Kamis, 09 Januari 2014

PEMEROLEHAN BAHASA ANAK



1)        Pemerolehan Bahasa Pertama

Bila kita mengamati perkembangan kemampuan berbahasa anak, kita
akan terkesan dengan pemerolehan bahasa anak yang berjenjang dan teratur. Pada
usia satu tahun anak mulai mengucapkan kata-kata pertamanya yang terdiri dari satu
kata yang kadang-kadang tidak jelas tetapi sesungguhnya bermakna banyak. Contoh
anak mengucapkan kata “makan”, maknanya mungkin ingin makan, sudah makan,
lapar atau mungkin makanannya tidak enak, dsb. Pada perkembangan berikutnya
mungkin anak sudah dapat mengucapkan dua kata, contoh, “mama masak”, yang
maknanya dapat berarti: ibu masak, ibu telah masak, atau ibu akan masak sesuatu.
Demikian seterusnya hingga umur enam tahun anak telah siap menggunakan
bahasanya untuk belajar di sekolah dasar, sekaligus dengan bentuk-bentuk
tulisannya. Uraian di atas adalah contoh singkat bagaimana seorang anak menguasai
bahasa hingga enam tahun. Proses anak mulai mengenal komunikasi dengan
lingkungannya secara verbal itulah yang disebut dengan pemerolehan bahasa anak.
Jadi pemerolehan bahasa pertama terjadi bila anak pada awal kehidupannya tanpa
bahasa kini telah memperoleh satu bahasa. Pada masa perolehan bahasa tersebut,
bahasa anak lebih mengarah pada fungsi komunikasi daripada bentuk atau struktur
bahasanya. Anak akan mengucapkan kata berikutnya untuk keperluan
komunikasinya dengan orang tua atau kerabat dekatnya.
Gracia (dalam Krisanjaya, 1998) mengatakan bahwa pemerolehan bahasa
anak dapat dikatakan mempunyai ciri kesinambungan, memiliki suatu rangkaian
kesatuan, yang bergerak dari ucapan satu kata sederhana menuju gabungan kata
yang lebih rumit (sintaksis). Kalau kita beranggapan bahwa fungsi tangisan sebagai
awal dari kompetensi komunikasi, maka ucapan kata tunggal yang biasanya sangat
individual dan kadang aneh seperti: “mamam” atau “maem” untuk makan, hal ini
menandai tahap pertama perkembangan bahasa formal. Untuk perkembangan
berikutnya kemampuan anak akan bergerak ke tahap yang melebihi tahap awal tadi,
yaitu anak akan menghadapi tugas-tugas perkembangan yang berkaitan dengan
fonologi, morfologi, sintaksis dan semantik.
Ada dua pandangan mengenai pemerolehan bahasa (McGraw dalam
Krisanjaya, 1998). Pertama pemerolehan bahasa mempunyai permulaan mendadak
atau tiba-tiba. Kebebasan berbahasa dimulai sekitar satu tahun ketika anak-anak
menggunakan kata-kata lepas atau terpisah dari simbol pada kebahasaan untuk
mencapai aneka tujuan sosial mereka. Pandangan kedua menyatakan bahwa
pemerolehan bahasa memiliki suatu permulaan yang gradual yang muncul dari
prestasi-prestasi motorik, sosial dan kemampuan kognitif pralinguistik.
Khusus mengenai hubungan perkembangan kognitif dengan perkembangan
bahasa anak dapat disimpulkan 2 hal. Pertama, jika seorang anak dapat
menghasilkan ucapan-ucapan yang berdasar pada tata bahasa yang teratur rapi
tidaklah secara otomatis mengimplikasikan bahwa anak telah menguasai bahasa
yang bersangkutan dengan baik. Kedua, penutur bahasa harus memperoleh kategorikategori
kognitif yang mendasari berbagai makna ekspresif bahasa alamiah, seperti:
waktu, ruang, kausalitas dan sebagainya.
Lenneberg salah seorang ahli teori belajar bahasa yang sangat terkenal
(1969) mengatakan bahwa perkembangan bahasa bergantung pada pematangan otak
secara biologis. Pematangan otak memungkinkan ide berkembang dan selanjutnya
memungkinkan pemerolehan bahasa anak berkembang. Terdapat banyak bukti,
manusia memiliki warisan biologis yang sudah ada sejak lahir berupa
kesanggupannya untuk berkomunikasi dengan bahasa, khusus untuk manusia. Bukti
yang memperkuat pendapatnya itu, antara lain:
1)   Kemampuan berbahasa sangat erat hubungannya dengan bagian-bagian
anatomi dan fisiologi manusia, seperti bagian otak tertentu yang mendasari
bahasa. Tingkat perkembangan bahasa anak sama bagi semua anak normal.
2) Kelainan hanya sedikit berpengaruh terhadap keterlambatan perkembangan
bahasa anak.
3) Bahasa tidak dapat diajarkan kepada makhluk lain.
4) Bahasa bersifat universal, setiap bahasa dilandasi unsur fonologi, semantik
dan sintaksis yang universal.
Apakah ada peran pematangan otak dalam perkembangan ide dan pikiran
manusia, sampai saat ini masih diperdebatkan, tetapi hampir semua ahli teori belajar
bahasa meyakini bahwa sewaktu seorang bayi lahir dia telah dikaruniai dengan semua
perlengkapan dasar otak dan fungsi-fungsi yang diperlukan untuk perkembangan otak
dan pikirannya. Dengan demikian pertalian antara pertumbuhan otak dan perkembangan
pikiran, termasuk bahasa anak kemungkinan hasil rangsangan pertumbuhan otak atau
sebaliknya.
Lebih jauh Steinberg (1990) seorang ahli psikolinguistik, menjelaskan perihal
hubungan bahasa dan pikiran. Menurutnya sistem pikiran yang terdapat pada anak-anak
dibangun sedikit-demi sedikit apabila ada rangsangan lingkungan sekitarnya sebagai masukan atau input. Input ini dapat berupa apa yang didengar, dilihat dan apa yang
disentuh anak yang menggambarkan benda, peristiwa dan keadaan sekitar anak yang
mereka alami. Lama-kelamaan pikirannya akan terbentuk dengan sempurna. Apabila
pikiran telah terbentuk dengan sempurna dan apabila masukan bahasa dialami secara
serentak dengan benda, peristiwa, dan keadaan maka barulah bahasa mulai dipelajari.
Lama-kelamaan sistem bahasanya lengkap dengan perbendaharaan kata dan tata
bahasanya pun terbentuklah. Sebagian dari sistem bahasanya adalah sistem pikirannya
karena makna dan semantik bahasa yang digunakan adalah ide yang merupakan
bagian dari isi pikirannya . Sistem pikiran dan bahasa bergabung melalui makna dan
ide.
Walaupun masih terdapat perbedaan tentang teori pemerolehan bahasa anak,
tetapi kita semua meyakini bahwa bahasa merupakan media yang dapat dipergunakan
anak untuk memperoleh nilai-nilai budaya, moral, agama dan nilai-nilai lain yang hidup
di masyarakat.. Pemerolehan bahasa pertama erat kaitannya dengan perkembangan
sosial anak dan karenanya erat hubungannya dengan pembentukan identitas sosial.
Apabila seorang anak menggunakan ujaran-ujaran yang bentuknya benar atau
gramatikal, belum berarti ia telah menguasai bahasa pertama. Agar seorang anak dapat
disebut menguasai bahasa pertama ada beberapa unsur penting yang berkaitan dengan
perkembangan kognitif anak, yaitu pemahaman tentang waktu, ruang, modalitas,
sebab akibat yang merupakan bagian penting dalam perkembangan kognitif penguasaan
bahasa ibu seorang anak.
Sejak bayi, anak telah berinteraksi di dalam lingkungan sosialnya. Jika Anda
memperhatikan seorang ibu, ayah atau keluarga yang memiliki seorang bayi, pada
umumnya mereka sudah sejak awal mengajak bicara pada bayi dan memperlakukan
bayi tersebut seolah-olah sudah dapat berbicara. Pola bicara mereka sudah dua arah, orang tua berusaha menanggapi setiap reaksi bayi dan bertindak seolah-olah reaksi bayi
tersebut ada maknanya dan perlu ditanggapi. Melalui bahasa khususnya bahasa
pertama, seorang anak belajar untuk menjadi anggota masyarakat. Dengan demikian
bahasa ibu (bahasa pertama) menjadi salah satu sarana bagi seorang anak untuk
mengungkapkan perasaan, keinginan, pendirian, gagasan, harapan, dan sebagainya.
Anak belajar pula bahwa ada bentuk-bentuk yang tidak dapat diterima anggota
masyarakatnya dan ia tahu bahwa tidak selalu ia dapat mengungkapkan perasaannya
secara gamblang.
Ujaran-ujaran yang dituturkan secara salah dari seorang anak masih dapat
dimaklumi, tetapi ia harus sudah mulai belajar bahwa ada norma budaya tertentu yang
harus diperhatikan, yang berubah sesuai kemajuan zaman. Ada ciri lain yang khas dari
seorang anak ketika sudah masuk sekolah dasar yaitu keinginan yang kuat untuk
menyatu dengan anggota masyarakat sekelilingnya, khususnya dengan anak sebayanya.
Kalau anak-anak sebayanya menggunakan kata-kata seperti: asyik, oke,bo, mah, tea,
bokap, nyokap dan sebagainya, maka dengan segera istilah-istilah itu akan
digunakannya juga.
Strategi Pemerolehan Bahasa Pertama
Anak-anak dalam proses pemerolehan bahasa pada umumnya menggunakan 4
strategi. Strategi pertama adalah meniru/imitasi. Berbagai penelitian menemukan
berbagai jenis peniruan atau imitasi, seperti:
1. imitasi spontan
2. imitasi perolehan
3. imitasi segera
4. imitasi lambat
5. imitasi perluasan
Strategi kedua dalam pemerolehan bahasa adalah strategi produktivitas.
Produktivitas berarti keefektifan dan keefisienan dalam pemerolehan bahasa melalui
sarana komunikasi linguistik dan nonlinguistik (mimik, gerak, isyarat, suara dsb).
Strategi ketiga adalah strategi umpan balik, yaitu umpan balik antara strategi
produksi ujaran (ucapan) dengan responsi.
Strategi keempat adalah apa yang disebut prinsip operasi. Dalam strategi ini
anak dikenalkan dengan pedoman, ”Gunakan beberapa prinsip operasi umum untuk
memikirkan serta menggunakan bahasa”( hindarkan kekecualian, prinsip khusus:
seperti kata: berajar menjadi belajar).
2.2 Pemerolehan Bahasa Kedua
Pemerolehan bahasa kedua dimaknai saat seseorang memperoleh sebuah bahasa
lain setelah terlebih dahulu ia menguasai sampai batas tertentu bahasa pertamanya
(bahasa ibu). Ada juga yang menyamakan istilah bahasa kedua sebagai bahasa
asing. Khusus bagi kondisi di Indonesia, istilah bahasa pertama atau bahasa ibu,
bahasa asli atau bahasa utama, berwujud dalam bahasa daerah tertentu sedangkan
bahasa kedua berwujud dalam bahasa Indonesia dan bahasa asing. Tujuan
pengajaran bahasa asing kadang-kadang berbeda dengan pengajaran bahasa kedua.
Bahasa kedua biasanya merupakan bahasa resmi di negara tertentu, oleh karenanya
bahasa kedua sangat diperlukan untuk kepentingan politik, ekonomi dan
pendidikan.
Terdapat perbedaan dalam proses belajar bahasa pertama dan bahasa kedua.
Proses belajar bahasa pertama memiliki ciri-ciri:
1. belajar tidak disengaja
2. berlangsung sejak lahir
3. lingkungan keluarga sangat menentukan
4. motivasi ada karena kebutuhan
5. banyak waktu untuk mencoba bahasa
6. banyak kesempatan untuk berkomunikasi.
Pada proses belajar bahasa kedua terdapat ciri-ciri:
1. belajar bahasa disengaja, misalnya karena menjadi salah satu mata pelajaran
di sekolah
2. berlangsung setelah pelajar berada di sekolah
3. lingkungan sekolah sangat menentukan
4. motivasi pelajar untuk mempelajarinya tidak sekuat mempelajari bahasa
pertama. Motivasi itu misalnya ingin memperoleh nilai baik pada waktu
ulangan atau ujian.
5. waktu belajar terbatas
6. pelajar tidak mempunyai banyak waktu untuk mempraktikan bahasa yang
dipelajari.
7. bahasa pertama mempengaruhi proses belajar bahasa kedua
8. umur kritis mempelajari bahasa kedua kadang-kadang telah lewat sehingga
proses belajar bahasa kedua berlangsung lama.
9. disediakan alat bantu belajar
10. ada orang yang mengorganisasikannya, yakni guru dan sekolah.
Strategi Belajar Bahasa Kedua
Dalam kaitannya dengan proses belajar bahasa kedua perlu diperhatikan
beberapa strategi yang dapat diterapkan. Stern (1983) menjelaskan ada sepuluh strategi
dalam proses belajar bahasa, yaitu:
1. strategi perencanaan dan belajar positif
2. strategi aktif, pendekatan aktif dalam tugas belajar, libatkan siswa Anda secara
aktif dalam belajar bahasa bahkan melalui pelajaran yang lain.
3. strategi empatik, ciptakan empatik pada waktu belajar bahasa.
4. strategi formal; perlu ditanamkan kepada siswa bahwa proses belajar bahasa
ini formal/terstruktur sebab pendidikan yang sedang ditanamkan adalah
pendidikan formal bukan alamiah.
5. strategi eksperimental; tidak ada salahnya jika Anda mencoba-coba sesuatu
untuk peningkatan belajar siswa Anda
6. strategi semantik, yakni menambah kosakata siswa dengan berbagai cara,
misalnya permainan (contoh: teka-teki); permainan dapat meningkatkan
keberhasilan belajar bahasa.
7. strategi praktis; pancinglah keinginan siswa untuk mempraktikan apa yang
telah didapatkan dalam belajar bahasa, Anda sendiri harus dapat menciptakan
situasi yang kondusif di kelas.
8. strategi komunikasi; tidak hanya di kelas, motivasi siswa untuk menggunakan
bahasa dalam kehidupan nyata meskipun tanpa dipantau, berikan pertanyaanpertanyaan
atau PR yang memancing mereka bertanya kepada orang lain
sehingga strategi ini terpakai.
9. strategi monitor; siswa dapat saja memonitor sendiri dan mengkritik
penggunaan bahasa yang dipakainya, ini demi kemajuan mereka.
10. strategi internalisasi; perlu pengembangan/pembelajaran bahasa kedua yang
telah dipelajari secara terus-menerus/berkesinambungan.
Selanjutnya Rubin (dalam Stern, 1983) menyebutkan ciri-ciri pelajar yang baik
ketika melakukan proses belajar bahasa:
1. ia mau dan menjadi seorang penerka yang baik (dapat menerka bentuk yang
gramatikal dan yang tidak gramatikal)
2. suka berkomunikasi
3. kadang-kadang tidak malu terhadap kesalahan dan siap memperbaikinya;
belajar setelah berbuat salah
4. suka mengikuti perkembangan bahasa
5. praktis, tidak terlalu teoritis.
6. mengikuti ujarannya dan membandingkannya dengan ujaran yang baku, ini
baik untuk pelafalan.
7. mengikuti perubahan makna sesuai konteks sosial.
KESIMPULAN
1. Pemerolehan bahasa adalah proses anak mulai mengenal komunikasi dengan
lingkungannya secara verbal itulah yang disebut dengan. Jadi pemerolehan
bahasa pertama terjadi bila anak pada awal kehidupannya tanpa bahasa kini
telah memperoleh satu bahasa.
2. Anak-anak dalam proses pemerolehan bahasa pada umumnya menggunakan 4
strategi, yaitu imitasi, produktivitas, umpan balik,dan prinsip operasi.
3. Pemerolehan bahasa kedua dimaknai saat seseorang memperoleh sebuah bahasa
lain setelah terlebih dahulu ia menguasai sampai batas tertentu bahasa
pertamanya (bahasa ibu).
4. Ada sepuluh strategi dalam proses belajar bahasa, yaitu: strategi perencanaan
dan belajar positif,strategi aktif, strategi empatik, strategi formal, strategi
eksperimental, strategi semantik, strategi praktis, strategi komunikasi, strategi

monitor, strategi internalisasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar