.
Logika ialah filsafat
yang membahas tentang cara manusia berfikir dengan benar.
4.
Etika ialah filsafat
yang menguraikan tentang perilaku manusia.
Jujun (1985)
menulis bahwa filsafat, meminjam pemikiran Will Durant, dapat diibaratkan
pasukan mariner yang merebut pantai untuk pendaratan pasukan infantry dalam
suatu invasi militer ke sebuah pulau. Suatu ilmu akan muncul setelah terjadi
pengkajian dalam filsafat. Filsafat merupakan tempat berpijak bagi kegiatan
pembentukan ilmu itu. Dalam bukunya yang lain Jujun (9181) membagi proses
perkembangan ilmu menjadi dua bagian yang saling berkaitan satu dengan yang
lain. Tingkat proses perkembangan yang dimaksud adalah:
1.
Tingkat empiris ialah
ilmu yang baru ditemukan di lapangan.
2.
Tingkat penjelasan atau
teoritis, ialah ilmu yang sudah mengembangkan suatu struktur teoritis.
Dalam perkembangan selanjutnya
terjadi perebutan pengaruh dalam dunia pendidikan yaitu anatara pembawaan dan
lingkungan. Schopenhauer berpendapat bahwa anak manusia sudah dibekali segala
sesuatu sejak dilahirkan pndidikan tidak ada gunanya. Aliran ini disebut
nativisme. Bertentangan dengan aliran ini ialah aliran empirisme, berpenapat
bahwa lingkunganlah yang memegang dalam peranan dalam menentukan maju mundurnya
idup dan khidupan manusia. Tokoh ialah John Locke yang terkenal dengan teori
tabularasa. Tabularasa adalah meja yang dilapisi lilin tempat menulis
orang-orang Yunani kuno. Pendamai kedua teori itu adalah William Stern, yang
kemudian diikuti oleh Woodworth dan Marquis, yang menciptakan teori
Konvergensi. Teori ini memandang kekuasaan pembawaan dan lingkungan adalah sama
dalam perkembangan manusia.
Sikun
Pribadi (ISPI, 1989) menggambarkan hubungan filsafat, filsafat pendidikan, ilmu
pendidikan, ilmu pendidikan praktis, perbauatan mendidik, pengalaman mendidik,
dan keyakinan pendidik sebagai berikut:
1.
Filsafat atau filsafat
umum atau filsafat negara menjadi sumber segala kegiatan manusia atau mewarnai
semua aktivitas warga negara atau bangsa.
2.
Filsafat pendidikan
dijabarkan dari filsafat, artinya filsafat pendidikan tidak boleh bertentangan
dengan filsafat.
3.
Ilmu pendidikan (yang
bersifat teoritis) ada diurutan ketiga, sebab ia dijabarkan dari filsafat
pendidikan. Di sinilah teori-teori pendidikan dirumuskan.
4.
Ilmu pendidikan praktis
adalah merupakan konsep-konsep pelaksanaan teori-teori pendidikan di atas. Jadi
ini dijabarkan dari teori-teori pendidikan.
5.
Pada langkah berikutnya
adalah perbuatan mendidik, yaitu tindakan-tindakan nyata dalam menerapkan teori
pendidikan praktis.
6.
Sebagai akibat dari
perbuatan mendidik, akan mendapatkan pengalaman tentang mendidik. Sudah tentu
pengalaman ini didapatkan di lapangan.
7.
Pengalaman ini memberi
umpan balik pada teori pendidikan yang terdapat dalam teori pendidikan, yang
memanfaatkanya untuk memungkinkan merevisi teori semula.
8.
Sebagai akibat dari
revisi tadi, sangat mungkin ilmu pendidikan member umpan balik kepada filsafat
pendidikan, dan kemungikan merevisi konsep-konsepnya.
9.
Ilmu pendidikan juga
mengadakan kontak hubungan dengan pengalaman-pengalaman mendidik, untuk selalu
mengingatkan diri agar tidak menyimpang dari teori-teori mendidik.
10.
Perbuatan-perbuatan
mendidik bias menimbulkan keyakinan tersendiri tentang pendidikan. Suatu
keyakinan yang belum tampak pada filsafat, filsafat pendidikan, maupun pada
ilmu pendidikan. Keyakinan ini memberi bahan baru kepada filsafat, untuk
dipikirkan kembali dan dimasukan ke dalam filsafat.
3.2
Filsafat
Pendidikan
Filsafat
pendidikan ialah hasil pemikiran dan perenungan secara mendalam sampai ke
akar-akarnya mengenai pendidikan. Ada filsafat pendidikan yang dianut oleh
bangsa-bangsa di dunia.
Francis
Bacon dalam bukunya The Advencement of
Learning mengemukakakn tesis bahwa kebanyakan pengetahuan yang dimiliki
oleh manusia mengandung unsur-unsur validitas yang bermanfaat dalam
menyelesaikan persoalan-persoalan sehari-hari, bila pengetahuan itu dibersihkan
dari salah konsep yang berlangsun selam bertahun-tahun. Bacon menggunakan
logika indiktif sebagai teknik krisis atau analisis untuk menemukan arti
pendidikan yang dapat diandalkan.
Johan Herbart dalam bukunya Scence of education menginginkan agar
guru mempunyai informasi yang dapat diandalkan mengenai tujuan pendidikan yang
ingin dicapai dan proses belajar sebelum guru ini memasuki kelas.
Untuk
sementara filsafat pendidikan bias dipakai latar pengetahuan saja. Selanjutnya
setelah pendidik berhasil menemukan konsep, barulah filsafat pendidikan
dimanfaatkan untuk mengevaluasinya, atau sebagai pembanding, untuk kemungkinan
sebagai pembanding, untuk kemungkinan sebagai bahan merevisi, agar konsep
pendidikan menjadi lebih mantap.
John
Dewey dalam bukunya Democracy and
Education menyatakan bahwa pengalaman adalah tes terakhir dari segala hal.
Mereka memandang pengalaman adalah sebagai panji-panji filsafat pendidikan yang
mempunyai komitmen terhadap inquiry
atau penyelidikan. Filsafat pendidikan mencari konsekuensi proses belajar
mengajar, apa yang telah dilakukan, apa kelemahannya, dan bagaimana mengatasi
kelemahan itu.
Berbagai
aliran filsafat di atas, member dampak terciptanya konsep-konsep atau
teori-teori pendidikan yang beragam. Masing-masing konsep akan mendukung
konsep-konsep filsafat pendidikan itu. Dalam membangun teori pendidikan,
filsafat pendidikan juga mengingatkan agar teori-teori itu diwujudkan di atas
kebenaran berdasarkan kaidah-kaidah keilmuan.
Filsafat
pendidikan juga mengingatkan kepada kita agar sangat hati-hati menyusun suatu
teori. Struktur teori itu harus jelas, tidak boleh tumpang tindih. Suatu teori
yang akan dibangun perlu dianalisis bagian-bagiannya, cabang-cabangnya, dan
ranting-rantingnya, termasuk pengertian pendidikan itu sendiri, tujuan
pendidikan, dan cara-cara mencapai tujuan. Masing-masing bagian perlu
divalidasi terlebih dahulu agar bebas dari salah tafsir, memakai terminology
yang tepat, definisi yang jelas, dan lain sebagainya. Sesuadah itu berulah
disusun secara sistematis, diintegrasikan satu sama lain, sehingga menjadi
suatu teori pendidikan yang utuh.
3.3
Filsaafat
Pendidikan di Indonesia
Bangsa
Indonesia baru memiliki filsafat ilmu atau filsafat Negara ialah Pancasila.
Sementara itu dunia pendidikan di Indonesia belum punya konsep atau teori-teori
sendiri yang cocok dengan kondisi, kebiasaan atau budaya Indonesia tentang
pengertian pendidikan dan cara-cara mencapai tujuan pendidikan. Sebagaian besar
konsep atau teori pendidikan diimpor dari luar negeri sehingga belum tentu
valid untuk diterapkan di Indonesia
Teori-teori bisa didapat dengan cara belajar
di luar negeri, atau dengan cara melakukan studi banding. Dan yang paling
banyak adalah dengan mendatangkan buku atau membeli buku dari Negara lain.
Buchori menyatakan adanya
penyederhanaan dalam pendidikan sebagai akibat dari orientasi ke Amerika
Serikat. Pendidikan cenderung hanya mempersoalkan masalah-masalah operasional,
khususnya tentang proses belajar-mengajar di kelas (Soedomo, 1990). Buchori
menunjukan kepada kita bahwa kegiatan pendidikan di Indonesia hanya baru satu
segi saja, yaitu segi operasionalnya saja
Seperti
diketahui ilmu pendidikan sebagai suatu ilmu yang utuh terdiri dari landasn,
struktur, dan operasional pendidikan. Yang dimaksud dengan stuktur ialah isi
ilmu itu dengan sistematiknyanya serta proposisi bagian-bagiannya yang
mendukung pendidikan sebagai suatu ilmu. Bertalian dengan fakta dan upaya
tersebut di atas Perry mengemukakan tiga metode dalam ilmu pendidikan seperti
berikut (Soedomo, 1990):
1.
Metode normative,
metode yang berusaha menjelaskan tentang keberadaan manusia, bagaimana
seharusnya manusia itu brsikap dan bertindak terhadap dirinya dan terhadap
sesame manusia maupun makhluk lain
2.
Metode eksplanatori,
metode yang berusaha menentukan kondisi dan kekuatan apa yang dapat membuat
proses pendidikan berhasil.
3.
Metode teknologi, ialah
cara mendidik itu sendiri yaitu praktek mendidik di lapangan. teknik
penyampaian bahan, bentuk bimbingan belajar, dan sebaginya.
Dari
uraian di atas tampaklah bagi kita bahwa terjadi ketidaksamaan pandangan di
antara para ahli pendidikan tentang pendidikan itu sendri. Sebagaian yang
berkiblat ke Amerika Serikat memandang pendidikan sebagai cara mengajar dan
belajar, jadi tidak memerluan ilmu pendidikan. Sebagian lagi berorientasi pada
pendidikan di Eropa yang memandang pendidikan sebagai suatu ilmu yang utuh
yaitu ilmu pendidikan.
1.
Pengertian pendidikan
yang jelas, yang satu, dan berlaku di seluruh tanah air.
2.
Tujuan pendidikan,
yaitu pembentukan manusia Indonesia seutuhnya yang diwarnai oleh sila-sila
Pancasila.
3.
Model pendidikan, model
pendidikan akan menyangkut teori pendidikan.
4.
Cara mencapai tujuan,
yaitu segi teknik dari pendidikan itu sendiri.
3.4
Upaya
Mewujudkan Filsafat Pendidikan di Indonesia
Upaya-upaya merumuskan
filsafat pendidikan di Indonesia baru dalam tahap perhatian. Ada suatu hasil
penelitian bertalian dengan hal diatas yang dilakukan oleh Jasin, dan
kawan-kawannya (1994) dengan responden para mahasiswa PGSD, S1, S2, S3 IKIP
Jakarta dan para ahli pendidikan di Jakarta, Banung dan Surabaya. Penelitian
itu menemukan hal-hal seperti berikut (1) lebih dari separo responden
menginginkan penegasan kembali pengertian pendidikan dan pengajaran, (2) hampir
separo responden mahasiswa dan dosen berpendapat bahwa ilmu pendidikan kurang
dikembangkan, sementara itu para ahli pendidikan menyatakan pendidikan kurang
fungsional untuk menyiapkan para calon guru, (3) para mahasiswa dan dosen
berpendapat ilmu pendidikan adalah ilmu mandiri, sementara itu para ahli
menyatakan bahwa ilu pendidikan itu adalah ilmu terapan, (4) semua responden
menyatakan kurang struktur ilmu pendidikan.
Untuk mengembangkan Ilmu Pendidikan yang bercorak Indonesia secara
valid, terlebih dahulu dibutuhkan pemikiran dan perenungan yang mendalam
tentang ilmu itu sendiri dan budaya serta geografis Indonesia yang akan
mewarnainya. Pemikiran dan perenungan itu adalah filsafat yang khusus membahas
pendidikan yang tepat dierapkan di bumi Indonesia.
ISPI (1989) bengingatkan bahwa tugas
utama para ahli Ilmu Pendidikan adalah (1) mengungkapkan pemikiran yang
sistematik dan mendasar mengenai implikasi filsafat Pancasila dalam filsafat
pendidikan nasional yang akan dibentuk, dan (2) dalam menggunakan sumber-sumber
dari luar termsuk teori pendidikan dan perlu diadakan saringan-saringan agar
sesuai dengan filsafat negara kita.
3.5
Dampak
konsep Pendidikan
Karena
filsafat pendidikan yang cocok dengan alam dan budaya Indonesia belum
terbentuk, yang ada baru filsafat Negara yaitu Pancasila, maka tidak banyak
konsep pendidikan yang bisa diturunkan dari sini. Oleh sebab itu dampak konsep
pendidikan yang akan dituangkan di bawah adalah terbatas pada penjabaran
sila-sila Pancasila.
1.
Filsafat pendidikan
Indonesia perlu segera diwujudkan agar ilmu pendidikan bercorak Indonesia lebih
mudah dibentuk. Kunci terealisasinya suatu kegiatan pada dewasa ini adalah
pemerintah. Sebab itu dibutuhkan kemaun pemerintah untuk menggerakan kegiatan
ini.
2.
Peranan dan
pengembangan sila-sila Pancasila pada diri peserta didik pada hakikatnya adalah
pengembangan afeksi. Oleh karena itu pendidikan afeksi tidak boleh
dinomorduakan apalagi ditinggalkan. Pendidikan afeksi, kognisi, dan psikomotor
haruslah perlakukan sama.
3.
Pendidikan Pancasila
dan Pendidika Agama tidak bertentangan, melainkan saling melengkapi satu dengan
yang lainnya.
4.
Materi pendidikan
afeksi selain bersumber dari bidang studi yang membahas moral Pancasila dan
ajaran Agama, sebaiknya dilengkapi dengan nilai-nilai dan adat istiadat yang
masih hidup dimasyarakat Indonesia serta budi pekerti luhur yang tetap
dijungjung di bumi Indonesia ini.
5.
Metode mengembangkan
afeksi bisa dibagi dua yaitu:
a)
Untuk pendidikan afeksi
yang berbentuk bidang studi, tekanan proses belajarnya adalah afeksi
konsep-konsep yang dipelajari.
b)
Untuk pendidikan afeksi
untuk dislipkan pada bidang-bidang studi lain, pendidik cukup menyinggung
afeksi tertentu yang kebetulan dapat dimunculkan pada saat itu untuk dipahami
oleh peserta didik, dihayati, dan dilaksanakan.
6.
Evaluasi pendidikan
afeksi haruslah dilakukan secara nyata, diberi skor, dan dimasukan ke dalam
rapor seperti/halnya dengan bidang-bidang studi yang lain.
7.
Dalam mengembangkan
materi pendidikan afeksi, sangat mungkin sumber materi itu berasal dari luar
negeri , bila hal itu terjadi, maka perlu dilakukan penyaringan terlebih dahulu
agar bisa diterima oleh kondisi dan budaya Indonesia, sebelum dimasukan sebagai
materi pendidikan.
8.
Dalam rangka
pengemabangan afeksi peserta didik, ada baiknya kondisi kea rah itu sengaja diciptakan, antara lain dengan
menghadirkan jauh lebih banyak budaya bangsa sendiri untuk menetralkan pengaruh
budaya asing yang memang sulit dibendung dalam abad informasi dan global ini.
4.
LANDASAN
SEJARAH
Sejarah
adalah keadaan masa lampau dengan segala macam kejadian atau kegiatan yang
dapat didasari oleh konsep-konsep tertentu. Sejarah pendidikan merupakan bahan
pembanding untuk memajukan pendidikan suatu bangsa. Bab ini secara
berturut-turut akan membahas sejarah pendidikan dunia, sejarah pendidikan
Indonesia, masa perjuangan bangsa, masa pembangunan dn dampak konsep
pendidikan.
4.1
Sejarah
Pendidikan Dunia
Umur
pendidikan dunia sudah panjang sekali. Mulai dari zaman hellenisme tahun
150-500 SM, ke zaman pertengahan tahun 500-1500, zaman humanisme atau
renaissance serta zaman Reformasi dan Kontra Reformasi pada tahun 1600-an.
Pendidikan yang mulai menunjukan perbedaan eksistensinya dengan
pendidikan-pendidikan sebelumnya adalah sejak zaman Realisme.
Francis
Bacon adalah tokoh pendidikan pada zaman Realisme ini (abad ke-17) yang pertama
mengembangkan metode induktif. Pendapatnya sebagai berikut:
1. Dalam
menemukan dan mengembangkan pengetahuan, pandangan harus diarahkan kepada
realita alam ini, serta hal-hal praktis yang ada di dalamnya.
2. Alam
lingkungan adalah sumber pengetahuan yang bisa didapat lewat alat-alat indra.
3. Menggunakan
metode berfikir induktif, yaitu mulai dari menemukan fakta-fakta khusus
kemudian dianalisis sehingga menimbulkan simpulan.
4. Bila
memungkinkan dapat mengembangkan pengetahuan dengan eksperimen-eksperimen.
5. Penggunaan
bahasa daerah lebih diutamakan.
Ada
sejumlah prinsip pendidikan yang berkembang pada waktu itu, yang dirumuskan
oleh Bacon beserta pengikit-pengikutnya antara lain:
1.
Pendidikan lebih
dihargai daripada pengajaran sebab mengembangkan semua kemampuan manusia.
2.
Pendidikan harus menekankan
aktivitas sendiri.
3.
Peneneman pengertian
lebih penting daripada hafalan.
4.
Pelajaran disesuaikan
dengan perkembangan anak.
5.
Pelajaran harus
diberikan satu persatu
6.
Pengetahuan diperoleh
dengan metode induksi
7.
Semua anak harus
mendapatkan kesempatan yang sama untuk belajar.
Sesudah
zaman Realisme berkembanglah paham Rasionalsme dengan tokohnya John Lock pada
abad ke-18. Aliran ini juga disebut disiplinariaisme.
Keyakinan mereka adalah akal sebagi sumber pengetahuan, atau pengetahuan adalah
sebagai hasil pengolahan akal. Paham ini muncul karena masyarakat dengan
akalnya dapat menumbangkan kekuasaan raja Prancis yang absolute.
Teorinya
yang terkenal adalah teori Tabularasa atau a
blank sheet of paper. Mendidik adalah menulisi kertas itu. Manusia tidak
mewarisi pengetahuan, tetapi membentuk pengetahuannya sendiri. Proses belajar
menurut Jhon Locke ada tiga langkah, yaitu:
1. Mengamati
hal-hal yang ada diluar diri manusia
2. Mengingat
apa yang telah diamati dan dihafalkan
3. Berfikir,
yaitu mengolah bahan-bahan yang telah diperoleh tadi, ditimbang-timbang untuk
diri sendiri.
Dengan
materi pelajaran terutama bahasa Latin dan ilmu pasti untuk melatih pikiran.
Selanjutnya
pada abad ke -18 ini muncul pula aliran baru yaitu Naturalis sebagai reaksi
terhadap aliran Rasionalis. Tokohnya adalah J.J Rousseau. Naturalisme
menginginkan keseimbangan antara kekuatan rasio dengan hati.Dalam pembaruan
pendidikan Rouesseau menulis buku dengan judul Emile. Pada awal buku ini dtuliskan kalimat inti dari maksud
bukunya yaitu: segala sesuatu adalah baik ketika ia baru keluar dari alam; dan
segala sesuatu menjadi jelek manakala dia sudah berada di tangan manusia.
Rousseau ingin kembali kea lam yang wajar, pendidikan alam, alamlah yang
menjadi guru. Menurut Rousseau ada tiga asas mengajar yaitu:
1.
Asas pertumbuhan.
2.
Asas aktivitas.
3.
Asas individualitas.
Zaman
Developentalisme berkembang pada abad ke-19. Penganut aliran ini memandang
proses pendidikan sebagi suatu proses perkembangan jiwa. Karena itu aliran ini
disebut juga gerakan psikologis dalam pendidikan. Pendidikan adalah suatu
proses perkembangan yang berlangsung dalam setiap individu. Proses ini
merupakan hasildari aktuvitas dan reaksinya terhadap lingkungan. Salah satu
tokohnya ialah Pestalozzi.
Tujuan
pendidikan peastlozzi adalah meningkatkan derajat social seluruh umat manusia.
Tugas pendidikan selanjutnya, sesudah mngetahui hukum perkembangan anak, adalah
menyediakan syarat-syarat tertentu agar kekuatan-kekuatan anak bisa berkembang
dengan baik. Pendidikan bersifat kontinu, wajar, dan spontan. Dasar metodenya
adalah aktivitas anak yang terdiri dari :
1. Impression
atau pengamatan, bukan saja lewat pancaindra, tetapi juga mencakup unsur
emosional.
2. Ekspresi
dalam bentuk bahasa, benda-benda, bilangan atau hitungan, dan moral.
Tokoh
kedua adalah Herbart yang menginginkan pembentukan manusia susila yang bermoral
tinggi. Tujuan pendidikannya adalah membentuk watak susila, melalui
pengembangan minat yang seluas-luasnya. Herbart menyatakan kita mau melakukan
sesuatu tentang apa yang kita ketahui, tetapi kit tidak mau melakukan hal itu
manakala kita tidak tahu tentang hal itu. Inilah cara membentuk watak anak agar
susila.
Dasar
teori pendidikan Herbart adalah Psikologi Asosiasi. Asosiasi yang baru akan
membentuk pengetahuan yang baru pula. Karena itu Psikologi Asosiasi Herbart
sering pula disebut Psikologi tanggapan. Ada lima langkah dalam proses belajar
mengajar, yaitu:
1. Persiapan,
anak-anak dipersiapkan untuk menerima pelajaran.
2. Presentasi,
dimulai secara konkret agar anak-anak mendapat tanggapan-tanggapan yang jelas,
terang, dan kuat.
3. Asosiasi
dilakukan dengan cara mengintegrasikan pengetahuan baru dengan yang lama.
4. Generalisasi,
hubungan pengetahuan baru dengan yang lama benar-benar agar membentuk sesuatu
yang baru pula dalam benak anak-anak.
5. Aplikasi,
pembentukan pengetahuan-pengetahuan baru itu perlu diuji atau dites, untuk
mengetahui apakah anak-anak sudah mampu mengaplikasikan pengetahuan itu atau
belum.
Frobel
bermaksud mengembangkan semua kapasitas dan kekuatan yang laten pada anak-anak.
Tujuan pendidikannya adalah mengembangkan semua potensi itu agar menjadi
actual. Tugas pendidikan adalah mengontrol pertumbuhan anak agar menuju kea rah
yang benar, ke arah aslinya sebagai anak manusia. Pendidikan Frobel adalah
perkembangan yang diawasi. Titik berat pendidikannya adalah kreativitas.
Artinya agar pendidikan anak berhasil dengan baik, dibutuhkan kreativitas anak
itu sendiri mengembangkan dirinya.Tujuan akhir pendidikan Frobel adalah
mencapai integritas diri dengan alam atau kosmos ini, sesuai dengan kehendak
Tuhan penciptanya.
Tokoh
terakhir dari aliran Developmental adalah Stanly Hal. Tujuan pendidikannya
adalah mengembangkan semua kekuatan-kekuatan yang ada sehingga memperoleh
kepribadian yang harmonis. Stanly Hall berpendapat bahwa kehidupan mental dan kehidupan
fisik berjalan parallel.
Dari
keempat pandangan tokoh pendidik Developmentalisme ini dapat disarikan
konsep-konsepnya sebagai berikut:
1. Mengaktualisasi
semua potensi anak yang masih laten, membentuk watak susila dan kepribadian
yang harmonis, serta meningkatkan derajat sodial manusia.
2. Cara-cara
untuk mewujudkan tujuan di atas adalah:
a.
Dengan perkembangan
yang dikontrol.
b.
Dengan membentuk
tanggapan-tanggapan yang jelas sehingga membentuk asosiasi pada jiwa anak.
c.
Dengan mengembangkan
insting, menempa anak sebelum kaku.
d.
Melalui impresi indra
dan emosional menjadi ekspresi pengetahuan dan moral.
3. Pengembangan
itu dilakukan sejalan dengan tingkat-tingkat perkembangan anak.
Zaman
Developmentalisme diikuti oleh zaman Nasionalisme pada abad ke-19. Paham ini muncul
sebagai upaya membentuk patriot-patriot bangsa, mempertahankan bangsa dari
imperialis, antara lain perang-perang yang dilakukan oleh Kaisar Napoleon.
Tokoh-tokohnya
antara lain La Chlotasis di Perancis, Fichte di Jerman, dan Jafferson di
Amerika Serikat. Tujuan pendidikan mereka adalah untuk menjaga, memperkuat, dan
mempertinggi kedudukan Negara. Yang diutamakan adalah:
1.
Pendidikan sekuler
2.
Pendidikan jasmani
3.
Pendidikan kejuruan.
Untuk
mensukseskan pendidikan-pendidikan tersebut di atas dibutuhkan materi pelajaran
sebagai berikut:
1.
Bahasa dan kesusastraan
nasional
2.
Pendidikan
kewarganegaraan.
3.
Lagu-lagu kebangsaan.
4.
Sejarah Negara.
5.
Geografi Negara.
6.
Pendidikan jasmani.
Lembaga
pendidikan yang bersetatus negeri terutama sekolah-sekolah umum mulai
mendominasi sekolah-sekolah swasta.
Abad
ke-19 ditandai oleh Liberalisme dan positivism. Bukti-buktinya Linebralisme
antara lain sekolah-sekolah dipakai alat untuk memperkuat kedudukan penguasa
pemerintahan. Sementara itu positivisme di bawah tokohnya August Comte hanya
percaya kepada kebenaran yang dapat diamati oleh panca indra. Akibatnya
kepercayaan terhadap agama semakin lemah.
Ahli
pendidik lain yang juga terkenal pada abad ke-20 adalah Maria Montessori, Ovide
Decroly, dan Hellen Parkhurst. Montessori dikenal dengan pendidikan bebas.
Dengan semboyan mendidik kebebasan untuk kebebasan.
Decroly
dikenal dengan sistem globalisasi dan pusat-pusat minatnya. Metode Global dalam
menulis dan membaca, suatu proses belajar berdasarkan pengamatan dan tanggapan.
Sekolah
Hellen Parkhurst dikenal orang dengan nama sistem Dalton. Pendidikan bersifat
individual. Tiap-tiap pelajaran memiliki ruang-ruang tersendiri dengan guru
spesialis. Pelajaran dalam bentuk tugas-tugas bulanan. Setiap tugas dilengkapi
dengan buku-buku dan alat-alat yang harus dipakai.
4.2
Sejarah
Pendidikan Indonesia
Pada
waktu Indonesia berjuang meraih kemerdekaan, ada tiga tokoh pendidikan
sekaligus pejuang kemerdekaan, yang berjuan melalui pendidikan. Tokoh –tokoh
itu adalah Mohamad Syafei, Ki Hajar Dewantara, dan kiyai haji Ahmad Dahlan (TIM
MKDK, 1990).
Mohamad Syefei mendirikan sekolah INS atau Indonesisch Nederlandse School di
Sumatera Barat pada Tahun 1926. Maks utama Syafei adalah mendidik anak-anak
agar dapat berdiri sendiri atas usaha sendiri dengan jiwa yang merdeka. Tujuan pendidikan INS adalah sebagai berikut:
a.
Mendidik anak-anak kea
rah hidup yang merdeka, melalui pendidikan hidup mandiri.
b.
Menanamkan kepercayaan
kepada diri sendiri, membina kemauan keras, dan membiasakan berani bertanggung
jawab.
c.
Membiyayai diri sendiri
dengan semboyan cari sendiri dan kerjakan sendiri.
d.
Mengembangkan anak
secara harmonis, yamh mencakup aspek perasaan, kecerdasan, dan keterampilan.
e.
Mengembangkan sikap
sosial, agar dapat bermasyarakat dengan baik.
f.
Menyesuaikan pendidikan
dengan masing-masing bakat anak.
g.
Membiasakan bekerja
menurut kebutuhan lingkungan.
Tokoh
pendidik nasional berikutnya adalah Ki Hajar Dewantara yang mendirikan Taman
Siswa di Yogyakarta. Sifat, sistem, dan metode pendidikannya diringkas kedalam
empat kemasan, yaitu Asas Taman Siswa, Panca Darma, Adat Istiadat, dan Seboyan
atau Parlambang.
Asas
Taman Siswa dirumuskan pada tahun 1922, asas-asas itu adalah sebagai berikut:
a. Kemerdekaan
individu untuk mengatur kenmerdekaan diri sendir. Kebebasan ini dibatasi oleh
kepentingan umum, yaitu jangan sampai mengganggu ketertiban dan kedamaian umum.
b.
Kemerdekaan dalam
berfikir. Mengembangkan perasaan, dan kemauan melakukan sesuatu.
c.
Kebudayaan sendiri,
sebagai dasar kehidupan bukan intelektual.
d.
Kerakyaatan sendiri,
yaitu pendidikan harus diberikan kepada seluruh rakyat.
e.
Hidup sendiri, ialah
berusaha menghidupi diri sendiri, serta tidak menerima bantuan yang mengikat.
f.
Hidup sederhana, agar
mampu membiyayai diri sendiri.
g.
Mengabdi kepada anak,
semua kegiatan yang dilakukan adalah untuk kepentingan perkembangan anak-anak.
Tokoh
ketiga adalah Ahmad Dahlan yang mendirikan organisasi agam Islam pada Tahun
1912 di Yogyakarta, yang kemudian berkembang menjadi pendidikan agama Islam.
Pendidikan Muhamadiyah ini sebagian besar memusatkan diri pada pengembangan
Agama Islam, dengan bebrapa cirri seperti berikut (TIM MKDK, 1990).
Asas
pendidikannya adalah agama Islam dengan tujuan mewujudkan orang-orang Muslim
yang berakhlak mulia, cakap, percaya kepada diri sendiri, dan berguna bagi
masyarakat serta Negara. Ada lima butir yang dijadikan dasar pendidikan yaitu:
a.
Perubahan cara
berfikir, ialah kesediaan jiwa berdasarkan pemikiran baru untuk mengubah cara
berfikir dan bertindak dari kebiasaan lama yang kurang tepat, untuk mencapai
tujuan pendidikan.
b.
Kemasyarakatan, artinya
janganlah hanya mengembangkan aspek individu saja, melainkan aspek
kemasyarakatan, agar pengembangan individu dan kemasyarakatan berimbang.
c.
Aktivitas, anak harus
menggunakan aktivitasnya sendiri untuk memeproleh penegetahuan. Dan harus pula
melaksanakan serta mengamalkan semua hal yang telah diketahuinya.
d.
Kreativitas ialah untuk
memperoleh kecakapan, keterampilan, dan kiat guna menghadapi situasi baru
secara tepat dan cepat.
e.
Optimisme, anak-anak
diberi keyakianan bahwa melalui pendidikan cita-cita mereka akan tercapai, asal
dengan semangat dan berdedikasi mengerjakannya sesuai dengan yang digariskan
oleh Tuhan.
Fungsi
lembaga pendidikan ciptaan Ahmad Dahlan adalah sebagai berikut:
1.
Sebagai alat dakwah,
baik dalam maupun luar anggota organisasi Muhamadiyah.
2.
Tempat pembibitan dan
pembinaan kader, yang dilaksanakan secara sistematis dan selektif sesuai dengan
kebutuhan.
3.
Merupakan wahan untuk
melaksanakan amal para anggota organisasi.
4.
Mensyukuri nikmat
Tuhan, artinya apapun kemauan anak-anak, pendidik harus member kesempatan
berkembang, mejaga, dan merwatnya dengan sebaik-baiknya.
4.3
Masa
Perjuangan Bangsa
Perjuangan
bangsa Indonesia untuk mewujudkan suatu bangsa yang merdeka dan mengisinya agar
menjadi jaya adalah panjang sekali. Perjuangan yang bersifat daerah berubah
menjadi perjuangan bangsa sejak didirikannya Budi Utomo pada Tahun 1908.
Budi
Utomo dirintis oleh Wahidin, seorang bangsa Indonesia yang sempat mendapatkan
pendidikan di perguruan tinggi waktu itu. Seperti diketahui bahwa pendidikan
pada zaman penjajahan Belanda dapat dikatakan tidak menguntungkan Bangsa
Indonesia. Pada waktu itu terjadi dualism dalam pendidikan yaitu:
1. Sistem
pendidikan untuk anak-anak orang Belanda dan orang-orang Eropa lainnya. Sistem
pendidikan ini lengkap mulai dari SD sampai dengan SMA dan lulusannya dapat hak
untuk meneruskan ke Eropa.
2. Sistem
pendidikan untuk anak-anak orang Indonesia, yaitu sebagian besar SD 3 tahun,
dan beberapa SD 5 tahun. Dan lulusannya dimanfaatkan untuk menjadi
pegawai-pegawai pemerintahan jajahan yang dibayar murah.
Perjuangan
kebangsaan semakin meningkat sejak dilakukannya Sumpah Pemuda pada Tahun 1928.
Adri isi sumpah ini kelihatan bahwa persatuan bangsa Indonesia semakin kuat,
karena merasa diikat oleh negara, bangsa, dan bahasa yang satu yaitu bahasa
Indonesia. Demikianlah bangsa Indonesia berjuang terus walaupun banyak
rintangan yang menghadangnya.
Jiwa
patriotik memilki nilai-nilai 45 dan serangan 45. Nilai dan semangat 45 ini
sampai sekarang tetap terkenal, dan memeang keberadaanya tetap dipertahankan.
Kalau dahulu berjuang secara fisik mengusir penjajah, maka dalam mengisi
kemerdekaan berjuang secara hati, otak, dan tenaga mewujudkan cita-cita
kemakmuran rakyat secara adil dan merata.
Ketika
perjuangan fisik berakhir, maka nilai-nilai 45 itu dipandang sudah mapan karena
misinya sudah berakhir, pertumbuhan dan perkembangannya sudah berhenti, dan ia
mengkristal dalam wujud yang lebih jelas. Wujud nilai-nilai 45 antara lain
ialah: (Gema 1988 dan Surono, 1988).
a.
Berani berkorban.
b.
Rela berkorban
c.
Kompak bersatu.
d.
Rasa senasib dan
sepenanggungan.
e.
Pantang menyerah.
f.
Mendahulukan
kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi.
g.
Patuh pada pimpinan.
h.
Cinta akan kebenaran
dan keadilan.
i.
Takwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa.
Semangat
45 yang meluap-luap tersebut di atas sudah tentu terjadi juga di bidang
pendidikan pad asst itu. Budi Utomo yang berjuan melalui kebudayaan, serukat
dagang melalui perdagangan, perkumpulan pemuda melalui organisasi
kemasyarakatan, dan partai politik yang berjuang lewat politik, member
inspirasi berdirinya sekolah-sekolah. Lembaga-lembaga pendidikan inipun ikut
berjuang melalui pendidikan. Namun sebagian besar hanya mempunyai tujuan luhur
dan semangat yang bergelora. Tetapi sistem dan metodenya tidak banyak berbeda
dengan lembaga-lembaga pendidikan yang telah ada. Hanya dua jenis lembaga
pendidikan yang memiliki sistem dan metode yang khas untuk berjuang, yaitu
pendidikan Kayutanam dan Taman Siswa.
Perjuangan
bangsa Indonesia pada zaman penjajahan Jepang tetap berlanjut. Bangsa kita
tidak mau diam sebelum cita-cita merdeka tercapai. Ada beberapa segi positif
pada zaman penjajahan Jepang yang merupakan angin segar bagi para pejuang
bangsa. Segi positif yang dimaksud adalah:
1. Jepang
memberikan pendidikan militer kepada para pemuda Indonesia, dengan maksud
memperkuat pertahanan mereka. Namun pendidikan ini secara tidak langsung
memberikan bekal kepada para pejuang bangsa dalam bidang keprajuritan untuk
mewujudkan cita-cita merdeka.
2. Menghapus
dualism pendidikan penjajah Belanda dan menggantikannya dengan pendidikan yang
sama bagi setiap orang. Sehingga bukan hanya kelompok-kelompok tertentu yang
dapat menikmati pendidikan, melainkan semua lapisan masyarakat. Hal ini sudah
tentu menguntungkan perjuangan kita.
3. Pemakaian
bahasa Indonesia secara luas diinstrusikan oleh penjajah Jepang. Bahasa
Indonesia mulai dipakai di lembaga-lembaga pendidikan, di kantor-kantor, dan
dalam pergaulan sehari-hari.
Ketiga
hal ini member kemudahan kepada bangsa kita, khususnya para pejuang, untuk
merealisasi Indonesia merdeka. Dan hal ini menjadi terwujud pada tanggal 17
Agustus 1945 ketika kemerdekaan Indonesia diproklamasikan.
Dari
uraian di atas mengenai perjuangan bangsa dalam mewujudkan dan mempertahankan
kemerdekaan dapat disarikan sebagai berikut:
a. Perjuangan
bersifat nasional.
b. Perlunya
persatuan dan kesatuan bangsa.
c. Demokrasi
dalam bidang pendidikan.
d. Bahasa
Indonesia diberlakukan diseluruh Nusantara.
e. Meningkatkan
kebudayaan bangsa Indonesia.
f. Munculnya
nilai-nilai 45.
g. Terjadinya
individu-individu yang berjiwa dan bersemangat 45.
4.4
Masa
Pembangunan
Setelah
Indonesia merdeka, terutama ketika gangguan dan masalah dalam negeri mulai
reda, pembangunan untuk mengisi kemerdekaan mulai digerakan. Pembangunan
dilaksanakan serentak pada berbagai bidang, baik spiritual maupun material.
Prioritas pertama jatuh pada bidang ekonomi, prioritas ini erlangsung sejak
Pembangunan Jangka Panjang I sampai yang ke II yang kini sedang berlansung.
Smentara itu pembangunan-pembanguan bidang-bidang lain tetap dilaksanakan
secara proposional sejalan dengan keberhasilan pembangunan ekonomi.
Untuk
mencapai maksud di atas, maka dikembangkan kebijakan Link and Match di bidang pendidikan:
a.
Link
berarti pendidikan memilki kaitan fungsional dengan
kebutuhan pasar. Merupakan implementasi kebijakan pemerintah yang berkaitan
dengan kelembagaan, koordinasi, pengaturan, perencanaan, dan program kerja.
b.
Match
berarti lulusan yang mampu memenuhi tuntutan para
pemakai baik jenis, jumlah, maupun mutu yang dipersyaratkan. Merupakan dampak
outcome serta efisiensi internal dan eksternal.
Sementara
itu Alisyahbana (1990) mengemukakan
ada tiga macam pesimisme dikalangan para ahli pendidikan. Pesimisme yang
dimaksud adalah:
a.
Pemerintah seolah-olah
belum memiliki political will yang
kuat untuk memperbaiki pendidikan.
b.
Orang Indonesia
memiliki budaya begitu lamban melakukan transpormasi sosial, yang sangat perlu
untuk mengadakan adaptasi terhadap dunia yang berubah dengan cepat.
c.
Seolah-olah sulit
munculnya tokoh pemikir yang berani menyusun dan memperjuangkan konsep-konsep
yang bertalian dengan pendidikan nasional yang mungkin tidak sejalan dengan
keinginan para birokrat yang berkuasa.
Demikianlah
catatan-catatan para ahli tentang kondisi pendidikan kita pada masa pembangunan
ini. Pembangunan di bidang pendidikan masih banyak menghadapi hambatan, yang
membuat lulusannya kurang memadai. Dampak dari kondisi seperti ini adalah
pembangunan secara keseluruhan tidak dapat dilewati dengan lancar.
Tugas
pendidikan sebagian untuk membentuk mental dan moral serta sebagian lagi untuk
membentuk pengetahuan dan keterampilan. Pembentukan kedua hal terakhir relative
lebih mudah daripada membentuk kedua hal pertama. Salah satu dampak dari hasil
pembangunan yang tidak seimbang itu adalah:
a.
Munculnya kenakalan dan
perkelahian anak-anak muda di sana sini.
b.
Maraknya kolusi
diberbagai kalangan, seperti ditulis oleh Baharudin Lopa (1996).
c.
Tingginya tingkat
korupsi menurut laporan Fortune tentang
korupsi di Asia dan survey internasional TIN (Jawa Post 14-8-1995 dan
10-2-1996).
Namun
demikian tidak berarti pembangunan Indonesia sudah gagal atau macet. Ada
segi-segi keberhasilan pembangunan yang menonjol, yaitu:
a.
Kesadaran masyarakat
tentang pentingnya melaksanakan ajaran agama sudah meningkat dengan pesat
b.
Persatuan dan kesatuan
bangsa tetap terkendali
c.
Pertumbuhan ekonomi
Indonesia meningkat tinggi mencapai 7%.
Setelah
melihat uraian di atas tampaklah dengan jelas betapa sulitnya berjuang mengisi
kemerdekaan. Perjuangan itu jauh lebih sulit dibandingkan dengan perjuangan
fisik mengusir penjajah. Kondisi dalam masa pembangunan, terutama dalam bidang
pendidikan, dapat disarikan sebagai berikut:
a.
Pemerintah belum
menunjukan political will yang kuat
untuk memperbaiki pendidikan
b.
Tanggung jawab bersama
antar keluarga, masyarakat, dan pemerintah dalam pendidikan belum terealisasi
secara menyeluruh.
c.
Sulit menemukan tokoh
pemikir dalam bidang pendidikan yang konsep-konsepnya tidak sejalan dengan
keinginan para penguasa.
d.
Konsep-konsep inovasi
pendidikan bersumber dari dunia barat, sehingga banyak kai gagal.
e.
Kebijakan link and
macth untuk membentuk pelayanan pabrik dan perdagangan serta jasa.
f.
Penanaman nilai budaya
dan agama tidak cukup melalui bidang studi tertentu, melainkan harus
terintegrasi dalam semua bidang studi.
g.
Sekolah menengah umum
lebih banyak daripada sekolah kejuruan, hal ini tidak sesuai dengan kebutuhan
hidup di masyarakat.
h.
Pendidikan belum
berintikan pada kemajuan ilmu dan teknologi sebagi sumbar budaya zaman global.
i.
Masih banyak sekali
orang Indonesia yang belum berwawasan pada abad ke-21.
j.
Masyarakat lamban dalam
melakukan transformasi sosial untuk beradaptasi dengan era global.
k.
Pendidikan secara
kuantitatif cukup berhasil.
l.
Pendidikan secara
kualitatif masih jauh tertinggal.
m.
Muncul
perilaku-perilaku negative seperti kenakalan remaja, kolusi, dan korupsi.
n.
Hasil-hasil pembangunan
yang menonjol ialah kesadaran beragama, persatuan dan kesatuan, serta
pertumbuhan ekonomi.
4.5
Dampak
Konsep Pendidikan
Pembahasan
tentang landasan sejarah , dari sejarah pendidikan dunia, sejarah pendidikan
Indonesia, masa perjuangan, sampai dengan masa pembangunan, memberi dampak
konsep-konsep pendidikan seperti tersebut dibawah:
1.
Pendidikan diharapkan
bertujuan dan mampu:
2.
Proses belajar dan
mengajar dan materi pelajaran diharapkan:
3.
Melaksanakan metod
global untu pelajaran bahasa
4.
Ada kalanya pelajaran
diberikan dalam bentuk tugas-tugas
5.
Khusus dala keilmuan
6.
Pendidikan agama
7.
Proses pendidikan
diupayakan mengacu kepada perbedaan individual anak-anak.
8.
Demokratisasi dalam
pendidikan, semua anak mendapat hak yang sama untuk belajar
9.
Pendidikan pada era
globalisasi haruslah berintikan pada pengembangan ilmu dan teknologi.
10. Inovasi
harus bersumber dari hasil-hasil penelitian pendidikan di Indonesia, bukan
berdasarkan konsep-konsep dari dunia barat.
11. Tanggung
jawab bersama tentang pendidikan anatara keluarga , masyarakat, dan pemerintah
belum terealisasi secara keseluruhan.
12. Pendidikan
dipandang penting untuk memajukan negara.
13. Kebudayaan
nasional harus dimajukan.
14. Pemerintah
belum menunjukan political will yang kuat untuk memperbaiki pendidikan.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pendidikan merupakan suatu proses
yang kompleks dan melibatkan berbagai pihak, khususnya keluarga, sekolah dan
masyarakat sebagai lingkungan pendidikan yang dikenal sebagai tripusat
pendidikan. Fungsi dan peranan tripusat pendidikan itu, baik sendiri-sendiri
maupun bersama-sama, merupakan faktor penting dalam mencapai tujuan pendidikan
yakni membangun manusia Indonesia seutuhnya serta menyiapkan sumber daya
manusia pembangunan yang bermutu. Dengan demikian, pemenuhan fungsi dan peranan
itu secara optimal merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan pembangunan
nasional.
Dalam dunia pendidikan,
landasan-landasan pendidikan adalah hal yang dominan untuk menciptakan sebuah
bentuk pengabdian pendidikan yang baik. Para pelaku dalam dunia pendidikan
patut memerhatikan landasan-landasan dalam pendidikan seperti yang telah
disebutkan diatas sehingga menciptakan esensi yang baik dan berguna demi proses
pendidikan yang baik dan membanggakan.
B. Saran
Pendidikan
merupakan salah satu kebutuhan pokok dalam hidup manusia. Untuk mendapatkan
pendidikan yang baik maka perlu adanya pemahaman terhadap dasar dan tujuan
pendidikan secara mendalam baik secara islam maupun secara umum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar