Rabu, 08 Januari 2014

PERKEMBANGAN BAHASA ANAK


  1. Teori Perkembangan Bahasa Anak
Dalam hal ini sejarah telah mencatat adanya tiga pandangan atau teori dalam perkembangan bahasa anak. Dua pandangan yang controversial dikemukakan oleh pakar dari amerika, yaitu pandangan nativisme yang berpendapat bahwa penguasaan bahasa pada kanak-kanak bersifat alamiah (nature), dan pandangan behaviorisme yang berpendapat bahwa penguasaan bahasa pada kanak-kanak bersifat “suapan” (nurture). Pandangan ketiga muncul di Eropa dari Jean Piaget yang berpendaat bahwa penguasaan bahasa adalah kemampuan yang berasal dari pematangan kognitif, sehingga pandanganny disebut kognitivisme.
a.      Pandangan Nativisme
Nativisme berpendapat bahwa selama peruses pemerolehan bahasa pertama, kanak-kanak (manusia) sedikit demi sedikit membuka kemampuan lingualnya yang secara genetis telah diprogramkan. Pandangan ini tidak mengganggap lingkungan puna pengaruh dalam pemerolehan bahasa, melainkan mengganggap bahwa bahasa merupakan pemberian biologis, sejalan dengan ang disebut “hipotesis pemberian alam”.
Chomsky (1965, 1975) melihat bahasa itu bukan hanya kompleks, tetapi juga penuh dengan kesalahan dan penyimpangan kaidah pada pengucapan atau pelaksanaan bahasa (performans). Manusia tidaklah mungkin belajar berbahsa pertama dari orang lain. Selama belajar mereka mengunakan prinsip-prinsip yang membimbing menyusun tata bahasa.
Menurut  Chomsky bahasa hanya dapat dikuasai oleh manusia. Binatang tidak mungkin dapat menguasai bahasa manusia. Pendapat ini didasarkan pada asumsi. Pertama, perilaku berbahasa adalah sesuatu yang diturunkan (genetic); pola perkembangan bahasa adalah sama pada semua macam bahsa dan budaya  (merupakan sesuatu yang universal); dan lingkungan hanya memiliki peranan kecil di dalam peruses pematangan bahasa. Kedua, bahasa dapat dikuasai dalam waktu singkat, anak berusia empat tahun sudah dapat berbicara mirip dengan orang dewasa. Ketiga, lingkungan bahasa si anak tidak dapat menyediakan data secukupna bagi penguasaan tata bahasa yang rumit dari orang dewasa.
Menurut Chomsky anak dilahirkan dengan sebekali “alat pemerolehan bahasa” (language acquisition device (LAD)). Alat  ini yang merupakan pemberian biolois yang sudah diprogramkan untuk merinci butir-butir yang mungkin dari suatu tata bahasa. LAD dianggap sebagai bagian fisiologis dari otak yang khusus untuk memperoses bahasa, dan tidak punya kaitan dengan kemampuan kognitif lainya.




b.      Pandangan Behaviorisme
Kaum behavioris menekankan bahwa peruses pemerolehan bahasa pertama dikendalikan dari luar diri si anak, yaitu oleh rangsangan yang diberikan melalui lingkungan. Istilah bahasa bagi kaum behavioris dianggap kurang tepat karena istilah bahasa itu menyiratkan suatu wujud, suatu yang dimiliki atau digunakan, dan bukan sesuatu yang dilakukan. Padahal bahsaa itu merupakan salah satu perilaku, di antara perilaku-perilaku manusia lainnya. Oleh karena itu, mereka lebih suka mengunakan istilah perilaku verbal ( verbal behavior), agar  tampak lebih mirip dengan perilaku lain  yang harus dipelajari.
Menurut kaum behavioris kemampuan berbicara dalam memahami bahsa oleh anak diperoleh melalui rangsangan dari lingkungannya. Anak dianggap sebagai penerima pasif dari tekanan lingkunganya, tidak memiliki peranan yang aktif di dalam proses perkembangan  perilaku verbalnya. Kaum behavioris bukan hanya tidak mengakui peranan aktif si anak dalam peruses pemerolehan bahasa, malah juga tidak mengakui kematangan si anak itu. Peruses perkembangan bahasa terutama di tentukan oleh lamanya latihan yang diberikan  oleh lingkungan.
Menurut skinner (1969) kaidah gramatikal atau kaidah bahasa adalah perilaku verbal yang memungkinkan seseorang dapat menjawab atau mengatakan sesuatu. Namun, kalau kemudian anak dapat berbicara, bukanlah karena “penguasaan kaidah (rule-governed)” sebab anak tidak dapat mengungkapkan kaidah bahasa, melainkan dibentuk secara langsung oleh factor di luar dirinya.
Kaum behavioris tidak mengakui pandangan bahwa anak menguasai kaidah bahasa dan memiliki kemampuan untuk mengbstrakan cirri-ciri penting dari bahasa di lingkungannya. Mereka berpendapat rangsangan (stimulus) dari lingkungan tertentu memperkuat kemampuan berbahasa anak. Perkembangan bahasa mereka pandang sebagai suatu kemamjuan dari pengungkapan verbal yang berlaku secara acak sampai kemampuan yang sebenarnya untuk berkomunikasi melalui prinsip perlatihan S – R  (srimulus – respons) dan proses penipuan-penipuan.
c.       Pandangan kognitivisme
Jean Piaget (1954) menatakan bahwa bahasa itu bukanlah suatu cirri alamiah yang terpisah, melainkan salah satu di antara beberapa kemampuan yang berasal dari kematangan kognitif. Bahasa distrukturi oleh nalar; maka perkembangan bahasa harus berlandas pada perubahan yang lebih mendasar dan lebih umum di dalam kognisi. Jadi, urut-urutan perkembangan kognitif menentukan urutan perkembangan bahasa.
Chomsky pernah menyanggah konsep kognitivisme dari piaget ini. Beliu menyatakan bahwa makanisme umum dari perkembangan kognitif tidak dapat menjelaskan struktur bahasa yang kompleks, abstrak, dan khas  itu. Juga lingkungan berbahasa tidak dapat menjelaskan struktur yang muncul di dalam bahasa anak. Oleh karena itu, menurut Chomsky, bahasa (struktur atau kaidahnya) haruslah diperoleh secara alamiah.
Sebaliknya, piaget menegaskan bahwa struktur yang kompleks dari bahasa bukanlah sesuatu yang diberikan oleh alam, dan bukan pula sesuatu yang dipelajari dari lingkungan. Struktur bahsa itu timbul sebagai akibat interaksi yang terus-menerus antara tingkat fungsi kognitif si anak dengan lingkungan kebahsaannya (juga lingkungan lain). Struktur itu timbul secara tak terelakkan dari serangkaian interaksi. Oleh karena itu timbulnya tak terelakan, maka struktur itu tidak perlu tersedia secara alamiah.
Perkembangan bahasa, baik menurut pandangan nativisme, behaviorisme, dan kognitivisme, tidak lepas atau berkaitan dengan perkembangan-perkembangan lain yang di alami anak. Oleh karena itu, sebelum membicarakan perkembangan bahasa itu, secara singkat dikemukakan dulu mengenai perkembangan motorik, perkembangan social, dan perkembangan bangan kognitif anak.

  1. Perkembangan motorik
Perkembangan motorik merupakan perkembangan bayi sejak lahir yang paling tampak, yakni sebuah perkembangan yang bertahahap dari duduk, merangkak, sampai berjalan. Tak lama sesudah lahir, seorang bayi akan menghabiskan waaktunya antara 14 sampai 18 jam untuk tidur, dan kemudian berangsur-angsur menjadi berkurang. Pad usia 3 atau 4 bulan bayi sudah mampu duduk sebentar (sekitar satu menit) dengan bantuan orang dewasa. Pada usia 7 atau 8 budalan bayi mampu duduk sendiri tanpa bantuan; dan menjelang usia 9 bulan bayi mampu duduk selama sepuluh menit atau lebih. Kemampuan merangkak terjadi pada usia 7 bulan, dan sebulan kemudian mulai tampak kemampuannya berdiri sambil berpegangan pada kursi. Pada usia 11 bulan anak dapat berdiri sendiri, dan sekitar usia 13 bulan dia sudah mampu berjalan sendiri.
Motor berarti gerak. Dua kemampuan bergerak yang paling banyak diperhatikan para pakar adalah berjalan dan penggunaan tangan sebagai alat  (morgan, 1986).  Berbagai kajian terhadap anak-anak yang kemampuan gerak terbatas pada bulan-bulan pertama dalam hidupnya menunjukan bukti bahwa kekuatan latihan tidak mengubah urutan kegiatan yang mengarah ke berjalan. Kalau latihan “berjalan” diperkaya, dari porsi lebih, mungkin kemampuan berjalan dapat diperoleh lebih dini; tetapi urutan kemampuan tidak berubah (morgan, 1986).
  1. Perkembangan social dan komunikasi
Ada pendapat bahwa bayi sejak lahir sampai usia sekitar satu tahun dianggap belum punya bahasa atau belum berbahasa (poerwo, 1989). Kiranya angapan ini belum menceritakan perilaku bayi yang sesungguhnya, sebab meskipun dikatakan belum mempunyai bahasa,tetapi sebenarnya bayi itu sudah berkomunikasi. Menangis merupakan salah satu cara pertama untuk berkomunikasi dengan dunia sekitarnya.
Sesungguhnya semenjak lahir bayi sudah “disetel” secara biologis untuk berkomunikasi; dia akan tanggap kejadian yang ditimbulkan oleh orang di sekitar (terutama ibunya). Daya lihat bayi yang paling baik berada pada jarak kira-kira 20 cm (8 inci), yakni jarak yang terjadi pada waktu interaksi rutin terjadi antara bayi dan ibu, yaitu pada saaat bayi itu menyusui pada ibunya. kurang lebih 70% dari waktu menyusui itu, bayi akan membalas tatapan ibunya dengan melihat mata sang ibu yang menarik perhatiannya. Kemudian bayi juga belajar bahwa sewaktu terjadi saling tatap mata berarti ada komunikasi, antara dia dan ibunya.
Menjelang usia tiga bulan kemampuan kognitif bayi sudah meningkat, dia tidak tertarik pada wajah yang diam saja; dia mengharapkan lebih dari itu agar tetap berminat untuk berinteraksi. Dalam  hal ini sang ibu pun tampaknya menyesuaikan diri dengan perkembangan bayi itu. Ibu berusaha lebih aktif menunjukan sikap dan ekspresi wajahnya, berbicara lebih banyak, dan dengan variasi suara  yang lebih-lebihkan. Terhadap sikap ibu yang baru ini bayi merasa tertarik lagi, dan mau menanggapinya. Maka terjadilah kemajuan setapak lagi dalam perkembangan kemampuan bayi untuk berkomunikasi.
Setapak demi setapak kemajuan interaksi dan komunikasi bayi semakin bertambah. Ibu selalu menyesuaikan diri dengan tahap baru perkembangan bayi. “Dialog”  keduanya semakin meningkat, dan peran bayi dalam kegiatan semakin meningkat. Pada saat menjelang usia 12 minggu bayi mulai mengeluarkan suara balasan jika ibu memberikan tanggapan terhadap suaranya. Hal ini berlangsung terus sampai menjelang bayi berumur enam bulan.
Pada tahap berikutnya bayi mulai memahami “pola gilir” (turntaking) di dalam berkomunikasi. Maksudnya, dia mulai mengerti kapan dia harus beraksi terhadap rangsangan dari ibunya, dan kapan pula dia harus diam. Permintaan “ci-luk-ba” atau semacamnya semakin mempertajam kemampuan bayi untuk memahami “pola gilir” di dalam komunikasi itu. Melalui permainan seperti “ci-luk-ba” itu bayi juga belajar pola mengakhiri suatu komunikasi. Dia mengerti, misalnya, kalau ibu mengalihkan matanya ke tempat lain, berarti permainan berhenti.
Menjelang usia lima bulan, bayi mulai menirukan suara dan gerak-gerik orang dewasa secara sengaja, sehingga semakin meningkatlah perbendaharaan ekspresi wajahnya. Lalu, pada usia lima bulan dia dapat bersuara dengan sikap yang menunjukan  rasa senang, rasa tidak senang, dan rasa ingin tahu.
Menjelang usia enam bulan minat bayi pada mainan dan benda-benda semakin meningkat; datinya minatnya lebih terarah pada manusia. Dia akan tertarik dengan benda-benda yang bergerak-gerakkan atau yang berbunyi. Pada usia enam bulan terjadinya pergeseran minat, dia lebih tertarik pada benda dari pada manusia. Maka sejak saat itu, interaksi menjadi tiga serangkai : bayi, ibu, dan benda-benda.
Antara usia tujuh bulan sampai dua belas bulan anak mulai lebih memeganng kendali di dalam interaksi dengan ibunya. anak belajar menyatakan ke inginan atau kehendak secara lebih jelas dan lebih efektif. Cara yang di gunakan untuk menyampaikan kehendak ini terutama dilakukan dengan gerak-gerik, terurama gerak tangan. Pada mulanya gerakan tangan yang menyatakan keinginan itu tanpa disertai suara, tetapi kemudian secara bertahap suara muncul menertainya.

  1. Perkembangan Kognitif
Istilah kognisi berkaitan dengan peristiwa mental yang terlibat dalam proses pengenalan tentang dunia, yang sedikit banyak melibatkan pikiran atau berpikir. Oleh kararena itu, secara umumnya kata kognisi  bisa dianggap bersinonim dengan kata berpikir atau pikiran.
Dari semakin banyak kajian tentang proses berpikir pada anak-anak dalam usia yang berbeda-beda, piaget menyatakan adanya beberapa tahap dalam perkembangan kognitif anak. Tahap-tahap itu adalah (1) tahap sensomotorik, (b) tahap praoperasional, (c) tahap operasional konkret, dan (d) tahap operasional formal (morgan, 1986)


a.      Tahap Sensomotorik
Tahap sensomotik ini merupakan tahap pertama dalam perkembangan kognisi anak, dan berlangsung pada sebagai dari dua tahun pertama dalam kehidupanya. Urutan perkembangan yang pertama pada tahap ini adalah kemampuan motorik. Lalu, pada tahun kedua munculnya koordinasi dari kedua kemampuan awal ini. Pada akhirnya periode sensomotorik bayi dapat berpikir tentang dunia, yaitu yang berhubungan dengan pengalaman-pengalaman dan tindakan-tindakan yang sederhana.
b.      Tahap Praoperasional
Pada tahap ini cara “berpikir” anak-anak masih didominasi oleh cara-cara bagaimana hal-hal atau benda-benda itu tampak. Cara berpikirnya masih kurang operasional. Umpamanya, kanak-kanak itu belum bisa menyadari bahwa jumlah benda akan tetap sama, meskipun bentuk atau pengaturan berubah.
c.       Tahap Operasional Konkret
Tahap operasional konkret ini dilalui anak yang berusia sekitar tujuh sampai menjelang sebelas bulan. Pada tahap kanak-kanak itu telah memahami konsep konversi sehingga mereka tahu bahwa air yang ada dalam gelas dan ada dalam silinder jumlahnya sama. Namun, kanak-kanak itu tidak bisamenjalankan alasanya.
d.      Tahap Operasional formal
Pada tahap ini yang dilalui setelah anak berusia sebelas tahun ke atas, anak-anak sudah berpikir logis seperti halnya dengan orang dewasa. Selama periode operasional formal ini, anak-anak mulai menggunakan aturan-aturan formal dari pikiran dan logika untuk memberikan dasar kebenaran jawaban-jawaban mereka.
Mereka memutuskan dan mengetes hipotesis-hipotesis yang rumit; mereka berpikir abstrak; dan mereka menggeneralisasikan dengan menggunakan konsep yang abstrak, dari satu situasi ke situasi yang lain (morgan, 1986).

  1. Perkembangan Bahasa
Bunyi baru lahir sampai usia satu  tahun lazim disebut dengan istilah infant  artinya ‘tidak mampu berbicara’. Istilah ini memang tepat kalau dikaitkan dengan kemampuan berbicara atau berbahasa. Namun, kurang tepat atau tidak tepat kalau dikaitkan dengan kemampuan berkomunikasi, sebab meskipun “tanpa bahasa” bayi sudah dapat atau sudah melakukan komunikasi dengan orang yang memeliharanya; misalnya dengan  tangisan, senyuman , atau gerak-gerik tubuh. Oleh karena itu, barangkali dalam tahap  perkembangan bahasa bayi (kanak-kanak) dapat dibagi dua, yaitu (1) tahap perkembangan artikulasi, dan (2) tahap perkembangan kata dan kalimat (poerwo, 1989)


a.      Tahap Perkembangan Artikulasi
Tahapan ini dilalui bunyi antara sejak lahir sampai kira-kira berusia 14 bulan. Bahwa menjelang usia tahun, bayi dimana pun sudah mampu menghasilkan bunyi-bunyi vocal “aaa’, “eee” atau “uuu” dengan maksud untuk menyatakan peranan tertentu (Dora dkk., 1976; Raffler angel, 1973). Namun sebenarnya usaha kea rah “menghasilkan” bunyi-bunyi itu sudah mulai pada minggu-minggu sejak kelahiran bayi itu. Perkembangan dalam menghasilkan bunyi ini, yang kita sebut perkembangan artikulasi, dilalui seorang bayi melalui rangkaian tahap.
1.      Bunyi Resonansi
Penghasilan bunyi, yang terjadi dalam rongga mulut, tidak terlepas dari kegiatan dan perkembangan motorik bayi bagian rongga mulut itu. Kegiatan atau aktivitas  rutin yang menyangkut rongga mulut itu telah dilakukan oleh bayi sampai usia enam bulan , yaitu sewaktu bayi menyusu pada ibunya. dalam aktivitas menyusus ini ada gerak reflex yang berada di luar kendali si bayi. Gerak reflex  di sini berupa aktivitas “kenyuttelan” (such-swallow) yang ritmis. Pada waktu baru lahir pengenyutan dilakukan dengan gerakan rahang ke atas dank e bawah. Dalam beberapa minggu kemudian si bayi mulai mengembangkan gerakan ke samping. Gerakan rahang ke depan dan ke belakang baru terjadi pada saat bayi berusia satu tahun.
2.      Bunyi Berdekut
Mendekati usia dua bulan bayi telah mengembangkan kendali otot mulut untuk memulai dan menghentikan gerakan secara mantap. Pada tahap ini suara tawa dan suara berdekut (cooing) telah terdengar. Bunyi berdekut ini agak mirip dengan bunyi (ooo) pada burung merpati. Bunyi berdekut ini sebenarnya adalah bunyi “kuasi konsonan” yang berlangsung dalam satu embusan napas, bersamaan dengan seperti bunyi konsonan belakang dan tengah dengan vokal belakang, tetapi tanpa resonansi penuh. Bunyi konsonannya mirip dengan bunyi (s) dan bunyi hambat velar yang mirip dengan bunyi (k) dan (g).
3.      Bunyi berleter
Berleter adalah mengeluarkan bunyi yang terus menerus tanpa tujuan. Berleter ini biasanya di lakukan bayi yang berusia antara empat sampai enam bulan. Pada masa ini si anak sudah mampu membuat bunyi vokal yang mirip bunyi (a).  Lalu, kemampuan untuk mengkatupkan bibir  mungkin dia menghasilkan bunyi labil. Bunyi yang di hasilkan mirip bunyi frikatif, tetapi lebih bergetar. Masa ini lazim di sebut masa anak “berleter” (babble), masa mengeluarkan berbunyi bersuku kata tungggal yang panjang.
4.      Bunyi Berleter Ulang
Kalau bunyi berdekut, yang terjadi pada usia antara dua sampai tiga bulan, muncul pada saat anak berinteraksi dengan orang lain, maka bunyi berleter terjadi atau banyak dilakukan ketika si anak sedang sendirian, tidak ada orang lain (Nakazina, 1975; Stark, 1981). Jadi, pada masa ini si anak memperdengarkan suaranya sendiri. Hal ini memang penting bagi perkembangan penguasaan bahasa selanjutnya. Dia dapat memantau sampai dimana dia dapat mengucapkan bunyi seperti orang dewasa di sekitarnya.

5.      Bunyi Vokabel
Vokabel adalah bunyi yang hamper menyerupai kata, tetapi tidak mempunyai arti, dan bukan merupakan tiruan orang dewasa. Bentuk vokabel ini sudah konsisten secara fonetis. Vokabel ini terdiri dari empat macam, yaitu (1) satu vokal atau vokal yang diulang, (2) nasal yang silabis, (3) frikatif yang silabis, dan (4) rangkaian konsonan vokal, dengan atau tanpa reduplikasi, dan konsonanya berupa nasal atau bunyi hambat.

b.      Tahap Perkembangan Kata dan Kalimat
Kemampuan bervokabel dilanjutkan dengan kemampuan mengucapkan kata, lalu mengucapkan kalimat sederhana, dan kalimat yang lebih sempurna. Namun, hal ini dikuasai secara berjenjang dan dalam jangka waktu tertentu.
1.      Kata Pertama
Menurut Francescato (1968, dalam purwo 1989), anak belajar mengucapkan kata sebagai suatu keseluruhan, tanpa memperhatikan fonem kata-kata itu satu per satu. Sedangkan menurut waterson, 1971 dalam purwo 1989), anak hanya dapat menangkap cirri-ciri tertentu dari kata yang di ucapkan oleh orang dewasa, dan pengucapanya terbatas pada kemampuan artikulasinya. Umpamanya, ketika pada tahap tertentu si anak belum mampu mengucapkan fonem (k), tetapi sudah dapat mengucapkan fonem (t), dia akan enirukan kata (ikan ) dan (bukan) yang di ucapkan orang dewasa dengan lafal (itan) dan (butan).
2.      Kalimat Satu Kata
Kalimat satu kata yang lazim di sebut ucapan holofrasis oleh banyak pakar dapat dianggap bukan sebagai kalimat, karena makanya sukar diprediksikan. Kalimat bagi mereka dalam pemerolehan sintaksis baru dimulai kalau anak itu sudah dapat menggunakan dua buah kata (lebih kurang ketika berusia dua tahun).
3.      Kalimat Dua kata
Yang dimaksud dengan kalimat dua kata adalah kalimat yang hanya terdiri dari dua buah kata, sebagai kelanjutan dari kalimat satu kata. Kemampuan untuk menggabungkan dua kata ini dalam bentuk sebuah kalimat dikuasai anak menjelang usia 18 bulan. Dalam menggabungkan kata, anak mengikuti urutan kata yang terdapat pada bahasa orang dewasa.
4.      Kalimat Lebih Lanjut
Setelah penguasaan kalimat dua kata mencapai tahap tertentu, maka berkembanglah penyusunan kalimat yang terdiri dari tiga buah kata. Menurut Brown (1973)konstruksi kalimat tiga kata ini sebenarnya merupakan hasil dari penggabungan atau perluasan dari konstruksi dua kata sebelumnya yang digunakan.


c.       Tahap Menjelang Sekolah
Yang di maksud dengan menjelang sekolah di sini adalah menjelang anak masuk sekolah dasar; yaitu pada waktu mereka berusia antara lima sampai enam tahun. Pendidikan di taman kanak-kanak (TK), apalagi kelompok bermain (play group) belum dapat dianggap sebagai sekolah, sebab sifatnya hanya menolong anak untuk siap memasuki pendidikan dasar. Menurut benedick (1979), mengenai perkembangan kosakata pada usia sekitar 13 bulan anak sudah menguasai secara reseptif sekitar 50 buah kata; tetapi baru sekitar 19 bulan anak dapat secara produktif mengeluarkan  kata-kata itu. Usia anttara dua setengah sampai empat setengah tahun merupakan masa pesat-pesatnya perkembangan kosakata itu. Malah menurut Clark (1982 dalam purwo 1989) pada usia antara dua sampai enam tahun anak cenderung menciptakan kata-kata baru.untuk konsep-konsep tertentu, misalnya menyatakan kata pourer  (yang seharusnya cup), kata plant-man (yang seharusnya gardener), atau menggunakan kata crackering dalam kalimat I am crackering my sup.

Ketika memasuki taman kanak-kanak anak sudah menguasai hamper semua kaidah dasar gramatikal bahasanya. Dia sudah dapat membuat kalimat berita, kalimat Tanya, dan sejumlah konstruksi lain. Hanya dia masih mendapat kesulitan dalam membuat kalimat pasif.  Menurut Harwood (1959, dalam purwo, 1989) anak sampai usia lima setengah tahun belum sepenuhnya dapat membuat kalimat pasif . dari sekitar 12.000 buah kalimat sepontan yang dibuat anak-anak usia lima tahun harwood tidak menemukan sebuah pun kalimat pasif. Menurut Baldie (1976, dalam purwo 1989) baru sekitar 80% dari anak usia tujuh setengah sampai delapan tahun dapat membuat kalimat pasif. Anak prasekolah juga masih mendapat kesulitan dengan konstruksi kalimat imperative (Erwin – Tripp, 1977 dalam purowo, 1989). Namun, anak pada masa prasekolah ini telah mempelajari hal-hal yang diluar kosakata dan tata bahasa. Mereka sudah dapat menggunakan bahasa dalam konteks social yang bermacam-macam. Mereka dapat berkata kasar pada teman-temannya, tetapi juga dapat berkata sopan kepada orang tuanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar