Rabu, 08 Januari 2014

Frase, Klausa dan Kalimat

1. Pengertian Sintaksis
Pengertian Secara Etimologi
                         Kata sintaksis berasal dari bahasa Yunani, yaitu sun yang berarti ’dengan’ dan kata tattein yang berarti ’menempatkan’. Jadi, secara etimologi berarti: menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata atau kalimat. Selain dari bahasa Yunani, sintaksis juga berasal dari bahasa Belanda yaitu syntaxis. Sintaksis juga berasal dari bahasa Inggris yaitu syntax. Istilah sintaksis (Belanda, Syntaxis) ialah bagian atau cabang dari ilmu bahasa yang membicarakan tentang seluk beluk  wacana , kaliamat, prase dan klausa.
 Pengertian Sintaksis dari Berbagai Ahli,
a.       Menurut Gleason (1955) “Syntax maybe roughly defined as the principles of arrangement of the construction (word) into large constructions of various kinds.” Artinya adalah sintaksis mungkin dikaitkan dari definisi prinsip aransemen konstruksi (kata) ke dalam konstruksi besar dari bermacam-macam variasi.
b.      Robert (1964:1) yang berpendapat bahawa sintaksis adalah bidang tata bahasa yang menelaah hubungan kata-kata dalam kalimat dan cara-cara menyusun kata-kata.Verhaar  mengatakan bahwa sintaksis  adalah terdiri dari susunan subjek (s) predikat(p) objek (o) dan keterangan yang merupakan  tempat – tempat kosong yang tidak mempunyai arti apa – apa.
c.       Prof.Drs.M.Ramlan mengatakan bahwa sintaksis merupakan cabang ilmu bahasa (linguistik) yang membicarakan seluk beluk wacana, kalimat, klausa, dan frasa.
d.      Prof.Dr.Suparman Herusantosa mengatakan bahwa sintaksis merupakan studi tentang hubungan antara kata yang satu dengan kata yang lain.








2. Frasa
A. Pengertian Frasa                                                                     
Seorang pakar bernama Prof. M. Ramlan,memaparkan frasa adalah satuan gramatik yang terdiri atas satu kata atau lebih dan tidak melampaui batas fungsi atau jabatan.  Frase lazim didefinisikan sebagai satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yangbersifat non predikatif, atau lazim juga disebut gabungan kata yang mengisi salah satu fungsi sintaksis di dalam kalimat, Jadi, dengan kata lain frasa merupakan gabungan dua kata atau lebih yang tidak melebihi satu batas fungsi. Fungsi tersebut merupakan jabatan berupa subjek, predikat, objek, pelengkap dan keterangan.
Contoh frasa adalah sebagai berikut,
1) gedung bertingkat itu,                               
Jika contoh tersebut diletakkan dalam kalimat, kedudukannya tetap pada satu jabatan saja. Misalnya. - Gedung bertingkat itu(S) ambruk(P).

B. Jenis Frasa
Didalam frasa, digolongkan menjadi dua jenis yaitu:
1).  Berdasarkan persamaan distribusi dengan unsurnya (pemadunya), frasa dibagi menjadi dua, yaitu Frasa Endosentris dan Frasa Eksosentris.
a)Frasa Endosentris, kedudukan frasa ini dalam fungsi tertentu, dpat digantikan oleh unsurnya. Unsur frasa yang dapat menggantikan frasa itu dalam fungsi tertentu yang disebut unsur pusat (UP). Dengan kata lain, frasa endosentris adalah frasa yang memiliki unsur pusat.
Contohnya: Sejumlah mahasiswa(S) diteras(P).
Frasa Endosentris sendiri masih dibagi menjadi tiga.
1. Frasa Endosentris Koordinatif, yaitu frasa endosentris yang semua unsurnya adalah unsur pusat dan mengacu pada hal yang berbeda diantara unsurnya terdapat (dapat diberi) ‘dan’ atau ‘atau’.
Contoh:
(a)   rumah pekarangan
(b)   kakek nenek
(c)   adik kakak
(d)   menyanyi atau menari.                                                               
2. Frasa Endosentris Atributif, yaitu frasa endosentris yang memiliki unsur pusat dan mempunyai unsur yang termasuk atribut. Atribut adalah bagian frasa yang bukan unsur pusat, tapi menerangkan unsur pusat untuk membentuk frasa yang bersangkutan.
Contoh:
(a)  rumah besar
(b)  pensil baru
(c)  anak itu
(d)  siang ini
(e)  sedang menyanyi
(f)    sangat sedih
Kata-kata yang dicetak miring dalam frasa-frasa di atas seperti adalah unsur pusat, sedangkan kata-kata yang tidak dicetak miring adalah atributnya.

3. Frasa Endosentris Apositif, yaitu frasa endosentris yang semua unsurnya adalah unsur pusat dan mengacu pada hal yang sama. Unsur pusat yang satu sebagai aposisi bagi unsur pusat yang lain.
Contoh:
Ridho, anak Pak Roma, sedang menyanyi.
Ridho, …….sedang menyanyi.
……….anak Pak Roma sedang menyanyi.
Unsur ‘Ridho’ merupakan unsur pusat, sedangkan unsur ‘anak Pak Roma’ merupakan aposisi.
Contoh lain:
(a)    Solo, kota budaya
(b)   Indonesia, tanah airku
(c)    Bapak Sutarno, ayahku
(d)   Bangkit, sahabatku.
Frasa yang hanya terdiri atas satu kata tidak dapat dimasukkan ke dalalm frasa endosentris koordinatif, atributif, dan apositif, karena dasar pemilahan ketiganya adalah hubungan gramatik antara unsur yang satu dengan unsur yang lain. Jika diberi aposisi, menjadi frasa endosentris apositif. Jika diberi atribut, menjadi frasa endosentris atributif. Jika diberi unsur frasa yang kedudukannya sama, menjadi frasa endosentris koordinatif.

4. Frasa eksosentris adalah frasa yang tidak mempunyai persamaan distribusi dengan unsurnya. Frasa ini tidak mempunyai unsur pusat. Jadi, frasa eksosentris adalah frasa yang tidak mempunyai UP.                                                      
Contoh: Sejumlah mahasiswa di teras.
Menurut Imam Frase Eksosentris dibagi menjadi dua, yakni:
1.      Frase Eksosentrik yang Direktif, komponen pertamanya berupa preposisi, seperti “di, ke dan dari” dan komponen berupa kata/kelompok kata yang biasanya berkategori nomina.
Contoh:
di rumah
dari pohon mahoni
demi kesejahteraan

2.      Frase Eksosentrik yang Nondirektif, komponen pertamanya berupa artikulus, seperti “si” dan “sang” atau”yang”, “para” dan “kaum”, sedangkan komponen keduanya berupa kata berkategori nomina, adjektiva atau verba.
Contoh: si kaya, para remaja kampung
Berdasarkan kategori kata yang menjadi unsur pusatnya, frasa dibagi menjadi enam.
a). Frasa nomina, frasa yang unsur pusatnya berupa kata yang termasuk kategori nomina. Unsur pusat frasa nomina itu berupa:
(1)   nomina sebenarnya
contoh: batu itu untuk membangun rumah.
(2)   pronomina
contoh: mereka itu teman saya.
(3)   nama
contoh: Wisnu itu baik.
(4)   kata-kata selain nomina, tetapi strukturnya berubah menjadi nomina
contoh:
dia malasmalas itu merugikan
anaknya tiga ekortiga itu sedikit
dia menarimenari itu menyenangkan
kata malas pada kaliat pertam awalnya adalah frasa ajektiva, begitupula dengan tiga ekor awalnya frasa numeralia, dan kata menari yang awalnya adalah frasa verba.

b). Frasa Verba, frasa yang unsurpusatnya berupa kata verba. Secara morfologis, unsur pusat frasa verba biasanya ditandai adanya afiks verba. Secara sintaktis, frasa verba terdapat (dapat diberi) kata ’sedang’ untuk verba aktif, dan kata ’sudah’ untuk verba keadaan. Frasa verba tidak dapat diberi kata’ sangat’, dan biasanya menduduki fungsi predikat.
                                                           
Contoh:
Dia berlari.
Secara morfologis, kata berlari terdapat afiks ber-, dan secara sintaktis dapat diberi kata ’sedang’ yang menunjukkan verba aktif.


5. Frasa Ajektifa, frasa yang unsur pusatnya berupa kata ajektifa. Unsur pusatnya dapat diberi afiks ter- (paling), sangat, paling agak, alangkah-nya, se-nya. Frasa ajektiva biasanya menduduki fungsi predikat.
Contoh:
Gedungnya tinggi
.
6. Frasa Numeralia, frasa yang unsur pusatnya berupa kata numeralia. Yaitu kata-kata yang secara semantis mengatakan bilangan atau jumlah tertentu. Dalam frasa numeralia terdapat (dapat diberi) kata bantu bilangan: ekor, buah, dan lain-lain.
Contoh:
lima buah
tujuh ekor
satu biji
lima belas orang.

7. Frasa Preposisi, frasa yang ditandai adanya preposisi atau kata depan sebagai penanda dan diikuti kata atau kelompok kata (bukan klausa) sebagai petanda.
Contoh:
Penanda (preposisi) + Petanda (kata atau kelompok kata)
di rumah
ke depan rumah
dari kantor
untuk kami

8. Frasa Konjungsi, frasa yang ditandai adanya konjungsi atau kata sambung sebagai penanda dan diikuti klausa sebagai petanda. Karena penanda klausa adalah predikat, maka petanda dalam frasa konjungsi selalu mempunyai predikat.
Contoh:
Penanda (konjungsi) + Petanda (klausa, mempunyai P)
Sejak kemarin dia terus diam(P) di situ.

C. POLA FRASE
Seperti yang telah diketahui bahwa frase merupakan kelompok kata. Sebagai kelompok kata frase mungkin terdiri dari dua kata atau lebih sebagai unsure pembentuknya bahkan mungkin sekali merupakan gabungan frase dengan kata. Dengan kata lain, frase tidak selamanya berstruktur kata ditambah kata, mungkin berupa kata tambahan frase.
Secara umum pola struktur frase dalam bahasa Indonesia kemungkinana ada lima (suparno dan oka, I..N, 1994)
1.      Frase berbentuk dari kata tambahan kata atau F = K+K
Cotoh : baju mini                    =  baju + mini
            Pohon itu        =  pohon + itu
            Cantik sekali    = cantik + sekali
            Sangat cepat    = sangat + cepat
2.      Frase terbentuk dari kata ditambah frase atau F = K+F
Contoh : baju adik saya                =  baju + adik saya
              Dua mahasiswa baru      =  dua + mahasiswa baru
              Lima buku gambar          =  lima + buku gambar
              Di rumah adik                 =  di + rumah adik
3.      Frase terbentuk dari frase ditambah kata atau F =F + K
Contoh : anak kecil itu                 =  anak kecil + itu
              Koran baru saya             =  Koran baru + saya
              Wanita muda itu            =  wanita muda +itu
              Kawan lamamu              =  kawan lama + -mu
4.      Frase terbentuk dari frase ditambahan frase atau F=F+F
Contoh : rapat kita hari ini                        =  rapat kita + hari ini
              Perusahaan baru kakak saya        =  perusahaan baru+kakak saya
              Kenangan indah cinta kita         =  kenangan indah + cinta kita
              Lima orang mahasiswa baru        =  lima orang + mahasiswa baru
5.      Frase terbentuk dari kata ditambah klausa atau F = K+ KL
Contoh : ketika dia datang                      =  ketika + dia datang
              Jika bapak pergi                         =  jika + bapak pergi
                                                           
Frasa terdiri dari unsur-unsur yang anggota-anggotanya dapat dipisahkan oleh unsur lain dan dapat disisipi apapun di antara komponennya. Komponen-komponen frasa masing-masing  atau  salah satunya dapat difiksasikan atau dimodifikasikan (mengalami proses morfologis). Komponen-komponen frasa dapat dipertukarkan.


3. Klausa
A. Pengertian Klausa
Klausa ialah unsur kalimat, karena sebagian besar kalimat terdiri dari dua unsur klausa Unsur inti klausa adalah S dan P. Namun demikian, S juga sering juga dibuangkan, misalnya dalam kalimat luas sebagai akibat dari penggabungan klausa,
Ada lima dasar yang dapat digunakan untuk mengklasifikasikan klausa. Kelima dasar itu adalah
1.      Klasifikasi klausa berdasarkan struktur internnya.
Klasifikasi klausa berdasarkan struktur internnya mengacu pada hadir tidaknya unsur inti klausa, yaitu S dan P. Dengan demikian, unsur ini klausa yang bisa tidak hadir adalah S, sedangkan P sebagai unsur inti klausa selalu hadir. Atas dasar itu, maka hasil klasifikasi klausa berdasarkan struktur internnya kalimat.
Berikut hasil klasifikasinya:
a)      Klausa Lengkap
Klausa lengkap ialah klausa yang semua unsur intinya hadir. Klausa ini diklasifikasikan lagi berdasarkan urutan S dan P menjadi :
(1)Klausa versi, yaitu klausa yang S-nya mendahului P. Contoh : Kondisinya masih kritis.
(2)Klausa inversi, yaitu klausa yang P-nya mendahului S. Contoh :  Masih kritis kondisinya.
b)      Klausa Tidak Lengkap
Klausa tidak lengkap yaitu klausa yang tidak semua unsur intinya hadir. Biasanya dalam klausa ini yang hadir hanya S saja atau P saja. Sedangkan unsur inti yang lain dihilangkan.

2.      Klasifikasi klausa berdasarkan ada tidaknya unsur negasi yang secara gramatik menegatifkan.  
Unsur negasi yang dimaksud adalah tidak, tak, bukan, belum, dan jangan. Klasifikasi klausa berdasarkan ada tidaknya unsur negasi yang secara gramatik menegatifkan P menghasilkan.
a) Klausa Positif
    Klausa poisitif ialah klausa yang ditandai tidak adanya unsur negasi yang
menegatifkan P.
Contoh :
Mereka pergi ke toko.
b) Klausa Negatif
   Klausa negatif ialah klausa yang ditandai adanya unsur negasi yang menegaskan P.
Contoh :
Anak itu belum mengerjakan PR
Kata negasi yang terletak di depan P secara gramatik menegatifkan P, tetapi secara sematik belum tentu menegatifkan P. Dalam klausa  Dia tidak tidur, misalnya, memang secara gramatik dan secara semantik menegatifkan P. Tetapi, dalam klausa Dia tidak mengambil pisau, kata negasi itu secara sematik bisa menegatifkan P dan bisa menegatifkan O. Kalau yang dimaksudkan ‘Dia tidak mengambil sesuatu apapun’, maka kata negasi itu menegatifkan O. Misalnya dalam klausa Dia tidak mengambil pisau, melainkan sendok.

3.   Klasifikasi klausa berdasarkan kategori frasa yang menduduki fungsi P.
Berdasarkan kategori frasa yang menduduki fungsi P, klausa dapat diklasifikasikan menjadi :
a). Klausa Nomina
   Klausa nomina ialah klausa yang P-nya berupa frasa yang termasuk kategori frasa nomina.
Contoh:
Pamannya petani di kampung itu.
Bapak itu dosen linguistik.        

b). Klausa Verba
    Klausa verba ialah klausa yang P-nya berupa frasa yang termasuk kategori frasa verba. Contoh :
Dia membantu para korban banjir.
Klausa ini dibagi menjadi beberapa tipe, yakni:
1.      Klausa Transitif adalah klausa yang predikatnya berupa verba transitif.
Misal: Adik menulis surat.
2.      Klausa Refleksif adalah klausa yang predikatnya berupa verba refleksif.
Misal: Kakak sedang berdandan.
3.       Klausa Resiprokal adalah klausa yang predikatnya berupa verba resiprokal.
Misal: Orang itu bertengkar sejak tadi.

c) Klausa Adjektiva
Klausa adjektiva ialah klausa yang P-nya berupa frasa yang termasuk kategori frasa adjektiva. Contoh :
Paman sangat kurus.
Rumah itu sudah tua.
Ibu guru sangat baik.

d) Klausa Numeralia
Klausa numeralia ialah klausa yang P-nya berupa frasa yang termasuk kategori numeralia.
Contoh :
Mahasiswanya sembilan orang.

e) Klausa Preposisiona
Klausa preposisiona ialah klausa yang P-nya berupa frasa yang termasuk kategori frasa
preposisiona.
 Contoh :
Kertas itu di bawah meja.
Baju saya di dalam lemari.
Orang tuanya di Surabaya.
                                                                         
f) Klausa Pronomial
Klausa pronomial ialah klausa yang P-nya berupa frasa yang termasuk kategoi ponomial.
Contoh :
Hakim memutuskan bahwa dialah yang bersalah.
Sudah diputuskan bahwa ketuanya kamu dan wakilnya saya.

4.  Klasifikasi klausa berdasarkan potensinya untuk menjadi kalimat
Klasifikasi klausa berdasarkan potensinya untuk menjadi kalimat dapat dibedakan atas :
a)      Klausa Bebas
Klausa bebas ialah klausa yang memiliki subjek dan predikat, sehingga berpotensi untuk menjadi kalimat mayor. Jadi, klausa bebas memiliki unsur yang berfungsi sebagai subyek dan yang berfungsi sebagai predikat dalam klausa tersebut. Klausa bebas adalah sebuah kalimat yang merupakan bagian dari kalimat yang lebih besar. Dengan perkataan lain, klausa bebas dapat dilepaskan dari rangkaian yang lebih besar itu, sehingga kembali kepada wujudnya semula, yaitu kalimat.
Contoh :
Anak itu badannya panas, tetapi kakinya sangat dingin.
Dosen kita itu rumahnya di jalan Ambarawa.
Semua orang mengatakan bahwa dialah yang bersalah.

b)      Klausa terikat
Klausa terikat ialah klausa yang tidak memiliki potensi untuk menjadi kalimat mayor, hanya berpotensi untuk menjadi kalimat minor karena strukturnya tidak lengkap. Kalimat minor adalah konsep yang merangkum: pangilan, salam, judul, motto, pepatah, dan kalimat telegram. Contoh :
Semua murid sudah pulang kecuali yang dihukum.
Semua tersangkan diinterograsi, kecuali dia.
Ariel tidak menerima nasihat dari siapa pun selain dari orang tuanya.
                                   
5        Klasifikasi klausa berdasarkan kriteria tatarannya dalam kalimat.
Menurut Oscar Rusmaji Berdasarkan tatarannya dalam kalimat, klausa dapat dibedakan atas :
a)      Klausa Atasan
Klausa atasan ialah klausa yang tidak menduduki fungsi sintaksis dari klausa yang lain. Contoh :.
Meskipun sedikit, saya tahu tentang hal itu.

b)      Klausa Bawahan
Klausa bawahan ialah klausa yang menduduki fungsi sintaksis atau menjadi unsur dari klausa yang lain.
Contoh :
Dia mengira bahwa hari ini akan hujan.

B. Analisis Klausa
Klasifikasi dapat dianalisis klausa berdasarkan tiga dasar, yaitu berdasarkan fungsi unsur-usurnya, berdasarkan kategori kata atau frase yang menjadi unsurnya, dan berdasarkan makna
unsur-unsurnya.
1)      Analisis Klausa Berdasarkan Fungsi Unsur-unsurnya
Klausa terdiri dari unsur-unsur fungsional yang di sini disebut S, P, O, pel, dan ket. Kelima unsur itu tidak selalu bersama-sama ada dalam satu klausa. Unsur fungsional yang cenderung selalu ada dalam klausa ialah P.
2)       Analisis Klausa Berdasarkan Kategori Kata atau Frase yang menjadi Unsurnya.
Analisis kalusa berdasarkan kategori kata atau frase yang menjadi unsur-unsur klausa disebut analisis kategorional. Analisis ini tidak terlepas dari analisis fungsional, bahkan merupakan lanjutan dari analisis fungsional.
3)      Analisis Klausa Berdasarkan Kategori Makna dan Unsur-unsurnya.
Dalam analisis fungsional klausa dianalisis berdasarkan fungsi unsur-unsurnya menjadi S, P, O, Pel dan Ket
C. POLA KLAUSA
Berdasakan kategori unsure pengisi dan dengan memperhatikan tipe struktur klausanya dapatlah disusun pola klausanya sebagai berikut
1.      KL = FB + FB
Contoh : dia guru
         Mereka mahasiswa baru
         Buku itu bahasa Indonesia
         Orang itu karyawan perusahaan
2.      Kl = fb+fk
Contoh :  ibu memasak
          Adik belajar
          Mereka sedang berjalan-jalan
          Anak itu sedang menangis
3.      Kl = fb + fs
Contoh :
sepatu itu rusak
         Anak itu nakal
         Adik perempuannya cantik
         Batu itu sangat keras
4.      Kl = fb +fd
Conoh : Mereka diruang tengah
        Ayah ke kantor
        Ani ke kampus
        Gadis itu dari tegal
5.      Kl = fb +fbil
Contoh : Kelerengnya 6 buah
         Burungnya empat ekor
         Jumlah buku itu tujuh buah
         Keluarganya tujuh orang
6.      Kl = fb + fk
Contoh : Adik mengambil buku
          Dia menarik bajuku
          Erni sedang menyiram tanaman
          Kambing itu sedang makan rumput
7.      Kl = fb+fk+fb+fb
Contoh : Kakak mengambilkan adik baju
         Paman mencarikan saya rumah kontrakan
         Anton memberikan kekasihnya bunga anggrek
         Ani membelikan pacarnya saputangan baru







                                               
3. Kalimat
A. Pengertian Frasa
Sekurang-kurangnya kalimat dalam ragam resmi, baik lisan maupun tertulis, harus memiliki subjek (S) dan predikat (P). kalau tidak memiliki unsure subjek dan unsure predikat penyataan itu bukanlah kalimat. Deretan kata yang seperti itu hanya dapat disebut sebagai frasa. Inilah yang membedakan kalimat dengan frasa.
Kalimat adalah satuan bahasa terkecil, dalam wujud lisan atau tulisan, yang mengungkapkan pikiran yang utuh. Dalam wujud lisan kalimat diucapkan dengan suara naik turun, dank eras lembut, disela jeda, dan diakhiri dengan intonasi akhir. Dalam wujud tulisan berhuruf latin kalimat dimulai dengan huruf capital dan diakhiri dengan tanda titik (.), tanda Tanya (?), dan tanda seru (!). kalau dilihat dari hal predikat, kalimat-kalimat dalam bahasa Indonesia ada dua macam, yaitu :
a.       Kalimat-kalimat yang berpredikat kata kerja dan
b.      Kalimat-kalimat yang berpredikat bukan kata kerja
Akan tetapi, dalam pemakaian sehari-hari kalimat yang berpredikat kata kerja lebih besar jumlahnya daripada kalimat yang berpredikat bukan kata kerja. Oleh sebab itu, kalau ada kata kerja dalam suatu untaian kalimat, kata kerja itu dicadangkan sebagai predikat dalam kalimat itu.
Contoh:
Tugas itu dikerjakan oleh para mahasiswa.
                 Kata kerja dalam kalimat ini ialah dikerjakan. Kata dikerjakan adalah predikat dalam kalimat ini.
                 Setelah ditemukan predikat dalam kalimat itu, subjek dapat ditemukan dengan cara bertanya menggunakan predikat, sebagai berikut.
                 Apa yang dikerjakan oleh para mahasiswa?
                 Jawaban pertanyaan itu ialah tugas itu. Kata tugas itu merupakan subjek kalimat. Kalau tidak ada kata yang dapat dijadikan jawaban pertanyaan itu, hal itu berarti bahwa subjek tidak ada. Dengan demikian, pernyataan dalam bentuk deretan kata-kata itu bukanlah kalimat.
                 Kalau dalam suatu pernyataan tidak terdapat kata kerja, kata yang dapat kita cadangkan sebagai predikat ialah kata sifat. Di samping itu, kata bilangan dan kata benda pun dapat dijadikan sebagai predikat. Predikat itu dapat pula berupa frasa depan.
                 Tadi sudah dikatakan bahwa mencari subjek sebuah kalimat adalah dengan cara bertanya melalui predikat dengan pertanyaan
                 Siapa yang atau apa yang + . . . predikat.
                 Bagaimana halnya dengan objek? Unsur objek dalam kalimat hanya ditemukan dalam kalimat yang berpredikat kata kerja. Namun, tidak semua kalimat yang berpredikat kata kerja harus mempunyai objek. Objek itu hanya muncul pada kalimat yang berpredikat kata kerja transitif. Objek tidak dapat mendahului predikat karena predikat dan objek merupakan suatu kesatuan.
                 Dengan demikian, objek itu adalah kata benda yang terletak di belakang predikat yang berawalan meng- dan kata benda itu dapat menjadi subjek dalam kalimat pasif. Jika dilihat dari segi makna kalimat, objek merupakan unsure yang harus hadir setelah predikat yang berupa verba transitif.
                 Ekspor nonmigas mendatangkan.
                 Frasa ekspor nonmigas merupakan subjek kalimat, sedangkan kata mendatangkan adalah unsure predikat yang berupa verba transitif. Kalimat ini belum memberikan informasi yang lengkap sebab belum ada kejelasan tentang mendatangkan itu. Oleh sebab itu, agar kalimat itu dapat memberikan informasi yang jelas, predikatnya harus dilengkapi dengan objek kalimatt di bawah ini.
                 Ekspor nonmigas mendatangkan keuntungan.
                             S                         P                   O
                 Andaikata suatu kalimat sudah mengandung kelengkapan makna dengan hanya memiliki subjek dan predikat yang berupa verba intransitive, objek tidak diperlukan lagi. Kalimat di bawah ini tidak memerlukan objek.
                 Penanaman modal asing berkembang
                                         S                      P
                 Kalimat itu sudah lengkap dan jelas. Jadi, unsure subjeknya adalah penanaman modal asing dan unsure predikatnya adalah berkembang. Kalimat itu telah memberikan informasi yang jelas. Kalimat itu tidak perlu dilengkapi lagi. Andaikata di belakang unsur berkembang ditambah dengan sebuah kata atau beberapa kata, unsure tambahan itu bukan objek, melainkan keterangan. Misalnya:
                 Penanaman modal asing berkembang saat ini
                                         S                      P                 K
2.   Pola Kalimat Dasar
Berdasarkan penelitian para ahli, pola kalimat dasar dalam bahasa Indonesia adalah sebagai berikut.
1)      KB + KK                         : Mahasiswa berdiskusi.
2)      KB + KS                          : Dosen itu ramah.
3)      KB + KBil                                   : Harga buku itu tiga puluh ribu rupiah.
4)      KB1 + KK + KB2             : Mereka menonton film.
5)      KB1 + KK + KB2 + KB3  : Paman mencarikan saya pekerjaan.
6)      KB1 + KB2                                   : Rustam peneliti.
Keenam pola kalimat dasar ini dapat diperluas dengan berbagai keterangan dan dapat pula pola-pola dasar itu digabung-gabungkan sehingga kalimat menjadi luas dan kompleks.
3.   Jenis Kalimat Menurut Struktur Gramatikalnya
Menurut strukturnya, kalimat bahasa Indonesia dapat berupa kalimat tunggal dapat pula berupa kalimat majemuk. Kalimat majemuk dapat bersifat setara (oordinatif), tidak setara (subordinatif), ataupun campuran (koordinatif-subordinatif). Gagasan yang tunggal dinyatakan dalam kalimat tunggal; gagasan yang bersegi-segi diungkapkan dengan kalimat majemuk.
a.      Kalimat Tunggal
Kalimat tunggal terdiri atas satu subjek dan satu predikat. Pada hakikatnya, kalau dilihat dari unsure-unsurnya, kalimat-kalimat yang panjang-panjang dalam bahasa Indonesia dapat dikembalikan kepada kalimat-kalimat dasar yang sederhana. Kalimat-kalimat tunggal yang sederhana itu terdiri atas satu subjek dan satu predikat. Sehubungan dengan itu, kalimat-kalimat yang panjang itu dapat pula ditelusuri pola-pola pembentukannya. Pola-pola itulah yang dimaksud dengan pola kalimat dasar.
1)      mahasiswa berdiskusi
S:KB    +     P:KK
2)      dosen itu ramah
S:KB   +  P:KS
3)      harga buku itu tiga puluh ribu rupiah
S:KB  +                            P:KBil
4)      mereka menonton filem
S:KB  +  P:KK  +  O:KB
5)      paman mencarikan saya pekerjaan
S:KB + P:KK +   O:KB + Pel KB
6)      Rustam peneliti
S:KB + P:KB
Pola 1 adalah pola yang mengandung subjek (s) kata benda (mahasiswa) dan predikat (p) kata kerja (berdiskusi). Kalimat itu menjadi
Mahasiswa  berdiskusi
                                  S                 P

     Pola 2 adalah pola kalimat yang bersubjek kata benda (dosen itu) dan berpredikat kata sifat (ramah). Kalimat itu menjadi
                             Dosen itu ramah
                                  S             P

     Pola 3 adalah pola kalimat yang bersubjek kata benda (harga buku itu) dan berpredikat kata bilangan (tiga puluh ribu rupiah). Kalimat selengkapnya ialah
     Harga buku itu tiga puluh ribu rupiah
                 S                      P

     Pola 4 adalah pola kalimat yang bersubjek kata benda (mereka) berpredikat kata kerja (menonton) dan berobjek kata benda (filem). Kalimat itu menjadi
     Mereka menonton filem
       S             P             O
                 Kalimat pola 4 atau SPO merupakan kalimat yang dapat dibenuk menjadi kalimat pasif. Kalimat pasif tersebut dibentuk dengan menempatkan objek menjadi subjek dan predikat diubah menjadi awal di.
                 Mereka menonton filem (aktif)
                 Filem itu ditonton oleh mereka (pasif)
                 Dengan berubahnya kalimat aktif menjadi pasif, pelau dalam kalimat aktif itu menjadi keterangan (oleh mereka).
                 Filem itu          = subjek
                 Ditonton          = predikat
                 Oleh mereka    = keterangan

     Pola 5 adalah pola kalimat yang terdiri atas subjek kata benda (paman), predikat kata kerja (mencarikan), objek (o) kata benda (saya), dan pelengkap (Pel) kata benda (pekerjaan). Selengkapnya kalimat itu menjadi
     Paman mencarikan saya pekerjaan
        S                   P          O         pel.

     Pola 6 adalah pola kalimat yang bersubjek kata benda (rustam) dan berpredikat kata benda (peneliti). Baik subjek maupun predikat, keduanya kata benda. Jadi, kalimat itu selengkapnya menjadi.

     Rustam penelitian
       S                    P

b.      Kalimat Majemuk Setara
Kalimat majemuk setara terjadi dari dua kalimat tunggal atau leih. Kalmiat majemuk setara dikelompokan menjadi empat jenis, sebagai berikut.
Dua kalimat tunggal atau lebih dapat di hubungan oleh kata dan satu setara jika kedua kalimat tunggal atau lebih itu sejalan, dan hasil disebut kalimat majemuk setara perjumlahan.
Contoh :
     Kami membaca
     Mereka menulis
     Kami membaca dan mereka menulis
Tanda koma dapat digunakan jika kalimat yang digabungkan itu lebih dari dua kalimat tunggal.
Contoh :
     Direktur tenang.
     Karyawan duduk teratur.
     Para nasabah antri.
     Direktuur tenang, karyawanya duduk teratur, dan para nasabah antri.         

Kalimat majemuk setara rapatan
     Dalam kalimat majemuk setara, ada yang berbentuk kalimat rapatan, yaitu suatu bentuk yang merapatkan dua atau lebih kalimat tunggal. Yang dirapatkan ialah unsur subjek atau unsur objek yang sama. Dalam hal seperti ini, unsure yang sama cukup disebutkan satu kali.
Contoh :
     Kami berlatih
     Kami bertanding
     Kami berhasil menang
     Kami berlatih, kami bertanding, dan kami berhasil menang
     Kami berlatih, bertanding, dan berhasil menang.

c.       Kalimat majemuk tidak setara
Kalimat majemuk tidak setara terdiri atas atau suku kalimat yang bebas (klausa bebas) dan satu suku kalimat atau lebih yang tidak bebas (klausa terikat). Jalinan kalimat ini menggambarkan taraf kepentingan yang berbeda-beda di antara unsure gagasan yang majemuk. Inti gagasan dituangkan ke dalam induk kalimat, sedangkan pertaniannya dari sudut pandang waktu, sebab, akibat, tujuan, syarat, dan sebagainya dengan aspek gagasan yang lain digunakan dalam anak kalimat.
Contoh:
1)      a. komputer itu dilengkapi dengan alat-alat moder (tunggal)
b. mereka masih dapat mengacaukan data-data komputer  (tunggal)
c. walaupun komputer itu dilengkapi dengan alat-alat modern, mereka masih dapat mengacaukan data-data komputer itu.

d.      Kalimat majemuk teksetara dan berunsur sama
 Kalimat majemuk tak setara dapat disapatkan andaikan unsure-unsur subjek sama.
Contoh:
     Kami sudah lelah
     Kami ingin pulang
     Karena sudah lelah kami ingin pulang

     Pada anak kalimat terdapat kami sebagai subjek anak kalimat, dan pada induk kalimat terdapat pula kata kami sebagai subjek induk kalimat. Dalam hal seperti ini, subjek itu ditekankan pada induk kalimat sehingga subjek pada anak kalimat boleh di hilangkan, dan bukan sebaliknya.

e.       ghilangan kata penghubung
pada kalimat majemuk tak setara rapatan yang mencoba mengadakan penghematan dengan menghilangkan penanda anak kalimat sehingga kalimat itu menjadi salah.
Contoh:
     Membaca surat itu saya sangat terkejut
Anak kalimat:
     Membaca surat itu.
Induk kalimat:
     Saya sangat terkejut.
     Subjek anak kalimat itu persis sama dengan subjek pada induk kalimat, yaitu saya
Kalau tidak ada penanda pada anak kalimat,kalimat majemuk  itu tidak benar (tidak baku). Penanda yang dapat dipakai ialah setelah sehingga kalimat akan menjadi
     Setelah (saya) membaca surat itu, saa sangat terkejut.
     Saya membaca surat itu, saya sangat terkejut.

f.       Kalimat majemuk campuran
Kalimat pertama ini terdiri atas kalimat majemuk taksetara (bertingkat) dan kaimat majemuk setara, atau terdiri atas kalimat majemuk setara dan kalimat majemuk taksetara (bertingkat). Contoh:
1)      Karena hari sudah malam, kami berhenti dan langsung pulang. (bertingkat + setara)
2)      Kami pulang, tetapi mereka masih bekerja karena tugasnya belum selesai. (setara + bertingkat).

1.      Hubungan makna “Penjumlahan” ditandai dengan adanya kata hubung dan atau lagi. Kata ini menghubungkan antara klausa satu dengan kalusa lainnya dalam suatu konstruksi kalimat
Contoh : setiap sore erni menyapu dan mengepel lantai
         Dia membuka buku pelajarannya dan mulai membacanya
         Ayah saya dan kakakmu pergi ke kantor
         Gadis itu cantik lagi molek
2.      Hubungan makna “Pemilihan”  adalah hubungan makna yang menyatakan bahwa ada satu pilihan tersebut pada klausa-klausanya. Hubungan makna pemilihan ini ditandai dengan adanya kata hubung atau.
Contoh : kamu membeli buku ini atau pinjam ke perpustakaan
         Kita melihat pameran itu atau duduk disini
         Engkau akan membeli mobil atau membangun rumah
Pada kalimat diatas mengandung makna pemilihan pada kalimat yang pertama orang yang diajak bicara adalah kamu diminta memilih satu pembeli buku itu atau pinjam diperpustakaan.
3.      Hubungan makna “Perlawanan” adalah hubungan makna yang menyatakan bahwa yang dinyatakan dalam kalusa yang satu berlawanan dan berbeda dengan apa yang dinyatakan dalam klausa yang lain. Hubungan makna perlawanan ditandai dengan kata hubung tetapi, melainkan, padahal
Contoh : rumah itu bagus tapi tamannya tidak terpelihara
         Dia tidak suka membeli buku padahal uangnya banyak
         Dia tidak sedang belajar melainkan membaca komik
        Meskipun dia sakit, tetapi dia datang juga
4.      Hubungan makna “Perurutan” adalah makna yang menyatakan bahwa peristiwa, keadaan, atau perbuatan yang dinyatakan dalam klausa itu berurutan. Hubungan makna ini ditandai dengan kata hubung lalu atau kemudian
Contoh : dia berhenti sebentar, lalu berjalan lagi
         Dia mengambil sandal, lalu meletakannya diatas kursi
         Ibu mengunci pintu, kemudian tidur
5.      Hubungan makna “Lebih” biasanya ditambah dengan kata hubung bahkan atau malahan
Contoh : mobil itu sudah rusak bahkan kini tidak dapat berjalan
         Dia marah-marah bahkan gelaspun dilemparkannya
         Dia tidak pernah menegur malahan bertemu mukapun tidak mau
6.      Hubungan makna “Waktu” menyatakan terjadinya suatu peristiwa perbuatan atau keadaan yang tersebut dalam klausa inti. Kata penghubung biasanya ketika, ewaktu, selama, sesudah, sebelum, setiap kali, dan lain sebagainya
Contoh : ketika ayah pergi, dia tinggal di rumah
         Dia selalu mencuci tangannya sebelum dia makan
         Dia langsung tidur setelah dia makan
7.      Hubungan makna ”Perbandingan” adalah hubungan makna kata yang menyatakan perbandingan apa yang dinyatakan pada klausa inti dengan apa yang dinyatakan pada klausa bawahannya.  Kata penghubung biasanya, daripada, seperti, seolah2
Contoh : mereka lebih suka berjalan daripad naik bus
         Mukanya pucat seperti orang yang sedang ketakutan
8.      Hubungan makna “Sebab” adalah hubungan yang menyatakan sebab atau alasan yang ada pada klausa bawahan tentang terjadinya suatu peristiwa atau perbuata yang tersebut pada klausa ini
Contoh : karena sakit, dia tidak berangkat ke sekolah
         Dia tidak naik kelas sebab tidak pernah belajar
         Gadis itu pingsan karena terlalu lelah
9.      Hubungan makna ”Akibat” hubungan yang menyatakan bahwa apa yang tersebut pada kalusa bawahan merupakan akibat dari apa yang dinyatakan dari klausa inti. Hingga, sehingga, sampai-sampai
Contoh : dia sangat malu hingga mukanya terlihat merah
10.  Hubungan makna “Syarat” hubungan menyatakan bahwa klausa bawahan merupakan syarat bagi terjadinya apa yang dinyatakan pada klausa inti. Jika, apabila, kalau
Kamu akan berhasil jika kamu berusaha dengan sungguh2.
11.  Hubungan makna “Pengandaian” hubungan yang menyatakab klausa sebagai pengandaian atau sebagai syarat yang tidak mungkin terlaksananya apa yang ada pada klausa inti. Andaikata, seandainya, sekiranya dan andaikan.
12.  Hubungan makna “Harapan” klausa bawahan merupakan suatu yang diharapakan, bila apa yang dinyatakan klausa inti terlakasana. Agar, supaya, dan biar.
13.  Hubungan makna “Penerang” klausa bawahan menerangakn salah satu unsure yang terdapat dalam klausa inti.










BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
            Dari uraian diatas dapat di simpulkan bahwa sintaksis adalah secara etimologi berarti: menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata atau kalimat. Dan menurut para ahli adalah bidang tata bahasa yang menelaah hubungan kata-kata dalam kalimat dan cara-cara menyusun kata-kata. Konsep – konsep dasar sintaksis terdiri atas, Kontruksi, kontituen, fungsi , dan peran
Kontruksi Secara umum struktur sintaksis itu terdiri dari susunan subjek (S), predikat (P), objek (O), dan keterangan (K). kontituen Sintaksis adalah menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata atau kalimat. Untuk memahami struktur sintaksis, terlebih dahulu kita harus Mengetahui fungsi, peran, dan kategori sintaksis. Fungsi kajian sintaksis terdiri dari beberapa komponen. Diantaranya adalah subjek, predikat, objek, pelengkap dan keterangan. Dalam memperjelas tentang hakikat dari subjek dan predikat, objek dan pelengkap, serta keterangan. Peran sintaksis adalah merupakan Suatu kata dalam konteks kalimat memiliki peran semantik tertentu. Serta bagian – bagian dari sintaksis terdiri atas Frasa, klausa, kalimat. Frase adalah satuan gramatik yang terdiri dari dua kata atau lebih yang tidak melampaui batas fungsi. Klausa adalah satuan gramatika yang terdiri dari subjek (S) dan predikat (P) baik disertai objek (O), dan keterangan (K), serta memilki potensi untuk menjadi kalimat.
           
3.2 SARAN
Dengan adanya makalah ini penulis sangat mengharapkan kritik dan saran agar makalah ini lebih baik dan bermanfaat untuk kita semua. Akhir kata saya ucapkan terima kasih.






Daftar Pustaka

Ahyadi, dedi. 2011. Linguistik Umum Bahan Perkuliahan. Universitas kuningan.
Arif  zaenal,  Amran tasai (2008). Cermat Berbahasa Indonesia. Jakarta : Akademika Pressindo.
Ramlan, M. 2005. Sintaksis. Yogyakarta : C.V Karyono
Chaer, Abdul. 2009. Sintaksis Bahasa Indonesia. Bandung : Rineka cipta
Linguistik Bahasa Indonesia. Universitas terbuka

Tarigan, Henry Guntur. 1983. Prinsip-prinsip Dasar Sintaksis. Bandung : Angkasa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar