1)
Pemerolehan Bahasa Pertama
Bila kita mengamati perkembangan
kemampuan berbahasa anak, kita
akan
terkesan dengan pemerolehan bahasa anak yang berjenjang dan teratur. Pada
usia
satu tahun anak mulai mengucapkan kata-kata pertamanya yang terdiri dari satu
kata
yang kadang-kadang tidak jelas tetapi sesungguhnya bermakna banyak. Contoh
anak
mengucapkan kata “makan”, maknanya mungkin ingin makan, sudah makan,
lapar
atau mungkin makanannya tidak enak, dsb. Pada perkembangan berikutnya
mungkin
anak sudah dapat mengucapkan dua kata, contoh, “mama masak”, yang
maknanya
dapat berarti: ibu masak, ibu telah masak, atau ibu akan masak sesuatu.
Demikian seterusnya hingga umur enam
tahun anak telah siap menggunakan
bahasanya
untuk belajar di sekolah dasar, sekaligus dengan bentuk-bentuk
tulisannya.
Uraian di atas adalah contoh singkat bagaimana seorang anak menguasai
bahasa
hingga enam tahun. Proses anak mulai mengenal komunikasi dengan
lingkungannya
secara verbal itulah yang disebut dengan pemerolehan bahasa anak.
Jadi pemerolehan bahasa pertama terjadi
bila anak pada awal kehidupannya tanpa
bahasa
kini telah memperoleh satu bahasa. Pada masa perolehan bahasa tersebut,
bahasa
anak lebih mengarah pada fungsi komunikasi daripada bentuk atau struktur
bahasanya.
Anak akan mengucapkan kata berikutnya untuk keperluan
komunikasinya
dengan orang tua atau kerabat dekatnya.
Gracia (dalam Krisanjaya, 1998)
mengatakan bahwa pemerolehan bahasa
anak
dapat dikatakan mempunyai ciri kesinambungan, memiliki suatu rangkaian
kesatuan,
yang bergerak dari ucapan satu kata sederhana menuju gabungan kata
yang
lebih rumit (sintaksis). Kalau kita beranggapan bahwa fungsi tangisan sebagai
awal
dari kompetensi komunikasi, maka ucapan kata tunggal yang biasanya sangat
individual
dan kadang aneh seperti: “mamam” atau “maem” untuk makan, hal ini
menandai
tahap pertama perkembangan bahasa formal. Untuk perkembangan
berikutnya
kemampuan anak akan bergerak ke tahap yang melebihi tahap awal tadi,
yaitu
anak akan menghadapi tugas-tugas perkembangan yang berkaitan dengan
fonologi,
morfologi, sintaksis dan semantik.
Ada dua pandangan mengenai pemerolehan
bahasa (McGraw dalam
Krisanjaya,
1998). Pertama pemerolehan bahasa mempunyai permulaan mendadak
atau
tiba-tiba. Kebebasan berbahasa dimulai sekitar satu tahun ketika anak-anak
menggunakan
kata-kata lepas atau terpisah dari simbol pada kebahasaan untuk
mencapai
aneka tujuan sosial mereka. Pandangan kedua menyatakan bahwa
pemerolehan
bahasa memiliki suatu permulaan yang gradual yang muncul dari
prestasi-prestasi
motorik, sosial dan kemampuan kognitif pralinguistik.
Khusus
mengenai hubungan perkembangan kognitif dengan perkembangan
bahasa
anak dapat disimpulkan 2 hal. Pertama, jika seorang anak dapat
menghasilkan
ucapan-ucapan yang berdasar pada tata bahasa yang teratur rapi
tidaklah
secara otomatis mengimplikasikan bahwa anak telah menguasai bahasa
yang
bersangkutan dengan baik. Kedua, penutur bahasa harus memperoleh
kategorikategori
kognitif
yang mendasari berbagai makna ekspresif bahasa alamiah, seperti:
waktu,
ruang, kausalitas dan sebagainya.
Lenneberg salah seorang ahli teori
belajar bahasa yang sangat terkenal
(1969)
mengatakan bahwa perkembangan bahasa bergantung pada pematangan otak
secara
biologis. Pematangan otak memungkinkan ide berkembang dan selanjutnya
memungkinkan
pemerolehan bahasa anak berkembang. Terdapat banyak bukti,
manusia
memiliki warisan biologis yang sudah ada sejak lahir berupa
kesanggupannya
untuk berkomunikasi dengan bahasa, khusus untuk manusia. Bukti
yang
memperkuat pendapatnya itu, antara lain:
1)
Kemampuan berbahasa
sangat erat hubungannya dengan bagian-bagian
anatomi
dan fisiologi manusia, seperti bagian otak tertentu yang mendasari
bahasa.
Tingkat perkembangan bahasa anak sama bagi semua anak normal.
2)
Kelainan hanya sedikit berpengaruh terhadap keterlambatan perkembangan
bahasa
anak.
3)
Bahasa tidak dapat diajarkan kepada makhluk lain.
4)
Bahasa bersifat universal, setiap bahasa dilandasi unsur fonologi, semantik
dan
sintaksis yang universal.
Apakah
ada peran pematangan otak dalam perkembangan ide dan pikiran
manusia,
sampai saat ini masih diperdebatkan, tetapi hampir semua ahli teori belajar
bahasa
meyakini bahwa sewaktu seorang bayi lahir dia telah dikaruniai dengan semua
perlengkapan
dasar otak dan fungsi-fungsi yang diperlukan untuk perkembangan otak
dan
pikirannya. Dengan demikian pertalian antara pertumbuhan otak dan perkembangan
pikiran,
termasuk bahasa anak kemungkinan hasil rangsangan pertumbuhan otak atau
sebaliknya.
Lebih
jauh Steinberg (1990) seorang ahli psikolinguistik, menjelaskan perihal
hubungan
bahasa dan pikiran. Menurutnya sistem pikiran yang terdapat pada anak-anak
dibangun
sedikit-demi sedikit apabila ada rangsangan lingkungan sekitarnya sebagai
masukan atau input. Input ini dapat berupa apa yang didengar, dilihat dan apa
yang
disentuh
anak yang menggambarkan benda, peristiwa dan keadaan sekitar anak yang
mereka
alami. Lama-kelamaan pikirannya akan terbentuk dengan sempurna. Apabila
pikiran
telah terbentuk dengan sempurna dan apabila masukan bahasa dialami secara
serentak
dengan benda, peristiwa, dan keadaan maka barulah bahasa mulai dipelajari.
Lama-kelamaan
sistem bahasanya lengkap dengan perbendaharaan kata dan tata
bahasanya
pun terbentuklah. Sebagian dari sistem bahasanya adalah sistem pikirannya
karena
makna dan semantik bahasa yang digunakan adalah ide yang merupakan
bagian
dari isi pikirannya . Sistem pikiran dan bahasa bergabung melalui makna dan
ide.
Walaupun
masih terdapat perbedaan tentang teori pemerolehan bahasa anak,
tetapi
kita semua meyakini bahwa bahasa merupakan media yang dapat dipergunakan
anak
untuk memperoleh nilai-nilai budaya, moral, agama dan nilai-nilai lain yang
hidup
di
masyarakat.. Pemerolehan bahasa pertama erat kaitannya dengan perkembangan
sosial
anak dan karenanya erat hubungannya dengan pembentukan identitas sosial.
Apabila
seorang anak menggunakan ujaran-ujaran yang bentuknya benar atau
gramatikal,
belum berarti ia telah menguasai bahasa pertama. Agar seorang anak dapat
disebut
menguasai bahasa pertama ada beberapa unsur penting yang berkaitan dengan
perkembangan
kognitif anak, yaitu pemahaman tentang waktu, ruang, modalitas,
sebab
akibat yang merupakan bagian penting dalam perkembangan kognitif penguasaan
bahasa
ibu seorang anak.
Sejak
bayi, anak telah berinteraksi di dalam lingkungan sosialnya. Jika Anda
memperhatikan
seorang ibu, ayah atau keluarga yang memiliki seorang bayi, pada
umumnya
mereka sudah sejak awal mengajak bicara pada bayi dan memperlakukan
bayi
tersebut seolah-olah sudah dapat berbicara. Pola bicara mereka sudah dua arah,
orang tua berusaha menanggapi setiap reaksi bayi dan bertindak seolah-olah
reaksi bayi
tersebut
ada maknanya dan perlu ditanggapi. Melalui bahasa khususnya bahasa
pertama,
seorang anak belajar untuk menjadi anggota masyarakat. Dengan demikian
bahasa
ibu (bahasa pertama) menjadi salah satu sarana bagi seorang anak untuk
mengungkapkan
perasaan, keinginan, pendirian, gagasan, harapan, dan sebagainya.
Anak
belajar pula bahwa ada bentuk-bentuk yang tidak dapat diterima anggota
masyarakatnya
dan ia tahu bahwa tidak selalu ia dapat mengungkapkan perasaannya
secara
gamblang.
Ujaran-ujaran
yang dituturkan secara salah dari seorang anak masih dapat
dimaklumi,
tetapi ia harus sudah mulai belajar bahwa ada norma budaya tertentu yang
harus
diperhatikan, yang berubah sesuai kemajuan zaman. Ada ciri lain yang khas dari
seorang
anak ketika sudah masuk sekolah dasar yaitu keinginan yang kuat untuk
menyatu
dengan anggota masyarakat sekelilingnya, khususnya dengan anak sebayanya.
Kalau
anak-anak sebayanya menggunakan kata-kata seperti: asyik, oke,bo, mah, tea,
bokap,
nyokap dan sebagainya, maka dengan segera istilah-istilah itu akan
digunakannya
juga.
Strategi
Pemerolehan Bahasa Pertama
Anak-anak
dalam proses pemerolehan bahasa pada umumnya menggunakan 4
strategi.
Strategi pertama adalah meniru/imitasi. Berbagai penelitian menemukan
berbagai
jenis peniruan atau imitasi, seperti:
1.
imitasi spontan
2.
imitasi perolehan
3.
imitasi segera
4.
imitasi lambat
5.
imitasi perluasan
Strategi
kedua dalam pemerolehan bahasa adalah strategi produktivitas.
Produktivitas
berarti keefektifan dan keefisienan dalam pemerolehan bahasa melalui
sarana
komunikasi linguistik dan nonlinguistik (mimik, gerak, isyarat, suara dsb).
Strategi
ketiga adalah strategi umpan balik, yaitu umpan balik antara strategi
produksi
ujaran (ucapan) dengan responsi.
Strategi
keempat adalah apa yang disebut prinsip operasi. Dalam strategi ini
anak
dikenalkan dengan pedoman, ”Gunakan beberapa prinsip operasi umum untuk
memikirkan
serta menggunakan bahasa”( hindarkan kekecualian, prinsip khusus:
seperti
kata: berajar menjadi belajar).
2.2
Pemerolehan Bahasa Kedua
Pemerolehan
bahasa kedua dimaknai saat seseorang memperoleh sebuah bahasa
lain
setelah terlebih dahulu ia menguasai sampai batas tertentu bahasa pertamanya
(bahasa
ibu). Ada juga yang menyamakan istilah bahasa kedua sebagai bahasa
asing.
Khusus bagi kondisi di Indonesia, istilah bahasa pertama atau bahasa ibu,
bahasa
asli atau bahasa utama, berwujud dalam bahasa daerah tertentu sedangkan
bahasa
kedua berwujud dalam bahasa Indonesia dan bahasa asing. Tujuan
pengajaran
bahasa asing kadang-kadang berbeda dengan pengajaran bahasa kedua.
Bahasa
kedua biasanya merupakan bahasa resmi di negara tertentu, oleh karenanya
bahasa
kedua sangat diperlukan untuk kepentingan politik, ekonomi dan
pendidikan.
Terdapat
perbedaan dalam proses belajar bahasa pertama dan bahasa kedua.
Proses
belajar bahasa pertama memiliki ciri-ciri:
1.
belajar tidak disengaja
2.
berlangsung sejak lahir
3.
lingkungan keluarga sangat menentukan
4.
motivasi ada karena kebutuhan
5.
banyak waktu untuk mencoba bahasa
6.
banyak kesempatan untuk berkomunikasi.
Pada
proses belajar bahasa kedua terdapat ciri-ciri:
1.
belajar bahasa disengaja, misalnya karena menjadi salah satu mata pelajaran
di
sekolah
2.
berlangsung setelah pelajar berada di sekolah
3.
lingkungan sekolah sangat menentukan
4.
motivasi pelajar untuk mempelajarinya tidak sekuat mempelajari bahasa
pertama.
Motivasi itu misalnya ingin memperoleh nilai baik pada waktu
ulangan
atau ujian.
5.
waktu belajar terbatas
6.
pelajar tidak mempunyai banyak waktu untuk mempraktikan bahasa yang
dipelajari.
7.
bahasa pertama mempengaruhi proses belajar bahasa kedua
8.
umur kritis mempelajari bahasa kedua kadang-kadang telah lewat sehingga
proses
belajar bahasa kedua berlangsung lama.
9.
disediakan alat bantu belajar
10.
ada orang yang mengorganisasikannya, yakni guru dan sekolah.
Strategi
Belajar Bahasa Kedua
Dalam
kaitannya dengan proses belajar bahasa kedua perlu diperhatikan
beberapa
strategi yang dapat diterapkan. Stern (1983) menjelaskan ada sepuluh strategi
dalam
proses belajar bahasa, yaitu:
1.
strategi perencanaan dan belajar positif
2.
strategi aktif, pendekatan aktif dalam tugas belajar, libatkan siswa Anda
secara
aktif
dalam belajar bahasa bahkan melalui pelajaran yang lain.
3.
strategi empatik, ciptakan empatik pada waktu belajar bahasa.
4.
strategi formal; perlu ditanamkan kepada siswa bahwa proses belajar bahasa
ini
formal/terstruktur sebab pendidikan yang sedang ditanamkan adalah
pendidikan
formal bukan alamiah.
5.
strategi eksperimental; tidak ada salahnya jika Anda mencoba-coba sesuatu
untuk
peningkatan belajar siswa Anda
6.
strategi semantik, yakni menambah kosakata siswa dengan berbagai cara,
misalnya
permainan (contoh: teka-teki); permainan dapat meningkatkan
keberhasilan
belajar bahasa.
7.
strategi praktis; pancinglah keinginan siswa untuk mempraktikan apa yang
telah
didapatkan dalam belajar bahasa, Anda sendiri harus dapat menciptakan
situasi
yang kondusif di kelas.
8.
strategi komunikasi; tidak hanya di kelas, motivasi siswa untuk menggunakan
bahasa
dalam kehidupan nyata meskipun tanpa dipantau, berikan pertanyaanpertanyaan
atau
PR yang memancing mereka bertanya kepada orang lain
sehingga
strategi ini terpakai.
9.
strategi monitor; siswa dapat saja memonitor sendiri dan mengkritik
penggunaan
bahasa yang dipakainya, ini demi kemajuan mereka.
10.
strategi internalisasi; perlu pengembangan/pembelajaran bahasa kedua yang
telah
dipelajari secara terus-menerus/berkesinambungan.
Selanjutnya
Rubin (dalam Stern, 1983) menyebutkan ciri-ciri pelajar yang baik
ketika
melakukan proses belajar bahasa:
1.
ia mau dan menjadi seorang penerka yang baik (dapat menerka bentuk yang
gramatikal
dan yang tidak gramatikal)
2.
suka berkomunikasi
3.
kadang-kadang tidak malu terhadap kesalahan dan siap memperbaikinya;
belajar
setelah berbuat salah
4.
suka mengikuti perkembangan bahasa
5.
praktis, tidak terlalu teoritis.
6.
mengikuti ujarannya dan membandingkannya dengan ujaran yang baku, ini
baik
untuk pelafalan.
7.
mengikuti perubahan makna sesuai konteks sosial.
KESIMPULAN
1.
Pemerolehan bahasa adalah proses anak mulai mengenal komunikasi dengan
lingkungannya
secara verbal itulah yang disebut dengan. Jadi pemerolehan
bahasa
pertama terjadi bila anak pada awal kehidupannya tanpa bahasa kini
telah
memperoleh satu bahasa.
2.
Anak-anak dalam proses pemerolehan bahasa pada umumnya menggunakan 4
strategi,
yaitu imitasi, produktivitas, umpan balik,dan prinsip operasi.
3.
Pemerolehan bahasa kedua dimaknai saat seseorang memperoleh sebuah bahasa
lain
setelah terlebih dahulu ia menguasai sampai batas tertentu bahasa
pertamanya
(bahasa ibu).
4.
Ada sepuluh strategi dalam proses belajar bahasa, yaitu: strategi perencanaan
dan
belajar positif,strategi aktif, strategi empatik, strategi formal, strategi
eksperimental,
strategi semantik, strategi praktis, strategi komunikasi, strategi
monitor,
strategi internalisasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar