Kamis, 04 Februari 2016

LINGUISTIK UMUM

Linguistik adalah ilmu bahasa , atau telaah ilmiah mengenai bahasa manusia
Linguistik juga sering disebut lingistik umum (general linguistics) karena linguistik tidak hanya mengkaji sebuah bahasa saja (seperti bahasa jawa), melainkan mengkaji bahasa pada umumnya.
Linguistik umum adalah linguistik yang mempelajari : kaidah-kaidah bahasa secara umum, bukan bahasa tertentu. Kaidah-kaidah khusus / spesifik mempelajari bahasa arab/bahasa sunda. Kajian khusus ini juga bisa dilakukan terhadap satu rumpun / subrumpun bahasa misal rumpun bahasa austronesia, atau subrumpun indo-german.
Langage : berarti bahasa secara umum, seperti tampak dalam ungkapan “manusia punya bahasa sementara hewan tidak”.
Langue : artinya suatu bahasa tertentu, seperti bahasa arab, bahasa inggris, atau bahasa jawa
Parole : adalah bahasa dalam wujudnya yang konkret yang berupa ujaran.
OBJEK LINGUISTIK: BAHASA
PENGERTIAN BAHASA
Kata bahasa dalam bahasa Indonesia memiliki lebih dari satu makna atau pengertian. Kata bahasa yang terdapat pada kalimat bisa menunjuk pada beberapa arti atau kategori lain. Menurut peristilahan de Saussure, bahasa bisa berperan sebagai parole, langue, langage. Sebagai objek kajian linguistik, karole merupakan objek konkret karena parole itu berwujud ujaran nyata yang diucapkan oleh para bahasawan dari suatu masyarakat bahasa. Langue merupakan objek yang abstrak karena langue itu berwujud sistem suatu bahasa tertentu secara keseluruhan. Langage merupakan objek yang paling abstrak karena dia berwujud sistem bahasa yang universal.
“ Apakah bahasa itu?” Seperti yang dikemukakan Kridalaksana (1983 dan juga dalam Djoko Kentjono 1982) “ Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh para anggota kelompok sosial untuk bekerjasama, berkomunikasi, dan mengidentifikasi diri”. Definisi ini sejalan dengan definisi dari Barber(1964: 21), Wardhaugh(1977:3), Trager(1949:18), de Saussure(1966:16) dan Bolinger(1975:15).
Masalah yang berkeneen dengan pengertian bahasa adalah bilamana sebuah tuturan disebut bahasa, yang berbeda dengan bahasa lainnya dan bilamana hanya dianggap sebagai varian dari suatu bahasa lainnya dan hanya dianggap sebagai varian dari suatu bahasa. Dua buah tuturan bisa disebut sebagai dua bahasa yang berbeda berdasarkan dua buah patokan, yaitu patokan linguistis dan patokan politis. Masalah lain adalah arti bahasa dalam pendidikan formal di sekolah menengah bahwa” bahasa adalah alat komunikasi”. Jawaban ini tidak salah tetapi juga tidak benar sebab hanya mengatakan” bahasa adalah alat”.
Oleh karena itu, meskipun bahasa itu tidak pernah lepas dari manusia, dalam arti tidak ada kegiatan manusia yang tidak disertai bahasa, tetapi karena ”rumitnya” menentukan suatu parole bahasa atau bukan, hanya dialek saja dari bahasa yang lain, maka hingga kini belum pernah ada angka yang pasti berapa jumlah bahasa yang ada di dunia ini.
HAKIKAT BAHASA
Beberapa ciri atau sifat yang hakiki dari bahasa adalah
Bahasa sebagi Sistem
Kata sistem sudah biasa digunakan dalam kegiatan sehari-hari dengan makna ‘cara’ atau ‘aturan’, tapi dalam kaitan dengan keilmuan, sistem bararti susunan teratur berpola yang membentuk suatu keseluruhan yang bermakna atau berfungsi. Sebagai sebuah sistem, bahasa itu sekaligus bersifat sistematis dan sistemis. Dengan sistematis, artinya bahasa itu tersusun menurut pola, tidak tersusun secara acak, secara sembarangan. Sedangkan sistemis, artinya bahasa itu bukan merupakan sistem tunggal, tetapi terdiri juga dari sub- subsistem atau sistem bawahan.
Bahasa sebagai Lambang
Kata lambang sering dipadankan dengan kata simbol dengan pengertian yang sama. Lambang dikaji orang dengan kegiatan ilmiah dalam bidang kajian yang disebut ilmu Semiotika atau Semiologi, yaitu ilmu yang mempelajari tanda-tanda yang ada dalam kehidupan manusia termasuk bahasa. Dalam semiotika atau semiologi dibedakan adanya beberapa jenis tanda, yaitu antara lain tanda (sign), lambang (simbol), sinyal (signal), gejala (symptom), gerak isyarat (gesture), kode, indeks, dan ikon. Dengan begitu, bahasa adalah suatu sistem lambang dalam wujud bunyi- bahasa, bukan dalam wujud lain.
Bahasa adalah Bunyi
Sistem bahasa itu bisa berupa lambang yang wujudnya berupa bunyi. Kata bunyi, sering sukar dibedakan dengan kata suara. Secara teknik, menurut Kridalaksana (1983: 27) bunyi adalah kesan dari pusat saraf sebagai akibat dari getaran gendang telinga yang bereaksi karena perubahan- perubahan dalam tekanan udara. Lalu yang dimaksud dengan bunyi pada bahasa atau yang termasuk lambang bahasa adalah bunyi- bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Jadi, bunyi yang bukan dihasilkan oleh alat ucap manusia tidak termasuk bunyi bahasa. Tetapi tidak semua bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia termasuk bunyi bahasa, seperti teriak, bersin, batuk- batuk, dan sebagainya.
Bahasa itu Bermakna
Bahasa itu adalah sistem lambang yang berwujud bunyi, maka tentu ada yang dilambangkan. Yang dilambangkan itu adalah suatu pengertian, konsep, ide atau pikiran yang ingin disampaikan dalam wujud bunyi. Oleh karena lambang- lambang itu mengacu pada suatu konsep, ide atau suatu pikiran, maka dapat dikatakan bahwa bahasa itu mempunyai makna. Lambang- lambang bunyi bahasa yang bermakna itu di dalam bahasa berupa satuan- satuan bahasa yang berwujud morfem, kata, frase, klausa, kalimat dan wacana. Karena bahasa itu bermakna, maka segala ucapan yang tidak mempunyai makna dapat disebut bukan bahasa.
Bahasa itu Arbitrer
Kata arbitrer bisa diartikan “ sewenang- wenang, berubah- ubah, tidak tetap, mana suka”. Yang dimaksud dengan istilah arbitrer itu adalah tidak adanya hubungan wajib antara lambang bahasa (yang berwujud bunyi itu) dengan konsep atau pengertian yang dimaksud oleh lambang tersebut.
Bahasa itu Konvensional
Meskipun hubungan antara lambang bunyi dengan yang dilambangkan bersifat arbitrer, tetapi penggunaan lambang tersebut untuk suatu konsep tertentu bersifat konvensional. Artinya, semua anggota masyarakat bahasa itu mematuhi konvensi bahwa lambang tertentu itu digunakan untuk mewakili konsep yang diwakilinya.
Bahasa itu Produktif
Kata produktif adalah bentuk ajektif dari kata benda produksi. Arti produktif adalah “ banyak hasilnya “ atau lebih tepat “ terus- menerus menghasilkan “. Lalu, kalau bahasa itu dikatakan produktif, maka maksudnya, meskipun unsur- unsur bahasa itu terbatas, tetapi dengan unsur- unsur yang jumlahnya terbatas itu dapat dibuat satuan- satuan bahasa yang jumlahnya tidak terbatas, meski secara relatif, sesuai dengan sistem yamg berlaku dalam bahasa itu.
Bahasa itu Unik
Unik artinya mempunyai ciri khas yang spesifik yang tidak dimiliki oleh yang lain. Bahasa dikatakan unik yang artinya setiap bahasa memiliki ciri khas yang tidak dimiliki oleh bahasa lain. Salah satu keunikan bahasa Indonesia adalah bahwa tekanan kata tidak bersifat morfemis, melainkan sintaksis, artinya jika kita memberi tekanan pada kata dalam kalimat maka makna kata itu tetap.
Bahasa itu Universal
Bahasa bersifat universal artinya ada ciri- ciri yang sama yang dimiliki oleh setiap bahasa yang ada di dunia ini. Ciri- ciri yang universal ini tentunya merupakan unsur bahasa yang paling umum, yang bisa dikaitkan dengan ciri- ciri atau sifat- sifat bahasa lain.
Bahasa itu Dinamis
Bahasa adalah satu- satunya milik manusia yang tidak pernah lepas dari segala kegiatan dan gerak manusia sepanjang keberadaan manusia itu sebagai makhluk yang berbudaya dan bermasyarakat. Karena keterikatan dan keterkaitan bahasa itu dengan manusia, sedangkan dalam kehidupannya di dalam masyarakat, kegiatan manusia itu tidak tetap dan selalu berubah, maka bahasa itu juga menjadi ikut berubah, menjadi tidak tetap dan tidak statis. Karena itulah bahasa itu disebut dinamis.
Bahasa itu Bervariasi
Anggota masyarakat suatu bahasa biasanya terdiri dari berbagai orang dengan berbagai status sosial dan berbagai latar belakang budaya yang tidak sama. Anggota masyarakat bahasa itu ada yang berpndidikan baik ada juga yang tidak, ada yang tinggal di kota ada yang tinggal di desa, ada orang dewasa dan kanak- kanak. Oleh karena latar belakang dan lingkungannya tidak sama maka bahasa yang mereka gunakan menjadi bervariasi atau beragam.
Bahasa itu Manusiawi
Alat komunikasi manusia yang namanya bahasa adalah bersifat manusiawi, dalam arti hanya milik manusia dan hanya dapat digunakan oleh manusia. Alat komunikasi binatang bersifat terbatas. Dalam arti hanya untuk keperluan hidup “ kebinatangannya” itu saja. Kalaupun ada binatang yang dapat mengerti dan memahami serta melakukan perintah manusia dalam bahasa manusia adalah berkat latihan yang diberikan kepadanya.
BAHASA DAN FAKTOR LUAR BAHASA
Objek kajian linguistik mikro adalah struktur intern bahasa atau sosok bahasa itu sendiri, sedangkan kajian linguistik makro adalah bahasa dalam hubungannya dengan faktor- faktor di luar bahasa yaitu tidak lain daripada segala hal yang berkaitan dengan kegiatan manusia di dalam masyarakat, sebab tidak ada kegiatan yang tanpa berhubungan dengan bahasa.
Masyarakat Bahasa
Kata masyarakat biasanya diartikan sebagai sekelompok orang (dalam jumlah yang banyaknya relatif ), yang merasa sebangsa, seketurunan, sewilayah tempat tinggal atau yang mempunyai kepentingan sosial yang sama. Yang dimaksud dengan masyarakat bahasa adalah sekelompok orang yang merasa menggunakan bahasa yang sama. Karena titik berat pengertian masyarakat bahasa pada “ merasa menggunakan bahasa yang sama”, maka konsep masyarakat bahasa dapat menjadi luas dan dapat menjadi sempit.
Variasi dan Status Sosial Bahasa
Dalam beberapa masyarakat tertentu ada semacam kesepakatan untuk membedakan adanya dua macam variasi bahasa yang dibedakan berdasarkan status pemakaiannya. Yang pertama adalah variasi bahasa tinggi ( T ) digunakan dalam situasi- situasi resmi, seperti pidato kenegaraan, bahasa pengantar dalam pendidikan, khotbah, surat- menyurat resmi dan buku pelajaran, variasi T ini harus dipelajari melalui pendidikan formal di sekolah- sekolah. Yang kedua adalah variasi bahasa rendah ( R ) digunakan dalam situasi tidak formal, seperti di rumah, di warung, di jalan, dalam surat- surat pribadi dan catatan untuk diri sendiri, variasi R ini dipelajari secara langsung di dalam masyarakat umum dan tidak pernah dalam pendidikan formal. Adanya pembedaan variasi bahasa T dan bahasa R disebut dengan istilah diglosia ( Ferguson 1964 ). Masyarakat yang mengadakan pembedaan ini disebut masyarakat diglosis.

Penggunaan Bahasa
Adanya berbagai macam dialek dan ragam bahasa menimbulkan masalah, bagaimana kita harus menggunakan bahasa itu di dalam masyarakat. Hymes (1974) seorang pakar sosiolinguistik mengatakan, bahwa suatu komunikasi dengan menggunakan bahasa harus memperhatikan delapan unsur, yang diakronimkan menjadi SPEAKING, yakni :
  1. Setting and scene, yaitu unsur yang berkenaan dengan tempat dan waktu terjadinya percakapan
  2. Participants, yaitu orang- orang yang terlibat dalam percakapan
  3. Ends, yaitu maksud dan hasil percakapan
  4. Act sequences, yaitu hal yang menunjuk pada bentuk dan isi percakapan
  5. Key, yaitu yang menunjuk pada cara atau semangat dalam melaksanakan percakapan
  6. Instrumentalities, yaitu yang menunjuk pada jalur percakapan apakah secara lisan atau bukan
  7. Norms, yaitu yang menunjuk pada norma perilaku peserta percakapan
  8. Genres, yaitu menunjuk pada kategori atau ragam bahasa yang digunakan.
Kedelapan unsur tersebut dalam formulasi lain bisa dikatakan dalam berkomunikasai lewat bahasa harus diperhatikan faktor- faktor siapa lawan atau mitra bicara kita, tentang apa, situasinya bagaimana, tujuannya apa, jalurnya apa dan ragam bahasa yang digunakan yang mana.
Kontak Bahasa
Dalam masyarakat yang terbuka, artinya yang para anggotanya dapat menerima kedatangan anggota dari masyarakat lain, baik dari satu atau lebih dari satu masyarakat, akan terjadilah apa yang disebut kontak bahasa. Bahasa dari masyarakat yang menerima kedatangan akan saling mempengaruhi dengan bahasa dari masyarakat yang datang. Hal yang sangat menonjol yang bisa terjadi dari adanya kontak bahasa ini adalah terjadinya atau terdapatnya apa yang disebut bilingualisme dan multilingualisme dengan berbagai macam kasusnya, sepertu interferensi, integrasi, alihkode, dan campurkode.
Bahasa dan Budaya
Satu lagi yang menjadi objek kajian linguistik makro adalah mengenai hubungan bahasa dengan budaya atau kebudayaan. Dalam sejarah linguistik ada suatu hipotesisyang sangat terkenal mengenai hubungan bahasa dengan kebudayaan ini. Hipotesis ini dikeluarkan oleh dua orang pakar, yaitu Edward Sapir dan Benjamin Lee Whorf ( hipotesis Sapir- Whorf) yang menyatakan bahwa bahasa mempengaruhi kebudayaan atau bahasa itu mempengaruhi cara berpikir dan bertindak anggota masyarakat penuturnya. Jadi bahasa itu menguasai cara berpikir dan bertindak manusia. Apa yang dilakukan manusia selalu dipengaruhi oleh sifat- sifat bahasanya.
KLASIFIKASI BAHASA
Klasifikasi dilakukan dengan melihat kesamaan ciri yang ada pada setiap bahasa. Bahasa yang mempunyai kesamaan ciri dimasukkan dalam satu kelompok. Menurut Greenberg (1957: 66) suatu klasifikasi yang baik harus memenuhi persyaratan nonarbitrer, ekhaustik, dan unik. Nonarbitrer maksudnya bahwa kriteria klasifikasi hanya harus ada satu kriteria, maka hasilnya akan ekhaustik. Artinya, setelah klasifikasi dilakukan tidak ada lagi sisanya, semua bahasa yang ada dapat masuk ke dalam salah satu kelompok. Hasil klasifikasi juga harus bersifat unik, maksudnya kalau suatu bahasa sudah masuk ke dalam salah satu kelompok, dia tidak bisa masuk lagi dalam kelompok yang lain, kalau masuk ke dalam dua kelompok atau lebih berarti hasil klasifikasi itu tidak unik.
Klasifikasi Genetis
Klasifikasi genetis disebut juga klasifikasi geneologis, dilakukan berdasarkan garis keturunan bahasa- bahasa itu. Artinya, suatu bahasa berasal atau diturunkan dari bahasa yang lebih tua. Menurut teori klasifikasi genetis ini, suatu bahasa pro ( bahasa tua, bahasa semula) akan pecah dan menurunkan dua bahasa baru atau lebih. Lalu, bahasa pecahan ini akan menurunkan pula bahasa- bahasa lain. Kemudian bahasa- bahasa lain itu akan menurunkan lagi bahasa- bahasa pecahan berikutnya.
Klasifikasi genetis dilakukan berdasarkan kriteria bunyi dan arti yaitu atas kesamaan bentuk (bunyi) dan makna yang dikandungnya. Bahasa- bahasa yang memiliki sejumlah kesamaan seperti itu dianggap berasal dari bahasa asal atau bahasa proto yang sama. Apa yang dilakukan dalam klasifikasi genetis ini sebenarnya sama dengan teknik yang dilakukan dalam linguistik historis komparatif, yaitu adanya korespondensi bentuk (bunyi) dan makna. Oleh karena itu, klasifikasi genetis bisa dikatakan merupakan hasil pekerjaan linguistik historis komparatif. Klasifikasi genetis juga menunjukkan bahwa perkembangan bahasa- bahasa di dunia ini bersifat divergensif, yakni memecah dan menyebar menjadi banyak, tetapi pada masa mendatang karena situasi politik dan perkembangan teknologi komunikasi yang semakin canggih, perkembangan yang konvergensif tampaknya akan lebih mungkin dapat terjadi.
Klasifikasi Tipologis
Klasifikasi tipologis dilakukan berdasarkan kesamaan tipe atau tipe- tipe yang terdapat pada sejumlah bahasa. Tipe ini merupakan unsur tertentu yang dapat timbul berulang- ulang dalam suatu bahasa. Klasifikasi tipologi ini dapat dilakukan pada semua tataran bahasa. Maka hasil klasifikasinya dapat bermacam- macam, akibatnya menjadi bersifat arbitrer karena tidak terikat oleh tipe tertentu.
Klasifikasi pada tataran morfologi yang telah dilakukan pada abad XIX secara garis besar dapat dibagi tiga kelompok, yaitu:
§ Kelompok pertama adalah yang semata- mata menggunakan bentuk bahasa sebagai dasar klasifikasi. ( klasifikasi morfologi oleh Fredrich Von Schlegel)
§ Kelompok kedua adalah yang menggunakan akar kata sebagai dasar klasifikasi ( oleh Franz Bopp).
§ Kelompok ketiga adalah yang menggunakan bentuk sintaksis sebagai dasar klasifikasi, pakarnya antara lain H. Steinthal.
Pada abad XX ada juga pakar klasifikasi morfologi dengan prinsip yang berbeda, misalnya yang dibuat Sapir (1921) dan J. Greenberg (1954).
Klasifikasi Areal
Klasifikasi areal dilakukan berdasarkan adanya hubungan timbal balik antara bahasa yang satu dengan bahasa yang lain di dalam suatu areal atau wilayah, tanpa memperhatikan apakah bahasa itu berkerabat secara genetik atau tidak. Klasifikasi ini bersifat arbitrer karena dalam kontak sejarah bahasa- bahasa itu memberikan pengaruh timbal balik dalam hal- hal tertentu yang terbatas. Klasifikasi inipun bersifat non ekhaustik, sebab masih banyak bahasa- bahasa di dunia ini yang masih bersifat tertutup dalam arti belum menerima unsur- unsur luar. Selain itu, klasifikasi inipun bersifat non unik, sebab ada kemungkinan sebuah bahasa dapat masuk dalam kelompok tertentu dan dapat pula masuk ke dalam kelompok lainnya lagi. Usaha klasifikasi ini pernah dilakukan oleh Wilhelm Schmidt (1868- 1954) dalam bukunya Die Sprachfamilien und Sprachenkreise der Ende, yang dilampiri dengan peta.
Klasifikasi Sosiolinguistik
Klasifikasi sosiolinguistik dilakukan berdasarkan hubungan antara bahasa dengan faktor- faktor yang berlaku dalam masyarakat, tepatnya berdasarkan status, fungsi, penilaian yang diberikan masyarakat terhadap bahasa itu. Klasifikasi sosiolinguistik ini pernah dilakukan oleh William A. Stuart tahun 1962 yang dapat kita baca dalam artikelnya “ An Outline of Linguistic Typology for Describing Multilingualism”. Klasifikasi ini dilakukan berdasarkan empat ciri atau kriteria, yaitu :
  1. historisitas berkenaan dengan sejarah perkembangan bahasa atau sejarah pemakaian bahasa itu,
  2. standardisasi berkenaan dengan statusnya sebagai bahasa baku atau tidak baku atau statusnya dalam pemakaian formal atau tidak formal,
  3. vitalitas berkenaan dengan apakah bahasa itu mempunyai penutur yang menggunakannya dalam kegiatan sehari- hari secara aktif atau tidak,
  4. homogenesitas berkenaan dengan apakah leksikon dan tata bahasa dari bahasa itu diturunkan.
Dengan menggunakan keempat ciri di atas, hasil klasifikasi bisa menjadi ekshaustik sebab semua bahasa yang ada di dunia dapat dimasukkan ke dalam kelompok- kelompok tertentu. Tetapi hasil ini tidak unik sebab sebuah bahasa bisa mempunyai status yang berbeda.
BAHASA TULIS DAN SISTEM AKSARA
Dalam bagian yang terdahulu sudah disebutkan bahwa bahasa adalah sebuah sistem bunyi. Jadi bahasa itu adalah apa yang dilisankan. Juga sudah disebutkan bahwa linguistik melihat bahasa itu adalah bahasa lisan, bahasa yang diucapkan, bukan yang dituliskan. Namun linguistik sebenarnya juga tidak menutup diri terhadap bahasa tulis, sebab apapun yang berkenaan dengan bahasa adalah juga menjadi objek linguistik, padahal bahasa tulis dekat sekali hubungannya denganm bahasa. Hanya masalahnya, linguistik juga punya prioritas dalam kajiannya. Begitulah, maka bagi linguistik bahasa lisan adalah primer, sedangkan bahasa tulis adalah sekunder. Bahasa lisan lebih dahulu daripada bahasa tulis. Malah saat ini masih banyak bahasa di dunia ini yang belum punya tradisi tulis. Artinya, bahasa itu hanya digunakan secara lisan, tetapi tidak secara tulisan. Dalam bahasa itu belum dikenal ragam bahasa tulisan, yang ada hanya ragam bahasa lisan.
Bahasa tulis sebenarnya bisa dianggap sebagai “rekaman” bahasa lisan, sebagai usaha manusia untuk “menyimpan” bahasanya atau untuk bisa disampaikan kepada orang lain yang berada dalam ruang dan waktu yang berbeda. Namun, ternyata rekaman bahasa tulis sangat tidak sempurna. Banyak unsur bahasa lisan, seperti tekanan, intonasi, dan nada yang tidak dapat direkam secara sempurna dalam bahasa tulis, padahal dalam berbagai bahasa tertentu tiga unsur itu sangat penting.
Apakah bahasa tulis itu sama dengan bahasa lisan, atau bagaimana? Meskipun dari awal sudah disebutkan bahwa bahasa tulis sebenarnya tidak lain daripada rekaman bahasa lisan, tetapi sesungguhnya ada perbedaan besar antara bahasa tulis dengan bahasa lisan. Bahasa tulis bukanlah bahasa lisan yang dituliskan seperti yang terjadi kalau kita merekam bahasa lisan itu ke dalam pita rekaman. Bahasa tulis sudah dibuat orang dengan pertimbangan dan pemikiran, sebab kalau tidak hati- hati, tanpa pertimbangan dan pemikiran, peluang untuk terjadinya kesalahan dan kesalahpahaman dalam bahasa tulis sangat besar, maka kesalahan itu tidak bisa secara langsung diperbaiki. Berbeda dengan bahasa lisan. Dalam bahasa lisan setiap kesalahan bisqa segera diperbaiki, lagipula bahasa lisan sangat dibantu oleh intonasi, tekanan, mimik, dan gerak- gerik si pembicara.
Berbicara mengenai asal mula tulisan, hingga saat ini belum dapat dipastikan kapan manusia mulai menggunakan tulisan. Ada cerita yang mengatakan bahwa tulisan itu ditemukan oleh Cadmus, seorang pangeran dari Phunisia dan lalu membawanya ke Yunani. Dalam fable Cina dikisahkan bahwa yang menemukan tulisan adalah T’sang Chien Tuhan bermata empat, dan sebagainya. Para ahli dewasa ini memperkirakan tulisan itu berawal dan tumbuh dari gambar- gambar yang terdapat dari gua-gua di Altamira di Spanyol Utara, dan di beberapa tempat lain. Gambar- gambar itu dengan bentuknya yang sederhana secara langsung menyatakan maksud atau konsep yang ingin disampaikan. Gambar- gambar ini disebut pictogram, dan sebagai sistem tulisan disebut piktograf.
Beberapa waktu kemudian gambar- gambar piktogram itu benar- benar menjadi sistem tulisan yang disebut piktograf. Dalam piktograf ini, satu huruf yang berupa satu gambar, melambangkan satu makna atau satu konsep. Piktograf ini selanjutnya tidak lagi menggambarkan benda yang dimaksud, tetapi telah digunakan untuk menggambarkan sifat benda atau konsep yang berhubungan dengan benda itu. Piktograf yang menggambarkan gagasan, ide, atau konsep ini disebut ideograf. Kemudian ideograf berubah menjadi lebih sederhana, sehingga tidak tampak lagi hubungan langsung antara gambar dengan hal yang dimaksud. Sistem demikian, yang menggambarkan suku kata disebut aksara silabis.
Lalu dalam perkembangannya, aksara silabis ini diambil alih oleh orang Yunani yang kemudian mengembangkan tulisan yang bersifat alfabetis, yaitu dengan menggambarkan setiap konsonan dan vocal dengan satu huruf. Selanjutnya, aksara Yunani ini diambil alih pula oleh orang Romawi. Pada abad-abad pertama Masehi aksara Romawi ini (yang lazim disebut aksara Latin) menyebar ke seluruh dunia. Tiba di Indonesia sekitar abad XVI bersamaan dengan penyebaran agama Kristen oleh orang Eropa.
Jadi, sudah dikemukakan di atas adanya beberapa jenis aksara, yaitu aksara piktografis, aksara ideografis, aksara silabis, dan aksara fonemis. Semua jenis aksara itu tidak ada yang bisa “merekam” bahasa lisan secara sempurna. Banyak unsur bahasa lisan yang tidak dapat digambarkan oleh aksara itu dengan tepat dan akurat. Alat pelengkap aksara yang ada untuk menggambarkan unsur- unsur bahasa lisan hanyalah huruf besar untuk memulai kalimat, koma untuk menandai jeda, titik untuk menandai akhir kalimat, tanda tanya untuk menyatakan interogasi, tanda seru untuk menyatakan interjeksi, dan tanda hubung untuk menyatakan penggabungan. Bahasa- bahasa di dunia ini dewasa ini lebih umum menggunakan aksara Latin daripada aksara lain. Aksara Latin adalah aksara yang tidak bersifat silabis. Jadi, setiap silabel akan dinyatakan dengan huruf vokal dan huruf konsonan. Huruf vokal untuk melambangkan fonem vokal dan huruf konsonan untuk melambangkan fonem konsonan dari bahasa yang bersangkutan. Hubungan antara fonem (yaitu satuan bunyi terkecil yang dapat membedakan makna dalam suatu bahasa) dengan huruf atau grafem (yaitu satuan unsur terkecil dalam aksara) ternyata juga bermacam- macam. Tidak sama antara bahasa yang satu dengan bahasa yang lain, karena jumlah fonem yang ada dalam setiap bahasa tidak sama dengan jumlah huruf yang tersedia dalam alphabet Latin itu.
Ada pendapat umum yang mengatakan bahwa ejaan yang ideal adalah ejaan yang melambangkan tiap fonem hanya dengan satu huruf atau sebaliknya setiap huruf hanya dipakai untuk melambangkan satu fonem. Jika demikian, ternyata ejaan bahasa Indonesia belum seratus persen ideal, sebab masih ada digunakan gabungan huruf untuk melambangkan sebuah fonem. Namun, tampaknya ejaan bahasa Indonesia masih jauh lebih baik daripada ejaan bahasa Inggris.

TATARAN LINGUISTIK : FONOLOGI
Fonologi ialah bagian dari ilmu bahasa yang mempelajari tata bunyi/kaidah bunyi dan cara menghasilkannya. Mengapa bunyi dipelajari?  Karena wujud bahasa yang paling primer adalah bunyi. Bunyi adalah Getaran udara yang masuk ke telinga sehingga menimbulkan suara.
Bunyi bahasa adalah bunyi yang dibentuk oleh tiga faktor, yaitu pernafasan (sebagai sumber tenaga), alat ucap (yang menimbulkan getaran), dan rongga pengubah getaran (pita suara). Fonologi dibedakan menjadi, fonetik dan fonemik. Didalam fonologi terdapat istilah fonem, fon, dan alofon. Fonem adalah satuan bunyi terkecil yang masih abstrak atau yang tidak diartikulasikan. Fonem merupakan aspek bahasa pada aspek langue (istilah de Sausure), misalnya /t/. /d/, /c/. Fon adalah realisasi dari fonem (parole), atau bunyi yang diartikulasikan (diucapkan) misalnya {lari}. Alofon adalah perbedaan bunyi yang tidak menimbulkan  perbedaan  makna, misalnya /i/ dan /I/ dalam /menangIs/.
Bunyi Vokal : bunyi yang tidak mengalami hambatan di daerah artikulator. Disebut  juga huruf hidup karena dapat berdiri sendiri dan dapat menghidupkan konsonan. Terdiri dari : a, i, u, e, o. Diftong → au, ai, oi.
Fonetik
4.2   Klasifikasi vokal :

Berdasarkan bentuk bibir
· Vokal bulat → a, o, u
· Vokal lonjong → i, e
Berdasarkan tinggi rendah lidah
· Tinggi → i
· Tengah → e
· Bawah → a
Berdasarkan maju mundurnya lidah
· Depan → i, a
· Tengah → e
· Belakang → o
4.3 Bunyi Konsonan
Bunyi Konsonan adalah bunyi yang mengalami hambatan dalam pengucapan.
4.3.1.  Pembentukan konsonan
a)   Bilabial : pembentukan konsonan oleh 2 bibir. (b, p, m)
b)   Apikodental : pembentukan konsonan oleh ujung lidah dan gigi (t, d, h)
c)    Labiodental : pembentukan konsonan oleh gigi dan bibir (f, v)
d)   Palatal : lidah – langit-langit keras (c, j)
e)   Velar : belakang lidah – langit-langit lembut (k,g)
f)     Hamzah (glottal stop) : posisi pita suara tertutup sama sekali.
g)   Laringal : pita suara terbuka lebar, udara keluar melalui geseran.
4.4 Macam-macam bunyi bahasa
a. Bunyi Segmental
Bunyi segmental ialah bunyi yang dihasilkan oleh pernafasan, alat ucap dan pita suara. Bunyi Segmental  ada empat macam
  1. Konsonan= bunyi yang terhambat oleh alat ucap
  2. Vokal = bunyi yang tidak terhambat oleh alat ucap
  3. Diftong= dua vokal yang dibaca satu bunyi, misalnya: /ai/ dalam sungai, /au/ dalam /kau/
  4. Kluster= dua konsonan yang dibaca satu bunyi.
Contoh Kluster/Konsonan Rangkap
ng:  yang
ny:  nyonya
kh:  khusus, khas, khitmad,
pr:  produksi, prakarya, proses
kr:  kredit, kreatif, kritis, krisis
sy:  syarat, syah, syukur
str:  struktur, strata, strategi
spr:  sprai
tr  :  tradisi, tragedi, tragis, trauma, transportasi.
b. Bunyi Supra Segmental
Dalam suatu runtutan bunyi yang sambung-bersambung terus-menerus diselangseling dengan jeda singkat atau agak singkat, disertai dengan keras lembut bunyi, tinggi rendah bunyi, panjang pendek bunyi, ada bunyi yang dapat disegmentasikan yang disebut bunyi segmental.
1 .   Tekanan atau Stres
Menyangkut masalah keras lunaknya bunyi.
2 .   Nada atau Pitch
Berkenaan dengan tinggi rendahnya bunyi.
3     Jeda atau Persendian
Berkenaan dengan hentian bunyi dalam arus ujar.
Jeda antar kata, diberi tanda ( / )
Jeda antar frase, diberi tanda ( // )
Jeda antar kalimat, diberi tanda ( # )
Fonemik
Pengertian Fonemik
1. Fonetik adalah bagian dari studi linguistik yang mempelajari bunyi bahasa secara umum, tanpa memperhatikan makna, yang tidak bersifat fungsional, kajian bunyi bahasa manapun. Sedangkan fonemik adalah bagian dari studi linguistik yang mempelajari bahasa tertentu yang memperhatikan perbedaan makna.
2. Fonemisasi adalah salah satu prosedur atau cara menemukan fonem suatu bahasa. Penemuan fonem suatu bahasa itu didasarkan pada data-data yang secara fonetis akurat. Salah satu prosedur fonemisasi adalah “pasangan minimal” (minimal pairs). Pasangan minimal, yaitu bentuk-bentuk bahasa yang terkecil dan bermakna dalam sebuah bahasa yang secara ideal sama, kecuali satu bunyi yang tidak sama. Hasil dari fonemisasi dengan prosedur pasangan minimal adalah ditemukannya suatu fonem, yaitu satuan bunyi yang terkecil yang fungsional atau distingtif, dalam arti membedakan makna.
Asimilasi merupakan peristiwa berubahnya sebuah bunyi menjadi bunyi lain sebagai akibat dari bunyi yang ada di lingkungannya. Disimilasi yaitu perubahan dua buah fonem yang sama menjadi fonem yang berlainan. Kontraksi adalah pemendekan bentuk ujaran yang ditandai dengan hilangnya sebuah fonem atau lebih.
Fonem dan grafem
Fonem adalah satuan bunyi bahasa terkecil yang fungsional atau dapat membedakan makna kata. Untuk menetapkan apakah suatu bunyi berstatus sebagai fonem atau bukan harus dicari pasangan minimalnya.
Alofon merupakan realisasi sebuah fonem. Alofon dapat dilambangkan dalam wujud tulisan atau transkripsi fonetik yaitu penulisan pengubahan menurut bunyi, dan tandanya adalah […]. Grafem merupakan pelambangan fonem ke dalam transkripsi ortografis, yaitu penulisan fonem-fonem suatu bahasa menurut sistem ejaan yang berlaku pada suatu bahasa, atau penulisan menurut huruf dan ejaan suatu bahasa.




TATARAN LINGUISTIK : MORFOLOGI
Identifikasi Morfem
Untuk menentukan bahwa sebuah satuan bentuk merupakan morfem atau bukan kita harus membandingkan bentuk tersebut di dalam bentuk lain. Bila satuan bentuk tersebut dapat hadir secara berulang dan punya makna sama, maka bentuk tersebut merupakan morfem. Dalam studi morfologi satuan bentuk yang merupakan morfem diapit dengan kurung kurawal ({ }) kata kedua menjadi {ke} + {dua}.
Morf dan Alomorf
Morf adalah nama untuk semua bentuk yang belum diketahui statusnya. Sedangkan Alomorf nama untuk bentuk bila sudah diketahui status morfemnya (bentuk-bentuk realisasi yang berlainan dari morfem yang sama) .
Melihat . me-
Membawa . mem-
Menyanyi . meny-
Menggoda . meng-
Klasifikasi Morfem
Klasifikasi morfem didasarkan pada kebebasannya, keutuhannya, maknanya dan sebagainya.
Morfem bebas dan Morfem terikat
Morfem Bebas adalah morfem yang tanpa kehadiran morfem lain dapat muncul dalam pertuturan. Sedangkan yang dimaksud dengan morfem terikat adalah morfem yang tanpa digabung dulu dengan morfem lain tidak dapat muncul dalam pertuturan. Berkenaan dengan morfem terikat ada beberapa hal yang perlu dikemukakan. Pertama bentuk-bentuk seperti : juang, henti, gaul, dan , baur termasuk morfem terikat. Sebab meskipun bukan afiks, tidak dapat muncul dalam petuturan tanpa terlebih dahulu mengalami proses morfologi. Bentuk lazim tersebut disebut prakategorial. Kedua, bentuk seperti baca, tulis, dan tendang juga termasuk prakategorial karena bentuk tersebut merupakan pangkal kata, sehingga baru muncul dalam petuturan sesudah mengalami proses morfologi. Ketiga bentuk seperti : tua (tua renta), kerontang (kering kerontang), hanya dapat muncul dalam pasangan tertentu juga, termasuk morfem terikat. Keempat, bentuk seperti ke, daripada, dan kalau secara morfologis termasuk morfem bebas. Tetapi secara sintaksis merupakan bentuk terikat. Kelima disebut klitika. Klitka adalah bentuk singkat, biasanya satu silabel, secara fonologis tidak mendapat tekanan, kemunculannya dalam pertuturan selalu melekat tetapi tidak dipisahkan .
Morfem Utuh dan Morfem Terbagi
Morfem utuh adalah morfem dasar, merupakan kesatuan utuh. Morfem terbagi adalah sebuah morfem yang terdiri dari dua bagian terpisah. Catatan yang perlu diperhatikan dalam morfem terbagi.  Pertama, semua afiks disebut konfiks termasuk morfem terbagi. Untuk menentukan konfiks atau bukan, harus diperhatikan makna gramatikal yang disandang. Kedua, ada afiks yang disebut sufiks yakni yang disisipkan di tengah morfem dasar.
Morfem Segmental dan Suprasegmental
Morfem segmental adalah morfem yang dibentuk oleh fonem segmental. Morfem suprasegmental adalah morfem yang dibentuk oleh unsur suprasegmental seperti tekanan, nada, durasi.
Morfem beralomorf zero
Morfem beralomorf zero adalah morfem yang salah satu alomorfnya tidak berwujud bunyi segmental maupun berupa prosodi melainkan kekosongan.
Morfem bermakna Leksikal dan Morfem tidak bermakna Leksikal
Morfem bermakna leksikal adalah morfem yang secara inheren memiliki makna pada dirinya sendiri tanpa perlu berproses dengan morfem lain. Sedangkan morfem yang tidak bermakna leksikal adalah tidak mempunyai makna apa-apa pada dirinya sendiri.
Morfem Dasar, Bentuk Dasar, Pangkal (stem), dan Akar(root)
Morfem dasar bisa diberi afiks tertentu dalam proses afiksasi bisa diulang dalam suatu reduplikasi, bisa digabung dengan morfem lain dalam suatu proses komposisi. Pangkal digunakan untuk menyebut bentuk dasar dari proses infleksi. Akar digunakan untuk menyebut bentuk yang tidak dapat dianalisis lebih jauh.

TATARAN LINGUISTIK : SINTAKSIS
Kajian Sintaksis
Morfosintaksis yaitu gabungan dari morfologi dan sintaksis. Morfologi membicarakan tentang struktur internal kata. Sintaksis membicarakan tentang hubungan kata dengan kata lain.
Struktur Sintaksis
Struktur sintaksis ada tiga yaitu fungsi sintaksis, kategori sintaksis, dan peran  sintaksis. Dalam fungsi sintaksis ada hal-hal penting yaitu subjek, predikat, dan objek. Dalam kategori sintaksis ada istilah nomina, verba, adjektiva, dan numeralia. Dalam peran sintaksis ada istilah pelaku, penderita, dan penerima. Menurut Verhaar (1978), fungsi-fungsi S, P, O, dan K merupakan kotak kosong yang diisi kategori dan peranan tertentu.
Contohnya: Kalimat aktif: Nenek melirik kakek tadi pagi.
S P O K
pelaku sasaran
Kalimat pasif: Kakek dilirik nenek tadi pagi.
S P O K
sasaran pelaku
Agar menjadi kalimat berterima, maka fungsi S dan P harus berurutan dan tidak  disisipi kata di antara keduanya. Struktur sintaksis minimal mempunyai fungsi subjek dan predikat seperti pada verba intransitif yang tidak membutuhkan objek.
Contohnya: Kakek makan.
Verba transitif selalu membutuhkan objek.
Contohnya: Nenek membersihkan kamarnya.
Menurut Djoko Kentjono(1982), hadir tidaknya fungsi sintaksis tergantung konteksnya.
Contohnya: Kalimat seruan: Hebat!
Kalimat jawaban: Sudah!
Kalimat perintah: Baca!
Fungsi-fungsi sintaksis harus diisi kategori-kategori yang sesuai. Fungsi subjek diisi kategori nomina, fungsi predikat diisi kategori verba, fungsi objek diisi kategori nomina, dan fungsi keterangan diisi kategori adverbia.
Contohnya: Dia guru.(salah) Dia adalah guru.(benar)
S O S P O
Kata “adalah” pada kalimat tersebut merupakan verba kopula, seperti to be pada bahasa Inggris.
–          Berenang menyehatkan tubuh.
S P O
Kata “berenang” menjadi berkategori nomina karena yang dimaksud adalah pekerjaan berenangnya. Peran dalam struktur sintaksis tergantung pada makna gramatikalnya. Kata yang bermakna pelaku dan penerima tetap tidak berubah walaupun kata kerja yang aktif diganti menjadi pasif. Pelaku berarti objek yang melakukan pekerjaan. Penerima berarti objek yang dikenai pekerjaan. Makna pelaku dan sasaran merupakan makna gramatikal. Eksistensi struktur sintaksis terkecil ditopang oleh urutan kata, bentuk kata, dan intonasi. Perbedaan urutan kata dapat menimbulkan perbedaan makna.
Contohnya: tiga jam – jam tiga.
Nenek melirik kakek. – Kakek melirik nenek.
Dalam kalimat aktif transitif mempunyai kendala gramatikal yaitu fungsi predikat dan objek tidak dapat diselipi kata keterangan.
Contohnya: Nenek melirik tadi pagi kakek.(salah)
Intonasi merupakan penekanan. Perbedaan intonasi juga menimbulkan perbedaan makna. Intonasi ada tiga macam yaitu intonasi deklaratif untuk kalimat bermodus deklaratif atau berita dengan tanda titik, intonasi interogatif dengan tanda tanya, dan intonasi interjektif dengan tanda seru. Intonasi juga dapat berupa nada naik atau tekanan.
Contohnya:      Kucing / makan tikus mati.
Kucing makan tikus / mati.
Kalimat tersebut sudah berbeda makna karena tafsiran gramatikal yang berbeda yang disebut ambigu atau taksa. Konektor bertugas menghubungkan konstituen satu dengan yang lain. dilihat dari sifatnya, ada dua macam konektor. Konektor koordinatif menghubungkan dua konstituen sederajat. Konjungsinya seperti dan, atau, dan tetapi. Contohnya: Nenek dan kakek pergi ke sawah. Konektor subordinatif menghubungkan dua konstituen yang tidak sederajat. Konjungsinya seperti kalau, meskipun, dan karena. Contohnya: Kalau diundang, saya tentu akan datang.
Frase
Frase adalah satuan gramatik yang terdiri dari dua kata atau lebih yang tidak melampaui batas fungsi. Misalnya: akan datang, kemarin pagi, yang sedang menulis.
Dari batasan di atas dapatlah dikemukakan bahwa frase mempunyai dua sifat, yaitu
a.       Frase merupakan satuan gramatik yang terdiri dari dua kata atau lebih.
b.       Frase merupakan satuan yang tidak melebihi batas fungsi unsur klausa, maksudnya frase itu selalu terdapat dalam satu fungsi unsur klausa yaitu: S, P, O, atau K.
Macam-macam frase:
A.       Frase endosentrik
Frase endosentrik adalah frase yang mempunyai distribusi yang sama dengan unsurnya. Frase endosentrik dapat dibedakan menjadi tiga golongan yaitu:
1.       Frase endosentrik yang koordinatif, yaitu: frase yang terdiri dari unsur-unsur yang setara, ini dibuktikan oleh kemungkinan unsur-unsur itu dihubungkan dengan kata penghubung.
Misalnya: kakek-nenek : pembinaan dan pengembangan
laki bini         : belajar atau bekerja
2.       Frase endosentrik  yang atributif, yaitu frase yang terdiri dari unsur-unsur yang tidak setara. Karena itu, unsur-unsurnya tidak mungkin dihubungkan.
Misalnya:       perjalanan panjang
hari libur
Perjalanan, hari merupakan unsur pusat, yaitu: unsur yang secara distribusional sama dengan seluruh frase dan secara semantik merupakan unsur terpenting, sedangkan unsur lainnya merupakan atributif.
3.       Frase endosentrik yang apositif: frase yang atributnya berupa aposisi/ keterangan tambahan.
Misalnya: Susi, anak Pak Saleh, sangat pandai.
Dalam frase Susi, anak Pak Saleh secara sematik unsur yang satu, dalam hal ini unsur anak Pak Saleh, sama dengan unsur lainnya, yaitu Susi. Karena, unsur anak Pak Saleh dapat menggantikan unsur Susi. Perhatikan jajaran berikut:
Susi, anak Pak Saleh, sangat pandai
Susi, …., sangat pandai.
…., anak Pak Saleh sangat pandai.
Unsur Susi merupakan unsur pusat, sedangkan unsur anak Pak Saleh merupakan aposisi (Ap).
B.       Frase Eksosentrik
Frase eksosentrik ialah frase yang tidak mempunyai distribusi yang sama dengan unsurnya.
Misalnya:
Siswa kelas 1A sedang bergotong royong di dalam kelas.
Frase di dalam kelas tidak mempunyai distribusi yang sama dengan unsurnya. Ketidaksamaan itu dapat dilihat dari jajaran berikut:
Siswa kelas 1A sedang bergotong royong di ….
Siswa kelas 1A sedang bergotong royong …. kelas
C.      Frase Nominal, frase Verbal, frase Bilangan, frase Keterangan.
1.       Frase Nominal: frase yang memiliki distributif yang sama dengan kata nominal.
Misalnya: baju baru, rumah sakit
2.       Frase Verbal: frase yang mempunyai distribusi yang sama dengan golongan kata verbal.
Misalnya: akan berlayar
3.       Frase Bilangan: frase yang mempunyai distribusi yang sama dengan kata bilangan.
Misalnya: dua butir telur, sepuluh keping
4.       Frase Keterangan: frase yang mempunyai distribusi yang sama dengan kata keterangan.
Misalnya: tadi pagi, besok sore
5.       Frase Depan: frase yang terdiri dari kata depan sebagai penanda, diikuti oleh kata atau frase sebagai                aksinnya.
Misalnya: di halaman sekolah, dari desa
D.      Frase Ambigu
Frase ambigu artinya kegandaan makna yang menimbulkan keraguan atau mengaburkan maksud kalimat. Makna ganda seperti itu disebut ambigu.
Misalnya: Perusahaan pakaian milik perancang busana wanita terkenal, tempat mamaku bekerja, berbaik hati mau melunaskan semua tunggakan sekolahku.
Frase perancang busana wanita dapat menimbulkan pengertian ganda:
1.       Perancang busana yang berjenis kelamin wanita.
2.       Perancang yang menciptakan model busana untuk wanita.

Klausa
Klausa adalah satuan gramatika yang terdiri dari subjek (S) dan predikat (P) baik disertai objek (O), dan keterangan (K), serta memilki potensi untuk menjadi kalimat. Misalnya: banyak orang mengatakan.
Unsur inti klausa ialah subjek (S) dan predikat (P).
Penggolongan klausa:
1.       Berdasarkan unsur intinya
2.       Berdasarkan ada tidaknya kata negatif yang secara gramatik menegatifkan predikat
3.       Berdasarkan kategori kata atau frase yang menduduki fungsi predikat
Kalimat
a.       Pengertian
Kalimat adalah satuan bahasa yang terdiri dari dua kata atau lebih yang mengandung pikiran yang lengkap dan punya pola intonasi akhir.
Contoh: Ayah membaca koran di teras belakang.
b.       Pola-pola kalimat
Sebuah kalimat luas dapat dipulangkan pada pola-pola dasar yang dianggap menjadi dasar pembentukan kalimat luas itu.
1.       Pola kalimat I = kata benda-kata kerja
Contoh: Adik menangis. Anjing dipukul.
Pola kalimat I disebut kalimat ”verbal”
2.       Pola kalimat II = kata benda-kata sifat
Contoh: Anak malas. Gunung tinggi.
Pola kalimat II disebut pola kalimat ”atributif”
3.       Pola kalimat III = kata benda-kata benda
Contoh: Bapak pengarang. Paman Guru
Pola pikir kalimat III disebut kalimat nominal atau kalimat ekuasional. Kalimat ini mengandung kata kerja bantu, seperti: adalah, menjadi, merupakan.
4.       Pola kalimat IV (pola tambahan) = kata benda-adverbial
Contoh: Ibu ke pasar. Ayah dari kantor.
Pola kalimat IV disebut kalimat adverbial
Jenis Kalimat
A.    Kalimat inti dan kalimat non inti.
Kalimat inti disebut juga kalimat dasar, adalah kalimat yang dibentuk dari klausa inti yang lengkap bersifat deklaratif, aktif atau netral dan afirmatif. Dalam bahasa Indonesia paling tidak kalimat inti kita dapati dengan pola sebagai berikut :
FN + FV = Nenek datang
FN + FV + FN = Nenek membaca komik
FN + FV + FN + PN = Nenek membacakan kakek komik
FN + FN = Nenek dokter
FN + FA = Nenek cantik
FN + Fnum = Uangnya dua juta
FN + FP = Uangnya di dompet
B.     Kalimat tunggal dan kalimat majemuk
Kalimat tunggal : klausanya hanya satu
Kalimat majemuk : klausa dalam kalimat terdapat lebih dari satu
Macam-macam kalimat majemuk :
1) Kalimat majemuk koordinatif.
2) Kalimat majemuk subordinatif
3) Kalimat majemuk kompleks.
C.     Kalimat mayor dan kalimat minor
Kalimat mayor : klausanya lengkap, minimal mempunyai subjek dan predikat
Kalimat minor : klausanya tidak lengkap, hanya terdiri dari S/P/O/K saja.
D.    Kalimat verbal dan kalimat non verbal
E.      Kalimat bebas dan kalimat terikat.

Wacana
a. Pengertian Wacana
Wacana adalah satuan bahasa yang lengkap, sehingga dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi dan terbesar.
Sebagai satuan bahasa yang lengkap, maka dalam wacana itu berarti terdapat konsep, gagasan, pikiran, atau ide yang utuh, yang bisa dipahami oleh pembaca (dalam wacana tulis) atau pendengar (dalam wacana lisan) tanpa keraguan apapun. Sebagai satuan gramatikal tertinggi atau terbesar, wacana dibentuk dari kalimat-kalimat yang memenuhi persyaratan gramatikal, dan persyaratan kewacanaan lainnya. Persyaratan gramatikal dapat dipenuhi kalau dalam wacana itu sudah terbina kekohesifan, yaitu adanya keserasian hubungan antara unsur-unsur yang ada dalam wacana sehingga isi wacana apik dan benar.
b. Alat Wacana
Alat-alat gramatikal yang dapat digunakan untuk membuat sebuah wacana menjadi kohesif, antara lain: Pertama, konjungsi, yakni alat untuk menghubung-hubungkan bagian-bagian kalimat; atau menghubungkan paragraf dengan paragraf. Kedua, menggunakan kata ganti dia, nya, mereka, ini, dan itu sebagai rujukan anaforis sehingga bagian kalimat yang sama tidak perlu diulang melainkan menggunakan kata ganti. Ketiga, menggunakan elipsis, yaitu penghilangan bagian kalimat yang sama yang terdapat kalimat yang lain.
Selain dengan upaya gramatikal, sebuah wacana yang kohesif dan koheren dapat juga dibuat dengan bantuan berbagai aspek semantik, antara lain: Pertama, menggunakan hubungan pertentangan pada kedua bagian kalimat yang terdapat dalam wacana itu. Kedua, menggunakan hubungan generik – spesifik; atau sebaliknya spesifik – generik. Ketiga, menggunakan hubungan perbandingan antara isi kedua bagian kalimat; atau isi antara dua buah kalimat dalam satu wacana. Keempat, menggunakan hubungan sebab – akibat di antara isi kedua bagian kalimat; atau isi antara dua buah kalimat dalam satu wacana. Kelima, menggunakan hubungan tujuan di dalam isi sebuah wacana. Keenam, menggunakan hubungan rujukan yang sama pada dua bagian kalimat atau pada dua kalimat dalam satu wacana.
c. Jenis Wacana
Berkenaan dengan sasarannya, yaitu bahasa lisan atau bahasa tulis, dilihat adanya wacana lisan dan wacana tulis.
Dilihat dari penggunaan bahasa apakah dalam bentuk uraian ataukah bentuk puitik dibagi wacana prosa dan wacana puisi. Selanjutnya, wacana prosa, dilihat dari penyampaian isinya dibedakan menjadi wacana narasi, wacana eksposisi, wacana persuasi dan wacana argumentasi.
d. Subsatuan Wacana
Dalam wacana berupa karangan ilmiah, dibangun oleh subsatuan atau sub-subsatuan wacana yang disebut bab, subbab, paragraf, atau juga subparagraf. Namun, dalam wacana –wacana singkat sub-subsatuan wacana tidak ada.

TATARAN LINGUISTK : SEMANTIK
Kajian Semantik
Status tataran semantik dengan tataran fonologi, morfologi dan sintaksis adalah tidak sama. Semantik dengan objeknya yakni makna, berada di seluruh tataran, yaitu berada di tataran fonologi, morfologi dan sintaksis. Makna yang menjadi objek semantik sangat tidak jelas, tak dapat diamati secara empiris, sehingga semantik diabaikan. Tetapi, pada tahun 1965, Chomsky menyatakan bahwa semantik merupakan salah satu komponen dari tata bahasa dan makna kalimat sangat ditentukan oleh semantik ini.
Hakikat Makna
Menurut de Saussure, setiap tanda linguistik atau tanda bahasa terdiri dari 2 komponen, yaitu komponen signifian (yang mengartikan) yang berwujud runtunan bunyi, dan komponen signifie (yang diartikan) yang berwujud pengertian atau konsep (yang dimiliki signifian). Menurut teori yang dikembangkan Ferdinand de Saussure, makna adalah pengertian atau konsep yang dimiliki atau terdapat pada sebuah tanda linguistik. Jika tanda linguistik tersebut disamakan identitasnya dengan kata atau leksem, berarti makna adalah pengertian atau konsep yang dimiliki oleh setiap kata atau leksem. Jika disamakan dengan morfem, maka makna adalah pengertian atau konsep yang dimiliki oleh setiap morfem, baik morfem dasar maupun morfem afiks.
Di dalam penggunaannya dalam pertuturan yang nyata, makna kata atau leksem itu seringkali terlepas dari pengertian atau konsep dasarnya dan juga acuannya. Banyak pakar menyatakan bahwa kita baru dapat menentukan makna sebuah kata apabila kata itu sudah berada dalam konteks kalimatnya. Pakar itu juga mengatakan bahwa makna kalimat baru dapat ditentukan apabila kalimat itu berada di dalam konteks wacananya atau konteks situasinya. Bahasa bersifat arbiter, sehingga hubungan antara kata dan maknanya juga bersifat arbiter.
Jenis Makna
a.  Makna Leksikal, Gramatikal dan Kontekstual
Makna leksikal adalah makna yang dimiliki atau ada pada leksem meski tanpa konteks apapun. Dapat juga dikatakan bahwa makna leksikal adalah makna yang sebenarnya, sesuai dengan hasil observasi indera kita atau makna apa adanya. Makna gramatikal adalah makna yang ada jika terjadi proses gramatikal seperti afiksasi, reduplikasi, komposisi atau kalimatisasi. Makna kontekstual adalah makna sebuah leksem atau kata yang berada di dalam satu konteks. Makna konteks dapat juga berkenaan dengan situasinya, yakni tempat, waktu dan lingkungan penggunaan bahasa itu.
b.  Makna Referensial dan Non-referensial
Sebuah kata atau leksem dikatakan bermakna referensial jika ada referensnya atau acuannya. Ada sejumlah kata yang disebut kata diektik, yang acuannya tidak menetap pada satu wujud. Misalnya : kata-kata pronominal seperti, dia, saya dan kamu.
c.   Makna Denotatif dan Makna Konotatif
Makna denotatif adalah makna asli, makna asal atau makna sebenarnya yang dimiliki oleh sebuah leksem. Makna denotatif sebenarnya sama dengan makna leksikal. Makna konotatif adalah makna lain yang ditambahkan pada makna denotatif yang berhubungan dengan nilai rasa dari orang yang menggunakan kata tersebut. Konotasi sebuah kata bisa berbeda antara seseorang dengan orang lain.
d.   Makna Konseptual dan Makna Asosiatif
Leech (1976) membagi makna menjadi menjadi makna konseptual dan makna asosiatif. Makna konseptual adalah makna yang dimiliki oleh sebuah leksem terlepas dari konteks atau asosiasi apapun. Makna konseptual sebenarnya sama dengan makna leksikal, deotatif dan makna referensial. Makna asosiatif adalah makna yang dimiliki sebuah leksem atau kata bahasa. Makna asosiasi sama dengan perlambangan yang digunakan oleh suatu masyarakat bahasa untuk menyatakan konsep lain, yang mempunyai kemiripan sifat, keadaaan atau ciri-ciri yang ada pada leksem tersebut. Makna konotatif termasuk dalam makna asosiatif, karena kata-kata tersebut berasosiasi dengan nilai rasa terhadap kata itu. Makna stilistika berkenaan dengan perbedaan penggunaan kata sehubungan dengan perbedaan sosial atau bidang kegiatan. Makna afektif berkenaan dengan perasaan pembicara terhadap lawan bicara atau terhadap objek yang dibicarakan. Makna kolokatif berkenaan dengan ciri-ciri makna tertentu yang dimiliki sebuah kata dengan kata-kata yang bersinonim.
e.   Makna Kata dan Makna Istilah
Pada awalnya, makna yang dimiliki oleh sebuah kata adalah makna leksikal, denotatif atau makna konseptual. Namun, dalam penggunaannya makna kata itu baru menjadi jelas jika kata itu sudah berada di dalam konteks kalimatnya atau konteks situasinya. Istilah mempunyai makna yang pasti, jelas, tidak meragukan, meskipun tanpa konteks kalimat. Oleh karena itu, istilah sering dikatakan bebas konteks, sedangkan kata tidak bebas konteks.
f.   Makna Idiom dan Peribahasa
Idiom adalah satuan ujaran yang maknanya tidak dapat diramalkan dari makna unsur-unsurnya, baik secara leksikal maupun secara gramatikal. Idiom terbagi atas idiom penuh dan idiom sebagian. Idiom penuh adalah idiom yang semua unsurnya telah melebur menjadi satu kesatuan. Sedangkan idiom sebagian adalah idiom yang salah satu unsurnya masih memiliki makna leksikal sendiri. Peribahasa memilliki makna yang masih dapat ditelusuri dari makna unsurnya karena adanya “asosiasi” antara makna asli dengan maknanya sebagai peribahasa.


Relasi Makna
Relasi makna adalah hubungan semantik yang terdapat antara satuan bahasa yang satu dengan yang lain.
a. Sinonim
Yaitu hubungan semantik yang menyatakan adanya kesamaan makna antara satu satuan ujaran dengan satuan ujaran lainnya. Dua buah ujaran yang bersinonim maknanya tidak akan sama persis. Ketidaksamaan itu terjadi karena faktor :
1. Faktor waktu
2. Faktor tempat atau wilayah
3. Faktor keformalan
4. Faktor sosial
5. Faktor bidang kegiatan
6. Faktor nuansa makna
b. Antonim
Yaitu hubungan semantik antara dua buah satuan ujaran yang maknanya menyatakan kebalikan, pertentangan, atau kontras antara yang satu dengan yang lain.
c. Polisemi
Yaitu kata yang mempunyai makna lebih dari satu. Dalam kasus polisemi, biasanya makna pertama adalah makna sebenarnya, yang lain adalah maknamakna yang dikembangkan berdasarkan salah satu komponen makna yang dimiliki kata atau satuan ujaran itu. Oleh karena itu, makna-makna pada sebuah kata atau satuan ujaran yang polisemi ini masih berkaitan satu dengan yang lain.
d. Homonim
Yaitu dua buah kata atau satuan ujaran yang bentuknya “kebetulan” sama dan maknanya berbeda, karena masing-masing merupakan kata atau bentuk ujaran yang berlainan. Pada kasus homonim ada dua istilah lain yang biasa dibicarakan, yaitu homofon dan homograf. Homofon adalah adanya kesamaan bunyi antara dua satuan ujaran, tanpa memperhatikan ejaannya. Homograf adalah bentuk ujaran yang ortografinya dan ejaannya sama, tetapi ucapan dan maknanya berbeda. Perbedaan antara homonim dengan polisemi adalah bahwa homonim yaitu dua buah bentuk ujaran atau lebih yang “kebetulan” bentuknya sama, dan maknanya berbeda, sedangkan polisemi yaitu sebuah bentuk ujaran yang memiliki makna lebih dari satu. Dengan demikian jelas bahwa antara keduanya tidak punya hubungan sama sekali.
e. Hiponimi
Yaitu hubungan semantik antara sebuah bentuk ujaran yang maknanya tercakup dalam makna bentuk ujaran yang lain. Relasi hiponimi bersifat searah.
f. Ambiguitas atau Ketaksaan
Yaitu gejala dapat terjadinya kegandaan makna akibat tafsiran gramatikal yang berbeda. Ketaksaan terjadi dalam bahasa tulis akibat perbedaan gramatikal karena ketiadaan unsur lisan, karena ketidakcermatan dalam menyusun konstruksi beranaforis. Perbedaan homonim dengan ambiguiti adalah bahwa homonim yaitu dua buah bentuk atau lebih yang kebetulan bentuknya sama, sedangkan ambiguitas adalah sebuah bentuk dengan dua tafsiran makna atau lebih. Perbedaan polisemi dengan ambiguitas adalah bahwa polisemi biasanya hanya pada tataran kata, dan makna-makna yang dimilikinya yang lebih dari satu itu, sedangkan ambiguiti adalah satu bentuk ujaran yang mempunyai makna lebih dari satu sebagai akibat perbedaan tafsiran gramatikal.
g. Redudansi
Yaitu kata yang berlebih-lebihan yang menggunakan unsur segmental dalam suatu bentuk ujaran.

Perubahan Makna
Secara sinkronis makna sebuah kata atau leksem tidak akan berubah, tetapi secara diakronis ada kemungkinan dapat berubah. Dalam masa yang relative singkat, makna sebuah kata tidak akan berubah, tetapi dalam waktu yang relative lama ada kemungkinan makna tersebut akan berubah. Ini tidak berlaku untuk semua kosakata, tetapi hanya terjadi pada sebuah kata saja, yang disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain :
1. Perkembangan dalam bidang ilmu dan teknologi
2. Perkembangan sosial budaya
3. Perkembangan pemakaian kata
4. Pertukaran tanggapan indera (sinestesia)
5. Adanya asosiasi

SEJARAH DAN ALIRAN LINGUISTIK
Linguistik Tradisional
Sejarah Linguistik dimulai dari linguistik tradisional, Tata bahasa tradisional menganalisis bahasa berdasarkan filsafat dan semantik; sedangkan tata bahasa struktural berdasarkan struktur atau ciri-ciri formal yang ada dalam suatu bahasa tertentu. Misalnya dalam merumuskan kata kerja, tata bahasa tradisional mengatakan kata kerja adalah kata yang menyatakan tindakan atau kejadian; sedangkan tata bahasa struktural menyatakan kata kerja adalah kata yang dapat berdistribusi dengan frase “dengan . . . .”.
Dalam perkembangannya di dalam aliran linguistik tradisional dikenal linguistik zaman Yunani. Sejarah studi bahasa pada zaman Yunani ini sangat panjang, yaitu dari lebih kurang abad ke-5 S.M sampai lebih kurang abad ke 2 M. Masalah pokok kebahasaan yang menjadi pertentangan pada linguis pada waktu itu adalah pertentangan antara bahasa bersifat alami (fisis) dan bersifat konvensi (nomos). Bersifat alami atau fisis maksudnya bahasa itu mempunyai hubungan asal-usul, sumber dalam prinsip-prinsip abadi dan tidak dapat diganti di luar manusia itu sendiri. kaum naturalis adalah kelompok yang menganut faham itu, berpendapat bahwa setiap kata mempunyai hubungan dengan benda yang ditunjuknya. Atau dengan kata lain, setiap kata mempunyai makna secara alami, secara fisis. Sebaliknya kelompok lain yaitu kaum konvensional, berpendapat bahwa bahasa bersifat konvensi, artinya, makna-makna kata itu diperoleh dari hasil-hasil tradisi dan kebiasaan-kebiasaan yang mempunyai kemungkinan bisa berubah.
Selanjutnya yang menjadi pertentangan adalah antara analogi dan anomali. Kaum analogi antara lain Plato dan Aristoteles, berpendapat bahwa bahasa itu bersifat teratur. Karena adanya keteraturan itulah orang dapat menyusun tata bahasa. Jika tidak teratur tentu yang dapat disusun hanya idiom-idiom saja dari bahasa itu. Sebaliknya, kelompok anomali berpendapat bahwa bahasa itu tidak teratur. Kalau bahasa itu tidak teratur mengapa bentuk jamak bahasa Inggris child menjadi children, bukannya childs; mengapa bentuk past tense bahasa Inggris dari write menjadi wrote dan bukannya writed ?
Kelompok-kelompok yang termasuk dalam aliriran ini adalah Kaum Sophis (abad ke-5 S.M), Plato (429-347 S.M), Aristoteles (384-322 S.M), Kaum Stoik (Abad ke- 4S.M), Kaum Alexandrian.
Kemudian dikenal lingistik zaman Romawi. Studi bahasa pada zaman Romawi dapat dianggap kelanjutan dari zaman Yunani, sejalan dengan jatuhnya Yunani dan munculnya kerajaan Romawi. Tokoh pada zaman romawi yang terkenal antara lain, Varro (116 – 27 S.M) dengan karyanya De Lingua Latina dan Priscia dengan karyanya Institutiones Grammaticae.
Lalu, linguistik zaman Pertengahan. Studi bahasa pada zaman pertengahan di Eropa mendapat perhatian penuh terutama oleh para filsuf skolastik, dan bahasa Latin menjadi Lingua Franta, karena dipakai sebagai bahasa gereja, bahasa diplomasi, dan bahasa ilmu pengetahuan. Berikutnya, linguistik zaman Renaisans. Dalam sejarah studi bahasa ada dua hal pada zaman renaisans ini yang menonjol yang perlu dicatat, yaitu :
1)  Selain menguasai bahasa Latin, sarjana-sarjana pada waktu itu juga menguasai bahasa Yunani, bahasa Ibrani, dan bahasa Arab.
2)  Selain bahasa Yunani, Latin, Ibrani, dan Arab, bahasa-bahasa Eropa lainnya juga mendapat perhatian dalam bentuk pembahasan, penyusunan tata bahasa dan malah juga perbandingan.
Dan yang terakhir yang termasuk ke dalam linguistik tradisional adalah masa menjelang lahirnya linguistik modern. Dalam masa ini ada satu tonggak yang sangat penting dalam sejarah studi bahasa, yaitu dinyatakan adanya hubungan kekerabatan antara bahasa Sanskerta dengan bahasa-bahasa Yunani, Latin dan bahasa-bahasa Jerman lainnya. Dalam pembicaraan mengenai linguistik tradisional di atas, maka secara singkat dapat dikatakan, bahwa :
a)  Pada tata bahasa tradisional ini tidak dikenal adanya perbedaan antara bahasa ujaran dengan bahasa tulisan;
b)  Bahasa yang disusun tata bahasanya dideskripsikan dengan mengambil patokan-patokan dari bahasa lain, terutama bahasa Latin;
c)    Kaidah-kaidah bahasa dibuat secara prekriptif, yakni benar atau salah;
d)    Persoalan kebahasaan seringkali dideskripsikan dengan melibatkan logika;
e)   Penemuan-penemuan atau kaidah-kaidah terdahulu cenderung untuk selalu dipertahankan.
Linguistik Strukturalis
1. Ferdinand de Saussure
Ferdinand de saussure (1857-1913) dianggap sebagai bapak linguistik modern, pandangannya dimuat dalam buku course de linguistique generle. Beliau mengemukakan teori bahwa setiap tanda linguistik (signe) dibentuk oleh dua buah komponen yang tidak terpisahkan, yaitu komponen signifiant (bentuk) dan komponen signifie (makna)
2. Aliran praha (terbentuk tahun 1926)
Tokohnya Vilem Mathesius. Aliran praha inilah yang pertama-tama membedakan tegas akan fonetik dan fonolog.
3. Aliran glosematik lahir di Denmark.
Tokohnya Louis Hjemslev beliau terkenal karena usaha untuk membuat ilmu bahasa menjadi ilmu yang berdiri sendiri.
4. Aliran firthian
Tokohnya R. Firth (1890-1960) beliau terkenal karena teorinya mengenai fonologi prosodi. Fonologi prosodi adalah suatu cara untuk menentukan arti pada tataran fonetis. Fonologi prosodi terdiri dari satuan-satuan fonematis dan satuan prosodi
5. Aliran linguistik sistemik
Tokohnya M.A.K Halliday belaiu mengembangkan teori Fith mengenai bahasa khususnya yang berkenaan dengan segi kemasyarakatan bahasa. Pokok-pokok pandangannya antara variasinya pemberian bahasa tertentu berserta variasinya mengenai adanya gradasi dan kontinum.
6. Aliran tagmemik
Tokohnya Kenneth L. Pike, menurut aliran ini satuan dasar dari sintaksis adalah tagmen. Yang dimaksud tagmen adalah bentuk kata yang dapat saling dipertukarkan untuk mengisisi slot tertentu.
Linguistik   Tranformasional   dan   Aliran-aliran Sesudahnya
Dunia ilmu termasuk linguistik, bukan merupakan kegiatan yang statis, melainkan merupakan kegiatan yang dinamis, berkembang terus menerus sesuai dengan filsafat ilmu itu sendiri yang selalu mencari kebenaran yang hakiki.
Tata Bahasa Transformasi
Ahli linguistik yang cukup produktif dalam membuat buku adalah Noam Chomsky. Sarjana inilah yang mencetuskan teori transformasi melalui bukunya Syntactic Structures (1957), yang kemudian disebut classical theory. Dalam perkembangan selanjutnya, teori transformasi dengan pokok pikiran kemampuan dan kinerja yang dicetuskannya melalui Aspects of the Theory of Syntax (1965) disebut standard theory. Karena pendekatan teori ini secara sintaktis tanpa menyinggung makna (semantik), teori ini disebut juga sintaksis generatif (generative syntax). Pada tahun 1968 sarjana ini mencetuskan teori extended standard theory. Selanjutnya pada tahun 1970, Chomsky menulis buku generative semantics; tahun 1980 government and binding theory; dan tahun 1993 Minimalist program.
Setiap tata bahasa dari suatu bahasa, menurut Chomsky adalah merupakan teori dari bahasa itu sendiri; dan tata bahasa itu harus memenuhi dua syarat, yaitu:
1)   Kalimat yang dihasilkan oleh tata bahasa itu harus dapat diterima oleh pemakai bahasa tersebut, sebagai kalimat yang wajar dan tidak dibuat-buat.
2)    Tata bahasa tersebut harus berbentuk sedemikian rupa, sehingga satuan atau istilah yang digunakan tidak berdasarkan pada gejala bahasa tertentu saja, dan semuanya ini harus sejajar dengan teori linguistik tertentu.
Semantik Generatif
Menjelang dasawarsa tujuh puluhan beberapa murid dan pengikut Chomsky, antara lain Pascal, Lakoff, Mc Cawly, dan Kiparsky, sebagai reaksi terhadap Chomsky, memisahkan diri dari kelompok Chomsky dan membentuk aliran sendiri. Kelompok Lakoff ini, kemudian terkenal dengan sebutan kaum Semantik generatif.
Menurut semantik generatif, sudah seharusnya semantik dan sintaksis diselidiki bersama sekaligus karena keduanya adalah satu.
Tata Bahasa Kasus
Tata bahasa kasus atau teori kasus pertama kali diperkenalkan oleh Charles J. Fillmore dalam karangannya berjudul “The Case for Case” tahun 1968 yang dimuat dalam buku Bach, E. dan R. Harms Universal in Linguistic Theory, terbitan Holt Rinehart and Winston.
Dalam karangannya yang terbit tahun 1968 itu Fillmore membagi kalimat atas (1) modalitas, yang bisa berupa unsur negasi, kala, aspek, dan adverbia; dan (2) proposisi, yang terdiri dari sebuah verba disertai dengan sejumlah kasus. Yang dimaksud dengan kasus dalam teori ini adalah hubungan antara verba dengan nomina.
Tata Bahasa Relasional
Tata bahasa relasional muncul pada tahun 1970-an sebagai tantangan langsung terhadap beberapa asumsi yang paling mendasar dari teori sintaksis yang dicanangkan oleh aliran tata bahasa transformasi.
Tentang Linguistik Di Indonesia
Hingga saat ini bagaimana studi linguistik di Indonesia belum ada catatan yang lengkap, meskipun studi linguistik di Indonesia sudah berlangsung lama dan cukup semarak. Pada awalnya penelitian bahasa di Indonesia dilakukan oleh para ahli Belanda dan Eropa lainnya, dengan tujuan untuk kepentingan pemerintahan kolonial. Pendidikan formal linguistik di fakultas sastra (yang jumlahnya juga belum seberapa) dan di lembaga-lembaga pendidikan guru sampai akhir tahun lima puluhan masih terpaku pada konsep-konsep tata bahasa tradisional yang sangat bersifat normatif. Perubahan baru terjadi, lebih tepat disebut perkenalan dengan konsep-konsep linguistik modern. Pada tanggal 15 November 1975, atas prakarsa sejumlah linguis senior berdirilah organisasi kelinguistikan yang diberi nama Masyarakat Linguistik Indonesia (MLI). Anggotanya adalah para linguis yang kebanyakan bertugas sebagai pengajar di perguruan tinggi negeri atau swasta dan di lembaga-lembaga penelitian kebahasaan. Penyelidikan terhadap bahasa-bahasa daerah Indonesia dan bahasa nasional Indonesia, banyak pula dilakukan orang di luar Indonesia. Misalnya negeri Belanda, London, Amerika, Jerman, Rusia, dan Australia banyak dilakukan kajian tentang bahasa-bahasa Indonesia. Sesuai dengan fungsinya sebagai bahasa nasional, bahasa persatuan, dan bahasa negara maka bahasa Indonesia tampaknya menduduki tempat sentral dalam kajian linguistik dewasa ini, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Pelbagai segi dan aspek bahasa telah dan masih menjadi kajian yang dilakukan oleh banyak pakar dengan menggunakan pelbagai teori dan pendekatan sebagai dasar analisis. Dalam kajian bahasa nasional Indonesia, di Indonesia tercatat nama-nama seperti Kridalaksana, Kaswanti Purwo, Dardjowidjojo, dan Soedarjanto, yang telah menghasilkan tulisan mengenai pelbagai segi dan aspek bahasa Indonesia.

Senin, 04 Mei 2015

PENINGKATAN HASIL PEMBELAJARAN MENULIS PUISI DENGAN MEDIALAGU PADA SISWA KELAS VIII SMPN 1 GARAWANGI TAHUN AJARAN 2014/2015



A.   Judul Penelitian
PENINGKATAN HASIL PEMBELAJARAN  MENULIS PUISI DENGAN MEDIALAGU PADA SISWA KELAS VIII SMPN 1 GARAWANGI TAHUN AJARAN 2014/2015
B.   Bidang ilmu
Pendidikan
C.   Latar Belakang Masalah
Kegiatan  belajar  mengajar  merupakan  hal  yang  paling  penting  darikeseluruhan  proses  pendidikan  di  sekolah.  Proses  belajar  mengajar  merupakan suatu  kegiatan  yang  di  dalamnya  terdapat  proses  interaksi  antara  pendidik  dan peserta didik.Pembelajaran bahasa Indonesia mempunyai empat komponen yang harus dikuasai oleh siswa, yaitu kemampuan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Keempat komponen tersebut menjadi satu kesatuan yang utuh pada saat pengenalan  terhadap bahasa.  Hal  yang  pertama  dilakukan  adalah  proses mendengarkan,  kemudian  dari  proses  mendengarkan,  terwujudlah  sebuah  proses meniru  hasil  pendengaran  dengan  berbicara.Menulis mempunyai peranan yang sangat penting bagi manusia. Menulis merupakan salah satu sarana komunkasi seperti halnya berbicara. Namun, dalam perakteknya penggunaan bahasa dalam penulisan tindaklah sama dengan komunikasi lisan. Hal ini dikarenakan bahasa digunakan secara fungsional yaitu pemakaian bahasa sebagai media interksi dan transaksi. Dengan demikian, kegiatan menulis menuntut kecakapan dan kemahiran dalam mengatur menggunakan bahasa, bekerja dengan langkah-lagkah terorganisir, gagasan secara sistematik.

            Menurut Graves (2007: 14) dalam mnulis Henry Guntur tarigan menyaakan “seorang enggan menulis karena tidak tahu untuk apa dia menulis, merasa tidak berbakat menulis dan merasa tidak tahu bagaimana harus menulis. Ketidak sukaan tak lepas dari pengaru lingkungan keluarga da masyarakat serta pengalaman pembelajaran menulis atau mengarang di sekolah yang kurang memotivasi dan merangsang minat”. Proses pengajaran menulis merupakan suatu proses yang kompleks, yang merupakan kemampan berbahasa yang meminta perhatian paling akhir. Menulis sering dipandang sebagai suatu ilm dan seni, karena di samping memiliki aturan-aturan pada unsur-unsurnya juga mengandung tuntutan bakat yang menyebabkan suatu tulisan tidak semata-mata sebagai batang tubuh sistem yang membawakan makanan atau maksud, tetapi juga membuat penyampaian maksud tersebut menjadi unik, menarik, dan menyenangkan pembaca.
Keterampilan  menulis  merupakan  salah  satu  aspek  keterampilan  yang sangat  penting  dalam  kehidupan  manusia.Keseluruhan  kegiatanmenulis, terwujud dalam kegiatan menulis puisi, cerpen, pantun, berita, dongeng, dan lain-lain.Pemilihan  variabel  menulis  puisi  dikarenakan  jika seseoran selalu menulis puisi yang slalu mengembankan atau mencerikan tentang pengalama baik pengalaman dirinya maupun penalaman rang lain yang kemudian dituangkan melalui karya tulis puisi yang bertujuan agar orang lain atau pembaca mengetahui apa yang telah terjadi kepada sang penulis puisi tersebut,  ketika seseorang akan menulis puisi, banyak yang tidak memakai kata-kata yang tidak menarik perhatian pembaca mereka hanya asal menulis saja namun untuk tahap awal dalam belajar menulis puisi itu hal yang wajar, karena untuk menulis membutuhkan wawasan yang sangat luas. Namun sejalan waktu apabila seorang terus mencoba dan berlatih meskipun dengan waktu yang panjang akan mahir pula.
Berdasarkan  hasil  wawancara  dengan  guru  mata  pelajaran  diperoleh  hasil  bahwa  pembelajaranmenulis  puisi  di  kelas  VIII SMP N  1 Garawangi mengalami  berbagai  macam  permasalahan.  Pembelajaranmenulis  puisi  masih  kurang  optimal  di  sekolah  tersebut.Selama ini, penggunaan  media  pembelajaran  jarang  dilakukan  dalampembelajaran  menulis  puisi  di  sekolah  ini.  Hal  tersebut  dikarenakan keterbatasan alternatif media di sekolah ini untuk pembelajaran menulis  puisi.Perkembangan  teknologi  yang  semakin  maju  membuat  banyaknya  media pembelajaran  yang  dapat  diterapkan  dalam  pembelajaran  menulis.  Salah satu media  yang  dapat  digunakan  adalah  medialagu/audio.
Gustiani (2006:30) mendefinisikan lagu sebagai ragam sastra yang berirama dalam bercakap, bernyanyi, membaca, dan sebagainya. Lagu termasuk ke dalam media audio karena lagu merupakan hal atau sesuatu yang berkaitan dengan indera pendengaran. Secara fisiologis, pendengaran adalah suatu proses gelombang-gelombang suara masuk melalui telinga bagian luar, terus ke gendang telinga, kemudian dirubah menjadi getaran mekanik di bagian tengah telinga, selanjutnya berubah menjadi rangsangan syaraf, dan diteruskan ke otak. Lagu adalah ragam suara yang berirama (dalam bercakap, bernyanyi, membaca, dan sebagainya); nyanyian; ragam bunyi; dan tingkah laku (KBBI: 2008:771).
Dalam penelitian ini, media audio lagu digunakan sebagai media pembelajaran. Artinya, dalam proses pembelajaran, media lagu  yang diperdengarkan kepada siswa digunakan sebagai alat bantu pembelajaran dalam menulis puisi. Berdasarkan  permasalahandi  atas, maka  penelitian  ini  ditujukan  untuk meningkatkan  keterampilan hasil menulis  puisi  pada  siswa  kelas  VIII SMP N 1 Garawangi  dengan  pemanfaatan  media lagu.  Kelas  VIII  dipilih  sebagai  subjekpenelitian, karena berdasarkan standar isi yang terdapat dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), pembelajaran menulis puisi di Sekolah Menengah Pertama  (SMP)  terdapat  di  kelas  VIII  semester  2.
D.   Rumusan Masalah
Berdasarkan  identifikasi  masalah  di  atas,  rumusan  masalah  yang  akan menjadifokus penelitian adalahsebagai berikut:
a.       Bagaimanakah rencana pelaksanaan pembelajaran menulispuisi dengan media  lagupada siswa kelas VIII SMPN 1 Garawangi tahun ajaran 2014/2015?
b.      Bagaimanakah  proses pelaksanaan pembelajaran menulis puisi dengan media  lagu pada siswa kelas VIII SMPN 1 Garawangi tahun ajaran 2014/2015?
c.       Bagaimana hasil pembelajaran menulis puisi dengan media  lagu pada siswa kelas VIII SMPN 1 Garawangi tahun ajaran 2014/2015?

E.     Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan  keterampilan  menulis puisi  pada  siswa  kelas  VIII SMP N  1 Garawangidenganmenggunakanmedialagu/audio.
a.         Ingin mengetahuirencana pelaksanaan Pembelajaran menulispuisi dengan media  lagu pada siswa kelas VIII SMPN 1 Garawangi tahun ajaran 2014/2015.
b.        Ingin mengetahuiproses pelaksanaan pembelajaran menulis puisi dengan media  lagu pada siswa kelas VIII SMPN 1 Garawangi tahun ajaran 2014/2015.
c.         Ingin mengetahui hasil pembelajaran menulis puisi dengan media  lagu pada siswa kelas VIII SMPN 1 Garawangi tahun ajaran 2014/2015.

F.    Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
a.       Bagi Guru
1.      Untuk mendorong guru lain agar kreativitas dan inovasi dalam proses pembelajaran khususnya dalam pembelajaran menulis puisi
2.      Memudahkan guru dalam mengajar kemampua menulis puisi
b.      Bagi Siswa
Dapat memudahkan siswa untuk menemukan ide-ide pemikiran untuk di tuangkan kedalam karya tulis puisi
c.       Bagi  sekolah
Sekolah  mempunyaioutput siswa  yang  lebih  berkualitas,khususnyadalam kegiatan menulis puisi.
d.      Bagi peneliti
Penelitian ini dapat di jadikan penalaman dalam melaksanakan penelitian tindakan kelas.


G.  Anggapan Dasar
1.      Materi menulis puisi merupakan salah satu bahan pembelajaran bahasa Indonesia yang terdapat dalam silabus kelas VIII dapat melatih siswa dalam berkarya menulis.
2.      Puisi merupakan salah satu bentuk karya satra yang strukturnya dipilih dan ditata dengan cermat dan padat sehingga mampu mempertajam dan membandingkan tanggapan khusus bunyi dan maknanya.
3.      Lagu/audio merupakan salah satu media audio yang dapat digunakan untuk membangkitkan imajinasi siswa dalam menulis puisi.

H.  Definisi Oprasional
1.      Peningkatan
Peningkatan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah proses, cara, perbuatan meningkatkansiswa dalam berkarya menulis puisi.
2.      Hasil pembelajar
Hasil pembelajaran yang dimaksud dalam penelitian ini adalah hasil kemampuan siswa dalam  pembelajaran menulis puisi.
3.      menulis Puisi
menulis puisi yang dimaksud adalah kegiatan atau proses menungkapkan ide-ide mengekspresikan. Pikiran, pengalaman, kedalam bentuk karya menulis puisi.
4.      Media lagu/audio
media lagu/audio dalam  pembelajaran  menulis puisi adalah  untuk  dapat  merangsang  pikiran,  perasaan,  perhatian  dan  minatsiswa sedemikian rupa sehingga proses belajar mengajar dapat berjalan efektif danefisien.
E. Tinjauan pustaka
1.      Landasan Teori
A.   Keterampilan Menulis
1)      Hakikat Keterampilan
Menurut  Rosidi  (2009:  2),  keterampilan  dalam  linguistik  berartikesanggupan  seorang  pemakai  bahasa  untuk  mempergunakan  bahasanyadengan baik.Keterampilan linguistik tersebut adalah keterampilan menyimak,berbicara,  membaca  dan  menulis. Pengertian  keterampilan berbeda dengankemampuan.  Kemampuan (competence) adalah  sesuatu  yang  masih  ada  didalam batin, sedangkan keterampilan merupakan perwujudan apa yangada didalam batin seseorang.
Seseorang  akan  terampil  dalam  bidang  apapun,  apabila  ia  dapatmembiasakan  diri  dan  banyak  berlatih.  Selain  dengan  membiasakan  diri  danbanyak berlatih, seseorang juga harus mempunyai niat dan motivasi yang kuatuntuk  memiliki keterampilan  dalam  bidang  apapun.  Niat  yang  kuat  akanmembantu  dalam  mengalami  kesulitan  yang  dihadapi  pada  saat  prosesmemiliki suatu keterampilan (Wiyanto, 2004: 11).
Berdasarkan  pendapat  di  atas,  dapat  ditarik  kesimpulan  bahwaketerampilan yaitu kompetensi yang dimiliki seseorang dalam bidang apapun,karena  adanya  motivasi  serta  hasil  dari  proses  membiasakan  diri  dan  berlatihsecara terus menerus.



2)      Hakikat Menulis
Menurut  Tarigan  (1994:  21),  menulis  adalah  menurunkan  ataumelukiskan lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yangdipahami  seseorang,  sehingga  orang  lain  dapat  memahami  bahasa  danlambang  grafik  tersebut.  Artinya,  bahwamenulis  adalah  suatu  kegiatan  yangtidak sekedar menggambarkan simbol-simbol grafis secara konkret, tetapi jugamenuangkan buah pikiran, ide atau gagasan ke dalam bahasa tulis yang beruparingkasan kalimat yang utuh dan dapat dikomunikasikan kepada orang lain.
Kegiatan  menulis  mengharuskan  untuk  kaya  pengetahuan  danperasaannya.  Pengetahuan  sebagai  representasi  dari  akal  merupakan  segalasesuatu  yang  diketahui  manusia  melalui  panca  inderanya.  Perasaan  sebagairepresentasi  dari  jiwa  adalah  efek-efek  positif  dan  negatif  yang  tercipta  daripengetahuan  yang  dimiliki  manusia  (Darmadi,  1996:  4).  Menulis  selaluberkaitandengan  pengetahuan  dan  perasaan,  karena  seseorang  akan  menulisjika mengalami gejolak perasaan tertentu dan gejolak pikiran itu timbul karenakita  mengetahui  sesuatu.  Proses keterampilan  menulis, diperlukan adanyasuatu  keterlibatan  perasaan,  pengetahuan, dan  kemampuan  seseorang  secaratotal.
Berdasarkan  beberapa  pendapat  di  atas,  dapat  disimpulkan  bahwamenulis  adalah  suatu  kegiatan  yang  dilakukan  seseorang  dalammengungkapkan ide, gagasan , perasaan, dan pikirannya ke dalam bahasa tulissecara  jelas  dan  runtut  untuk  dapat  dipahami  dan  dikomunikasikan  kepadaorang lain.




a)      Fungsi Menulis
Menulis  sangat  penting  bagi  pendidikan,  karena  memudahkan  parapelajar berpikir, juga dapat menolong kita berpikir secara kritis, memudahkankita  merasakan  dan  menikmati  hubungan-hubungan,  memperdalam  dayatanggap  atau  persepsi  kita,  memecahkan  masalah-masalah  yang  kita  hadapi,dan menyusun urutan bagi pengalaman (Tarigan, 1994: 23).
Enre  (1988:  6)  mengemukakan  bahwa  fungsi  menulis  adalah:  (1)menolong  penulis  menuliskan  kembali  apa  yang  telah  diketahui;  (2)menghasilkan  ide-ide  baru;  (3)  membantu  mengorganisasikan  pikiran  penulisdan  menempatkannya  dalam  bentuk  yang  berdiri  sendiri;  (4)  menjadikanpikiran  seseorang  siap  untuk  dilihat  atau  dievaluasi;  (5)  membantumemecahkan  masalah  dengan  memperjelas  unsur-unsurnya danmenempatkannya dalam suatu konteks visual, sehingga dapat diuji.
Berdasarkan  pendapat  para  ahli  di  atas,  dapat  disimpulkan  bahwafungsi  kegiatan  menulis  adalah  kita  dapat  mengekspresikan  ide  dan  gagasanyang  ada  pada  diri  kita  serta  dapat  memberikan  solusi  pada  permasalahan-permasalahan yang kita temui.

b)      Tujuan Menulis
Menurut HenryGuntur Tarigan (1994: 24), menulis dapat digunakan untuk berbagaikeperluan,  antara  lain:  (1)  memberitahukan  atau  mengajar;  (2)  meyakinkanatau  mengajak;  (3)  menghibur  atau  menyenangkan,  mengandung  tujuanestetis; (4) mengekspresikan perasaan dan emosi yang kuat.
Seseorang  menulis  karena  ada  motivasi  yang  melatarbelakanginya,motivasi  ini  dapat  berupa  motivasi  tugas,  motivasi  komersial,  dan  motivasiintelektual,    yang  dimaksud  dengan  motivasi  tugas  adalah  seseorang  menuliskarena ada orang yang menyuruhnya (Wiyanto, 2004: 4).
Tujuan  menulis  lebih  spesifik  dibandingkan  dengan  pendapat  di  atasadalah  pendapat  Hugo  Hartig  yang  dikutip HenryGuntur Tarigan  (1994:  25),  menurutnyaada tujuh tujuan menulis:
1)      Assigment  Purpose (tujuan  penugasan),  dalam  arti  penulis  menulissesuatu karena ditugaskan tidak atas kemauan sendiri.
2)      Altuistic  Purpose (tujuan  altruistik)  berarti  penulis  bertujuanmenyenangkan  para  pembaca,  menghindarkan  kedukaan  para  pembaca,ingin  menolong  para  pembaca  memahami,  menghargai  perasaan  danpenalarannya, ingin membuat hidup para pembaca lebih mudah dan lebihmenyenangkan dengan karyanya itu.
3)      Persuasive  Purpose(tujuan  persuasif),  yaitu  bertujuan  meyakinkan  parapembaca akan kebenaran gagasan yang diutarakan.
4)      Informasional  Purpose (tujuan  informasional)  yaitu  tulisan  yangbertujuan  memberikan  informasi,  keterangan  atau  penerangan  kepadapara pembaca.
5)      Self-Expressive  Purpose (tujuan  pernyataan  diri),  yaitu  tulisan  yangbertujuan  memperkenalkan  atau  menyatakan  diri  sang  penulis  terhadappembacanya.
6)      Kreative Purpose(tujuan kreatif), yaitu tujuan yang berhubungan denganpernyataan  diri  terutama  dalam  keinginannya  untuk  mencapai  normaartistik, atau seni yang ideal.
7)      Problem-Solving Purpose(tujuan pemecahan masalah) dalam arti penulismelakukan kegiatan menulis untuk memecahkan masalah.
Berdasarkan pendapat-pendapat  di  atas,  jelas  bahwa  seseorangmelakukan  kegiatan  menulis  karena  ada  tujuan-tujuan  yang  ingin  dicapai.Tujuan  tersebut  dapat  berupa  tujuan  penugasan,  meyakinkan  pembaca,menyenangkan,  memberikan  informasi,  memperkenalkan  diri,  atau  mungkiningin memecahkan masalah.

c)      Manfaat Menulis
Menurut  Akhadiah,dkk,  (1995:1),  ada  beberapa  manfaat  dari  kegiatanmenulis,  antara  lain:  (1)  dapat  mengenali  kemampuan  dan  potensi  diri,  (2)mengembangkan  beberapa  gagasan,  (3)  memperluas  wawasan,  (4)mengorganisasikan  gagasan  secara  sistematik  dan  mengungkapkannya  secara tersurat, (5) dapat meninjau dan menilai gagasan sendiri secara lebih objektif,(6) lebih mudah memecahkan masalah, (7) mendorong diri belajar secara lebihaktif, (8) membiasakan diri berpikir serta berbahasa secara tertib.
Berdasarkan  pendapat  di  atas,  dapat  dikatakan  bahwa  dalam  kegiatanmenulis  terdapat  beberapa  manfaat.  Seseorang  yang  menulis,  akan  merasabeban yang menghimpit benak dan perasaannya tersalurkan.

d)     Ciri-ciri Tulisan yang Baik
Hasil  tulisan  yang  baik  dan  tidak  baik  dapat  dilihat  dari  reaksi  yangdiberikan oleh pembaca terhadap hasil tulisan tersebut. Pembaca akan tertarikpada  sebuah  tulisan,  apabila  hasil  tulisan  tersebut  baik.  Hasil  tulisan  tersebutdapat  berupa  fakta,  pengalaman,  pengamatan,  penelitian,  pemikiran,  atauanalisis suatu masalah (Wiyanto, 2004: 3).
 (Tarigan,  1994:  7)  menyebutkan  ciri-ciritulisan  yang  baik  adalah:  (1)  mampu  mencerminkan  kemampuan  penulisdalam  menyusun  bahan-bahan  yang  tersedia  menjadi  suatu  keseluruhan  yangutuh;  (2)  mampu  menyampaikan  makna  yang  jelas  dan  tidak  samar-samar,memanfaatkan  struktur  kalimat  bahasa  serta  contoh-contoh  yang  jelas; (3)mampu  meyakinkan  serta  menarik  minat  pembaca  terhadap  pokokpembicaraan  serta  mendemonstrasikan  suatu  pengertian  yang  masuk  akal,cermat,  dan  teliti;  (4)  mampu  mencerminkan  kemampuan  penulis  untukmengkritik naskah tulisannya yang pertama serta memperbaikinya; (5) mampumencerminkan  kebanggaan  sang  penulis  dalam  naskah  atau  manuskripkesediaan  mempergunakan  ejaan  dan  tanda-tanda  baca  secara  seksama, memeriksa  makna  kata  dan  hubungan  ketatabahasaan  dalam  kalimat-kalimatsebelum menyajikannya kepada pembaca.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat diketahui bahwaketerampilan menulisadalah kemampuan  yang dimiliki seseorang karena proses membiasakan  diri danberlatih  secara  terus  menerus,  sehingga  menjadi  tenaga  yang  potensial  dalamkegiatan menulis.

B.   Sastra
Menurut Aan Suganto Mas (2008: 7) bahwa secara etimologi kata sastra bersal dari bahasa sansekerta dibentuk dari akar sas dan tra sas mempunyai arti ‘mengarahkan, mengajar memberi petunjuk’ sedangkan tra mempunyai arti ‘alat atau sarana’ karena itu kata sastra dapat di artikan sebagai alat untuk mengajar atau buku petunjuk.
Bentuk sastra berarti cara dan gaya dalam penyususnan dan pengetahuan bagian-bagian karangan, pola struktur karya satra. Menurut sujiman dalam langkah awal menuju apresiasi sastra Indonesia Aan Sugianto Mas bentuk sastra terbagi mejadi tiga bagian yaitu sebagai berikut.

1). Puisi
2). Prosa
3). Drama
C.      Puisi
1.    Hakikat Puisi
       Menurut Slamet Mulyana (1996: 110) dalam langkah awal menuju apresiasi sastra indonesia Aan Sugianto Mas (2008) puisi merupakan salah satu bentuk karya sastra, secara etomologi kata puisi bersal dari bahasa yunani Poiesis yang berarti “pembangun, pembentuk, pembuat” arti tersebut akirnya berkembang menjadi hasil seni sastra yang kata-katanya disusun menurut syarat-syarat tertentu. Kata-kata dalam puisi dibentuk, dipilih, ditata dengan cermat dan cara yang khas yang membuat pengalaman yang ada di dalamnya menjadi khas pula. Penalaman yang terandung dalam puisi tentunya diambil dar pristiwa (dengan daya titik yang tajam, unik dan menarik/khas) yang kemdian diberi sikap, pandang, tafsiran secara estetik.
      Menurut pusan pembinaan dan pengembangan bahasa (1989: 5) dalam langkah awal menuju apresiasi sastra Indonesia Aan Sugianto Mas (2008) puisi ialah salah satu bentuk kaya sastra yang strukturnya dipilih dan ditata dengan cermat dan padat sehingga mampu mempertajam kesadaran orang akan suatu pengalaman dan membangkitkan tantangan khususnya lewat bunyi, irama, dan makna khusus. Karya sastra, baik puisi, cerkan, maupun drama, mempunyai dua unsur yang kuat dalam pembentukannya. Unsur itu ialah unsur ekstrinsik dan unsur intrinsik.
Menurut Aan Sugianto Mas(2008: 36 – 52) di dalam puisi terdapat dua unsur, unsur tersebut adalah sebagai berikut.
1)      Unsur  ekstrinsik, yaitu segala unsur luar yang dominan dan turut memengaruhi proses terciptanya cerita rekaan. Yang termaksuk ke dalam unsr ekstrinsik yaitu sebagai berikut.
(a)    Agma
(b)   Ekonomi
(c)    Sejarah
(d)   Adat budaya
(e)    Pendidikan pengarang
2)      Unsur intrinsi yaitu unsur dari dalam sastra itu sendiri dan merupaka suatu organisasi yang terjalin satu sasm lain yang sama-sama membentuk cerita. Unsur intrinsik terbagi menjadi 2 yaitu sebaai berikut.
(1)   Unsur isi, yang termasuk ke dalam unsur isi yaitu sebagai berikut.
a)      Tema
Persoalan pokok utama yang merupakan landasan dalam penyusunan puisi sekaligus permasalahan yang di sampaikan pengarang melalui karya tersebut.
b)      Rasa
Rasa ialah sikap penyair terhadap objek atau pokok persoalan yang di hadapinya. Hal ini akan timbul setelah penyair bertemu dengan objek atau persoalan, baik faktal maupun imajinatif.


c)      Nada
Sikap penyair terhadap pembaca. Hal ini timbul karena sikap terhadap objek tapi tidak bisa didiamkan saja.
d)     Tujuan
Tujuan ialah maksud penyair dengan menciptakan puisi. Dalam puisi biasanya tujuan ini tidak selalu mudah ditentukan, bahan kadang-kadang hanya dapat dirasakan saja, kadang-kadang terlintas saja dalam pikiran pembaca.

(2)   Unsur benuk, yang emaksuk ke dalam unsur betuk yaitu sebagai berikut.
a)      Diction atau pilihan kata
Diction atau diksi ialah pilihan kata yang biasanya diusahakan oleh sang penyair.
b)      Imageri atau daya lukis atau pengimajian
Sudah diuraikan terdahulu bahwa karya sastra merupakan karya rekaan pengarang. Demikian juga dengan puisi yang penuh (sarat) dengan duna imajinasi.
c)      The concrete Word atau kata-kata konkret
Puisi pada hakikatnya merupakan bentuk pernyataan atau pengungkapan yang paling efesien tapi intensif.
d)     Figurative language atau pengiasan atau gaya bahasa
Peniasan atau gaya bahasa merupakan unsur puisi yang sebenarnya tidak bisa dilepaskan dari unsur-unsur lain.

e)      Rhythn atau ritme atau irama
Irama ialah gerak yang teratur, suatu rentetan bunyi yang berulang dan menimbulkan variasi-variasi bunyi yang menciptakan gerak hidup.
f)       Rhime atau rima
Unsur rima atau kemerduan bunyi adalah unsur yang bersama-sama dengan irama membentuk musik dalam puisi.

2.   Penggolongan puisi
Penggolongan berdasarkan kurun waktu atau jaman
Menurut Sudikan (2011: 180-200) penggolongan berdasarkan kurun waktu dan jaman golongan tersebut adalah sebagai berikut.
1)      Puisi Lama
Berdasarkan bentuk dan isinya, puisi lama dibedakan menjadi beberapa jenis. Adapun jenis puisi lama itu adalah sebagai berikut.
(a)    Mantra
Mantra merupakan puisi tua. Keberadaannya pada mulanya bukan sebagai karya sastra, melaikan lebih banyak berkaitan dengan adat dan kepercayaan kekuatan matra terletak pada bunyinya, semakin kuat bunyi matra tersebut semakin tinggi nilai magisnya.
Contoh:
Asalamualaium putri satulung besar
Yang beralun berilih simayang
Mari kecil, kemari
Aku menyanggul rambutmu
Aku membawa sadap gading
Akan membasuh sadar mukamu
(b)   Gurindam
Gurindam adalah puisi lama yang berasal dari Tamil (india)
Contoh:
Kurang pikir kurang siasat
Tentu dirimu akan tersesat
(c)    Syair
Syair adalah salah satu jenis puisi lama, ia berasal dari persia (Iran) dan telah dibawa masuk ke nusantara bersama-sama dengan kedatangan islam.
Contoh:
Pada jamman dahulu kala
Tersebutlah sebuah cerita
Sebuah negri yang aman sentosa
Dipimpin sang raj nan bijaksana
Negeri bernama pasir lubur
Tanahnya luas lagi subur
Rakyat teratur hidupnya makmur
Rukun raharja tiada terukur
Raja bernama Darmalaksana
Tanpan rupawan elok parasnya
Adil dan jujur penuh wibawa
Gagah perkasa tiada tandinganya
(d)   Pantun
Pantun adalah puisi melayu asli yang cukup mengakar dan membudaya dalam masyarakat
Contoh:
Ada pepaya ada mentimun
Ada mangga ada salak
Dari pada duduk melamun
Mari kita membaca sajak

(e)    Seloka ( pantun berkait)
Seloka adalah pantun berkait yang tidak cukup dengan satu bait saja sebab pantun berkait merupakan jalinan atas beberapa jalinan bait pantun.
Contoh:
Lurus jalan ke payakkumbuh
Kayu jati bertimbang jalan
Dimana hati tak kan rusuh,
Ibu mati bapak berjalan
               Kayu jati bertimba jalan
               Turun angin patahlah dahan
               Ibu mati bapak berjalan
               Ke mana untung diserahkan
(f)    Talibun
Talibun adalh pantun jumlah barisnya lebih dari 4 (empat) baris tetapi harus genap misalnya 6, 8, 10, dan seterusnya.
Contoh:
Kalau anak pergi ke pekan
Yu beli belanak pun beli sampiran
Ikan panjang beli dahulu
Kalau anak pergi berjalan
Ibu cari sanak pun cari isi
Induk semang cari dahulu
(g)   Karmina (pantun kilat)
Karmina jenis pantun juga hanya bentuknya terdiri dari 2 (dua) baris.
Contoh:
Dahulu perang, sekarang besi
Dahulu sayang sekarang benci
(h)   Bidal
Bidal adalah bahasa berkias untuk mengungkapkan perasaanyang sehalus-halunya, sehingga orang lain yang mendengarkan harus mendalami dan meratapi isinya.
Contoh:
Buruk muka cermin di belah
Anjing menyalak takkan menggigit
Besar pasak dari pada tiang

2)      Puisi Baru
Menuru Setya Yuwan Sudikan puisi baru pun terdiri dari beberapa jenis, penjensan itu didasarkan pada jumlah baris pada tiap bait. Jenis-jenis puisi baru adalah sebagai berikut.
(a)    Distichon
Distichonadalah puisi 2 (dua) seutai biasanya bersajak a a.
Contoh:
Baju berpuput alun digulung
Banyu direbus buih di hubung

Selat malaka ombaknya memecah
Pukul memukul belah-membelah

Bahtera ditepuk buritan dilanda
Penjajah diantuk haluan diunda

Camar terbang riuh suara
Alkamar hilang menyelam segera

Armada petinggi lari bersusun
Malaka negeri hendak diruntun

Galayas dan pusta tinggi dan kukuh
Pantas dan angkara tinggi dan angkuh
(b)   Tarzina
Tarzina puisi 3 seuntai
Contoh:
BAGAIMANA
Kadang-kadang aku benci
Bahkan sampai aku maki
....  Dariku sendiri

Seperti aku
Menjadi seteru
.... Dariku sendiri

Waktu itu
Aku ....
Seperti orang lain dari diriku

Aku tak puas
Sebab itu aku menjadi buas
Menjadi buas dan panas



(c)    Quatrian
Quatrian adalah puisi 4 seutai
Contoh:
CEMPAKA
Cempaka, aduhai bunga pelipur lara
Tempat cinta duduk bersemayam
Sampaikan pelukku, wahai kusuma
Pada adinda setiap malam

Sunggu harum sedap malam
Sungguh pelik bunga kemboja
Tetapi tuan, aduhai pualam
Pakaian adinda setiap masa

Sungguh tak kelihatan ia berbunga
Putih arona, hijau nen tampuk
Pantas benear suntingan adinda
Terlebih pula di sanggul duduk

(d)   Septima
Serptima adalah sajak 7 seuntai
Contoh:
INDONESIA TUMPAH DARAHKU
Dududk di pantai tanah yang permai
Tempat gelomban pecah berderai
Berbuih puth di pasr terdera
Tampaklah lautan di pulai hijau
Gunung-gnung bagus rupanya
Ditimpah air mulia tampaknya
Tumpah darahku Indonesia namanya

(e)    Stanza (oktav)
Stanza atau oktav adalah sajak 8 seuntai
Contoh:
AWAN
Datang melayang perlahan
Serasa bermimpi, serasa berang
Bertambah lama, lupa di diri
Bertambah halus akhirnya seri
Dan bentuk menjadi hilan
Dalam langit biru gemilang
Demikian jiwaku lenyap sekarang
Dalam kehidupan teguh tenang




D.   Pembelajaran Menulis puisi
a.      Hakikat Pembelajaran
Pembelajaran  diartikan  sebagai  proses  belajar  (KBBI,  1994:  14)  yangmemiliki  aspek  penting  yaitu  bagaimana  siswa  dapat  aktif  mempelajari  materipelajaran  yang  disajikan,  sehingga  dapat  dikuasainya  dengan  baik.  Untukmencapai  tujuan  pembelajaran  yang  optimal,  seorang  guru  harus  memahami  danmengetahui prinsip dan karakteristik peserta didikdalam proses belajar.
Menurut  Affendi  (1991:  38),  pembelajaran  secara  formal  (di  sekolah)adalah proses terjadinya interaksi atau hubungan timbal balik antara sesama siswadalam situasi dan kondisi yang mendorong siswa untuk secara aktif belajar.
Jamalludin  (2003:  9)  menyatakan  bahwa  istilah  pembelajaran  mengacupada  proses  yang  melibatkan  dua  komponen  utama  dalam  kegiatan  belajar-mengajar.  Jadi,  pembelajaran  memiliki  pengertian  yang  di  dalamnya  mencakupsemua  proses  mengajar  yang  berisi  serangkaian  perbuatan  guru  untukmenciptakan  suatu  kelas  untuk  keberhasilan  perubahan  pada  diri  siswa  sebagaiakibat dari kegiatan belajar-mengajar.
b.      Komponen-komponen dalam Pembelajaran Menulis puisi
Pengajaran  merupakan  suatu  pendekatan  mengajar  yang  menekankanhubungan  sistemik  antara  berbagai  komponen  dalam  pengajaran.  Lebih  lanjutdikatakan  bahwa  pengajaran  mempunyai  beberapa  komponen,  yaitu  tujuanpengajaran, bahan pengajaran, metode pengajaran,media dan evaluasi pengajaran(Sudjana, 1995: 29).
Dalam pembelajaran menulis sebagai bagian dasar pengajaran Bahasa danSastra Indonesia, pada dasarnya juga memiliki komponen utama seperti yang telahdisebutkan di atas, antara lain meliputi tujuan, bahan, metode, media dan evaluasi.

1)      Tujuan Pembelajaran Menulis puisi
Tujuan  pengajaran  merupakan  salah  satu  aspek  yang  tidak  bolehdiabaikan.  Tujuan  ini  akan  menentukan  isi  dan  strategi  pengajaran,  serta  bentukevaluasi yang akan dijalankan.Adapun tujuan pengajaran menulis secara detail adalah: (1) siswa mampumenyusun  buah  pikiran,  perasaan  dan  pengalaman  ke  dalam  suasana  ataukomposisi yang baik; (2) merangsang imajinasi dan daya pikir/ intelek siswa; (3)siswa mampu menggunakan kaidah kebahasaan dalam menulis; (4) siswa mampumenyusun  karangan;  (5)  mengembangkan  kebiasaan  menulis  yang  akurat,  jelas,singkat, dan menarik.
2)      Bahan/ Materi
Sudjana  (1995:  10)  menyatakan  bahwa  materi  pengajaran  adalah  uraian/pokok  bahasan  yakni  penjelasan  lebih  lanjut  makna  dari  setiap  konsep  yang  adadalam  pokok  bahasan.  Materi  yang  diberikan  kepada  siswa  harus  dipilih  danditetapkan  dengan  memperhatikan  masalah-masalah  serta  pertimbangan  tertentu,antara  lain:  (1)  tujuan  yang  akan  dicapai  agar  relevan;  (2)  tingkat  kemampuanberpikir  murid,  sehingga  mudah  dipahami;  (3)  ruang  lingkup  serta  urutan-urutannya perlu disusun secara sistematis; (4) waktu dan perlengkapan juga perludiperhatikan (Suryobroto, 1986: 13).Pemilihan materi pelajaran berkaitan dengan tujuan dan fungsi pengajaranitu  sendiri.  Selain  itu,  pemilihan  bahan  pengajaran  harus  mempertimbangkanfaktor-faktor  yang  terlihat  di  dalam  proses  belajar  mengajar  seperti  murid,  guru,jenis  dan  jenjang  lembaga  yang  bersangkutan,  sarana  termasuk  kurikulum,  danadanya metode pengajaran.Materi  yang  diberikan  dalam  pembelajaran  menulis  puisi  siswa  kelasVIII  SMP  N  1  Garawangi  mengacu  pada  proses  menulis puisi dengan menggunakan kata yang sesuai.
3)      Metode Pengajaran
Metode  adalah  cara  yang  digunakan  oleh  guru/peserta  didik  dalammengolah  informasi  yang  berupa  fakta,  data,  dan  konsep  pada  prosespembelajaran  yang  mungkin  terjadi  dalam  suatu  strategi,dapat  diartikan  sebagaicara  yang  digunakan  untuk  mengimplementasikan  rencana  yang  sudah  disusundalam  bentuk  kegiatan  nyata  dan  praktis  untuk  mencapai  tujuan  pembelajaran.Terdapat  beberapa  metode  pembelajaran  yang  dapat  digunakan  untukmengimplementasikan  strategi  pembelajaran,  diantaranya:  (1)  ceramah;  (2)demonstrasi; (3) diskusi; (4) simulasi; (5) laboratorium; (6) pengalaman lapangan;(7)brainstorming; (8) debat, (9) simposium, dan sebagainya (Kesuma, 2007: 23).Metode  yang  digunakan  dalam  pembelajaran  menulis  puisi  ini  adalahceramah, tanya jawab, diskusi, dan pemberian tugas.
4)      Media
Media  merupakan  salah  satu  komponen  komunikasi,  yaitu  sebagaipembawa  pesan  dari  komunikator  menuju  komunikan  (Daryanto,2010:  5).  Tujuan  digunakan  media lagu/audio dalam  pembelajaran  menulis puisi adalah  untuk  dapat  merangsang  pikiran,  perasaan,  perhatian  dan  minatsiswa sedemikian rupa sehingga proses belajar mengajar dapat berjalan efektif danefisien.
5)      Evaluasi
Penilaian  atau  evaluasi  adalahproses  memberikan  atau  menentukan  nilaikepada objek tertentu berdasarkan suatu kriteria tertentu(Nurgiyantoro, 2010: 89).Evaluasi mencakup sejumlah teknik  yang tidak  bisa diabaikan oleh seorang  gurumaupun dosen. Evaluasi bukanlah sekumpulan teknik semata-mata, tetapi evaluasimerupakan suatu proses yang berkelanjutan yang mendasari keseluruhan kegiatanpembelajaran  yang  baik.  Evaluasi  pembelajaran  bertujuan  untuk  mengetahuisampai  sejauh  mana  efisiensi  proses  pembelajaran  yang  dilaksanakan  danefektivitas  pencapaian  tujuan  pembelajaran  yang  telah  ditetapkan.  Dalam  rangkakegiatan  pembelajaran,  evaluasi  dapat  didefinisikan  sebagai  suatu  prosessistematik dalam menentukan tingkat pencapaian  tujuan pembelajaran  yang telahditetapkan.Penilaian  dalam  menulis  dongeng  mencakup  beberapa  kriteria.  Kriteriatersebut meliputi: (1) kualitas dan ruang lingkup isi; (2) organisasi dan penyajianisi;  (3)  gaya  dan  bentuk  bahasa;  (4)  penggunaan  diksi  atau  pilihan  kata;  (4) mekanik (tata bahasa, ejaan, tanda baca, kerapian tulisan, kebersihan); (5) responafektif guru terhadap karya tulis.

E.     Media Pembelajaran
1.      Hakikat Media
Kata media berasal dari bahasa latin medius yang secara harfiah berarti “tengah” dalam bahsa arab media adalaha “prantara” atau pengantar pesan dari pengirim pesan ke penerima pesan. Menurut Gearlech dan Eli (1971) mengatatakan bahwa media apabila dipahami secara garis besar adalah manusia, materi, atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengeahuan, keteramplan atau sikap. Dalam pengertian ini guru, buku teks, dan lingkungan sekolah merupaka media. Secara lebih khusus, pengertian media dalam proses belajar mengajar cenderung diartikan sebagai alat-alat grafis, photografis, atau elektronik yang menangkap memperoses, dan menyusun kembali informasi.
Katamediaberasal  dari  bahasa  latinmediumyang  secara  harfiah  berartiperantara atau penghantar. Menurut (Sadiman, 2009: 6), media adalahberbagai  jenis  komponen  dalam  lingkungan  siswa  yang  dapat  merangsangnyauntuk belajar. Pendapat lain mengemukakan bahwa media adalah suatu alat yangdipakai  sebagai  saluran (channel) untuk  menyampaikan  suatu  pesan (message) atau  informasi  dari  suatu  sumber (resource) kepada  penerimanya (receiver)(Soeparno, 1988: 1).
Sementara itu, menurut (Kustandi, 2011: 7), media merupakanwadah  dari  pesan  yang  oleh  sumbernya  ingin  diteruskan  kepada  sasaran  ataupenerima  pesan  tersebut.  Materi  yang  diterima  adalah  pesan  instruksional,sedangkan tujuan yang ingin dicapai adalah tercapainya proses belajar.
 (Arsyad,  2002:  3),  mengemukakan  bahwamediaapabila  dipahami  secara  garis  besar  adalah  manusia,  materi,  atau  kejadian  yangmembangun  kondisi  dan  membuat  siswa  mampu  memperoleh  pengetahuan,keterampilan,  ataupun  sikap.  Batasan  lain  mengemukakan  bahwa  media  adalahsemua  bentuk  perantara  yang  digunakan  manusia  untuk  menyampaikan  ataumenyebar  ide,  gagasan,  atau  pendapat,  sehingga  gagasan  yang  dikemukakan  itusampai kepada penerima yang dituju (Kustandi, 2011: 9).
Berdasarkan  uraian  di  atas,  maka  dapat  disimpulkan  bahwa  mediapembelajaranadalah  alat  atau  perantara    yang  digunakan  dalam  proses  belajarmengajar  dan  dapat  berguna  untuk  membantu  memperjelas  makna  yangdisampaikan, sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik.Menurut  (Kustandi,  2011:  13).



2.                  Jenis Media
Beban  guru  untuk  penjelasan  yang  berulang-ulang  mengenai  isi  pelajarandapat  dikurangi  bahkan  dihilangkan,  sehingga  guru  dapat  memusatkan  perhatiankepada aspek penting lain dalam proses belajar mengajar. Berdasarkan  pendapat  di  atas,  maka  dapat disimpulkan  bahwa  manfaatmediaadalah  untuk  membantu  guru  dalam  proses  pembelajaran,  sehinggapembelajaran akan menjadi berkualitas dan menimbulkan reaksi positif dari siswa.Media  digunakan  dan  disesuaikan  dengan  tujuan  pembelajaran  untukmempermudah  proses  belajar,  sehingga  peserta  didik  dapat  memahami  materiyang  disampaikan.  Menurut  Sadiman  (1986:  28),terdapat  beberapa  jenis  mediayang dapat digunakan dalam proses pembelajaran, antara lain:
a.       Media grafis
Media  grafis  termasuk  dalam  media  visual.  Media  grafis  berfungsi  untukmenyalurkan pesan dari sumber ke penerima pesan. Pesan yang akan disampaikandituangkan ke dalam simbol-simbol komunikasi visual. Media grafis adalah mediayang  sederhana  dan  mudah  dalam  pembuatannya.  Media  grafis  terbagi  menjadibeberapa  jenis,  antara  lain:  (1)  gambar/foto,  (2)  sketsa,  (3)  diagram,  (4)  bagan/chart,  (5)  grafik (graphs),  (6)  kartun,  (7)  poster,  (8)  peta  dan  globe,  (9)  papanflannel/Flannel Board, (10) papan buletin (Bulletin Board).
b.      Media audio
Media  audio  berkaitan  dengan  indera  pendengaran.  Pesan  yang  akandisampaikan  dituangkan  ke  dalam  lambang-lambang  auditif,  baik  verbal  (kedalam  kata-kata)  maupun  non  verbal.  Ada  beberapa  jenis  media  yangdikelompokkan  sebagai  media  audio,  antara  lain:  (1)  radio,  (2)  alat  perekam  pitamagnetik, (3) piringan hitam, dan (4) laboratorium bahasa.
c.       Media proyeksi diam
Media  proyeksi  diam(Still  Proyected  Medium) adalah  media  yangmembutuhkan proyektor agar dapat dilihat oleh sasaran. Pesan yang disampaikankepada siswa dapat berupavisualmaupun disertai dengan suara(audio). Beberapajenis media proyeksi diam adalah film bingkai, film rangkai, overhead proyektor,proyektor  opaque, tachitoscope, microprojectiondengan  microfilm,  film,  filmgelang, televisi, permainan dan simulasi.
d.      Media audio visual
Audio visual adalah media instruksional modern yang sesuai dengan perkembangan zaman (kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi), meliputi media yang dapat dilihat dan didengar” (Rohani, 1997: 97-98).Media audio visual adalah merupakan media perantara atau penggunaan materi dan penyerapannya melalui pandangan dan pendengaran sehingga membangun kondisi yang dapat membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap.
Berbicara mengenai bentuk media, disini media memiliki bentuk yang bervariasi sebagaiman dikemukakan oleh tokoh pendidikan, baik dari segi penggunaan, sifat bendanya, pengalaman belajar siswa, dan daya jangkauannya, maupun dilihat dari segi bentuk dan jenisnya.Dalam pembahasan ini akan dipaparkan sebagian dari bentuk media audio visual yang dapat diklasifikasikan menjadi delapan kelas yaitu:
1.      Media audio visual gerak contoh, televisi, video tape, film dan media audio pada umumnaya seperti kaset program, piringan, dan sebagainya.
2.      Media audio visual diam contoh, filmastip bersuara, slide bersuara, komik dengan suara.
3.      Media audio semi gerak contoh, telewriter, mose, dan media board.
4.      Media visual gerak contoh, film bisuMedia visual diam contoh microfon, gambar, dan grafis, peta globe, bagan, dan sebagainya
5.      Media seni gerak
6.      Media audio contoh, radio, telepon, tape, disk dan sebagainya
7.      Media cetak contoh, televisi (Soedjarwono, 1997: 175).
Hal tersebut di atas adalah merupakan gambaran media sebagai sumber belajar, memberikan suatu alternatif dalam memilih dan mengguanakan media pengajar sesuai dengan karakteristik siswa. Media sebagai alat bantu mengajar diakui sebagai alat bantu auditif, visual dan audio visual. Ketiga jenis sumber belajar ini tidak sembarangan, tetapi harus disesuaikan dengan rumusan tujuan instruksional dan tentu saja dengan guru itu sendiri.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam kriteria pemilihan media pengajaran antara lain “tujuan pengajaran yang ingin dicapai, ketepatgunaan, kondisi siswa, ketersediaan perangkat keras dan perangkat lunak, mutu teknis, dan biaya” (Basyiruddin, 2002: 15). Oleh sebab itu, beberapa pertimbangan yang harus diperhatikan sesuai dengan pendapat lain yang mengemukakan bahwa pertimbangan pemilihan media pengajaran sebagai berikut:
1.      Sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Media dipilih berdasarkan tujuan instruksional yang telah ditetapkan yang secara umum mengacu kepada salah satu atau gabungan dari dua atau tiga ranah kognitif, afektif dan psikomotor. Tujuan ini dapat digambarkan dalam bentuk tugas yang harus dikerjakan atau dipertunjukkan oleh siswa seperti menghafal, melakukan kegiatan yang melibatkan kegiatan fisik dan pemikiran prinsip-prinsip seperti sebab akibat, melakukan tugas yang melibatkan pemahaman konsep-konsep atau hubungan-hubungan perubahan dan mengerjakan t5ugas-tuigas yang melibatkan pemikiran tingkat yang lebih tinggi.
2.      Tepat untuk mendukung isis pelajaran yang yang sifatnya fakta, konsep, prinsip yang generalisasi agar dapat membantu proses pengajaran secara efektif, media harus selaras dan menunjang tujuan pengajaran yangt telah ditetapkan serta sesuai dengan kebutuhan tugas pengajaran dan kemampuan mental siswa.
3.      Aspek materi yang menjadi pertimbangan dianggap penting dalam memilih media sesuai atau tidaknya antara materi dengan media yang digunakan atau berdampak pada hasil pengajaran siswa.
4.      Ketersediaan media disekolah atau memungkinkan bagi guru mendesain sendiri media yang akan digunakan merupakan hal yang perlu menjadi pertimbangan seorang guru.
5.      Pengelompokan sasaran, media yang efektif untuk kerlompok besar belum tentu sama efektifnya jika digunakan pada kelompok kecilatau perorangan. Ada media yang tepat untuk kelompoik besar, kelompok sedang, kelompok kecil, dan perorangan.
6.      Mutu teknis pengembangan visual, baik gambar maupun fotograf harus memenuhi persaratan teknis tertentu misalnya visual pada slide harus jelas dan informasi pesan yang ditonjolkan dan ingin disampaikan tidak boleh terganggu oleh elemen yang berupa latar belakang (Arsyad, 2002 : 72)

Dengan adanya gambaran di atas, kriteria pemilihan media audio visual memiliki kriteria yang merupakan sifat-sifat yang harus dipraktekan oleh pemakai media, kriteria tersebut antara lain:
1.      Ketersediaan sumber setempat. Artinya bila media yang bersangkutan tidak terdapat pada sumber-sumber yang ada, maka harus dibeli atau dibuat sendiri.
2.      Efektifitas biaya, tujuan serta suatu teknis media pengajaran.
3.      Harus luwes, keperaktisan, dan ketahan lamaan media yang bersangkutan untuki waktu yang lama, artinya bisa digunakan dimanapun dengan peralatan yang ada disekitarnya dan kapanpun serta mudah dijinjing dan dipindahkan (Sadiman, 2002 :1984).
Dengan berbagai dasar pemilihan tersebut di atas, maka dapat dipahami bahwa pemilihan media harus sesuai dengan kemampuan dan karakteristik anak didik, pemilihan media audio visual dapat membantu siswa dalam menyerap isi pelajaran, media yang dipilih harus mampu memberikan motivasi dan minat siswa untuk lebih berprestasi dan termotivasi lebih giat belajar.
Sistem pendidikan yang baru menuntut faktor dan kondisi yang baru pula baik yang berkenaan dengan sarana fisik maupun non fisik.Untuk itu, diperlukan tenaga pengajar yang memiliki kemampuan dan kecakapan yang memadai, kinerja, dan sikap yang baru serta memiliki peralatan yang lebih lengkap dan administrasi yang lebih teratur.

F.    Lagu
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2003: 624), lagu berarti ragam suara yang berirama (dalam bercakap, bernyanyi, membaca, dan sebagainya), nyanyian, atau ragam nyanyi (musik, gamelan, dan sebagainya). Di dalam lagu biasanya terdapat lirik lagu yang menggunakan kata-kata puitis.Oleh karena itu, lagu sangat berhubungan dengan puisi karena keduanya sama-sama mempunyai unsur irama.
Sakdiyah (2002) menyatakan bahwa lagu dapat dianggap sebagai suatu alat dan bahan yang efektif untuk pengajaran apresiasi puisi.Hal ini sejalan dengan pendapat Orlova yang dikutip Sakdiyah (2002), yang menyebutkan bahwa lagu dianggap sebagai suatu alat yang efektif untuk pengajaran bahasa.
Untuk mendukung pendapatnya tersebut, Orlova juga mengemukakan beberapa alasan antara lain: (1) lagu dapat menampilkan fungsi yang berbeda dalam pengajaran bahasa (terutama puisi), (2) lagu dapat menjadi pendorong untuk melakukan percakapan di kelas, (3) lagu dapat memotivasi suatu pendekatan emosional untuk belajar bahasa, (4) lewat lagu siswa dapat mengekspresikan sikapnya terhadap apa-apa yang telah dia dengar, dan (5) lagu juga dapat membantu perkembangan estetis seseorang.
Berdasarkan uraian tersebut, lagu berhubungan erat dengan puisi.Lagu dapat dijadikan sebagai salah satu media pembelajaran puisi, baik pembelajaran apresiasi maupun penulisan kreatif puisi. Penggunaan media lagu akan menambah ketertarikan siswa dalam belajar sastra terutama puisi. dengan menggunakan rekaman lagu dapat: (1) mendorong motivasi belajar siswa, rekaman lagu dapat merangsang perhatian dan minat siswa, (2) efisiensi dalam pengajaran bahasa, (3) menjadikan pelajaran lebih konkret karena dapat memperdengarkan secara langsung hal-hal, peristiwa yang baru terjadi, sehingga siswa termotivasi untuk menuangkan idenya dalam bentuk tulisan, (4) rekaman lagu dapat diulang beberapa kali, hal ini akan menjadikan pelajaran labih baik karena dapat menghilangkan salah tafsir dan penguasaan bahan akan lebih mendalam, (5) mendorong berbagai kegiatan belajar, rekaman lagi memberikan keterangan-keterangan yang nyata.


2.     Kemampuan menulis puisi
A.    Kemampuan menulis
           Setiap individu tentu memiliki kemampuan yang bervariasi, kemampuan-kemampuan itu di pegaruhi oleh beberapa faktor seperti kondisi fisik, kecerdasan, kekatan, kecakapan, keterampilan. Tanpa adanya fator-faktor tersebut maka seseorang tidak dapat melakukannya dengan baik. Menurut M. Atar kemampan adalah kevakapan, kesanggupan, kekuatan untuk menyelesaikan tugas. Sedangkan menurut Henry Guntur Tarigan kemampuan menuis merupakan bentuk kemampuan bahasa di samping kemampua bahasa lainya. Kemampuan menulis merupakan model penting dalam kehidupan seseorang, baik sekolah, maupun di masyarakat. Kemampuan menulis sebagai bentuk kegiatan komunkasi secara tertulis disebut sebgai suatu kebetulan bagi setiap orang.
           Menulis mempunyai peranan yang sangat penting bagi manusia. Menulis merupakan salah satu sarana komunkasi seperti halnya berbicara. Namun, dalam perakteknya penggunaan bahasa dalam penulisan tindaklah sama dengan komunikasi lisan. Hal ini dikarenakan bahasa digunakan secara fungsional yaitu pemakaian bahasa sebagai media interksi dan transaksi. Dengan demikian, kegiatan menulis menuntut kecakapan dan kemahiran dalam mengatur menggunakan bahasa, bekerja dengan langkah-lagkah terorganisir, gagasan secara sistematik.
           Menurut Graves (2007: 14) dalam mnulis Henry Guntur tarigan menyaakan “seorang enggan menulis karena tidak tahu untuk apa dia menulis, merasa tidak berbakat menulis dan merasa tidak tahu bagaimana harus menulis. Ketidak sukaan tak lepas dari pengaru lingkungan keluarga da masyarakat serta pengalaman pembelajaran menulis atau mengarang di sekolah yang kurang memotivasi dan merangsang minat”. Proses pengajaran menulis merupakan suatu proses yang kompleks, yang merupakan kemampan berbahasa yang meminta perhatian paling akhir. Menulis sering dipandang sebagai suatu ilm dan seni, karena di samping memiliki aturan-aturan pada unsur-unsurnya juga mengandung tuntutan bakat yang menyebabkan suatu tulisan tidak semata-mata sebagai batang tubuh sistem yang membawakan makanan atau maksud, tetapi juga membuat penyampaian maksud tersebut menjadi unik, menarik, dan menyenangkan pembaca.
B.     Menulis Puisi
Cara mengarang puisi
           Membuat puisi, sebenarnya sama dengan menyusun karangan posa sepeti cerpen dan novel, yait dengan melalui tiga tahap. Untuk mencapai puisi yang baik dan bermutu tiga tahap ini harus dilalui. Adapun tiga tahap yang dimaksud yaitu sebagai berikut.
1)      Tahapan persiapan
2)      Tahapan menulis
3)      Tahapan koreksi
1)      Tahapan persiapan
Sebelum kita benar-benar menulis puisi terlebih dahulu kita harus mempersiapkan segala sesuatunya. Adapun beberapa persiapan yang harus disiapkan adalah.
(a)   Memilih tema puisi
      Ada banyak tema atau pokok bahsa yang bisa diangkat sebagai bahan puisi. Misalnya saja tema tentang keindahan alam, tentan persahabatan, tentang perang, dan masih banyak lagi tema-tema lain. Tema dalam menulis puisi biasa kita dapatkan dari pegalaman pribadi, bisa dari pengamatan, atau bisa didapat dari hasil perenungan (imajinasi).
(b)   Menentukan judul puisi
      Setelah tema ditetapkan maka  maka seanjutnya kita harus menentukan judul puisi yang akan kita tulis. Untuk membuat judul puisi kalau bisa gunakan bahasa yang indah. Judul jua bisa berupa kata atau rangkaian kata. Judul dalam puisi sebenernya mempuyai beberapa fungsi diantaranya adalah.
(a)    Sebagai gambaran sekilas tentang tema yang tedapat dalam puisi.
(b)   Sebagai pembatas tema yang terdapat dalam puisi
2)      Tahapan  penulisan
Dalam tahap penulisan ada dua hal yang harus dilakukan yaitu.
(a)   Membuat karangan puisi
      Membuat karangan puisi berarti membuat jalanya puisi secara garis besar. Membuat kerangka psi juga sama artinya dengan membuat puisi namun hanya menggunakan bahasa biasa. Dalam kerangka yang perlu ditulis adalah apa-apa yang perlu kita gambarkan dalam puisi . misalnya kita membuat puisi dengan keindahan alam. Keindahan alam yang kita pilih adalah keindahan pemandangan pegunungan dengan pepohonan yang rindang. Di bawah ini judul puisi dan contoh kerangka puisi keindahan alam.
Indahnya Gunungku
Waktu pagi di gunung
Matahari bersinar
Sinarnya indah
Burung-burung mulai berkicau
Angin bertiup sangat dingin
Para petani mulai berladang
Sawah-sawah terlihat indah
(b)   Mengubah kerangka puisi menjadi kata-kata yang indah
      Selain kerangka puisi sudah jadi seperti di atas, maka selanjtnya kerangka tersebut dirubah menjadi kalimat-kalimat yang lebih ndah. Caranya bisa dengan empat hal sebagai berikut.
(a)    Merubah sebagian kata dengan kata sinonimnya yang mempunya kesan lebih indah.
(b)   Merubah kata-kata atau kalimat menjadi bentuk majas.
(c)    Menyusun kalimat menjadi bentuk kalimat bersajak.
(d)   Atau menambahkan kalimat atau kata jika diperlukan
Contoh merubah kerangka puisi diatas menjadi puisi.
Indahnya Gunungku
Kala pagi muncul dari balik gunung
Matahari bersinar cerah
Sinarnya elok
Burung-burung berdendang riang
Menyambut pagi yang indah
Angin menghembuskan hawa dingin
Para petani mulai berladang
Nun jauh disana sawah-sawah terlihat mempesona
3)      Tahapan koreksi
            Jika puisi sudah selesai disusun dengan mealui langkah-langkah sebagaimana di atas, maka langkah yan terakhir yang harus dilakukan adalah megoreksi ulang puisi yang sudah jadi tersebut. Bila ada yang kurang pas dan ada perbaikan, maka puisi harus di perbaiki kembali. (Asrifin An, 2008: 98 – 101)

C.   Rencana Plaksanaan Pembelajaran (RPP)
Pengertian rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP)
            Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) adalah rancangan yang menggambarkan prosedur dan menajemen pembelajaraan untuk mencapai suatu atau lebih kompetensi dasar yang ditetapkan dalam standar isi dan dijadikan dalam silabus. E. Mulyasa (2008: 212).
Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) adalah menyususn langkah-langkah yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Abdul Majid (2005: 15).
1.      Cara mengembangkan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP)
a)      mengisi kolom identifikasi
b)      menentukan alokasi waktu yang dibutuhkan untk pertemuan yang telah ditetapkan.
c)      menentukan standar kompetensi dan kompetensi dasar, serta indikator yang akan digunakan yang terdapat pada silabus yang telah disusun.
d)     Merumuskan tjuan pembelajaran berdasarkan standar kompetensi dam kompetensi dasar, serta indikator yang tela ditentukan.
e)      Mengidentifikasi materi standar berdasrkan materi pokok/ pembelajaran yang terhadap dalam silabus. Materi standar merupakan uraian dari materi pokok/ pembelajaran.
f)       Menentukan metode pembelajaran yang akan digunakan.
g)      Merumuskan langkah-langkah pembelajaran yang terdiri dari kegiatan awal, inti, dan akhir.
h)      Menentuan sumer belajar yang di gunakan.
i)        Menusun kreteria penilaian, lembar pengamatan, contoh soal, dan teknik pensekoran.
2. Manfaat perencanaan pembelajaraan
a)      Sebagai petunjuk arah kegiatan dalam mencapai tujuan
b)      Sebagai pola dasar dalam mengatur tugas dan wewenang bagi setiap unsur yang terlibat dalam kegiatan.
c)      Sebagai pedoman kerja bagi tiap unsur, baik unsur guru maupun unsur murid.
d)     Sebagai alat ukur efektif tindakanya suatu pekerjaan, sehingga setiap saat diketahui ketepatan dan kelambatan kerja.
e)      Untuk bahan penyusunan data agar terjadi keseimbangan kerja.
f)       Untuk menghemat waktu, tenaga, alat-alat dan biaya.

Contoh fotmat rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP)

Nama Sekolah          :
Mata Pelajaran          :
Kelas/semester          :
Alokasi Waktu         :
Standar Kompetensi :
Kompetensi Dasar     :

1.      Indikator:
1.      ....................................................................................................................
2.      ....................................................................................................................
3.      ....................................................................................................................
2.      Tujuan Pembelajaran:
1.      .....................................................................................................................
2.      .....................................................................................................................
3.      .....................................................................................................................
3.    Karakter siswa yang di harapkan:
1.      .......................................................................................................................
2.      .......................................................................................................................
3.      .......................................................................................................................

4.        Materi pembelarajan:

..........................................................................................................................
..........................................................................................................................
..........................................................................................................................
..........................................................................................................................
5.        Metode pembelajaran
1.      ...............................................
2.      ...............................................
3.      ...............................................

6.                Langkah-lankah pembelajaran
a.       Kegiatan awal
Ø  .....................................................................................................
Ø  .....................................................................................................
Ø  .......................................................................................................
Ø  .......................................................................................................
b.      Kegiatan inti
·         Eksplorasi
Ø  ......................................................................................................
Ø  ......................................................................................................
Ø  ......................................................................................................
·         Elaborasi
Ø  ......................................................................................................
Ø  .......................................................................................................
Ø  .......................................................................................................
·         Konfirmasi
Ø  .......................................................................................................
Ø  .......................................................................................................
Ø  .......................................................................................................
c.       Kegiatan Akhir
Ø  ............................................................................................................
Ø  ............................................................................................................
7.      Sumber belajar
1.      ..............................................
2.      ..............................................
3.      ..............................................
8.      Media pembelajaran ..........................................................
9.      Penilaian
Soal
1.      ..........................................
2.      ..........................................
Di bawah ini standar kompetensi dan kompetensi dasar yang terdapat dalam silabus kelas VIII
Standar kompetensi
Kompetensi dasar
Mendengarkan
13. memahami unsur instrinsik novel remaja (asli atau terjemahan) yang dibacakan

13.1  mengidentifikasi karakter tokoh novel remaja (asli atau  terjemahan) yang dibacakan
13.2 menjelaskan tema dan latar novel remaja (asli atau terjemahan) yang dibacakan
13.3 mendeskripsikan alur novel remaja (asli atau terjemahan) yang dibacakan
Berbicara
14. mengapresiasi kutipan novel remaja (asli atau terjemahan) melalui kegiatan diskusi

14.1   mengomentari kutipan novel remaja (asli atau terjemahan)
14.2  menanggapi hal yang menarik dari kutipan novel remaja (asli atau terjemahan)
Membaca
15. novel remaja (asli atau terjemahan) dan antologi puisi

15.1   menjelaskan alur cerita, prilaku, dan latar novel remaja (asli atau terjemahan)
15.2  mengenali ciri-ciri umum puisi dari buku antologi puisi
Menulis
16.   menggungkapkan pikiran, dan perasaan dalam puisi bebas

16.1  menulis puisi bebas dengan menggunakan pilihan kata yang sesuai
16.2   menulis puisi bebas dengan memperatikan unsur persajakan
J.Objek Penelitian
Daftar Siswa SMPN 1 GARAWANGI Tahun Pelajaran 2014-2015
Kelas VIII B
NO
Nama Siswa
L/P
keterangan
1
ADE NOPAN ROSANDI
L

2
AGUS SOLEH
L

3
AI ADINDA
P

4
ALIF NUR MUHAMMAD SUHENDI
L

5
AMELA OKTAVIANI
P

6
ATINA RAHMATIKA SALSABILA
P

7
DICKI ARAI SUGOMA
L

8
DINA AULIA SABILLA
P

9
EMFAT FATIMAH
P

10
FAHRUL ROZI
L

11
FAKHRI SETIAWAN
L

12
GINA SRI AHPINA
P

13
HAISY MAULANA
L

14
HERI HENDRAWN
L

15
IRFAN HAKMATUL ROMDONI
L

16
JAMALUL FAHMI
L

17
KUSPITASARI
P

18
LARAS AGUSTINA
P

19
MUHAMAD SA’BAN
L

20
NOPITASARI
P

21
PANI HANDAYANI
P

22
PENY PERMATA SARI
P

23
RAHAYU SEPTIANI PRATAMA
P

24
RAHIM IBRAHIM
L

25
RANIWATI
P

26
RIFKI NURPARIZI
L

27
RIKA SAUMAWATI
P

28
RANI RATNANINGSIH
P

29
RIYAN FIRMANSYAH
L

30
RIZA NURFAJAR
L

31
TEDI SETIADI
L

32
TENI TRISNADIATI
P

33
TRI SUTISNA
L

34
UJANG JAENUDIN
L

35
WANDA SAERUNISA
P

36
WINDA
P


K. Metode penelitian
a.     Metode  Penelitian
Metode penelitian digunakan dalam penelitian ini yaitu metode penelitian kelas, menurut wiriaatnadja (2006: 13) dalam penelitian tindakan kelas Tukiran taniredja (2010: 16) penelitian tindakan kelas adalah bagaimana sekelompok guru dapat mengorganisasikan kondisi praktik pembelajaran mereka, dan belajar dari pengalaman mereka sendiri. Mereka dapat mencoba suatu gagasan pebaikan dalam pratik pembelajaran  mereka, dan melihat pengaruh nyata dari upaya itu.

b.    Teknik penelitian
1)      Teknik perolehan data
Adapun teknik perolehan data dalam penelitian ini adalah seagai berikut.
(a)    Studi pustaka
peneltian melihat, membaca dan memahami buku-buku yang di jadikan bahan acuan yang hubungan dengan penelitian
(b)   Observasi
Dengan teknik ini, penelitian bermaksud melakukan pengamatan secara langusng pada saat proses kegiatan belajar menajar.
(c)    Tes
Setelah melaksanakan proses belajar mengajar dengan menggunkan media lagu / audio penelitia melakukan tes terhadap siswa untuk mengetahui keberhasilan siswa dalam menulis puisi dengan menggunkana media lagu / audio.

2)      Teknik pengolahan data
a.       Untuk menjawab rumusan masalah yang pertama, penulis melakukan langkah-langkah sebagai berikut.
(a)    Melihat standar kompetensi dan silabus untuk bahan ajar di tingkat SMP/MTS.
(b)   Mengkaji standar kompetensi dan kompetensi dasar.
(c)    Menyusun rancangan pelaksanaan pembelajaran.
(d)   Mendeskripsikan rancana pelasanaan pembelajaran
b.      Untuk menjawab rumusan masalah yang kedua, penulis melakukan langkah-langkah sebagai berikut.
Setelah peneliti membuat rencana pelaksanaan pembelajaraan (RPP), penelitian mengajar berdasarkan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang telah dibuatnya. Mendeskrpsikan rencana pelaksanaan pembelajran (RPP) dalam materi pembelajaran tentang menulis puisi.
Guru meneskripsikan proses pembelajaran
a)      Kegiatan awal
b)      Kegiatn inti
c)      Kiatan akhir
Observasi mengamati kegiatan belajar mengajar
a)      Aktivitas guru, ketika sedang mengajar guru di nilai apakah sesuai dengan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) atau tidak.
b)      Aktivitas siswa, ketika kegiatan belajar menajar berlangsung observasi mengamati aktivitas siswa.
c.       Untuk Untuk menjawab rumusan masalah yang ketiga, penulis melakukan langkah-langkah sebagai berikut.
a)      Siswa mengerjakan tes yan dibrikan guru.
b)      Mengumpulkan dan menilai hasil tes pembelajaran menlis puisi dengan aspek sebagai berkut.
(1)   Rima
a.       Skor 3 = jika rima tepat
b.      Skor 2 = jika rima kurang tepat
c.       Skor 1 = jika rima tidak tepat
(2)   Gaya Bahasa
a.       Skor 3 = jika gaya bahasa tepat
b.      Skor 2 = jika gaya bahasa kurang tepat
c.       Skor 1 = jika gaya bahasa tidak tepat
(3)   Diksi
a.       Skor 3 = jika diksi tepat
b.      Skor 2 = jika diksi kurang tepar
c.       Skor 1 = jika tidak terdapat diksi
(4)   Kesesuaian dengan lagu/audio
a.       Skor 3 = jika sesuai dengan lagu/audio
b.      Skor 2 = jika kurang sesuai dengan lagu/audio
c.       Skor 1= jika tdak sesuai dengan lagu/audio
c)      Memasukan skor prolehan hasil tes menulis puisi pada tabel.

Tabel 1
Skor hasil tes menulis puisi
Kelas VIII SMPN 1 Garawangi

No
Nama siswa
Aspek yang di nilai
Jumlah skor
Nilai
Ket
Kesesuaian dengan lagu/audio
Gaya bahasa
Rima
Diksi
1








2








3








4








5








Jumlah








d)     Menentukan nilai hasil tes menulis puisi siswa kelas VIII SMPN 1 Garawangi dengan mebnakan rumus:


e)      Menemukan nilai rata-rata
f)       Memaskan nilai rata-rata ke dalam kreeria penilaian

KRTERIA PENILAIAN
NO
Kreteria
Rentang Nilai
1
2
3
4

Sangat baik
Baik
Cukup
Kurang
  80 - 100
60 - 80
40 - 60
0   - 20

3)      Rencana penelitian
1)      Rancangan
Agar penelitian berjalan secara efektif, maka penelitian menyiapkan hal-hal sebagai beriut.
a)      Membuat recana pelaksanaan pembelajaran (RPP).
b)      Menentukan kompetensi yan akan disajikan dalam menulis puisi.
c)      Menyusun langkah-langkah pembelajaran.
d)     Menyiapkan media pembelajaran yaitu laptop dan pengeras suara.

2)      Pelaksanaan
(a)    Pemdahuluan
Apersepsi: - mengingatkan kembali kepada siswa hal-hal yang berkaitan dengan puisi.
(b)   Kegiatan inti
a)      Memberikan motivasi kepada siswa bahwa menulis puisi itu bisa dilakukan oleh siapa saja.
b)      Menjelaskan materi pembelajaran kepada siswa, tentang cara-cara mengarang puisi.
c)      Siswa mengamati contoh puisi
d)     Siswa mengamati suara yang akan dijadikan inspirasi untuk menulis puisi
e)      Siswa menulis puisi dengan berdasarkan suara yang di dengar.
f)       Sisiwa menunjukan hasil menulis puisi
g)      Memberikan sanjungan akan pujian kepada siswa yang telah mampu menulis puisi berdasarkan lagu.
(c)    Penutup
a)      Menanyakan kepada siswa tentang materi yang belum dipahami
b)      Guru menyimpulkan materi
3)      Observasi
Kegiatan ini dilakukan penelitian untuk mengamati bagaimana proses belajar menajar di kelas
4)      Refleksi dan revisi
Kegiatan ini untuk mengevaluasi pembelajaan menulis puisi dengan menggunakan media lagu/audio.



Siklus 1                                               Perencana tindakan
Analisis dan refleksi   
Deskripsi Hasil Tindakan
                 Pelaksanaan tindakan
                
Siklus 2                                               Rencana tidakan ulang
                 Analisis dan refleksi                           
Deskripsi hasil
tindakan

Pelaksanaan tindakan

                                                                                                     Gambar siklus PTK
                                                                                                     (Heryadi, 2010:64)
            Berdasarkan teknik pengumpulan data yang tepat penelitian tentukan, maka supaya penelitian ini masimal dan objektif, maka instrument yang peneliti gunakan adalah sebagai berikut.
(1)   Lembar tes hasil pembelajaran menulis puisi
(2)   Lembar observasi.
Pembelajaran dilaksanakan dalam 2 (dua) siklus, setiap siklus waktunya 2 x 45 menit dengan melasanakan pembelajaran sesuai perencanaan yang telah dibuat.
4)Instruktur Penelitian
                Instruktur penelitian disesuaikan berdasarkan kebtuhan pemerolehan data hasil penelitian. Instrumen penelitian yang disusun adalah sesuai berikut.
1)      Lembar observasi untuk memeperoleh data tentang penilaian kegiatan guru dalam melaksanakan pembelajaran.
2)      Lembara observasi aktifitas siswa untuk mengetahui aktivitas siswa dalam merespon pembelajaran menulis puisi.
3)      Lembar soal, ada empat aspek pokok yang dijadikan kreteria penilaian yaitu rima, gaya bahasa, diksi, kesesuaian dengan lagu/audio.
Dalam  pembelajaran menulis puisi, peneliti melakukan pengamatan atau oabservasi guru dan siswa ketika pembelajaran. Dengan melakukan observasi dihasilkan data observasi berupa keterangan kegiatan pembelajaran siswa. Melakukan observasi dimulai dari awal pembelajaran sampai akhir pembelajaran.





a.      Lebar penilaian RPP
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
Nama pelajaran           :
Satuan pendidikan      :
Kelas/ semester           :
Kompetensi Dasar       :
Lembar Observasi rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) siklus 1
No.
Fokus penelitian
Butir penelitian
Bobot
Ket.
1.
Perumusan indikator pencapain hasil beajar
1.    Kesesuaian rumusan
2.    Kesesuaian dengan kompetensi dasar


2.
Pemilihan dan pengorganisasian mater ajar
1.Kesesuaian materi ajar dengan:
(a) kompetensi dasar;
(b) karakteristik peserta didik;
(c) alokasi waktu


3.
Skenario/ kegiatan pembelaran
1. kesesuaian strateg dan metode pembelajaran dengan:
(a) kompetensi dasar;
(b) materiPembelajaran;
(c) karakteristik siswa.
2. kelengkapan langkah-langkah setiap tahapan pembelajaran dan kesesuaian degan alokasi watu


No.
Fokus penelitian
Buti penilaian
Bobot
Ket.
4.
Pemilihan media/ alat pembelajaran
Kesesuaian media/alat pembelajaran dengan:
(a)  Kompetensi dasar;
(b)  Materi pembelajarann;
(c)  Karakter peserta didik.


5.
Pemilihan sumber belajar
Kesesuaian sumber belajar dengan:
(a)      Kompetensi dasar;
(b)      Materi pembelajaran;
(c)      Karakter peserta didik.


6.
Penilaian hasil belajar
1.    Kesesuaian teknik penilaian dengan kompetensi dasar.
2.    Kejelasan prosedur penilaian.
3.    Kelengkapan instrumen.



Jumlah skor (fokus penilaian 1 s.d. 6)



Skor = (JR:24) x 100:20



Nilai Akhir RPP (rata-rata skor keseluruhan)


JR : Jumlah Rata-rata
Kriteria Penilaian
Standar nilai
Huruf
Angka / bobot
Keterangan
4,00 – 5,00
A
4
Sangat baik
3,00 – 3,99
B
3
Baik
2,00 – 2.99
C
2
Cukup
1,00 – 1,99
D
1
Kurang

b.      Lembar Observasi Guru
Lembar Observasi Guru dalam pembelajaran
Nama Kegiatan
Ya
Tidak
Keterangan
1.      Kegiatan awal
a.       Apersepsi
b.      Memeriksa kehadiran siswa
c.       Menumbuhkan kesiapan belajar siswa
d.      Menumbuhkan suasana pembelajaran yang demokratis
e.       Membangkitkan motivasi belajar siswa
f.       Membangkitkan perhatian siswa
g.      Tidak berteleh-tele
h.      Memperhitungkan alokasi waktu



2.      Kegiatan Inti
a.       Memberitahukan tujuan dan kompetensi dasar yang akan dicapai
b.      Memberikan garis besar materi yang akan dibahas
c.       Menjelaskan alternatif kegiatan belajar yang akan dialami siswa
d.      Melakukan pengelolaan kelas
e.       Menggunakan metode / model pembelajaran yang sesuai
f.       Menggunakan media lagu / audio pembelajaran yang bervariasi
g.      Melibatkan siswa dalam kegiatan belajar



3.      Kegiatan akhir
a.       Melaksanakan dan mengkaji penilaian akhir
b.      Melaksanakan tindak lanjut pembelajaran
c.       Menjelaskan kembali bahan pelajaran pembelajaran yang dianggap sulit
d.      Memberikan motivasi dan bimbingan belajar
e.       Mengemukakan top yang akan dibahas pada pertemuan berikutnya
f.       Penutup kegiatan pembelajaran



Keterangan:
1.      Kinerja guru baik apabila melaksanakan > 80 % di atas  indikator
2.      Kinerja guru cukup apabila melaksanakan > 50 % di atas indikator
3.      Kinerja guru kurang apabila melaksanakan < 50 % di atas indikator
c.       Lembar  Observasi siswa
Lembar Observasi Sikap Siswa dalam Pembelajaran
Mata Pelajaran            : ..................................................................................
Nama Sekolah             : ..................................................................................
Kelas                           : ..................................................................................
Nama Pelajaran           : ..................................................................................
No
Nama siswa
Aspek yang dinilai
sekor
Keriteria penilaian

Keaktifan
keingintahuan
keseiusan
9
B
C
K

1
2
3
1
2
3
1
2
3



1














2














3














4














5














Dst































Kreteria nilai
a.     keaktifan
3: jika siswa terlihat aktif dan antusias dalam mengikuti pembelajaran
2: jika siswa terlihat aktif dalam mengikuti pembelajaran
1:jika siswa kurang aktif dalam mengikuti pembelajaran
b.     keseriusan
3: jika siswa sangaat serius dalam mengerjakan evaluasi
2: jika siswa serius dalam mengerjakan evaluasi
1: jika siswa kurang serius dalam mengerjakan evaluasi dan membuat keributan
c.      keingin tahuan
3:jika siswa bertanya kepada guru dan teman tentang sesuatu yang belum paham
2:jika siswa kurang bertanya kepada guru dan teman tentang sesuatu yang belum paham
1:jika siswa tidak bertanya kepada guru dan teman tentang sesuatu yang belum paham
Interprestasi terhadap hasil observasi aktivitas siswa yang di gunakan dalam penelitian ini antara lain sebagai berikut.
B (baik) : jika jumlah sekor 8-9
C (cukup) : jika jumblah sekor 6-7
K (kurang jika jumblah sekor 3-5
          Perolehan skor yang diperoleh kemudian diubah menjadi prsentase dengan rrumus sebagai berikut
L. Personalia Penelitian
a.      Guru model
a.       Nama                     : DYAN TEZA ANGGARA
b.      NIM                      : 2011011025
c.       Jenis Kelamin        : Laki-laki
d.      Instansi                  : Universitas Kuningan
b.      Data observasi
a.       Nama                     : Drs. Amim
b.      NIP                       : 196111181981091001
c.       Jenis Kelamin        : Laki-laki
d.      Instansi                  : SMP Negeri 1 Garawangi
M. Jadwal Penelitian

No
Bulan

Rencana Kerja
Januari
Februari
Maret
April
Minggu
Minggu
Minggu
Minggu
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
Membuat proposal
















2
Mengurus izin
















3
Observasi
















4
Mencari data
















5
Mengolah data
















6
Menganalisis data
















7
Menyusun laporan


















N. Perkraan Biaya
No
Kegiatan
Biaya (Rp)
1
2
3
4
5
6
7
8
Persiapan
Operasional di lapangan
Transportasi
Biaya pengelolaan data
Biaya penyusunan laporan
Percetakan dan
Pembuatan jilid
Lain-lain
  50.000
150.000
  25.000
100.000
250.000
300.000
  10.000
100.000
Jumlah
985.000

O. Daftar Pustaka
Alwi, Hasan. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
An, Asrifin. 2005. Buku Pintar Sasstra Indonesia. Surabaya. Duta Graha Pustaka.
Tarigan, HG. 1994.Menulis: Sebagai Suatu Ketrampilan Berbahasa . Bandung:Angkasa.
Arikonto, Suharsimi. 1986. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Yogyakarta. Bumi Aksara.
Arikunto, Suharsimi, dkk.2009 .Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : Bumi Aksara.
Depdiknas. 1994.Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Haryadi, Dedi. 2010. Metode Penelitian Pendidikan Bahasa. Tasikmalaya. Pusbill Bandung Anggota IKAPI.
Kustandi, Cecep dan Bambang Sutjipto. 2011.Media Pembelajaran (Manual danDigital). Bogor:Ghalia Indonesia.
Mas, Aan Sugianto. 2008. Langkah Awal Menuju Apresiasi Indonesia. Universitas Kuningan.Semi, Antar. 2007. Dasar-dasar Keterampilan Menulis. Bandung: Angkasa.
Semi, Atar. 1997.Dasar-Dasar Keterampilan Menulis. Bandung. Mugatara.