Rabu, 08 Januari 2014

FRASA, KLAUSA, KALIMAT



1.1 Latar Belakang
Banyak permasalahan yang ada dalam mendalami penguasaan sintaksis dan hakikatnya. Perlu pendalaman dan banyak mempraktekan dalam dunia kebahasaan. Karena ilmu sintaksis sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari. Masih banyak orang yang belum mengetahui dan belum paham tentang makna dan hakikat sintaksis. Padahal, penggunaanya begitu dekat daengan  masyarakat Indonesia. Yaitu berkisar tentang kalimat bahasa Indonesia yang digunakan sebagai alat komunikasi sehari-hari. Sintaksis merupakan ilmu yang mempelajari tentang tatabahasa. Sintaksis juga dapat dikatakan tatabahasa yang membahas hubungan antarkata dalam tuturan.  Sintaksis secara etimologis berarti menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata, kelompok kata menjadi kalimat. Menurut istilah sintaksis dapat mendefinisikan : bagian dari ilmu bahasa yang membicarakan seluk beluk kalimat, klausa, dan frasa (Ibrahim, dkk:1). Sintaksis itu mempelajari hubungan gramatikal di luar batas kata, tetapi di dalam satuan yang kita sebut kalimat (Verhaar, 1981:70). Istilah sintaksis (Belanda, syntaxis) ialah bagian atau cabang dari ilmu bahasa yang membicarakan seluk beluk wacana, kalimat, klausa, dan frase (Ramlan, 2001:18). Didalam kajian sintaksis mencakup kajian-kajian tentang frasa, klausa dan kalimat. Fungsi sintaksis sendiri adalah berupa subjek, predikat, objek, keterangan dan pelengkap. Dalam makalah ini kesemuanya akan dikaji dan dijelaskan lebih rinci. Sehingga, pembaca dapat mengetahui secara lebih mendetail hakikat sintaksis.
1.2 Rumusan Masalah
  1. Apakah jenis fungsi dari sintaksis?
  2. Apakah yang dimaksud dengan frasa, klausa, dan kalimat dalam sintaksis?
  3. Apa saja macam-macam dari frasa dan strukturnya?
  4. Apa saja macam-macam dari klausa dan srukturnya dalam sintaksis?
  5. Apa saja macam-macam dari kalimat dan strukturnya?
1.3 Tujuan
Tujuan dari makalah ini dibuat adalah:
  1. Untuk mengetahui fungsi sintaksis.
  2. Untuk mengetahui secara jelas frasa, klausa, dan kalimat dalam sintaksis.
  3. Untuk mengetahui jenis-jenis frasa dan strukturnya dalam kajian sintaksis.
  4. Untuk mengetahui macam-macam klausa beserta strukturnya.
  5. Untuk mengetahui jenis-jenis kalimat dan strukturnya dalam kajian sintaksis.

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Fungsi Sintaksis
Fungsi kajian sintaksis terdiri dari beberapa komponen. Diantaranya adalah subjek, predikat, objek, pelengkap dan keterangan. Semuanya akan dijelaskan sebagai berikut.
a.       Subjek dan Predikat.
1)      Subjek merupakan bagian yang diterangkan predikat. Subjek dapat dicari dengan pertanyaan. Apa atau Siapa yang tersebut dalam predikat. Sedangkan predikat adalah bagian kalimat yang menerangkan subjek. Predikat dapat ditentukan dengan pertanyaan ‘yang tersebut dalam subjek sedang apa, berapa, di mana, dan lain-lain.
2)      Subjek berupa frasa nomina atau pengganti frasa nomina. Sedangkan predikat bisa berupa frasa nomina, verba, adjektiva, numeralia, atau pun preposisi.
3)      Jika diubah menjadi kalimat tanya, subjek tidak dapat diberi partikel -kah. Predikat dapat diberi partikel -kah.
Contoh dari kalimat yang memiliki subjek dan predikat adalah, ‘Adik sedang makan’. ‘Adik’ menduduki fungsi subjek, sedangkan ’sedang makan’ menduduki fungsi predikat.
‘Adik(S) sedang makan(P).’
b.      Objek dan Pelengkap.
1)      Objek berupa frasa nomina atau pengganti frasa nomina, sedangkan pelengkap berupa frasa nomina, verba, adjektiva, numeralia, preposisi, dan pengganti nomina.
2)      Objek mengikuti predikat yang berupa verba transitif(memerlukan objek) atau semi-transitif dan pelengkap mengikuti predikat yang berupa verba intransitif(tidak memerlukan objek).
3)      Objek dapat diubah menjadi subjek dan pelengkap tidak dapat diubah menjadi subjek.
Berdasar ada tidaknya objek kalimat dibedakan menjadi kalimat transitif dan intransitif.  Kalimat transitif adalah kalimat yang memerlukan objek. Sedangkan kalimat intransitif merupakan kalimat yang tidak memerlukan objek.
Contoh kalimat yang memiliki objek yaitu ‘Kakak sedang memasak sayur-mayur’. ‘Kakak’ berfungsi sebagai subjek, sedang memasak menduduki fungsi predikat dan ’sayur-mayur’ merupakan objek.
‘Kakak(S) sedang memasak(P) sayur-mayur(O).’
Untuk kalimat yang memiliki pelengkap adalah ‘Paman berjualan sayuran’. Subjek diduduki oleh kata ‘Paman’, ‘berjualan’ menduduki fungsi predikan dan ’sayuran’ sebagai pelengkap.
‘Paman(S) berjualan(P) sayuran(Pel).’
c.       Keterangan.
1)      Keterangan adalah bagian kalimat yang menerangkan subjek, predikat, objek atau pelengkap.
2)      Berupa frasa nomina, preposisi, dan konjungsi.
3)      Mudah dipindah-pindah, kecuali diletakkan diantara predikat dan objek atau predikat dan pelengkap.
Contoh kalimat yang memiliki keterangan adalah ‘Kemarin, Pak Anwar membeli buah-buahan di pasar induk’. ‘Kemarin’ dan ‘di pasar induk’ merupakan keterangan, untuk ‘Pak Anwar’ menduduki fungsi subjek. Kata ‘membeli’ merupakan predikat dan ‘buah-buahan’ adalah fungsi objek.
‘Kemarin(Ket), Pak Anwar(S) membeli(P) buah-buahan(O) di pasar induk(Ket)’.



2.2 Frasa
a. Pengertian
Dalam kajian sintaksis, frasa adalah komponen didalamnya. Pengertian frasa sendiri didefinisikan sebagai satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yang bersifat nonprediktif, atau lazim juga disebut gabungan kata yang mengisi salah satu fungsi sintaksis di dalam kalimat (Chaer, 1991:222). Menurut Prof. M. Ramlan, frasa adalah satuan gramatik yang terdiri atas satu kata atau lebih dan tidak melampaui batas fungsi atau jabatan (Ramlan, 2001:139).  Frase lazim didefinisikan sebagai satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yangbersifat non predikatif, atau lazim juga disebut gabungan kata yang mengisi salah satu fungsi sintaksis di dalam kalimat
Jadi, dengan kata lain frasa merupakan gabungan dua kata atau lebih yang tidak melebihi satu batas fungsi. Fungsi tersebut merupakan jabatan berupa subjek, predikat, objek, pelengkap dan keterangan.
Contoh frasa adalah sebagai berikut,
1)      gedung bertingkat itu,
2)      di luar,
3)      kemarin pagi,
4)      sedang tidur,
5)      yang akan datang,
Jika contoh tersebut diletakkan dalam kalimat, kedudukannya tetap pada satu jabatan saja. Misalnya.
1)      Gedung bertingkat itu(S) ambruk(P).
2)      Anis(S) bermain(P) di luar(Ket).
3)      Kemarin pagi(Ket), ibu(S) pulang(P).
4)      Ayah(S) sedang tidur(P).
5)      Bule(S) yang akan datang(P) lusa(Ket).
b. Jenis Frasa
Didalam frasa, digolongkan menjadi dua jenis. Yaitu, berdasarkan persamaan distribusi dengan unsurnya (pemadunya) dan berdasarkan kategori kata yang menjadi unsur pusatnya.
1)      Berdasarkan Persamaan Distribusi dengan Unsurnya (Pemadunya).
Berdasarkan persamaan distribusi dengan unsurnya (pemadunya), frasa dibagi menjadi dua, yaitu Frasa Endosentris dan Frasa Eksosentris.
a)      Frasa Endosentris, kedudukan frasa ini dalam fungsi tertentu, dpat digantikan oleh unsurnya. Unsur frasa yang dapat menggantikan frasa itu dalam fungsi tertentu yang disebut unsur pusat (UP). Dengan kata lain, frasa endosentris adalah frasa yang memiliki unsur pusat.
Contoh:
Sejumlah mahasiswa(S) diteras(P).
Kalimat tersebut tidak bisa jika hanya ‘Sejumlah di teras’ (salah) karena kata mahasiswa adalah unsur pusat dari subjek. Jadi, ‘Sejumlah mahasiswa’ adalah frasa endosentris.
Frasa Endosentris sendiri masih dibagi menjadi tiga.
(1)   Frasa Endosentris Koordinatif, yaitu frasa endosentris yang semua unsurnya adalah unsur pusat dan mengacu pada hal yang berbeda diantara unsurnya terdapat (dapat diberi) ‘dan’ atau ‘atau’.
Contoh:
(a)    rumah pekarangan
(b)   kakek nenek
(c)    adik kakak
(d)   menyanyi atau menari.
(2)   Frasa Endosentris Atributif, yaitu frasa endosentris yang memiliki unsur pusat dan mempunyai unsur yang termasuk atribut. Atribut adalah bagian frasa yang bukan unsur pusat, tapi menerangkan unsur pusat untuk membentuk frasa yang bersangkutan.
Contoh:
(a)  rumah besar
(b)  pensil baru
(c)  anak itu
(d)  siang ini
(e)  sedang menyanyi
(f)    sangat sedih
Kata-kata yang dicetak miring dalam frasa-frasa di atas seperti adalah unsur pusat, sedangkan kata-kata yang tidak dicetak miring adalah atributnya.
(3)   Frasa Endosentris Apositif, yaitu frasa endosentris yang semua unsurnya adalah unsur pusat dan mengacu pada hal yang sama. Unsur pusat yang satu sebagai aposisi bagi unsur pusat yang lain.
Contoh:
Ridho, anak Pak Roma, sedang menyanyi.
Ridho, …….sedang menyanyi.
……….anak Pak Roma sedang menyanyi.
Unsur ‘Ridho’ merupakan unsur pusat, sedangkan unsur ‘anak Pak Roma’ merupakan aposisi.
Contoh lain:
(a)    Solo, kota budaya
(b)   Indonesia, tanah airku
(c)    Bapak Sutarno, ayahku
(d)   Bangkit, sahabatku.
Frasa yang hanya terdiri atas satu kata tidak dapat dimasukkan ke dalalm frasa endosentris koordinatif, atributif, dan apositif, karena dasar pemilahan ketiganya adalah hubungan gramatik antara unsur yang satu dengan unsur yang lain. Jika diberi aposisi, menjadi frasa endosentris apositif. Jika diberi atribut, menjadi frasa endosentris atributif. Jika diberi unsur frasa yang kedudukannya sama, menjadi frasa endosentris koordinatif.
b)      Frasa Eksosentris, adalah frasa yang tidak mempunyai persamaan distribusi dengan unsurnya. Atau dapat diartikan frase yang komponen-komponennya tidak mempunyai prilaku sintaksis yang sama dengan keseluruhan. Frasa ini tidak mempunyai unsur pusat. Jadi, frasa eksosentris adalah frasa yang tidak mempunyai UP.
Contoh:
Sejumlah orang di gardu.
Menurut Imam (2008), Frase Eksosentris dibagi menjadi dua, yakni:
(1)   Frase Eksosentrik yang Direktif
Komponen pertamanya berupa preposisi, seperti “di, ke dan dari” dan komponen berupa kata/kelompok kata yang biasanya berkategori nomina.
Contoh:
di rumah
dari pohon mahoni
demi kesejahteraan
(2)   Frase Eksosentrik yang Nondirektif
Komponen pertamanya berupa artikulus, seperti “si” dan “sang” atau”yang”, “para” dan “kaum”, sedangkan komponen keduanya berupa kata berkategori nomina, adjektiva atau verba.
Contoh: si kaya, para remaja kampung
2)      Berdasarkan Kategori Kata yang Menjadi Unsur Pusatnya.
Berdasarkan kategori kata yang menjadi unsur pusatnya, frasa dibagi menjadi enam.
a)      Frasa nomina, frasa yang unsur pusatnya berupa kata yang termasuk kategori nomina. Unsur pusat frasa nomina itu berupa:
(1)   nomina sebenarnya
contoh: batu itu untuk membangun rumah.
(2)   pronomina
contoh: mereka itu teman saya.
(3)   nama
contoh: Wisnu itu baik.
(4)   kata-kata selain nomina, tetapi strukturnya berubah menjadi nomina
contoh:
dia malasmalas itu merugikan
anaknya tiga ekortiga itu sedikit
dia menarimenari itu menyenangkan
kata malas pada kaliat pertam awalnya adalah frasa ajektiva, begitupula dengan tiga ekor awalnya frasa numeralia, dan kata menari yang awalnya adalah frasa verba.
b)      Frasa Verba, frasa yang unsurpusatnya berupa kata verba. Secara morfologis, unsur pusat frasa verba biasanya ditandai adanya afiks verba. Secara sintaktis, frasa verba terdapat (dapat diberi) kata ’sedang’ untuk verba aktif, dan kata ’sudah’ untuk verba keadaan. Frasa verba tidak dapat diberi kata’ sangat’, dan biasanya menduduki fungsi predikat.
Contoh:
Dia berlari.
Secara morfologis, kata berlari terdapat afiks ber-, dan secara sintaktis dapat diberi kata ’sedang’ yang menunjukkan verba aktif.
c)      Frasa Ajektifa, frasa yang unsur pusatnya berupa kata ajektifa. Unsur pusatnya dapat diberi afiks ter- (paling), sangat, paling agak, alangkah-nya, se-nya. Frasa ajektiva biasanya menduduki fungsi predikat.
Contoh:
Gedungnya tinggi.
d)      Frasa Numeralia, frasa yang unsur pusatnya berupa kata numeralia. Yaitu kata-kata yang secara semantis mengatakan bilangan atau jumlah tertentu. Dalam frasa numeralia terdapat (dapat diberi) kata bantu bilangan: ekor, buah, dan lain-lain.
Contoh:
lima buah
tujuh ekor
satu biji
lima belas orang.
e)      Frasa Preposisi, frasa yang ditandai adanya preposisi atau kata depan sebagai penanda dan diikuti kata atau kelompok kata (bukan klausa) sebagai petanda.
Contoh:
Penanda (preposisi) + Petanda (kata atau kelompok kata)
di rumah
ke depan rumah
dari kantor
untuk kami
f)        Frasa Konjungsi, frasa yang ditandai adanya konjungsi atau kata sambung sebagai penanda dan diikuti klausa sebagai petanda. Karena penanda klausa adalah predikat, maka petanda dalam frasa konjungsi selalu mempunyai predikat.
Contoh:
Penanda (konjungsi) + Petanda (klausa, mempunyai P)
Sejak kemarin dia terus diam(P) di situ.
Dalam buku Ilmu Bahasa Insonesia, Sintaksis, Ramlan menyebut frasa tersebut sebagai frasa keterangan, karena keterangan menggunakan kata yang termasuk dalam kategori konjungsi.
Dalam praktiknya, frasa dan kata majemuk sulit dibedakan. Banyak orang menilai kata majemuk adalah frasa. Untuk itu perlu dijelaskan bahwa frasa dan kata majemuk itu berbeda. Dapat disimpulkan perbedaannya sebagai berikut:
Kata majemuk
a.       Kata majemuk terdiri dari unsur-unsur yang anggotanya tidak dapat dipisahkan dan tidak dapat disisipi apapun di antara komponennya.
b.      Kata majemuk merupakan suatu keutuhan sehingga jika mengalami proses morfologis mendapatkan perlakuan sebagai satu bentuk dasar (ketakterluasan).
c.       Komponen-komponen kata majemuk tidak dapat dipertukarkan
Frasa
a.       Frasa terdiri dari unsur-unsur yang anggota-anggotanya dapat dipisahkan oleh unsur lain dan dapat disisipi apapun di antara komponennya.
b.      Komponen-komponen frasa masing-masing/salah satunya dapat difiksasikan atau dimodifikasikan (mengalami proses morfologis).
c.       Komponen-komponen frasa dapat dipertukarkan.
2.3 Klausa
a. Pengertian
Klausa ialah unsur kalimat, karena sebagian besar kalimat terdiri dari dua unsur klausa (Rusmaji, 113). Unsur inti klausa adalah S dan P. Namun demikian, S juga sering juga dibuangkan, misalnya dalam kalimat luas sebagai akibat dari penggabungan klausa, dan kalimat jawaban (Ramlan, 1981:62). Dalam blongnya Rapih mengungkapkan bahwa.
Klausa adalah satuan sintaksis berupa runtunan kata-kata berkonstruksi predikatif artinya, di dalam konstruksi itu ada komponen berupa kata atau frase, yang berfungsi sebagai predikat, dan yang lain berfungsi sebagai subyek, obyek, dan sebagai keterangan.fungsi yang bersifat wajib pada konstruksi ini adalah subyek dan predikat sedangkan yang lain tidak wajib.
Sehigga dapat ditarik kesimpulan bahwa klausa merupakan unsur kalimat yang mewajibkan adanya dua fungsi sintaksis, yakni subjek dan predikat sedang yang lainnya tidak wajib. Penanda klausa adalah P, tetapi dalam realisasinya P itu bisa juga tidak muncul misalnya dalam kalimat jawaban atau dalam bahasa Indonesia lisan tidak resmi. Klausa juga berpotensi menjadi kalimat tunggal karena didalamnya terdapat unsur sintaksis yakni subjek dan predikat.
b. Jenis Klausa
Ada tiga dasar yang dapat digunakan untuk mengklasifikasikan klausa. Ketiga dasar itu adalah (1) Klasifikasi klausa berdasarkan struktur internnya (BSI), (2) Klasifikasi klausa berdasarkan ada tidaknya unsur negasi yang menegatifkan P (BUN), (3) Klasifikasi klausa berdasarkan kategori frasa yang menduduki fungsi P (BKF), (4) klasifikasi klausa berdasarkan criteria tatarannya dalam kalimat, dan (5) klasifikasi klausa berdasarkan potensinya untuk menjadi kalimat.
Berikut hasil klasifikasinya:
1)      Klasifikasi klausa berdasarkan struktur internnya.
Klasifikasi klausa berdasarkan struktur internnya mengacu pada hadir tidaknya unsur inti klausa, yaitu S dan P. Dengan demikian, unsur ini klausa yang bisa tidak hadir adalah S, sedangkan P sebagai unsur inti klausa selalu hadir. Atas dasar itu, maka hasil klasifikasi klausa berdasarkan struktur internnya, berikut klasifikasinya:
a)      Klausa Lengkap
Klausa lengkap ialah klausa yang semua unsur intinya hadir. Klausa ini diklasifikasikan lagi berdasarkan urutan S dan P menjadi :
(1)   Klausa versi, yaitu klausa yang S-nya mendahului P. Contoh :
Kondisinya masih kritis.
Gedung itu sangat tinggi.
Sekolah itu masih rusak.
(2)   Klausa inversi, yaitu klausa yang P-nya mendahului S. Contoh :
Masih kritis kondisinya.
Sangat tinggi gedung itu.
Masih rusak sekolah itu.
b)      Klausa Tidak Lengkap
Klausa tidak lengkap yaitu klausa yang tidak semua unsur intinya hadir. Biasanya dalam klausa ini yang hadir hanya S saja atau P saja. Sedangkan unsur inti yang lain dihilangkan.
2)      Klasifikasi klausa berdasarkan ada tidaknya unsur negasi yang secara gramatik menegatifkan P.
Unsur negasi yang dimaksud adalah tidak, tak, bukan, belum, dan jangan. Klasifikasi klausa berdasarkan ada tidaknya unsur negasi yang secara gramatik menegatifkan P menghasilkan :
a)      Klausa Positif
Klausa poisitif ialah klausa yang ditandai tidak adanya unsur negasi yang menegatifkan P. Contoh :
Bambang seorang pesepak bola tersohor.
Anak itu mengerjakan PR.
Mereka pergi ke toko.
b)      Klausa Negatif
Klausa negatif ialah klausa yang ditandai adanya unsur negasi yang menegaskan P. Contoh :
Bambang bukan seorang pesepak bola tersohor.
Anak itu belum mengerjakan PR.
Mereka tidak pergi ke toko.
Kata negasi yang terletak di depan P secara gramatik menegatifkan P, tetapi secara sematik belum tentu menegatifkan P. Dalam klausa Dia tidak tidur, misalnya, memang secara gramatik dan secara semantik menegatifkan P. Tetapi, dalam klausa Dia tidak mengambil pisau, kata negasi itu secara sematik bisa menegatifkan P dan bisa menegatifkan O. Kalau yang dimaksudkan ‘Dia tidak mengambil sesuatu apapun’, maka kata negasi itu menegatifkan O. Misalnya dalam klausa Dia tidak mengambil pisau, melainkan sendok.
3)      Klasifikasi klausa berdasarkan kategori frasa yang menduduki fungsi P.
Berdasarkan kategori frasa yang menduduki fungsi P, klausa dapat diklasifikasikan menjadi :
a)      Klausa Nomina
Klausa nomina ialah klausa yang P-nya berupa frasa yang termasuk kategori frasa nomina. Contoh:
Pamannya petani di kampung itu.
Bapak itu dosen linguistik.
b)      Klausa Verba
Klausa verba ialah klausa yang P-nya berupa frasa yang termasuk kategori frasa verba. Contoh :
Dia membantu para korban banjir.
Pemuda itu menolong nenek tua.
Klausa ini dibagi menjadi beberapa tipe, yakni:
(1) Klausa Transitif
Adalah klausa yang predikatnya berupa verba transitif.
Misalnya: Adik menulis surat.
(2) Klausa Intrasitif
Adalah klausa yang predikatnya berupa verba intransitif.
Misalnya: Adik menyanyi kakak sedang berdandan.
(3) Klausa Refleksif
Adalah klausa yang predikatnya berupa verba refleksif.
Misalnya: Kakak sedang berdandan.
(4) Klausa Resiprokal
Adalah klausa yang predikatnya berupa verba resiprokal.
Misalnya: Orang itu bertengkar sejak tadi.
c)      Klausa Adjektiva
Klausa adjektiva ialah klausa yang P-nya berupa frasa yang termasuk kategori frasa adjektiva. Contoh :
Paman sangat kurus.
Rumah itu sudah tua.
Ibu guru sangat baik.
d)      Klausa Numeralia
Klausa numeralia ialah klausa yang P-nya berupa frasa yang termasuk kategori numeralia. Contoh :
Anaknya empat orang.
Mahasiswanya sembilan orang.
Temannya dua puluh orang.
e)      Klausa Preposisiona
Klausa preposisiona ialah klausa yang P-nya berupa frasa yang termasuk kategori frasa preposisiona. Contoh :
Kertas itu di bawah meja.
Baju saya di dalam lemari.
Orang tuanya di Surabaya.
f)        Klausa Pronomia
Klausa pronomial ialah klausa yang P-nya berupa frasa yang termasuk kategoi ponomial. Contoh :
Hakim memutuskan bahwa dialah yang bersalah.
Sudah diputuskan bahwa ketuanya kamu dan wakilnya saya.
4)      Klasifikasi klausa berdasarkan potensinya untuk menjadi kalimat
Klasifikasi klausa berdasarkan potensinya untuk menjadi kalimat dapat dibedakan atas :
a)      Klausa Bebas
Klausa bebas ialah klausa yang memiliki subjek dan predikat, sehingga berpotensi untuk menjadi kalimat mayor. Jadi, klausa bebas memiliki unsur yang berfungsi sebagai subyek dan yang berfungsi sebagai predikat dalam klausa tersebut. Klausa bebas adalah sebuah kalimat yang merupakan bagian dari kalimat yang lebih besar. Dengan perkataan lain, klausa bebas dapat dilepaskan dari rangkaian yang lebih besar itu, sehingga kembali kepada wujudnya semula, yaitu kalimat. Contoh :
Anak itu badannya panas, tetapi kakinya sangat dingin.
Dosen kita itu rumahnya di jalan Ambarawa.
Semua orang mengatakan bahwa dialah yang bersalah.
b)      Klausa terikat
Klausa terikat ialah klausa yang tidak memiliki potensi untuk menjadi kalimat mayor, hanya berpotensi untuk menjadi kalimat minor karena strukturnya tidak lengkap. Kalimat minor adalah konsep yang merangkum: pangilan, salam, judul, motto, pepatah, dan kalimat telegram. Contoh :
Semua murid sudah pulang kecuali yang dihukum.
Semua tersangkan diinterograsi, kecuali dia.
Ariel tidak menerima nasihat dari siapa pun selain dari orang tuanya.
5)      Klasifikasi klausa berdasarkan criteria tatarannya dalam kalimat.
Oscar Rusmaji (116) berpendapat mengenai beberapa jenis klausa. Menurutnya klausa juga dapat diklasifikasikan berdasarkan kriteria tatarannya dalam kalimat.
Berdasarkan tatarannya dalam kalimat, klausa dapat dibedakan atas :
a)      Klausa Atasan
Klausa atasan ialah klausa yang tidak menduduki fungsi sintaksis dari klausa yang lain. Contoh :
Ketika ayah tiba, kami sedang memasak.
Meskipun sedikit, saya tahu tentang hal itu.
b)      Klausa Bawahan
Klausa bawahan ialah klausa yang menduduki fungsi sintaksis atau menjadi unsur dari klausa yang lain. Contoh :
Dia mengira bahwa hari ini akan hujan.
Jika tidak ada rotan, akarpun jadi.
c. Analisis Klausa
Klasifikasi dapat dianalisis klausa berdasarkan tiga dasar, yaitu berdasarkan fungsi unsur-usurnya, berdasarkan kategori kata atau frase yang menjadi unsurnya, dan berdasarkan makna unsur-unsurnya.
1)      Analisis Klausa Berdasarkan Fungsi Unsur-unsurnya
Klausa terdiri dari unsur-unsur fungsional yang di sini disebut S, P, O, pel, dan ket. Kelima unsur itu tidak selalu bersama-sama ada dalam satu klausa. Kadang-kadang satu klausa hanya terdiri dari S dan P kadang terdiri dari S, P dan O, kadang-kadang terdii dari S, P, pel dan ket. Kadang-kadang terdiri dari P saja. Unsur fungsional yang cenderung selalu ada dalam klausa ialah P.
a)      S dan P
Contoh : Budi(S) tidak berlari-lari(P) èTidak berlari-lari(P) Budi(S)
Badannya(S) sangat lemah(P) è Sangat lemah(P) badannya(S)
b)      O dan Pelengkap
P mungkin terdiri dari golongan kata verbal transitif, mungkin terdiri dai golongan kata verbal intransitif, dan mungkin pula terdirri ari golongan-golongan lain. Apabila terdiri dari golongan kata verbal transitif, diperlukan adanya O yang mengikuti P itu. Contoh :
Kepala Sekolah(S) akan menyelenggarakan(P) pentas seni(O).
Pentas seni(S) akan dislenggarakan(P) kepala sekolah(O)
c)      Keterangan
Unsur klausa yang tidak menduduki fungsi S, P, O dan Pel dapat diperkirakan menduduki fungsi Ket. Berbeda dengan O dan Pel yang selalu terletak di belakang dapat, dalam suatu klausa Ket pada umumnya letak yang bebas, artinya dapat terletak di depan S, P dapat terletak diantara S dan P, dan dapat terletak di belakang sekali. Hanya sudah tentu tidak mungkin terletak di antara P dan O, P dan Pel, karena O dan Pel boleh dikatakan selalu menduduki tempat langsung dibelakang P. Contoh :
Akibat banjir(Ket) desa-desa itu(S) hancur(P)
Desa-desa itu(S) hancur(P) akibat banjir(O)
2)      Analisis Klausa Berdasarkan Kategori Kata atau Frase yang menjadi Unsurnya.
Analisis kalusa berdasarkan kategori kata atau frase yang menjadi unsur-unsur klausa ini itu disebut analisis kategorional. Analisis ini tidak terlepas dari analisis fungsional, bahkan merupakan lanjutan dari analisis fungsional.
3)      Analisis Klausa Berdasarkan Kategori Makna dan Unsur-unsurnya.
Dalam analisis fungsional klausa dianalisis berdasarkan fungsi unsur-unsurnya menjadi S, P, O, Pel dan Ket dalam analisis kategorial telah dijelaskan bahwa fungsi S terdiri dari N, fungsi P terdiri dari N, V, Bil, FD, fungsi O terdiri dari N, fungsi Pel terdiri dari N, V, Bil dan fungsi ket terdiri dari Ket, FD, N.
Fungsi-fungsi itu disamping terdiri dari kategori-kategori kata atau frase juga terdiri dari makna-makna yang sudah barang tentu makna unsur pengisi fungsi berkaitan dengan makna yang dinyatakan oleh unsur pengisi fungsi yang lain.


2.4 Kalimat
a. Pengertian
Satuan bahasa yang secara relatif dapat berdiri sendiri, yang mempunyai pola intonasi akhir dan yang terdiri dari klausa (Cook, 1971: 39-40) dalam (Tarigan, 1983: 5). Kalimat adalah satuan bahasa terkecil, dalam wujud lisan atau tulisan, yang mengungkapkan pikiran yang utuh. Sekurang-kurangnya kalimat dalam ragam resmi, baik lisan maupun tertulis harus memiliki S dan P (Srifin dan Tasai, 2002: 58). Kalimat adalah satuan gramatik yang dibatasi oleh adanya jeda panjang yang disertai nada akhir naik dan turun (Ramlan, 1981:6).
Kalimat pendek menjadi panjang atau berkembang karena diberi tambahan-tambahan atau keterangan-keterangan pada subjek, pada predikat, atau pada keduanya (Wijayamartaya, 1991: 9)
Dapat disimpulkan bahwa kalimat adalah satuan gramatik yang ditandai adanya kesenyapan awal dan kesenyapan akhir yang menunjukkan bahwa kalimat itu sudah selesai (lengkap).
b. Jenis Kalimat
Kalimat dibedakan berdasarkan dengan:
 a. jumlah dan jenis klausa yang terdapat di dalamnya,
b. jenis response yang diharapkan,
c. sifat hubungan actor-aksi,
d. ada tidaknya unsur negatif pada kalimat utama.
1)      Berdasarkan jumlah dan jenis klausa yang terdapat di dalamnya, kalimat dapat dibedakan atas kalimat minor dan kalimat mayor.
a)      Kalimat minor adalah kalimat yang terdiri atas satu klausa terikat atau sama sekali tidak mengandung struktur klausa. Kalimat ini biasa diartikan kalimat yang klausanya tidak lengkap, hanya terdiri dari S/P/O/K saja. Kalimat minor dibedakan atas:
(1)   Kalimat minor berstruktur, yaitu kalimat minor yang muncul sebagai lanjutan, pelengkap, atau penyempurna kalimat utuh atau klausa lain yang terdahulu dalam wacana (Samsuri, 1985:278). Berdasarkan sumber penurunnya, kalimat minor berstruktur dibedakan atas:
(a)    Kalimat elips, yaitu kalimat minor yang terjadi karena pelepasan beberapa bagian dari klausa kalimat tunggal.
Contoh:
Terserah saja. (Penyelesainnya terserah kamu saja)
(b) Kalimat jawaban, yaitu kalimat minor yang bertindak sebagai jawaban atas pentanyaan-pertanyaan.
Contoh :
(Ada yang kau bawa itu?) Buku.
(c) Kalimat sampingan, yaitu kalimat minor yang terjadi penurunan klausa terikat dari kalimat majemuk subordinat.
Contoh :
Meskipun hujan. (Dia tetap datang)
(d) Kalimat urutan, yaitu kalimat mayor, tetapi didahului oleh konjungsi, sehingga menyatakan bahwa kalimat tersebut merupakan bagian kalimat lain. (Samsuri, 1985:263)
Contoh: Karena itu, harga bahan pokok naik.
(1)   Kalimat minor tak berstruktur, yaitu kalimat minor yang muncul sebagai akibat pengisian wacana yang ditentukan oleh situasi, dibedakan atas:
(a)   Panggilan. Contoh: Sate!
(b) Seruan, biasanya terdiri dari kata yang menyatakan ungkapan perasaan.
Contoh: Hai!
(c)   Judul, merupakan suatu ungkapan topik atau gagasan.
Contoh: Dampak negatif penayangan TV.
(d) Semboyan, yaitu uangkapan ide secara tegas, tepat dan tanpa hiasan bahasa atau kelengkapan sebuah klausa.
Contoh: Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh.
(e)   Salam
Contoh: Selamat malam!
(f)   Inskripsi, yaitu kalimat minor tak berstruktur yang berisi penghormatan atau persembahan pada awal sebuah karya (buku, lukisan dsb.).
Contoh: Untuk para pahlawan Indonesia.
b)      Kalimat mayor adalah kalimat yang terdiri atas sekurang-kurangnya satu klausa bebas. Berdasarkan jumlah klausa yang terdapat didalamnya, kalimat mayor dapat dibedakan atas:
(1)   Kalimat majemuk subordinatif, yaitu kalimat majemuk yang salah satu klausanya menduduki: salah satu fungsi sintaksis dari klausa yang lain atau atribut dari salah satu fungsi sintaksis klausa yang lain.
Contoh :
Yang berbaju merah muda itu teman saya.
Orang itu wajahnya sangat tampan.
Polisi telah mengatakan bahwa penjahat itu kabur.
(2)   Kalimat majemuk koordinat, yaitu kalimat majemuk yang klausa-klausanya tidak menduduki fungsi sintaksis dari klausa lain (Samsuri, 1985:316).
Contoh: Aku belajar di kamar, dan ayah menonton televisi.
(3)   Kalimat majemuk rapatan, yaitu kalimat majemuk koordinatif yang klausa-klausanya mempunyai kesamaan-kesamaan, baik kesamaan subjek, predikat objek, maupun keterangan.
Contoh: Saya mengerjakan bagian depan, adik bagian belakang.
2)      Berdasarkan respons yang diharapkan, kalimat dibedakan atas :
a)      Kalimat pernyataan adalah kalimat yang dibentuk untuk menyiarkan informasi tanpa mengharapkan respons tertentu.
Contoh: Saya tidak membawa uang sama sekali.
b)      Kalimat pertanyaan adalah kalimat yang dibentuk untuk memancing respons yang berupa jawaban. Nada akhir kalimat pertanyaan ditandai dengan tanda Tanya (?) dalam bahasa tulisan.
Contoh: Siapa pemilik buku itu?
c)      Kalimat perintah adalah kalimat yang dibentuk untuk memancing responsi yang berupa tindakan (Samsuri, 1985:276-278). Kalimat perintah ditandai dengan tanda seru (!).
Contoh: Marilah kita berdoa bersama-sama!
3)      Berdasarkan hubungan aktor-aksi, kalimat dapat dibedakan atas :
a)      Kalimat aktif adalah kalimat yang subjeknya berperan sebagai pelaku. Subjek kalimat aktif berperan sebagai perbuatan yang dinyatakan oleh predikat. Predikat kalimat aktif tediri atas verba transitif dan verba intransitive. Afiks yang digunakan dalam pembentukan kata yang berfungsi sebagai perdikat kalimat aktif ialah meN- dan ber- yang dapat dikombinasikan dengan -i atau -kan.
Contoh: Ayah membelikan adik roti.
b)      Kalimat pasif adalah kalimat yang subjeknya berperan sebagai penderita. Subjek dalam kalimat pasif berperan sebagai penderita perbuatan yang dinyatakan oleh predikat kalimat tersebut.
Predikat kalimat pasif terdiri atas verba verba yang berpredikat di- yang dapat bekombinasi dengan sufiks -i dan -kan, beprefiks ter-, berkonfiks ke-an, dan verba yang didahului oleh pronominal persona (Samsuri, 1985:434)
Contoh: Rotinya ditaburi keju.
c)      Kalimat medial adalah kalimat yang subjeknya berperan baik sebagai pelaku maupun sebagai penderita perbuatan yang dinyatakan oleh predikat tersebut.
Contoh: Jangan menyiksa diri sendiri.
d)      Kalimat respirokal adalah kalimat yang subjek dan objeknya melakukan sesuatu pebuatan yang berbalas-balasan. (Samsuri, 1985:198).
Contoh: Dua bersaudara itu saling baku hantam.
4)      Bedasarkan ada tidaknya unsur negatif pada klausa utama, kalimat dibedakan atas :
a)      Kalimat firmatif, yaitu kalimat yang berpredikat utamanya tidak tedapat unsur negatif, peniadaan, atau penyangkalan.
Contoh: Di Ambalat diresmikan monumen perbatasan.
b)      Kalimat negatif, yaitu kalimat yang predikat utamanya terdapat unsur negatif, peniadaan, atau penyangkalan, seperti tidak, tiada (tak), bukan, jangan. (Samsuri, 1985:250)
Contoh :
Sedikitpun aku tidak berkata bohong.

BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa fungsi sintaksis adalah subjek, predikat, objek, pelengkap dan keterangan. Sintaksis terdiri dari frasa, klausa, dan kalimat. Dari frasa, klausa dan kalimat memiliki pengertian dan jenis-jenisnya.
Frasa merupakan gabungan dua kata atau lebih yang menempati satu fungsi dan tidak melebihinya. Sedangkan klausa merupakan unsur kalimat yang mewajibkan adanya dua fungsi sintaksis, yakni subjek dan predikat sedang yang lainnya tidak wajib. Untuk kalimat yaitu satuan gramatik yang ditandai adanya kesenyapan awal dan kesenyapan akhir yang menunjukkan bahwa kalimat itu sudah selesai (lengkap).
B.     Saran
Dengan adanya makalah ini penulis sangat mengharapkan keritik dan saran agar makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, khususnya para kalangan remaja.














DAFTAR PUSTAKA
Ibrahim, Syukur, dkk. Bahan Ajar Sintaksis Bahasa Indonesia. Departemen Pendidikan Nasional Universitas Negeri Malang.
Oka, I. G. N. dan Suparno. 1994. Linguistik Umum. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Ramlan, M. 2001. Ilmu Bahasa Indonesia Sintaksis. Yogyakarta: C.V. Karyono.
Verhaar. 2004. Asas-asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada university Press.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar