- Teori
Perkembangan Bahasa Anak
Dalam
hal ini sejarah telah mencatat adanya tiga pandangan atau teori dalam
perkembangan bahasa anak. Dua pandangan yang controversial dikemukakan oleh
pakar dari amerika, yaitu pandangan nativisme
yang berpendapat bahwa penguasaan bahasa pada kanak-kanak bersifat alamiah (nature), dan pandangan behaviorisme yang berpendapat bahwa
penguasaan bahasa pada kanak-kanak bersifat “suapan” (nurture). Pandangan ketiga muncul di Eropa dari Jean Piaget yang
berpendaat bahwa penguasaan bahasa adalah kemampuan yang berasal dari
pematangan kognitif, sehingga pandanganny disebut kognitivisme.
a. Pandangan
Nativisme
Nativisme
berpendapat bahwa selama peruses pemerolehan bahasa pertama, kanak-kanak
(manusia) sedikit demi sedikit membuka kemampuan lingualnya yang secara genetis
telah diprogramkan. Pandangan ini tidak mengganggap lingkungan puna pengaruh
dalam pemerolehan bahasa, melainkan mengganggap bahwa bahasa merupakan
pemberian biologis, sejalan dengan ang disebut “hipotesis pemberian alam”.
Chomsky
(1965, 1975) melihat bahasa itu bukan hanya kompleks, tetapi juga penuh dengan
kesalahan dan penyimpangan kaidah pada pengucapan atau pelaksanaan bahasa
(performans). Manusia tidaklah mungkin belajar berbahsa pertama dari orang
lain. Selama belajar mereka mengunakan prinsip-prinsip yang membimbing menyusun
tata bahasa.
Menurut
Chomsky bahasa hanya dapat dikuasai oleh
manusia. Binatang tidak mungkin dapat menguasai bahasa manusia. Pendapat ini
didasarkan pada asumsi. Pertama,
perilaku berbahasa adalah sesuatu yang diturunkan (genetic); pola perkembangan
bahasa adalah sama pada semua macam bahsa dan budaya (merupakan sesuatu yang universal); dan
lingkungan hanya memiliki peranan kecil di dalam peruses pematangan bahasa. Kedua, bahasa dapat dikuasai dalam waktu
singkat, anak berusia empat tahun sudah dapat berbicara mirip dengan orang
dewasa. Ketiga, lingkungan bahasa si
anak tidak dapat menyediakan data secukupna bagi penguasaan tata bahasa yang
rumit dari orang dewasa.
Menurut
Chomsky anak dilahirkan dengan sebekali “alat pemerolehan bahasa” (language
acquisition device (LAD)). Alat ini yang
merupakan pemberian biolois yang sudah diprogramkan untuk merinci butir-butir
yang mungkin dari suatu tata bahasa. LAD dianggap sebagai bagian fisiologis
dari otak yang khusus untuk memperoses bahasa, dan tidak punya kaitan dengan
kemampuan kognitif lainya.
b. Pandangan
Behaviorisme
Kaum
behavioris menekankan bahwa peruses pemerolehan bahasa pertama dikendalikan
dari luar diri si anak, yaitu oleh rangsangan yang diberikan melalui
lingkungan. Istilah bahasa bagi kaum
behavioris dianggap kurang tepat karena istilah bahasa itu menyiratkan suatu wujud, suatu yang dimiliki atau digunakan,
dan bukan sesuatu yang dilakukan. Padahal bahsaa itu merupakan salah satu
perilaku, di antara perilaku-perilaku manusia lainnya. Oleh karena itu, mereka
lebih suka mengunakan istilah perilaku
verbal ( verbal behavior), agar
tampak lebih mirip dengan perilaku lain
yang harus dipelajari.
Menurut
kaum behavioris kemampuan berbicara dalam memahami bahsa oleh anak diperoleh
melalui rangsangan dari lingkungannya. Anak dianggap sebagai penerima pasif
dari tekanan lingkunganya, tidak memiliki peranan yang aktif di dalam proses
perkembangan perilaku verbalnya. Kaum
behavioris bukan hanya tidak mengakui peranan aktif si anak dalam peruses
pemerolehan bahasa, malah juga tidak mengakui kematangan si anak itu. Peruses
perkembangan bahasa terutama di tentukan oleh lamanya latihan yang
diberikan oleh lingkungan.
Menurut
skinner (1969) kaidah gramatikal atau kaidah bahasa adalah perilaku verbal yang
memungkinkan seseorang dapat menjawab atau mengatakan sesuatu. Namun, kalau
kemudian anak dapat berbicara, bukanlah karena “penguasaan kaidah (rule-governed)” sebab anak tidak dapat
mengungkapkan kaidah bahasa, melainkan dibentuk secara langsung oleh factor di
luar dirinya.
Kaum
behavioris tidak mengakui pandangan bahwa anak menguasai kaidah bahasa dan
memiliki kemampuan untuk mengbstrakan cirri-ciri penting dari bahasa di
lingkungannya. Mereka berpendapat rangsangan (stimulus) dari lingkungan
tertentu memperkuat kemampuan berbahasa anak. Perkembangan bahasa mereka
pandang sebagai suatu kemamjuan dari pengungkapan verbal yang berlaku secara
acak sampai kemampuan yang sebenarnya untuk berkomunikasi melalui prinsip
perlatihan S – R (srimulus – respons)
dan proses penipuan-penipuan.
c. Pandangan
kognitivisme
Jean
Piaget (1954) menatakan bahwa bahasa itu bukanlah suatu cirri alamiah yang
terpisah, melainkan salah satu di antara beberapa kemampuan yang berasal dari
kematangan kognitif. Bahasa distrukturi oleh nalar; maka perkembangan bahasa
harus berlandas pada perubahan yang lebih mendasar dan lebih umum di dalam
kognisi. Jadi, urut-urutan perkembangan kognitif menentukan urutan perkembangan
bahasa.
Chomsky
pernah menyanggah konsep kognitivisme dari piaget ini. Beliu menyatakan bahwa
makanisme umum dari perkembangan kognitif tidak dapat menjelaskan struktur
bahasa yang kompleks, abstrak, dan khas
itu. Juga lingkungan berbahasa tidak dapat menjelaskan struktur yang
muncul di dalam bahasa anak. Oleh karena itu, menurut Chomsky, bahasa (struktur
atau kaidahnya) haruslah diperoleh secara alamiah.
Sebaliknya,
piaget menegaskan bahwa struktur yang kompleks dari bahasa bukanlah sesuatu
yang diberikan oleh alam, dan bukan pula sesuatu yang dipelajari dari
lingkungan. Struktur bahsa itu timbul sebagai akibat interaksi yang
terus-menerus antara tingkat fungsi kognitif si anak dengan lingkungan
kebahsaannya (juga lingkungan lain). Struktur itu timbul secara tak terelakkan
dari serangkaian interaksi. Oleh karena itu timbulnya tak terelakan, maka
struktur itu tidak perlu tersedia secara alamiah.
Perkembangan
bahasa, baik menurut pandangan nativisme, behaviorisme, dan kognitivisme, tidak
lepas atau berkaitan dengan perkembangan-perkembangan lain yang di alami anak.
Oleh karena itu, sebelum membicarakan perkembangan bahasa itu, secara singkat
dikemukakan dulu mengenai perkembangan motorik, perkembangan social, dan
perkembangan bangan kognitif anak.
- Perkembangan
motorik
Perkembangan
motorik merupakan perkembangan bayi sejak lahir yang paling tampak, yakni
sebuah perkembangan yang bertahahap dari duduk, merangkak, sampai berjalan. Tak
lama sesudah lahir, seorang bayi akan menghabiskan waaktunya antara 14 sampai
18 jam untuk tidur, dan kemudian berangsur-angsur menjadi berkurang. Pad usia 3
atau 4 bulan bayi sudah mampu duduk sebentar (sekitar satu menit) dengan
bantuan orang dewasa. Pada usia 7 atau 8 budalan bayi mampu duduk sendiri tanpa
bantuan; dan menjelang usia 9 bulan bayi mampu duduk selama sepuluh menit atau
lebih. Kemampuan merangkak terjadi pada usia 7 bulan, dan sebulan kemudian
mulai tampak kemampuannya berdiri sambil berpegangan pada kursi. Pada usia 11
bulan anak dapat berdiri sendiri, dan sekitar usia 13 bulan dia sudah mampu
berjalan sendiri.
Motor
berarti gerak. Dua kemampuan bergerak yang paling banyak diperhatikan para
pakar adalah berjalan dan penggunaan tangan sebagai alat (morgan, 1986). Berbagai kajian terhadap anak-anak yang
kemampuan gerak terbatas pada bulan-bulan pertama dalam hidupnya menunjukan
bukti bahwa kekuatan latihan tidak mengubah urutan kegiatan yang mengarah ke
berjalan. Kalau latihan “berjalan” diperkaya, dari porsi lebih, mungkin
kemampuan berjalan dapat diperoleh lebih dini; tetapi urutan kemampuan tidak
berubah (morgan, 1986).
- Perkembangan
social dan komunikasi
Ada
pendapat bahwa bayi sejak lahir sampai usia sekitar satu tahun dianggap belum
punya bahasa atau belum berbahasa (poerwo, 1989). Kiranya angapan ini belum
menceritakan perilaku bayi yang sesungguhnya, sebab meskipun dikatakan belum
mempunyai bahasa,tetapi sebenarnya bayi itu sudah berkomunikasi. Menangis
merupakan salah satu cara pertama untuk berkomunikasi dengan dunia sekitarnya.
Sesungguhnya
semenjak lahir bayi sudah “disetel” secara biologis untuk berkomunikasi; dia
akan tanggap kejadian yang ditimbulkan oleh orang di sekitar (terutama ibunya).
Daya lihat bayi yang paling baik berada pada jarak kira-kira 20 cm (8 inci),
yakni jarak yang terjadi pada waktu interaksi rutin terjadi antara bayi dan
ibu, yaitu pada saaat bayi itu menyusui pada ibunya. kurang lebih 70% dari
waktu menyusui itu, bayi akan membalas tatapan ibunya dengan melihat mata sang
ibu yang menarik perhatiannya. Kemudian bayi juga belajar bahwa sewaktu terjadi
saling tatap mata berarti ada komunikasi, antara dia dan ibunya.
Menjelang
usia tiga bulan kemampuan kognitif bayi sudah meningkat, dia tidak tertarik
pada wajah yang diam saja; dia mengharapkan lebih dari itu agar tetap berminat
untuk berinteraksi. Dalam hal ini sang
ibu pun tampaknya menyesuaikan diri dengan perkembangan bayi itu. Ibu berusaha
lebih aktif menunjukan sikap dan ekspresi wajahnya, berbicara lebih banyak, dan
dengan variasi suara yang
lebih-lebihkan. Terhadap sikap ibu yang baru ini bayi merasa tertarik lagi, dan
mau menanggapinya. Maka terjadilah kemajuan setapak lagi dalam perkembangan
kemampuan bayi untuk berkomunikasi.
Setapak
demi setapak kemajuan interaksi dan komunikasi bayi semakin bertambah. Ibu
selalu menyesuaikan diri dengan tahap baru perkembangan bayi. “Dialog” keduanya semakin meningkat, dan peran bayi
dalam kegiatan semakin meningkat. Pada saat menjelang usia 12 minggu bayi mulai
mengeluarkan suara balasan jika ibu memberikan tanggapan terhadap suaranya. Hal
ini berlangsung terus sampai menjelang bayi berumur enam bulan.
Pada
tahap berikutnya bayi mulai memahami “pola gilir” (turntaking) di dalam berkomunikasi. Maksudnya, dia mulai mengerti
kapan dia harus beraksi terhadap rangsangan dari ibunya, dan kapan pula dia
harus diam. Permintaan “ci-luk-ba” atau semacamnya semakin mempertajam
kemampuan bayi untuk memahami “pola gilir” di dalam komunikasi itu. Melalui
permainan seperti “ci-luk-ba” itu bayi juga belajar pola mengakhiri suatu
komunikasi. Dia mengerti, misalnya, kalau ibu mengalihkan matanya ke tempat
lain, berarti permainan berhenti.
Menjelang
usia lima bulan, bayi mulai menirukan suara dan gerak-gerik orang dewasa secara
sengaja, sehingga semakin meningkatlah perbendaharaan ekspresi wajahnya. Lalu,
pada usia lima bulan dia dapat bersuara dengan sikap yang menunjukan rasa senang, rasa tidak senang, dan rasa
ingin tahu.
Menjelang
usia enam bulan minat bayi pada mainan dan benda-benda semakin meningkat;
datinya minatnya lebih terarah pada manusia. Dia akan tertarik dengan
benda-benda yang bergerak-gerakkan atau yang berbunyi. Pada usia enam bulan
terjadinya pergeseran minat, dia lebih tertarik pada benda dari pada manusia.
Maka sejak saat itu, interaksi menjadi tiga serangkai : bayi, ibu, dan
benda-benda.
Antara
usia tujuh bulan sampai dua belas bulan anak mulai lebih memeganng kendali di
dalam interaksi dengan ibunya. anak belajar menyatakan ke inginan atau kehendak
secara lebih jelas dan lebih efektif. Cara yang di gunakan untuk menyampaikan
kehendak ini terutama dilakukan dengan gerak-gerik, terurama gerak tangan. Pada
mulanya gerakan tangan yang menyatakan keinginan itu tanpa disertai suara,
tetapi kemudian secara bertahap suara muncul menertainya.
- Perkembangan
Kognitif
Istilah
kognisi berkaitan dengan peristiwa mental yang terlibat dalam proses pengenalan
tentang dunia, yang sedikit banyak melibatkan pikiran atau berpikir. Oleh
kararena itu, secara umumnya kata kognisi bisa dianggap bersinonim dengan kata berpikir atau pikiran.
Dari
semakin banyak kajian tentang proses berpikir pada anak-anak dalam usia yang
berbeda-beda, piaget menyatakan adanya beberapa tahap dalam perkembangan
kognitif anak. Tahap-tahap itu adalah (1) tahap sensomotorik, (b) tahap
praoperasional, (c) tahap operasional konkret, dan (d) tahap operasional formal
(morgan, 1986)
a. Tahap
Sensomotorik
Tahap
sensomotik ini merupakan tahap pertama dalam perkembangan kognisi anak, dan
berlangsung pada sebagai dari dua tahun pertama dalam kehidupanya. Urutan
perkembangan yang pertama pada tahap ini adalah kemampuan motorik. Lalu, pada
tahun kedua munculnya koordinasi dari kedua kemampuan awal ini. Pada akhirnya
periode sensomotorik bayi dapat berpikir tentang dunia, yaitu yang berhubungan
dengan pengalaman-pengalaman dan tindakan-tindakan yang sederhana.
b. Tahap
Praoperasional
Pada
tahap ini cara “berpikir” anak-anak masih didominasi oleh cara-cara bagaimana
hal-hal atau benda-benda itu tampak. Cara berpikirnya masih kurang operasional.
Umpamanya, kanak-kanak itu belum bisa menyadari bahwa jumlah benda akan tetap
sama, meskipun bentuk atau pengaturan berubah.
c. Tahap
Operasional Konkret
Tahap
operasional konkret ini dilalui anak yang berusia sekitar tujuh sampai
menjelang sebelas bulan. Pada tahap kanak-kanak itu telah memahami konsep
konversi sehingga mereka tahu bahwa air yang ada dalam gelas dan ada dalam
silinder jumlahnya sama. Namun, kanak-kanak itu tidak bisamenjalankan alasanya.
d. Tahap
Operasional formal
Pada
tahap ini yang dilalui setelah anak berusia sebelas tahun ke atas, anak-anak
sudah berpikir logis seperti halnya dengan orang dewasa. Selama periode
operasional formal ini, anak-anak mulai menggunakan aturan-aturan formal dari
pikiran dan logika untuk memberikan dasar kebenaran jawaban-jawaban mereka.
Mereka
memutuskan dan mengetes hipotesis-hipotesis yang rumit; mereka berpikir
abstrak; dan mereka menggeneralisasikan dengan menggunakan konsep yang abstrak,
dari satu situasi ke situasi yang lain (morgan, 1986).
- Perkembangan
Bahasa
Bunyi
baru lahir sampai usia satu tahun lazim
disebut dengan istilah infant artinya ‘tidak mampu berbicara’. Istilah ini
memang tepat kalau dikaitkan dengan kemampuan berbicara atau berbahasa. Namun,
kurang tepat atau tidak tepat kalau dikaitkan dengan kemampuan berkomunikasi,
sebab meskipun “tanpa bahasa” bayi sudah dapat atau sudah melakukan komunikasi
dengan orang yang memeliharanya; misalnya dengan tangisan, senyuman , atau gerak-gerik tubuh.
Oleh karena itu, barangkali dalam tahap
perkembangan bahasa bayi (kanak-kanak) dapat dibagi dua, yaitu (1) tahap
perkembangan artikulasi, dan (2) tahap perkembangan kata dan kalimat (poerwo,
1989)
a. Tahap
Perkembangan Artikulasi
Tahapan ini dilalui bunyi antara
sejak lahir sampai kira-kira berusia 14 bulan. Bahwa menjelang usia tahun, bayi
dimana pun sudah mampu menghasilkan bunyi-bunyi vocal “aaa’, “eee” atau “uuu”
dengan maksud untuk menyatakan peranan tertentu (Dora dkk., 1976; Raffler
angel, 1973). Namun sebenarnya usaha kea rah “menghasilkan” bunyi-bunyi itu sudah
mulai pada minggu-minggu sejak kelahiran bayi itu. Perkembangan dalam
menghasilkan bunyi ini, yang kita sebut perkembangan artikulasi, dilalui
seorang bayi melalui rangkaian tahap.
1.
Bunyi
Resonansi
Penghasilan
bunyi, yang terjadi dalam rongga mulut, tidak terlepas dari kegiatan dan
perkembangan motorik bayi bagian rongga mulut itu. Kegiatan atau aktivitas rutin yang menyangkut rongga mulut itu telah
dilakukan oleh bayi sampai usia enam bulan , yaitu sewaktu bayi menyusu pada
ibunya. dalam aktivitas menyusus ini ada gerak reflex yang berada di luar
kendali si bayi. Gerak reflex di sini
berupa aktivitas “kenyuttelan” (such-swallow) yang ritmis. Pada waktu baru
lahir pengenyutan dilakukan dengan gerakan rahang ke atas dank e bawah. Dalam
beberapa minggu kemudian si bayi mulai mengembangkan gerakan ke samping.
Gerakan rahang ke depan dan ke belakang baru terjadi pada saat bayi berusia
satu tahun.
2.
Bunyi
Berdekut
Mendekati
usia dua bulan bayi telah mengembangkan kendali otot mulut untuk memulai dan
menghentikan gerakan secara mantap. Pada tahap ini suara tawa dan suara
berdekut (cooing) telah terdengar. Bunyi berdekut ini agak mirip dengan bunyi
(ooo) pada burung merpati. Bunyi berdekut ini sebenarnya adalah bunyi “kuasi
konsonan” yang berlangsung dalam satu embusan napas, bersamaan dengan seperti
bunyi konsonan belakang dan tengah dengan vokal belakang, tetapi tanpa
resonansi penuh. Bunyi konsonannya mirip dengan bunyi (s) dan bunyi hambat
velar yang mirip dengan bunyi (k) dan (g).
3.
Bunyi
berleter
Berleter
adalah mengeluarkan bunyi yang terus menerus tanpa tujuan. Berleter ini
biasanya di lakukan bayi yang berusia antara empat sampai enam bulan. Pada masa
ini si anak sudah mampu membuat bunyi vokal yang mirip bunyi (a). Lalu, kemampuan untuk mengkatupkan bibir mungkin dia menghasilkan bunyi labil. Bunyi
yang di hasilkan mirip bunyi frikatif, tetapi lebih bergetar. Masa ini lazim di
sebut masa anak “berleter” (babble), masa mengeluarkan berbunyi bersuku kata
tungggal yang panjang.
4.
Bunyi
Berleter Ulang
Kalau
bunyi berdekut, yang terjadi pada
usia antara dua sampai tiga bulan, muncul pada saat anak berinteraksi dengan
orang lain, maka bunyi berleter terjadi
atau banyak dilakukan ketika si anak sedang sendirian, tidak ada orang lain
(Nakazina, 1975; Stark, 1981). Jadi, pada masa ini si anak memperdengarkan
suaranya sendiri. Hal ini memang penting bagi perkembangan penguasaan bahasa
selanjutnya. Dia dapat memantau sampai dimana dia dapat mengucapkan bunyi
seperti orang dewasa di sekitarnya.
5.
Bunyi
Vokabel
Vokabel
adalah bunyi yang hamper menyerupai kata, tetapi tidak mempunyai arti, dan
bukan merupakan tiruan orang dewasa. Bentuk vokabel ini sudah konsisten secara
fonetis. Vokabel ini terdiri dari empat macam, yaitu (1) satu vokal atau vokal
yang diulang, (2) nasal yang silabis, (3) frikatif yang silabis, dan (4)
rangkaian konsonan vokal, dengan atau tanpa reduplikasi, dan konsonanya berupa
nasal atau bunyi hambat.
b. Tahap
Perkembangan Kata dan Kalimat
Kemampuan bervokabel dilanjutkan
dengan kemampuan mengucapkan kata, lalu mengucapkan kalimat sederhana, dan
kalimat yang lebih sempurna. Namun, hal ini dikuasai secara berjenjang dan
dalam jangka waktu tertentu.
1.
Kata
Pertama
Menurut
Francescato (1968, dalam purwo 1989), anak belajar mengucapkan kata sebagai
suatu keseluruhan, tanpa memperhatikan fonem kata-kata itu satu per satu.
Sedangkan menurut waterson, 1971 dalam purwo 1989), anak hanya dapat menangkap
cirri-ciri tertentu dari kata yang di ucapkan oleh orang dewasa, dan
pengucapanya terbatas pada kemampuan artikulasinya. Umpamanya, ketika pada
tahap tertentu si anak belum mampu mengucapkan fonem (k), tetapi sudah dapat
mengucapkan fonem (t), dia akan enirukan kata (ikan ) dan (bukan) yang di
ucapkan orang dewasa dengan lafal (itan) dan (butan).
2.
Kalimat
Satu Kata
Kalimat
satu kata yang lazim di sebut ucapan holofrasis
oleh banyak pakar dapat dianggap bukan sebagai kalimat, karena makanya
sukar diprediksikan. Kalimat bagi mereka dalam pemerolehan sintaksis baru
dimulai kalau anak itu sudah dapat menggunakan dua buah kata (lebih kurang
ketika berusia dua tahun).
3.
Kalimat
Dua kata
Yang
dimaksud dengan kalimat dua kata adalah kalimat yang hanya terdiri dari dua
buah kata, sebagai kelanjutan dari kalimat satu kata. Kemampuan untuk
menggabungkan dua kata ini dalam bentuk sebuah kalimat dikuasai anak menjelang
usia 18 bulan. Dalam menggabungkan kata, anak mengikuti urutan kata yang
terdapat pada bahasa orang dewasa.
4.
Kalimat
Lebih Lanjut
Setelah
penguasaan kalimat dua kata mencapai tahap tertentu, maka berkembanglah
penyusunan kalimat yang terdiri dari tiga buah kata. Menurut Brown
(1973)konstruksi kalimat tiga kata ini sebenarnya merupakan hasil dari
penggabungan atau perluasan dari konstruksi dua kata sebelumnya yang digunakan.
c. Tahap
Menjelang Sekolah
Yang
di maksud dengan menjelang sekolah di sini adalah menjelang anak masuk sekolah
dasar; yaitu pada waktu mereka berusia antara lima sampai enam tahun.
Pendidikan di taman kanak-kanak (TK), apalagi kelompok bermain (play group) belum dapat dianggap sebagai
sekolah, sebab sifatnya hanya menolong anak untuk siap memasuki pendidikan
dasar. Menurut benedick (1979), mengenai perkembangan kosakata pada usia
sekitar 13 bulan anak sudah menguasai secara reseptif sekitar 50 buah kata;
tetapi baru sekitar 19 bulan anak dapat secara produktif mengeluarkan kata-kata itu. Usia anttara dua setengah
sampai empat setengah tahun merupakan masa pesat-pesatnya perkembangan kosakata
itu. Malah menurut Clark (1982 dalam purwo 1989) pada usia antara dua sampai
enam tahun anak cenderung menciptakan kata-kata baru.untuk konsep-konsep
tertentu, misalnya menyatakan kata pourer
(yang seharusnya cup), kata
plant-man (yang seharusnya gardener),
atau menggunakan kata crackering
dalam kalimat I am crackering my sup.
Ketika
memasuki taman kanak-kanak anak sudah menguasai hamper semua kaidah dasar
gramatikal bahasanya. Dia sudah dapat membuat kalimat berita, kalimat Tanya,
dan sejumlah konstruksi lain. Hanya dia masih mendapat kesulitan dalam membuat
kalimat pasif. Menurut Harwood (1959,
dalam purwo, 1989) anak sampai usia lima setengah tahun belum sepenuhnya dapat
membuat kalimat pasif . dari sekitar 12.000 buah kalimat sepontan yang dibuat
anak-anak usia lima tahun harwood tidak menemukan sebuah pun kalimat pasif.
Menurut Baldie (1976, dalam purwo 1989) baru sekitar 80% dari anak usia tujuh
setengah sampai delapan tahun dapat membuat kalimat pasif. Anak prasekolah juga
masih mendapat kesulitan dengan konstruksi kalimat imperative (Erwin – Tripp,
1977 dalam purowo, 1989). Namun, anak pada masa prasekolah ini telah mempelajari
hal-hal yang diluar kosakata dan tata bahasa. Mereka sudah dapat menggunakan
bahasa dalam konteks social yang bermacam-macam. Mereka dapat berkata kasar
pada teman-temannya, tetapi juga dapat berkata sopan kepada orang tuanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar