Kamis, 09 Januari 2014

JENIS MAKNA




Dari berbagai sumber kita dapati berbagai istilah untuk menamakan jenis atau tipe makna. Sesungguhnya jenis atau tipe makna itu memang dapat dibedakan berdasarkan beberapa kriteria dan sudut pandang. Berdasarkan jenis semantiknya dapat dibedakan antara makna leksikal dan makna gramatikal, berdasarkan ada tidaknya referen pada sebuah kata/leksem dapat dibedakan adanya makna referensial dan makna nonreferesial, berdasarkan ada dan tidaknya nilai rasa pada sebuah kata/ leksem dapat dibedakan adanya makna denoatif dan makna konotatif, berdasarkan ketepatan maknanya dikenal adanya makna kata dan makna istilah atau makna umum dan makna khusus. Lalu  berdasarkan kiteria lain atau sudut pandang lain dapat disebutkan adanya makna-makna asosiatif,kolokatif, reflektif, idiomatik, dan sebagainya. Berikut akan dibahas pengertian makna-makna tersebut satu per satu.
4.1.    Makna Leksikal dan Makna Gramatikal
          Leksikal adalah bentuk ajektif yang diturunkan dari bentuk leksikon (vokabuler,kosa kata, perbendaharaan kata). Satuan dari leksikon adalah leksem, yaitu satuan bentuk bahasa yang bermakna. Makna leksikal dapat diartikan  sebagai makna yang bersifat leksikon , bersifat leksem, atau bersifat kata. Lalu, karena itu dapt pula dikatakan makna leksikal adalah makna yang sesuai dengan referennya, makna yang sesuai dengan hasil observasi alat indra, atau makna yang sungguh-sungguh nyata dalam kehidupan kita.
          Apakah semua kata dalam bahasa Indonesia bermakna leksikal? Tentu saja tidak. Kata-kata yang dalam gramatikal disebut kata penuh (full word) seperti kata meja, tidur dan cantik memang memiliki makna leksikal, tetpi yang disebut kata tugas (function word) seperti kata dan, dalam, dan karena tidak memiliki makna leksikal. Dalam gramatikal kata-kata tersebut dianggap hanya memiliki tugas gramatikal. Makna leksikal biasanya dipertentangkan atau dioposisikan dengan makna gramatikal. Kalau mana leksikal itu berkenaan dengan makna leksem atau kata yang sesuai dengan referennya, maka makna gramatikal ini adalah makna yang hadir sebagai akibat adanya prsoses gramatika seperti proses afiksasi, proses reduplikasi dan proses komposisi.
          Oleh karena makna sebuah kata, baik kata dasar maupun kata jadian, sering sangat tergantung pada konteks kalimat atau konteks situasi maka makna gramatikal ini sering juga disebt makna kontekstual atau makna situasional. Selain itu bisa juga disebut makna struktural karena proses dan satun-satuan gramatikal itu selalu berkenaan dengan struktur ketatabahasaan. Proses komposisi atau proses penggabungan dalam bahasa indonesia juga banyak melahirkan makna gramatikal. Makna gramatikal acapkali juga dapat diketahui tanpa mengenal makna leksikal unsur-unsurnya. Misalnya klausa malalatdililili-lili lolo-lolo ini, yang tidak dapat diketahui makna leksikal unsur-unsurnya, apa itu malalat, apa itu dilili-lili, dan apa pula lolo-lolo itu; namun kita tahu bahwa konstruksi klausa itu memberi makna gramatikal: malalat mengandung makna ‘tujuan, pasien’, dilili-lili menandung makna ‘pasif’, dan lolo mengandung makna ‘pelaku perbuatan’.
4.2     Makna Referensial dan Nonreferensial
          Perbedaan makna referensial dan makna nonreferensial berdasarkan ada tdak adanya refere dari kata-kata itu. Bila kata-kata itu mempunyai referen, yaitu sesuatu diluar bahasa yang iacu oleh kata-kata itu maka kata tersebut disebut kata bermakna referensial. Kalau kata-kata itu tidak mempunyai referen maka kata itu disebut kata bermakna nonreferensial.
          Dapat disimak bahwa kata-kata yang termasuk kaegori kata penuh, seperti sudah disebutkan di muka, adalah termasuk kata-kata yang bermakna referensial; dan yang termasuk kelas kata tugas seerti preposisi dan konjungsi, adalah kata-kata yang termasuk kata bermakna nonreferensial. Karena kata-kata yang termasuk preposisi dan konjungsi, juga kata tugas lainnya, tidak mempunyai referen maka banyak orang menyatakan kata-kata tersebut tidak memiliki makna. Kata-kata ersebut hanya memiliki fungsi atau tugas. Sebenarnya kata-kata ini juga mempunyai makna; hanya tidak mempunyai referen. Hal ini jelas dari nama yang diberikan semantik, yaitu kata yang bermakna nonreferenial. Mempunyai makna, tetapi tidak mempunyai referen.
          Disini perlu dicatat adanya kata-kata yang referennya tidak tetap. Dapat berpindah dari satu rujukan kepada rujukan lain, atau juga dapat berubah ukurannya. Kata-kata yang seperti ini disebut kata-kata deiktis.
4.3     Makna Denotatif dan Konotatif
          Perbedaan makna denotatif dan makna konotatif didasarkan pada ada atau tidak adanya “nilai rasa” (istilah dari slametmulyana, 1964) pada sebuah kata. Setiap kata, terutama yang disebut kata penuh , mempunyai makna denotatif, tetapi tidak setiap kata itu mempunyai makna konotatif.Sebuah kata disebut mempunyai makna knotatif apabila kata itu mempunyai “nilai rasa”, baik positif maupun negatif. Jika tidak memiliki nilai rasa maka dikatakan tidak memiliki konotasi. Tetapi dapat juga disebut berkonotasi netral.
          Makna denotatif (sering juga disebut makna denotasional, makna konseptual, atau makna kognitif karena dilihat dari sudut yang lain) pada dasarnya sama dengan makna referensial sebab makna denotatf ini lazim diberi pejelasan sebagai makna yang sesuai dengan hasil observasi menurut penglihatan, penciuman, pendengaran, perasaan, atau pengalaman lainnya. Jadi, makna denotatif ini menyangkut informasi-informasi faktual objektif. Lalu karena itu makna denotasi sering disebut makna sebenarnya.
          Dalam beberapa buku pelajaran, makna denotsi sering juga disebut makna dasar, makna ali ata makna pusat dan makna konotasi disebut sebagai makna tambahan. Penggunaan makna dasar, makna asli, atau makna pusat untuk menyebut makna denotasi rasanya tidak menjai persoalan; tetapi penggunaan makna dasar, makna asli, atau makna pusat untuk meyebut makna denotasi rasanya tidak menjadi persoalan; tetapi penggunaan makna tambahan untuk menyebut makna konotasi kiranya perlu dikoreksi; yakni hanya tambahan yang sifatnya memberi nilai rasa, baik positif maupun negatif. Atau jika tidak bernilai rasa dapat juga berkonotasi netral.
          Positif atau negatifnya nilai rasa sebuah kata seringkali juga terjadi sebagai akibat digunakannya referen kata itu sebagai sebuah perlambang. Jika digunakan sebagai lamang sesuatu yang positif maka akan bernilai rasa positif; dan jika digunakan sebagi lambang sesuatu yang negatif akan bernilai rasa negatif.
          Makna konotasi sebuah kata dapat berbeda dari suatu kelompok masyarakat yang satu dengan kelompok masyarakat yang lain, sesuai dengan pandangan hidup dan norma-norma penilaian kelompok masyarakat tersebut. Makna konotatif dapat juga berubah dari waktu ke waktu. Dalam kehidupan bermasyarakat sudah menjadi sifat manusia untuk selalu memperhalus pemakaian bahasa. Karena itu, diusahakanlah membentuk kata atau istilah baru untuk mengganti kata atau istilah yang dianggap berkonotasi negatif.
4.4     Makna Kata dan Makna Istilah
          Pembedaan adanya makna kata dan makna istilah berdasarkan ketepatan makna kata itu dalam penggunaanya secara umum dan secara khusus. Dalam penggunaan bahasa secara umum acapkali kata-kata itu digunakan secara tidak cermat sehingga maknanya bersifat umum . tetapi dalam penggunaan secara khusus, dalam bidang kegiatan tertentu, kata-kata iti digunakan secara cermat sehingga maknanya pun menjad tepat. Makna sebuah kata walaupun secara sinkronis tidak berubah tetapi karena berbagai faktor dlam kehidupan, dapat menjadi bersifat umum. Makna kata itu baru menjadi jelas kalau sudah dignakan dalam suatu kalimat. Kalau lepas dar konteks kalimat, makna kata itu menjadi umum dan kabur. Berbeda dengan katanya yang masih bersifat umum maka istilah memiliki makna yang tetap dan pasti. Ketetapan dan kepastian makna istilah itu karena istilah itu hanya digunakan dalam bidang kegiatan atau keilmuan tertentu. Jadi, tanpa konteks kalimatnya pun makna istilah itu sudah pasti.
          Memang banyak istilah yang sudah menjadi unsur bahasa umum karena frekuensi pemakaiannya dalam bahasa umum, bahasa sehari-hari cukup tinggi. Istilah yang sudah menjadi nsur leksikal bahasa umum itu disebut istilah umum. Makna kata sebagai istilah memag dibuat setepat mungkin untuk menghindari kesalahpahaman dalam bidang ilmu atau kegiatan tertentu. Diluar bidang istilah sebenarnya dikenal juga adanya pembedaan kata dengan makna umum dan kata dengan makna khusus atau makna yang lebi terbatas. Kata dengan makna umum mempunyai engertian dan pemakaian yang lebih luas, sedangkat kata dengan makna khusus atau makna terbatas mempunyai pengertian dan pemakaian yang lebih terbatas.
4.5     Makna Konseptual dan Makna Asosiatif
          Pembedaan makna konseptual dan makna asosiatif didasarkan pada atau tidak adanya hubungan (asosiasi, refleksi) makna sebuah kata dengan makna kata lain. Secara garis besar Leech (1976) malah membedakan makna atas kata makna konseptual dan makna asosiatif, dalam makna asosiatif termasuk makna konotatif, stilistik, afektif, refleksi dan kolokatif.
          Makna konseptual adalah makna yang sesuai dengan konsepnya, makna yang sesuai dengan referennya, dan makna yang bebas dari asosiasi atau hubungan apa pun. Jadi, makna konseptual ini sama dengan makna referensialnya, makna leksikal, dan makna denotatif. Sedangkan makna asosiatif adalah makna yang dimiliki sebuah kata berkenaan dengan adanya hubungan kata itu dengan keadaan diluar bahasa.
          Makna asosiatif ini sesungguhnya sama dengan perlambang-perlambang yang digunakan ole suatu masyarakat bahas untuk menyatakan suatu konsep lain. Karena makna asosiasi ini berhubungan dengan nilai-nilai moral dan pandangan hidup yang berlaku dalam suatu masyarakat bahasa yang berasrti juga berurusan dengan nilai rasa bahasa maka kedalam makna asosiatif ini juga termasuk makna konotatif. Disamping itu kedalamnya termasuk juga makna-makna lain seperti makna stilistika, makna afektif, dan makna kolokatif (Leech 1976).
          Makna stilistika berkenaan dengan gaya pemilihan kata sehubungan dengan adanya perbedaan sosial dan bidang kegiatan didalam masyarakat. Makna afektif berkenaan dengan perasaan pembicara pemakai bahasa secara pribadi, baik terhadap lawan bicara maupun terhadap objek yang dibicarakan. Makna afektif lebih terasa secara lisn daripada secara tertulis. Makna kolokatif berkenaan dengan makna kata lain yang mempunyai “tempat” yang sama dalam sebuah frase (ko=sama, bersama; lokasi=tempat). Kalau kita kembali kepada teori Verhaar tentang makna informasi dan maksud yang dibicarakan di muka kata-kata laju, deras, kencang, cepat dan lancar memang bersinonim;tetapi maknanya tidak sama karena bentuknya sudah berbeda.
4.6     Makna Idiomatikal dan Peribahasa
          Idiom adalah satuan-satuan bahasa (bisa berupa kata, frase, maupun kalimat) yang maknanya tiak dapat “diramalkan” dari makna leksikal unsur-unsurnya maupun makna gramatikal satuan-satua tersebut. Karena makna idiom ini tidak lagi berkaitan dengan makna leksikal atau makna gramatikal unsur-unsurnya maka bentuk-bentuk idiom ini ada juga yang menyebutkan sebagai satuan-satuan leksikal tersendiri yang maknanya juga merupakan makna leksikal dari stuan tersebut.
          Perlu diketahui juga adanya dua macam bentuk idiom dalam bahasa Indonesia yaitu: Idiom penuh dan idiom sebagian. Idiom penuh adalah idiom yang unsur-unsurnya secara keseluruhan sudah merupakan satu kesatuan dengan satu makna. Sedangkan pada idiom sebagian masih ada unsur yang memiliki makna leksikalnya sendiri. Dapat disimpulkan bahwa makna idiomatikal adalah makna sebuah satuan bahasa (entah kata, frase atau kalimat) yang “menyimpang” dari makna leksikal atau makna gramtikal unsur-unsur dalam kamusnya.
          Penjelasan mengenai penggunaan istilah idion, ungkapan dan metafora. Ketiga istilah ini sebenarnya mencakup objek pembicaraan yang kuang lebih sama. Hanya segi pandangannya yang berlainan. Idiom dapat dilihat dari segi makna, yaitu “menyimpangnya” makna idiom ini dari makna leksikl dan makna gramatikal unsur-unsur pembentuknya. Ungkapan dilihat dari segi ekspresi kebahasaan, yaitu dalam usaha penutur untuk menyampaikan pikiran, perasaan, dan emosinya dalam bentuk-bentuk satuan bahasa tertentu yang dianggap paling tepat dan paling kena. Sedagkam metafora dilihat dari segi digunakannya sesuatu untuk membandingkan yang lain dari yang lain umpamanya matahari dikatakan atau diperbandingkan sebagai raja siang.
          Berbeda dengan idiom, terutama idiom penuh yang maknanya tidak dapat diramalkan, baik secara leksikal maupun gramtikal, (makna peribahasa masih dapat diramalkan karena adanya asosiasi atau tautan antara makna leksikal dan gramatikal unsur-unsur pembentuk peribahasa itu dengan makna lain yang menjadi tautannya). Karena peribahasa in bersifat memperbandingkan atau mengumpamakan maka lazim juga disebut dengan nama perumpamaan.
4.7     Makna Kias
          Semua bentuk bahasa (baik kata, frase, maupun kalimat) yang tidak merujuk pada arti yang sebenarnya (arti leksikal, arti konseptual, atau arti denotatif) disebut mempunyai arti kiasan. Kita lihat antara bentuk ujaran dengan makna yang diacu ada hubungan kiasan, perbandingan, atau persamaan. Tamu yang tidak diundang dalam arti ‘maling’ dan sipantat kuning dalam arti ‘kikir’? tamu yang tidak diundang dapat dikatakan memiliki arti kiasan; tetapi sipantat kuning tidak memiliki arti kias karena tidak ada yang dikiaskan.
4.8     Makna Lokusi, Ilokusi dan Perlokusi
          Yang dimaksud dengan makna lokusi adalah makna seperti yang dinyatakan dalam ujaran, makna harfiah, atau makna apa adanya. Sedangkan yanf dimaksud dengan makna ilokusi adalah makna seperti yang dipahami oleh pendengar. Sebaliknya yan dimaksud dengan makna perlokusi adalah makna sepeti yang diinginkan oleh penutur.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar