Selasa, 01 Oktober 2013

pengertian metode kontekstual

PENGERTIAN METODE KONTEKSTUAL
Metode  kontekstual adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari (Depdiknas, 2002:5). Dari batasan di atas, dapat ditarik dua hal pokok, yakni mengenai peran guru dan peran siswa dalam pembelajaran.
Dalam pembelajaran kontekstual, siswa harus meyakini bahwa yang mereka pelajari itu berguna sebagai bekal hidup mereka. Sekaitan dengan itu, di sisi lain, guru harus menjadi fasilitator yang membimbing siswa untuk dapat menemukan sendiri hal-hal yang seharusnya mereka temukan. Dalam pembelajaran kontekstual, siswa harus memposisikan diri sebagai diri sendiri yang sedang mencari bekal untuk hidupnya nanti. Dalam upaya itu, guru berperan sebagai pengarah dan pembimbing.
Dalam pembelajaran kontekstual, tugas guru adalah membantu siswa mencapai tujuannya. Oleh karena itu, tugas guru lebih berkaitan dengan perancangan strategi pembelajaran, bukan sekadar pemberi informasi mengenai materi pembelajaran. Guru secara profesional bertugas membimbimbing siswa untuk belajar sendiri, menemukan, dan memperoleh kometensi-kompetensi baru yang berguna bagi kehidupan mereka.

KOMPONEN PENDEKATAN KONTEKSTUAL
Pendekatan CTL memiliki tujuh komponen utama, yaitu konstruktivisme (Contructivism), menemukan (Inquiry) bertanya (Questioning), masyarakar-belajar (Learning Community), permodelan (Modeling), refleksi (Reflection) dan penilaian yang sebenarnya (Authentic Assesment). Sebuah kelas dikatakan menggunakan pendekatan CTL jika menerapkan ketujuh komponen tersebut dalam pembelajarannya.
a. Konstruktivisme (Constructivism)
Konstruktivisme lahir dari gagasan Jean Piaget dan Vigotsky. Hakikat dari teori konstruktivisme adalah ide bahwa siswa harus menjadikan hal-hal yang dielajari itu menjadi miliknya sendiri. Dalam hal ini, tugas guru tidak semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa, tetapi membimbing mereka untuk belajar sendiri bahkan dengan menggunakan strategi mereka sendiri. Guru harus membimbing siswa membangun pengetahuan di dalam benaknya sendiri sehingga apa yang dielajarinya itu menjadi sangat bermakna dan sangat relevan bagi kehidupan mereka Ada beberapa prinsip konstruktivisme yang penting dicatat sebagai berikut. (1) Pengetahuan dan keterampilan dibangun oleh siswa secara aktif. (2) Pusat aktivitas pembelajaranterletak pada siswa, partisipasi siswa dalam pembelajaran dinomorsatukan. (3) Tugas guru adalah membantu siswa belajar, guru adalah fasilitator.
Sesuai dengan teori konstruktivisme yang menjadi landasan CTL, guru harus meyakinkan siswa bahwa mereka akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan ketrampilan barunya. Dengan demikian, prosedur inkuiri relevan untuk digunakan dalam pembelajaran kontekstual.

b. Menemukan (Inquiry)
Proses menemukan merupakan kegiatan inti dari pembelajaran kontekstual. Pengeatahuan dan keteramilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil proses mengingat materi yang disajikan guru, melainkan hasil dari menemukan sendiri fakta-fakata yang dipelajari. Guru harus selalu merancang kegiatan inkuiri ini dalam setiap pembelajaran yang dikelolanya. Kegiatan inkuiri yang harus dirancang guru meliputi: observasi (observation), bertanya (questioning), mengajukan dugaan (hiphotesis), pengumpulan data (data gathering), penyimpulan (conclussion). Kata kunci strategi inkuiri adalah ’siswa menemukan sendiri’. Untuk menumbuhkan semangat siswa untuk melakukan kegiatan menemukan sediri tersebut, maka guru harus senantiasa mengembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.

c. Bertanya (Questioning)
Pengetahuan dan keterampilan yang berkesan pada diri siswa adalah pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh dengan dorongan perasaan ingin tahu. Perasaan ingin tahu ini yang mendorong siswa untuk bertanya. Guru harus selalu menciptakan strategi yang daat membangkitkan rasa ingin tahu siswa dan mendorong siswa untuk bertanya dan bertanya tentang apa yang dia inginkan untuk diketahui. Kegiatan bertanya dapat muncul dalam kelompok belajar yang partisipatif. Oleh karena itu, guru sebaiknya menciptakan masyarakat belajar (learning community) di dalam kelas yang dikelolanya.

d. Masyarakat Belajar (Learning Community)
Masyarakat belajar dapat terjadi apabila terjadi komunikasi dua arah. Seorang guru yang menjelaskan sebuah topik kepada para siswa bukanlah contoh masyarakat belajar. Dalam masyarakat belajar, siswa saling belajar satu sama lain. Dalam masyarakat belajar, siswa bertanya dan siswa lain menjawab, mereka saling bertukar pikiran, bertukar pendapat, dan bertukar pengalaman. Dalam pembelajaran seperti ini, tugas guru tidak sekadar menjelaskan sesuatu dan menjawab pertanyaan siswa. Tuas guru adalah mengelola kelas agat antara siswa dan guru, antara siswa dan siswa lain terjadi saling bertanya, saling menjawab, saling bertukar pikiran, bertukar gagasan , dan saling bertukar pengalaman.
Ketika seorang siswa tampil menyajikan hasil diskusi atau hasil kerjanya, siswa lain memperhatikan, mempelajarinya, dan membandingkannya dengan apa yang telah mereka peroleh atau yang telah mereka kerjakan. Penyajian hasil kerja seorang siswa atau sebuah kelompok dapat menjadi model bagi siswa atau kelompok yang lainnya.

e. Pemodelan (Modeling)
Ketika seorang guru atau salah seorang siswa membacakan puisi di muka kelas, ia menjadi model bagi para siswa. Model dapat didatangkan dari kelas lain atau dari luar sekolah. Guru dapat menghadirkan juara baca puisi atau penyair untuk membacakan puisi di muka kelas. Model dapat juga berupa rekaman audio atau audio visual. Pemodelan ini, terutama dalam pembelajaran sastra, jangan membuat proses pembelajaran menjadi terjebak pada roses peniruan tanpa proses internalisasi. Misalnya, siswa siswa meniru intonasi, suara, mimik. gerak model yang ditampilkan. Oleh karena itu, setiap penampilan model harus dibahas di dalam kelompok atau secara klasikal oleh para siswa agar siswa melakukan internalisasi dan mereka benar-benar menjadi subjek yang aktif dan kreatif.

f. Refleksi (Reflection)
Refleksi adalah sebuah proses perenungan yang dilakukan oleh mengenai pengetahuan dan keterampilan yang baru saja dipelajarinya dan yang sudah menjadi miliknya. Siswa mengendapkan apa yang baru dipelajarinya sebagai bangunan pengetahuan dan keterampilan baru yang mengukuhkan, memperkaya, atau merevisi apa yang telah menjadi miliknya. Pada proses refleksi ini siswa bisa saja menghubungkan materi baru dielajarinya dengan kehidupan. Ia menimbang-nimbang tentang manfaatnya serta kedudukannya dalam bangunan cita-cita hidupnya di masa yang akan datang. Misalnya, siswa merenung: “Oh, selama ini saya keliru dalam membaca puisi. Saya tidak berusaha memahami dulu puisi yang hendak dibaca. Saya hanya meniru saja apa yang dilakukan teman-teman sewaktu membaca”. Guru bertugas merancang roses refleksi ini dengan sebaik-baiknya sehingga bagian ini terasa oleh siswa sebagai kegiatan yang menyenangkan dan sekaligus bermanfaat.
g. Penilaian Otentik (Authentic Assessment)
Penilaian merupakan proses pengumpulan berbagai data yang dapat memberikan gambaran tentang perkembangan belajar siswa. Gambaran perkembangan belajar siswa perlu diketahui oleh guru agar bisa dipastikan bahwa siswa mengalami proses pembelajaran dengan benar. Apabila data yang terkumpul mengisyaratkan bahwa siswa mengalami kendala dalam belajar, maka guru segera bisa mengambil langkah yang tepat agar siswa mengatasi kendala tersebut. Karena assesment memberikan tekanan pada proses pembelajaran, maka data yang dikumpulkan harus diperoleh dari kegiatan nyata yang dikerjakan siswa pada saat melakukan proses pembelajaran. Guru yang ingin mengetahui perkembangan belajar bahasa Indonesia para siswanya harus mengumpulkan data dari kegiatan nyata saat para siswa berbahasa Indonesia, bukan pada saat para siswa mengerjakan tes bahasa Indonesia. Data yang diambil dari kegiatan siswa saat siswa melakukan kegiatan berbahasa Indonesia itulah yang disebut data autentik.
Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan Kontekstual
Kelebihan
Dalam pendekatan kontekstual siswa akan lebih percaya diri dalam mengungkapkan apa yang mereka lihat dan apa yang mereka alami dalam kehidupan nyata, dan membuat mereka siap menghadapi masalah-masalah yang biasa muncul dalam kehidupan sehari-hari. Serta lebih menyenangkan karena siswa tidak jenuh dengan pembelajaran yang monoton di dalam kelas. Selain itu dengan pembelajaran dengan konteks alam membuat siswa akan lebih mencintai lingkungan dan menjaga kelestarian lingkungan yang ada disekitarnya dan lebih peka terhadap alam. Dilain pihak guru lebih berperan dalam menentukan tema pembelajaran yang akan dilangsungkan.
Contohnnya dalam pembelajaran ipa kelas awal. Terdapat materi mengenal lingkungan sehat dan tidak sehat. Siswa dapat dibawa ke lingkungan sekitar sekolah secara langsung. Bagaimana lingkungan yang bersih menjamin kesehatan. Dan lingkungan yang kumuh dapat menyebabkan penyakit. Mulai dari penyakit yang ringan sampai penyakit yang berbahaya.


Kekurangan
Terdapat beberapa kekurangan dalam pendekatan kontekstual salah satunya ialah waktu yang digunakan kurang efisien karena membutuhkan waktu yang cukup untuk mengaitkan tema dengan materi. Dan bila diterapkan pada kelas kecil seperti siswa kelas 1 dan 2. Guru kesulitan dalam menciptakan kelas yang kondusif. Menurut kami pada siswa kelas awal jika diajak pembelajaran di luar kelas siswa akan sulit diatur, dan membutuhkan pengawasan ekstra karena pada umumnya siswa memiliki keingintahuan yang sangat besar.
Contoh beberapa kekurangan dari pendekatan kontekstual adalah mahalnya fasilitas yang akan digunakan dalam membahas materi lagi pula sebagian materi pada sd kelas tinggi tidak mungkin disampaikan secara kontekstual. Seperti masalah reproduksi dalam IPA.
Ciri Umum Model Kontekstua.
Model pembelajaran kontekstual merupakan rancangan pembelajaran yang dibangun atas dasar asumsi. Cara yang terbaik adalah siswa mengkonstruksi sendiri secara aktif pemahamannya. Karena kebiasaan guru “akting di panggung dan siswa menonton” harus dirumah menjadi “siswa aktif bekerja dan belajar di panggung, sedangkan guru membimbingnya dari dekat”.


etode kontektual 1

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam CTL, yaitu:
1. Belajar bukanlah menghapal, akan tetapi proses mengkontruksi pengetahuan sesuai dengan pengalaman yang mereka miliki
2. Belajar bukan sekedar mengumnpulkan fakta yang lepas-lepas
3. Belajar adalah proses pemecahan masalah
4. Belajar adalah proses pengalaman sendiri yang berkembang dari yang sederhana menuju yang kompleks
5. Belajar pada hakikatnya adalah menangkap pengetahuan dari kenyataan.
B. Konsep Dasar Metode Pembelajaran Kontekstual
Kontekstual adalah salah satu prinsip pembelajaran yang memungkinkan siswa belajar dengan penuh makna. Dengan memperhatikan prinsip kontekstual, proses pembelajaran diharapkan mendorong siswa untuk menyadari dan menggunakan pemahamannya untuk mengembangkan diri dan menyelesaikan berbagai persoalan yang dihadapinya dalam kehidupan sehari-hari. Prinsip kontekstual sangat penting untuk segala situasi belajar. Ada sembilan konteks belajar yang melingkupi siswa, yaitu:

1. Konteks tujuan ( Tujuan apa yang akan dicapai ? )
2. Konteks isi ( Materi apa yang akan diajarkan ? )
3. Konteks sumber ( Sumber belajar bagaimana yang bisa dimanfaatkan ? )
4. Konteks target siswa ( Siapa yang akan belajar ? )
5. Konteks guru ( Siapa yang akan mengajar ? )
6. Konteks metode ( Strategi belajar apa yang cocok diterapkan ? )
7. Konteks hasil ( Bagaimana hasil pembelajaran yang akan diukur?)
8. Konteks kematangan ( Apakah siswa telah siap dengan hadirnya sebuah konsep atau pengetahuan baru?)
9. Konteks lingkungan ( Dalam lingkungan yang bagaimanakah siswa belajar ? ).

Contextual teaching and Learning (CTL) adalah suatu strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka.

Ada tiga hal yang harus dipahami. Pertama CTL menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi, kedua CTL mendorong agar siswa dapat menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata, ketiga mendorong siswa untuk dapat menerapkan dalam kehidupan.

Terdapat lima karakteristik penting dalam proses pembelajaran yang menggunakan pendekatan CTL:
1. Pembelajaran merupakan proses pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activating knowledge)
2. Pembelajaran untuk memperoleh dan menambah pengetahuan baru (acquiring knowledge)
3. Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge)
4. Mempraktikan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying knowledge)
5. Melakukan refleksi (reflecting knowledge)

C. Indikator Pembelajaran Kontekstual

1. Konstruktivisme (Constructivism)
Menekankan bahwa pembelajaran tidak semata sekedar menghafal, mengingat pengetahuan. Akan tetapi merupakan suatu proses belajar mengajar dimana siswa sendiri aktif secara mental. Membangun pengetahuannya, yang didasari oleh struktur pengetahuan yang dimilikinya.

2. Menemukan (Inquiry)
Menemukan merupakan bagian inti dari aktivitas pembelajaran berbasis kontekstual. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa bukan dari hasil mengingat fakta-fakta melainkan dari hasil menemukan sendiri. Kegiatan menemukan (inquiry) merupakan sebuah siklus yang terdiri dari observasi(observation), bertanya (questioning), Mengajukan dugaan (hiphotesis), pengumpulan data (data gathering), dan penyimpulan (conclusion).

3. Bertanya (Questioning)
Bertanya adalah strategi utama pembelajaran berbasis kontekstual, yang bermanfaat untuk:
• Menggali informasi
• Menggali pemahaman siswa
• Membangkitkan daya respon siswa
• Mengetahui sampai sejauh mana keinginan dan minat siswa
• Memfokuskan perhatian pada sesuatu yang dikehendaki guru
• Membangkitkan lebih luas lagi pertanyaan dari siswa, dalam rangka menyegarkan kembali pengetahuan siswa.

4. Masyarakat belajar (Learning Community)
Konsep masyarakat belajar menyarankan hasil pembelajaran didapat dari hasil kerja sama dengan orang lain. Hasil belajar diperoleh dari “sharing” antar teman, antar kelompok, dan antar yang tahu ke yang belum tahu. Masyarakat belajar akan berjalan baik jika terjadi komunikasi dua arah, dua kelompok atau lebih yang terlibat aktif dalam komunikasi pembelajaran saling belajar.

5. Pemodelan (Modeling)
Membahasakan yang ada dalam pemikiran adalah salah satu bentuk dari pemodelan. Jelasnya pemodelan adalah membahasakan yang dipikirkan, memdemonstrasi bagaimana guru menghendaki siswanya untuk belajar dan melakukan sesuatu. Dalam pembelajaran kontekstual, Guru bukan satu-satunya model. Model bisa dirancang dengan melibatkan siswa atau bisa juga mendatangkan dari luar.

6. Refleksi (Reflection)
Refleksi merupakan cara berpikir atu merespon tentang apa yang baru dipelajari. Berpikir ke belakang tentang apa yang sudah dilakukan dimasa lalu. Pengejawantahannya dalam pembelajaran adalah guru menyiapkan waktu sejenak agar siswa dapat melakukan refleksi yang berupa pernyataan langsung tentang apa yang sudah diperoleh pada hari itu.

7. Penilaian yang sebenarnya (Authentic Assessment)
Penilaian adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa member gambaran mengenai perkembangan belajar siswa. Dalam pembelajaran berbasis CTL, gambaran perkembangan belajar siswa perlu diketahui guru, agar siswa dapat memastikan bahwa siswa mengalami pembelajaran yang benar. Fokus penilaian adalah pada penyelesaian tugas yang relevan dan kontekstual. Evaluasi dilakukan terhadap proses maupun hasil.

D. Bentuk Pembelajaran dalam Metode Kontekstual

1. Mengaitkan (Relating)
Dalam hal ini guru menggunakan strategi relating apabila ia mengkaitkan konsep baru dengan sesuatu yang sudah dikenal siswa. Jelasnya, mengkaitkan apa yang sudah diketahui siswa dengan informasi baru.

2. Mengalami (Experiencing)
Merupakan inti pembelajaran kontekstual dimana mengkaitkan berarti menghubungkan informasi baru dengan pengalaman maupun pengetahuan informasi baru dengan pengalaman sebelumnya. Pembelajaran bisa terjadi dengan lebih cepat ketika siswa memanfaatkan (memanipulasi) peralatan dan bahan serta melakukan bentuk-bentuk penelitian yang aktif.

3. Menerapkan (Applying)
Ketika siswa menerapkan konsep dalam aktivitas belajar memecahkan masalahnya, guru dapat memotivasi siswa dengan memberikan latihan yang realistik dan relevan.

4. Kerja sama (Cooperating)
Siswa yang bekerja sama secara kelompok biasanya mudah mengatasi masalah yang komplek dengan sedikit bantuan ketimbang siswa yang bekerja secara individual. Pengalaman bekerja sama tidak hanya membantu siswa mempelajari bahan pembelajaran tetapi konsisten dengan dunia nyata.

5. Mentransfer (Transferring)
Fungsi dan peran guru dalam konteks ini adalah menciptakan bermacam-macam pengalaman belajar dengan fokus pada pemahaman bukan hapalan.

D. Kelebihan dan Kelemahan

Suatu metode pembelajaran mempunyai kelebihan dan kelemahannya masing-masing. Demikian pula dengan metode pembelajaran kontekstual.

1. Kelebihan:
• Peserta didik mampu menghubungkan teori dengan kondisi di lapangan yang sebenarnya.
• Peserta didik dilatih agar tidak tergantung pada menghapal materi
• Melatih peserta didik untuk berpikir kritis dalam meghapdapi suatu permasalahan
• Melatih peserta didik untuk berani menyampaikan argumen, bertanya, serta menyampaikan hasil pemikiran
• Melatih kecakapan interpersonal untuk berhubungan dengan orang lain.

2. Kelemahan:
• Membutuhkan waktu lama dalam pelaksanaannya
• Membutuhkan banyak biaya

E. Kriteria Pembelajaran Metode Kontekstual/CTL
1. Siswa sebagai subjek belajar
2. Siswa belajar melalui kegiatan kelompok
3. Pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata
4. Kemampuan didasarkan atas pengalaman
5. Tujuan akhir kepuasan diri
6. Prilaku dibangun atas kesadaran
7. Pengetahuan yang dimiliki individu berkembang sesuai dengan pengalaman yang dialaminya
8. Siswa bertanggungjawab dalam memonitor dan mengembangkan pembelajaran
9. Pembelajaran bisa terjadi dimana saja
10. Keberhasilan pembelajaran dapat diukur dengan berbagai cara.

II. ISI

A. Topik/Materi Pembelajaran
Sebelum memulai proses belajar mengajar, hendaknya guru telah menentukan materi yang akan diajarkan terlebih dahulu. Disini bisa dimisalkan dengan meggunakan materi, “Kewirausahaan”.

B. Langkah-langkah Pengaplikasian Pembelajaran Metode Kontekstual

1. Pembelajaran berbasis masalah
Sebelum memulai proses belajar mengajar, hendaknya Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menganalisis mengenai “Apa itu wirausaha? ” yang kemudian merangsang siswa untuk mengungkapkan argumennya masing-masing, yang kemudian dilanjutkan dengan argumen dari guru itu sendiri.
Selanjutnya, tugas guru adalah merangsang siswa untuk berpikir lebih kritis dalam pemecahan masalah yaitu dengan memberikan beberapa pertanyaan yang lebih luas mengenai ‘Kewirausahaan’, misalnya pertanyaan:
• Apa peranan wirausaha dalam perekonomian?
• Apa saja ciri-ciri wirausaha!
• Apa saja syarat-syarat untuk menjadi wirausahawan?
• Apa saja bidang usaha yang terdapat dalam wirausaha?
Hal tersebut ditujukan agar siswa mampu bertukar pendapat dengan teman, mau bertanya, membuktikan asumsi dan saling mendengarkan perspektif yang berbeda-beda hingga bisa memperoleh suatu kesimpulan sebelum bertanya kepada guru.
Dengan demikian secara teori, materi ‘kewirausahaan’ bisa dibahas bersama antara guru dengan peserta didik. Hal tersebut bertujuan untuk membangun interaksi dan pemecahan masalah bersama.

2. Pemanfaatan lingkungan dan memberikan aktivitas kelompok
Kegiatan secara berkelompok bisa memperluas perspektif dan membangun kecakapan interpersonal untuk berhubungan dengan orang lain. Di sini guru bisa memberikan penugasan yang dapat dilakukan di berbagai konteks lingkungan yang sekiranya berhubungan dengan konteks ‘kewirausahaan’:
• Lingkup usaha formal : PT, CV, Firma, Koperasi, dll.
• Lingkup usaha informal : Pedagang kelontong, Pedagang kaki lima, dll.
Penugasan ini memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk belajar di luar kelas. Misalnya, penugasan untuk melakukan wawancara di lingkungan yang telah ditetapkan untuk masing-masing kelompok. Wawancara tersebut bisa dilakukan dengan penentuan topik pertanyaan yang sudah disusun terlebih dahulu, misalnya:
• Apa saja syarat yang mendukung/menjamin berdirinya badan usaha yang didirikan itu (jika ada)?
• Apa kelebihan dan kekurangan setelah menjalani usaha tersebut?
• Laporan keuangan apa saja yang dibutuhkan (jika ada)?
• dll. (ditujukan agar siswa mampu membuat pertanyaan sekreatif mungkin untuk dapat menjawab pertanyaan yang ingin mereka ketahui)
Dengan demikian diharapkan agar peserta didik memperoleh pengalaman langsung tentang apa yang sedang dipelajari. Karena pengalaman belajar merupakan aktivitas belajar yang harus dilakukan siswa dalam rangka mencapai penguasaan standar kompetensi, kemampuan dasar dan materi pembelajaran.

3. Membuat aktivitas belajar mandiri
Setelah melakukan kegiatan di lingkungan nyata, maka bisa diberikan tugas secara individu untuk merefleksikan hasil dari kegiatan wawancara. Misalnya siswa diberi penugasan untuk membuat kesimpulan dan menyusun jawaban atas pertanyaan yang sudah diberikan sebelumnya mengenai ‘kewirausahaan’, sekreatif mungkin ke dalam bentuk bagan.
Contoh:
PT (Perseroan Terbatas)
Struktur organisasi
Syarat-syarat pendirian
Ciri-ciri badan usaha
Laporan keuangan yang dibutuhkan
dst.

Peserta didik tersebut diharapkan mampu mencari, menganalisis dan menggunakan informasi dengan sedikit atau bahkan tanpa bantuan guru. Supaya dapat melakukannya, siswa harus lebih memperhatikan bagaimana mereka memproses informasi, menerapkan strategi pemecahan masalah, dan menggunakan pengetahuan yang telah mereka peroleh. Pengalaman pembelajaran kontekstual harus mengikuti uji-coba terlebih dahulu, menyediakan waktu yang cukup, dan menyusun refleksi, serta berusaha tanpa meminta bantuan guru supaya dapat melakukan proses pembelajaran secara mandiri (independent learning).

4. Membuat aktivitas belajar bekerja sama dengan masyarakat
Untuk lebih mematangkan pengetahuan peserta didik, bisa juga ditambahkan dengan penugasan untuk turun ke lapangan untuk merasakan magang pada sektor usaha yang sudah ditentukan oleh guru.
Sekolah dapat melakukan kerja sama dengan orang tua siswa yang memiliki keahlian khusus untuk menjadi guru tamu. Hal ini perlu dilakukan guna memberikan pengalaman belajar secara langsung dimana siswa dapat termotivasi untuk mengajukan pertanyaan. Selain itu, kerja sama juga dapat dilakukan dengan institusi atau perusahaan tertentu untuk memberikan pengalaman kerja. Misalnya meminta siswa untuk magang di tempat kerja.

III. PENUTUP
Evaluasi Pembelajaran
Dalam pembelajaran kontekstual, penilaian autentik dapat membantu siswa untuk menerapkan informasi akademik dan kecakapan yang telah diperoleh pada situasi nyata untuk tujuan tertentu. Menurut Johnson (2002: 165), penilaian autentik memberikan kesempatan luas bagi siswa untuk menunjukkan apa yang telah mereka pelajari selama proses belajar-mengajar. Adapun bentuk-bentuk penilaian yang dapat digunakan oleh guru adalah portfolio, tugas kelompok, demonstrasi, dan laporan tertulis.
Sebagai bekal evaluasi, guru harus mampu mengukur dan menilai kemampuan peserta didik atas pembelajaran materi yang telah dilakukan. Kriteria penilaian yang digunakan bisa bermacam-macam sesuai dengan kebutuhan peserta didik.
Berdasarkan contoh aplikasi pembelajaran dengan menggunakan metode kontekstual di atas, maka bisa diterapkan penilaian autentik, diantaranya adalah:

• Penilaian Demonstrasi
Penilaian ini bisa dilaksanakan dengan cara mempresentasikan hasil diskusi masing-masing kelompok di depan peserta didik yang lain. Hal tersebut bertujuan untuk mengukur sejauh mana siswa menguasai materi yang telah dipelajari berdasarkan hasil pengamatan ke lapangan secara langsung, melatih siswa untuk berani berasumsi dan mampu mengaitkan materi/teori dengan kondisi di lapangan. Dengan adanya diskusi, bisa merangsang siswa untuk mampu saling aktif bertanya dan menanggapi permasalahan.

• Penilaian Laporan Tertulis
Untuk lebih mematangkan seberapa jauh kemampuan peserta didik dalam menguasai materi, dapat juga dilakukan penilaian laporan tertulis berupa essay singkat atau bisa juga dengan ‘pop quiz’ yang berhubungan dengan materi yang sedang di bahas.

Menurut Brooks&Brooks dalam Johnson (2002: 172), bentuk penilaian seperti ini lebih baik dari pada menghafalkan teks, siswa dituntut untuk menggunakan keterampilan berpikir yang lebih tinggi agar dapat membantu memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.
Contextual Teaching & Learning (CTL) dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja, bidang studi apa saja, dan kelas yang bagaimanapun keadaannya. Pendekatan CTL dalam kelas cukup mudah. Secara garis besar, langkahnya sebagai berikut ini. 

Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya.
Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik.
kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.
Ciptakan masyarakat belajar.
Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran.
Lakukan refleksi di akhir pertemuan.
Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara.
Dalam menerapkan pembelajaran kontekstual di kelas, seorang guru harus memerhatikan tujuh komponen CTL sebagai berikut:

1.  Konstruktivisme
Membangun pemahaman mereka sendiri dari pengalaman baru berdasar pada pengetahuan awal.
Pembelajaran harus dikemas menjadi proses “mengkonstruksi” bukan menerima pengetahuan.

2.  Inquiry
Proses perpindahan dari pengamatan menjadi pemahaman.
Siswa belajar menggunakan keterampilan berpikir kritis.

3.  Questioning (Bertanya)
Kegiatan guru untuk mendorong, membimbing dan menilai kemampuan berpikir siswa.
Bagi siswa yang merupakan bagian penting dalam pembelajaran yang berbasis inquiry.

4.  Learning Community (Masyarakat Belajar)
Sekelompok orang yang terikat dalam kegiatan belajar.
Bekerjasama dengan orang lain lebih baik daripada belajar sendiri.
Tukar pengalaman.
Berbagi ide.

5.  Modeling (Pemodelan)
Proses penampilan suatu contoh agar orang lain berpikir, bekerja dan belajar.
Mengerjakan apa yang guru inginkan agar siswa mengerjakannya.

6.  Reflection (Refleksi)
Cara berpikir tentang apa yang telah kita pelajari.
Mencatat apa yang telah dipelajari.
Membuat jurnal, karya seni, diskusi kelompok

7.  Authentic Assessment (Penilaian yang Sebenarnya)
Mengukur pengetahuan dan keterampilan siswa.
Penilaian produk (kinerja).
Tugas-tugas yang relevan dan kontekstual.


harap lebih teliti dalam pembacaanya!!!!

pengertian belajar dan pembelajaran kontektual


Hakikat Blajar
Hakikat belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya
FAKTOR-FAKTOR HAKIKAT BELAJAR
Faktor-faktor belajar yang dipandang dari segi Faktor Psikologis seseorang yaitu:
1.Kecerdasan dan bakat
 Pembelajaran merupakan proses membantu individu mencapai pengkembangan optimal dari kecerdasan yang dimiliki. Kecerdasan seseorang sangat bervariasi walau umur yang sama. Untuk itu guru harus memperhatikan hal ini.
      Perlu diketahui bahwa kecerdasan seseorang sebenarnya telah terbentuk sampai 50% pada saat usia 4 tahun, dan terbentuk sampai 80% diperoleh saat usia kurang lebih 8 tahun. Sedangkan 20% sisanya masih dapat terbentuk sampai usia kurang lebih 20 tahun. Dan titik optimal adalah pada usia 20 sampai 30 tahun. Usia 30-60 tahun mengalami penurunan.
       Berdasarkan hal tersebut sebenarnya pada saat guru mengajarkan siswa SMU tingkat kacerdasan mereka sudah terbentuk. Pembelajaran hanya mengoptimalkan kemampuan, dan tidak diperkenankan memaksakan kehendak untuk menjadikan anak melebihi kapasitas tingkat kecerdasannya.
2. Motivasi
    Seseorang akan terdorong untuk belajar apabila ada motivasi tertentu. Motivasi biasanya terkait erat dengan adanya suatu kebutuhan. Untuk itu untuk menimbulkan motivasi belajar siswa.Hal ini disebabkan karena motivasi mempunyai fungsi yang cukup besar dalam belajar, yaitu mendorong manusia untuk berbuat, menentukan arah perbuatan, dan menyeleksi perbuatan.
3.Perhatian
     Perhatian dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu:
    Perhatian disengaja: perhatian yang timbul karena keharusan untuk memperhatikan. Perhatian jenis ini biasanya untuk dapat berhasil, karena siswa merasa ada pemaksaan. Hanya saja diharapkan guru dapat mengkondisikan perhatian ini untuk menjadikan siswa tidak terpaksa.
Perhatian spontan: Suatu perhatian di mana orang akan tertarik untuk melihat atau mendengarkan sesuatu atas kemauannya sendiri. Perhatian ini hasilnya dapat bertahan lama. Guru diharapkan dapat memotivasi siswa yang awalnya menggunakan perhatian yang disengaja menjadi perhatian spontan.
    
  Perhatian memusat: Perhatian pada satu objek tertentu. Hal ini dilakukan untuk memperhatikan objek yang harus diperhatikan adalah menuntut ketelitian.
4.Ingatan
    Yaitu penyampaian kesan-kesan tanpa disadari. Kesan yang tersimpan tersebut dapat disadarkan kembali bila keadaan meminta/diperlukan. Daya ingat seseorang terbatas, sehingga banyak yang pernah diingat akan lupa. Cara untuk menjadikan daya ingat tahan lama adalah dengan mengulang-ulang.
}  Perubahan tertentu dari belajar
a.       Perubahan yang terjadi secara sadar
            Individu yang belajar akan menyadari terjadinya perubahan itu atau sekurang-kurangnya individu merasakan  telah terjadi adanya suatu perubahan dalam dirinya.
Misalnya :  Ia menyadari bahwa pengetahuanya bertambah, kecakapanya bertambah, kebiasaanya bertambah.
Jadi perubahan yang terjadi karena mabuk atau dalam keadaan yang tidak sadar, tidak termasuk kategori perubahan dalam pengertian belajar. Karena individu tidak menyadari akan perubahan itu.
b.      Perubahan dalam belajar bersifat fungsional
            Sebagai hasil belajar, perubahan yang terjadi dalam diri individu berlangsung terus menerus dan tidak statis. Suatu perubahan yang terjadi akan menyebabkan perubahan berikutnya.
Misalnya : Jika seorang anak belajar menulis, maka ia akan mengalami perubahan dari tidak menulis menjadi dapat menulis.
c.       Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif
            Dalam perbuatan belajar, mengajar, perubahan-perubahan itu selalu bertambah dan tertuju untuk memperoleh  suatu yang lebih baik dari sebelumnya. Dengan demikian makin banyak usaha belajar yang dilakukan, maka makin banyak dan makin baik perubahan yang diperoleh. Perubahan yang bersifat aktif artinya perubahan itu terjadi tidak dengan sendirinya.
Misalnya : perubahan tingkah laku karena proses kematangan yang terjadi dengan sendirinya karena dorongan dari dalam
d.      Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara
            Perubahan yang bersifat sementara (temporer) yang terjadi hanya beberapa saat saja, seperti berkeringat, keluar air mata menangis, dan sebagainya tidak dapat digolongkan sebagai perubahan dalam pengertian belajar. Perubahan yang terjadi karena proses belajar bersifat menetap atau permanent.
Misalnya : seorang anak dalam memainkan piano setelah belajar tidak akan hilang, melainkan akan terus dimiliki dan makin berkembang.
e.       Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah
            Perubahan tingkah laku terjadi karena ada tujuan yang akan dicapai. Perubahan belajar terarah pada tingkah laku yang benar-benar disadari.
f.       Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku
            Perubahan yang diperoleh individu melalui suatu proses belajar meliputi perubahan keseluruhan tingkah laku. Jika seseorang belajar sesuatu, sebagai hasilnya ia mengalami perubahan tingkah laku secara menyeluruh dalam sikap kebiasaan, ketrampilan, pengetahuan, dan sebagainya.












PENGERTIAN METODE KONTEKSTUAL
Metode  kontekstual adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari (Depdiknas, 2002:5). Dari batasan di atas, dapat ditarik dua hal pokok, yakni mengenai peran guru dan peran siswa dalam pembelajaran.
Dalam pembelajaran kontekstual, siswa harus meyakini bahwa yang mereka pelajari itu berguna sebagai bekal hidup mereka. Sekaitan dengan itu, di sisi lain, guru harus menjadi fasilitator yang membimbing siswa untuk dapat menemukan sendiri hal-hal yang seharusnya mereka temukan. Dalam pembelajaran kontekstual, siswa harus memposisikan diri sebagai diri sendiri yang sedang mencari bekal untuk hidupnya nanti. Dalam upaya itu, guru berperan sebagai pengarah dan pembimbing.
Dalam pembelajaran kontekstual, tugas guru adalah membantu siswa mencapai tujuannya. Oleh karena itu, tugas guru lebih berkaitan dengan perancangan strategi pembelajaran, bukan sekadar pemberi informasi mengenai materi pembelajaran. Guru secara profesional bertugas membimbimbing siswa untuk belajar sendiri, menemukan, dan memperoleh kometensi-kompetensi baru yang berguna bagi kehidupan mereka.
KOMPONEN PENDEKATAN KONTEKSTUAL
Pendekatan CTL memiliki tujuh komponen utama, yaitu konstruktivisme (Contructivism), menemukan (Inquiry) bertanya (Questioning), masyarakar-belajar (Learning Community), permodelan (Modeling), refleksi (Reflection) dan penilaian yang sebenarnya (Authentic Assesment). Sebuah kelas dikatakan menggunakan pendekatan CTL jika menerapkan ketujuh komponen tersebut dalam pembelajarannya.
a. Konstruktivisme (Constructivism)
Konstruktivisme lahir dari gagasan Jean Piaget dan Vigotsky. Hakikat dari teori konstruktivisme adalah ide bahwa siswa harus menjadikan hal-hal yang dielajari itu menjadi miliknya sendiri. Dalam hal ini, tugas guru tidak semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa, tetapi membimbing mereka untuk belajar sendiri bahkan dengan menggunakan strategi mereka sendiri. Guru harus membimbing siswa membangun pengetahuan di dalam benaknya sendiri sehingga apa yang dielajarinya itu menjadi sangat bermakna dan sangat relevan bagi kehidupan mereka Ada beberapa prinsip konstruktivisme yang penting dicatat sebagai berikut. (1) Pengetahuan dan keterampilan dibangun oleh siswa secara aktif. (2) Pusat aktivitas pembelajaran terletak pada siswa, partisipasi siswa dalam pembelajaran dinomorsatukan. (3) Tugas guru adalah membantu siswa belajar, guru adalah fasilitator.
Sesuai dengan teori konstruktivisme yang menjadi landasan CTL, guru harus meyakinkan siswa bahwa mereka akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan ketrampilan barunya. Dengan demikian, prosedur inkuiri relevan untuk digunakan dalam pembelajaran kontekstual.

b. Menemukan (Inquiry)
Proses menemukan merupakan kegiatan inti dari pembelajaran kontekstual. Pengeatahuan dan keteramilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil proses mengingat materi yang disajikan guru, melainkan hasil dari menemukan sendiri fakta-fakata yang dipelajari. Guru harus selalu merancang kegiatan inkuiri ini dalam setiap pembelajaran yang dikelolanya. Kegiatan inkuiri yang harus dirancang guru meliputi: observasi (observation), bertanya (questioning), mengajukan dugaan (hiphotesis), pengumpulan data (data gathering), penyimpulan (conclussion). Kata kunci strategi inkuiri adalah ’siswa menemukan sendiri’. Untuk menumbuhkan semangat siswa untuk melakukan kegiatan menemukan sediri tersebut, maka guru harus senantiasa mengembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.
c. Bertanya (Questioning)
Pengetahuan dan keterampilan yang berkesan pada diri siswa adalah pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh dengan dorongan perasaan ingin tahu. Perasaan ingin tahu ini yang mendorong siswa untuk bertanya. Guru harus selalu menciptakan strategi yang daat membangkitkan rasa ingin tahu siswa dan mendorong siswa untuk bertanya dan bertanya tentang apa yang dia inginkan untuk diketahui. Kegiatan bertanya dapat muncul dalam kelompok belajar yang partisipatif. Oleh karena itu, guru sebaiknya menciptakan masyarakat belajar (learning community) di dalam kelas yang dikelolanya.
d. Masyarakat Belajar (Learning Community)
Masyarakat belajar dapat terjadi apabila terjadi komunikasi dua arah. Seorang guru yang menjelaskan sebuah topik kepada para siswa bukanlah contoh masyarakat belajar. Dalam masyarakat belajar, siswa saling belajar satu sama lain. Dalam masyarakat belajar, siswa bertanya dan siswa lain menjawab, mereka saling bertukar pikiran, bertukar pendapat, dan bertukar pengalaman. Dalam pembelajaran seperti ini, tugas guru tidak sekadar menjelaskan sesuatu dan menjawab pertanyaan siswa. Tuas guru adalah mengelola kelas agat antara siswa dan guru, antara siswa dan siswa lain terjadi saling bertanya, saling menjawab, saling bertukar pikiran, bertukar gagasan , dan saling bertukar pengalaman.
Ketika seorang siswa tampil menyajikan hasil diskusi atau hasil kerjanya, siswa lain memperhatikan, mempelajarinya, dan membandingkannya dengan apa yang telah mereka peroleh atau yang telah mereka kerjakan. Penyajian hasil kerja seorang siswa atau sebuah kelompok dapat menjadi model bagi siswa atau kelompok yang lainnya.
e. Pemodelan (Modeling)
Ketika seorang guru atau salah seorang siswa membacakan puisi di muka kelas, ia menjadi model bagi para siswa. Model dapat didatangkan dari kelas lain atau dari luar sekolah. Guru dapat menghadirkan juara baca puisi atau penyair untuk membacakan puisi di muka kelas. Model dapat juga berupa rekaman audio atau audio visual. Pemodelan ini, terutama dalam pembelajaran sastra, jangan membuat proses pembelajaran menjadi terjebak pada roses peniruan tanpa proses internalisasi. Misalnya, siswa siswa meniru intonasi, suara, mimik. gerak model yang ditampilkan. Oleh karena itu, setiap penampilan model harus dibahas di dalam kelompok atau secara klasikal oleh para siswa agar siswa melakukan internalisasi dan mereka benar-benar menjadi subjek yang aktif dan kreatif.

f. Refleksi (Reflection)
Refleksi adalah sebuah proses perenungan yang dilakukan oleh mengenai pengetahuan dan keterampilan yang baru saja dipelajarinya dan yang sudah menjadi miliknya. Siswa mengendapkan apa yang baru dipelajarinya sebagai bangunan pengetahuan dan keterampilan baru yang mengukuhkan, memperkaya, atau merevisi apa yang telah menjadi miliknya. Pada proses refleksi ini siswa bisa saja menghubungkan materi baru dielajarinya dengan kehidupan. Ia menimbang-nimbang tentang manfaatnya serta kedudukannya dalam bangunan cita-cita hidupnya di masa yang akan datang. Misalnya, siswa merenung: “Oh, selama ini saya keliru dalam membaca puisi. Saya tidak berusaha memahami dulu puisi yang hendak dibaca. Saya hanya meniru saja apa yang dilakukan teman-teman sewaktu membaca”. Guru bertugas merancang roses refleksi ini dengan sebaik-baiknya sehingga bagian ini terasa oleh siswa sebagai kegiatan yang menyenangkan dan sekaligus bermanfaat.
g. Penilaian Otentik (Authentic Assessment)

Penilaian merupakan proses pengumpulan berbagai data yang dapat memberikan gambaran tentang perkembangan belajar siswa. Gambaran perkembangan belajar siswa perlu diketahui oleh guru agar bisa dipastikan bahwa siswa mengalami proses pembelajaran dengan benar. Apabila data yang terkumpul mengisyaratkan bahwa siswa mengalami kendala dalam belajar, maka guru segera bisa mengambil langkah yang tepat agar siswa mengatasi kendala tersebut. Karena assesment memberikan tekanan pada proses pembelajaran, maka data yang dikumpulkan harus diperoleh dari kegiatan nyata yang dikerjakan siswa pada saat melakukan proses pembelajaran. Guru yang ingin mengetahui perkembangan belajar bahasa Indonesia para siswanya harus mengumpulkan data dari kegiatan nyata saat para siswa berbahasa Indonesia, bukan pada saat para siswa mengerjakan tes bahasa Indonesia. Data yang diambil dari kegiatan siswa saat siswa melakukan kegiatan berbahasa Indonesia itulah yang disebut data autentik.

pengertian belajar 2

     ”.Ahli lainnya Slameto (2003:13) menyatakan “belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”.
        Belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh suatu perubahan yang baru sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap sesuatu situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang dalam suatu situasi.

JENIS-JENIS HAKIKAT BELAJAR
1.Belajar dengan mencoba-coba.
       Belajar dengan coba-coba adalah jenis belajar yang didapatkan dengan mencoba-coba. Hal ini biasanya terjadi karena belum ada teori yang mendahului apa yang akan dipelajari.
2. Belajar fakta/informasi
      Informasi sering disebut fakta, pengetahuan, atau isi. Sifat dari bahan informasi ini adalah hafalan, sebab biasanya dipelajari secara hafalan. Contoh dari jenis belajar informasi adalah belajar lambang, kata, istilah, definisi, peraturan, persamaan, perkalian.
Mengapa Manusia Belajar? Jawabannya adalah karena ia ingin mengetahui atau memperoleh pengetahuan.nilai,sikap dan keterampilan.
Jawaban lengkapnya adalah manusia belajar karena mempunyai bakat untuk belajar, yang dipacu oleh sikap ingin tahu dan didukung kemanpuan untuk mengetahui.
            Manusia yang diciptakan oleh Tuhan sebagai khalifah diatas bumi dilengkapi dengan akal sehat serta hasrat ingin tau, sehingga selalu ingin bertanya tahu mempertanyakan sesuatu, mulai dari hal –hal yang sangat sederhana sampai kepada hal-hal yang sangat rumit.

Jika hakikat belajar adalah perubahan tingkah laku maka ada beberapa perubahan tertentu yang dimaksud dalam ciri-ciri belajar, menurut Djamarah (2002:15-16), ciri-ciri belajar:
a.       Perubahan yang terjadi secara sadar
            Individu yang belajar akan menyadari terjadinya perubahan itu atau sekurang-kurangnya individu merasakan  telah terjadi adanya suatu perubahan dalam dirinya.
Misalnya :  Ia menyadari bahwa pengetahuanya bertambah, kecakapanya bertambah, kebiasaanya bertambah.
Jadi perubahan yang terjadi karena mabuk atau dalam keadaan yang tidak sadar, tidak termasuk kategori perubahan dalam pengertian belajar. Karena individu tidak menyadari akan perubahan itu.
b.      Perubahan dalam belajar bersifat fungsional
            Sebagai hasil belajar, perubahan yang terjadi dalam diri individu berlangsung terus menerus dan tidak statis. Suatu perubahan yang terjadi akan menyebabkan perubahan berikutnya.
Misalnya : Jika seorang anak belajar menulis, maka ia akan mengalami perubahan dari tidak menulis menjadi dapat menulis.
c.       Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif
            Dalam perbuatan belajar, mengajar, perubahan-perubahan itu selalu bertambah dan tertuju untuk memperoleh  suatu yang lebih baik dari sebelumnya. Dengan demikian makin banyak usaha belajar yang dilakukan, maka makin banyak dan makin baik perubahan yang diperoleh. Perubahan yang bersifat aktif artinya perubahan itu terjadi tidak dengan sendirinya.
Misalnya : perubahan tingkah laku karena proses kematangan yang terjadi dengan sendirinya karena dorongan dari dalam        
d.      Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara
            Perubahan yang bersifat sementara (temporer) yang terjadi hanya beberapa saat saja, seperti berkeringat, keluar air mata menangis, dan sebagainya tidak dapat digolongkan sebagai perubahan dalam pengertian belajar. Perubahan yang terjadi karena proses belajar bersifat menetap atau permanent.
Misalnya : seorang anak dalam memainkan piano setelah belajar tidak akan hilang, melainkan akan terus dimiliki dan makin berkembang.
e.       Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah
            Perubahan tingkah laku terjadi karena ada tujuan yang akan dicapai. Perubahan belajar terarah pada tingkah laku yang benar-benar disadari.
f.       Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku
            Perubahan yang diperoleh individu melalui suatu proses belajar meliputi perubahan keseluruhan tingkah laku. Jika seseorang belajar sesuatu, sebagai hasilnya ia mengalami perubahan tingkah laku secara menyeluruh dalam sikap kebiasaan, ketrampilan, pengetahuan, dan sebagainya.


pengertian belajar

maMaksud dari masyarakat belajar adalah membiasakan siswa untuk melakukan kerja sama dan memanfaatkan sumber belajar dari teman-teman belajarnya. Seperti yang disarankan dalam learning community, bahwa hasil pembelajaran diperoleh dari kerja sama dengan orang lain melalui berbagai pengalaman ( sharing ). Melalui sharing ini anak dibiasakan untuk saling memberi dan menerima, sifat ketergantungan yang positif dalam learning community dikembangkan.
Moh. Surya (1997) : “belajar dapat diartikan sebagai suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh perubahan perilaku baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungannya”.
Witherington (1952) : “belajar merupakan perubahan dalam kepribadian yang dimanifestasikan sebagai pola-pola respons yang baru berbentuk keterampilan, sikap, kebiasaan, pengetahuan dan kecakapan”.
Crow & Crow dan (1958) : “ belajar adalah diperolehnya kebiasaan-kebiasaan, pengetahuan dan sikap baru”.
Hilgard (1962) : “belajar adalah proses dimana suatu perilaku muncul perilaku muncul atau berubah karena adanya respons terhadap sesuatu situasi”
Di Vesta dan Thompson (1970) : “belajar adalah perubahan perilaku yang relatif menetap sebagai hasil dari pengalaman”.
Gage & Berliner : “belajar adalah suatu proses perubahan perilaku yang yang muncul karena pengalaman”

 B.DEFINISI HAKIKAT BELAJAR
        Pada hakekatnya belajar adalah suatu proses usaha sadar yang dilakukan secara terus menerus melalui bermacam-macam aktivitas pengalaman untuk mencapai pengetahuan baru sehingga menyebabkan perubahan tingkah laku yang mantap. Perubahan sebagai hasil belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti perubahan pemahaman, perubahan pengetahuan, perubahan sikap dan tingkah laku, daya penerimaan di lain-lain aspek yang ada diindividu siswa.
     ”.Ahli lainnya Slameto (2003:13) menyatakan “belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”.
        Belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh suatu perubahan yang baru sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap sesuatu situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang dalam suatu situasi.
         Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disintesiskan bahwa belajar adalah perubahan serta peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seseorang diberbagai bidang yang terjadi akibat melakukan interaksi terus menerus dengan lingkungannya.
C.JENIS-JENIS HAKIKAT BELAJAR
1.Belajar dengan mencoba-coba.
       Belajar dengan coba-coba adalah jenis belajar yang didapatkan dengan mencoba-coba. Hal ini biasanya terjadi karena belum ada teori yang mendahului apa yang akan dipelajari.
2. Belajar fakta/informasi
      Informasi sering disebut fakta, pengetahuan, atau isi. Sifat dari bahan informasi ini adalah hafalan, sebab biasanya dipelajari secara hafalan. Contoh dari jenis belajar informasi adalah belajar lambang, kata, istilah, definisi, peraturan, persamaan, perkalian.
D.FAKTOR-FAKTOR HAKIKAT BELAJAR
Factor-faktor belajar yang dipandang dari segi Faktor Psikologis seseorang yaitu:
1.Kecerdasan dan bakat
  Pembelajaran merupakan proses membantu individu mencapai pengkembangan optimal dari kecerdasan yang dimiliki. Kecerdasan seseorang sangat bervariasi walau umur yang sama. Untuk itu guru harus memperhatikan hal ini.
      Perlu diketahui bahwa kecerdasan seseorang sebenarnya telah terbentuk sampai 50% pada saat usia 4 tahun, dan terbentuk sampai 80% diperoleh saat usia kurang lebih 8 tahun. Sedangkan 20% sisanya masih dapat terbentuk sampai usia kurang lebih 20 tahun. Dan titik optimal adalah pada usia 20 sampai 30 tahun. Usia 30-60 tahun mengalami penurunan.
       Berdasarkan hal tersebut sebenarnya pada saat guru mengajarkan siswa SMU tingkat kacerdasan mereka sudah terbentuk. Pembelajaran hanya mengoptimalkan kemampuan, dan tidak diperkenankan memaksakan kehendak untuk menjadikan anak melebihi kapasitas tingkat kecerdasannya.
2. Motivasi
    Seseorang akan terdorong untuk belajar apabila ada motivasi tertentu. Motivasi biasanya terkait erat dengan adanya suatu kebutuhan. Untuk itu untuk menimbulkan motivasi belajar siswa.Hal ini disebabkan karena motivasi mempunyai fungsi yang cukup besar dalam belajar, yaitu mendorong manusia untuk berbuat, menentukan arah perbuatan, dan menyeleksi perbuatan.
3.Perhatian
     Perhatian merupakan modal dalam belajar, untuk itu seorang guru harus memahami tentang perhatian ini untuk memaksimalkan perhatian siswa dalam belajar. Perhatian dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu:
    Perhatian disengaja: perhatian yang timbul karena keharusan untuk memperhatikan. Perhatian jenis ini biasanya untuk dapat berhasil, karena siswa merasa ada pemaksaan. Hanya saja diharapkan guru dapat mengkondisikan perhatian ini untuk menjadikan siswa tidak terpaksa.
    Perhatian spontan: Suatu perhatian di mana orang akan tertarik untuk melihat atau mendengarkan sesuatu atas kemauannya sendiri. Perhatian ini hasilnya dapat bertahan lama. Guru diharapkan dapat memotivasi siswa yang awalnya menggunakan perhatian yang disengaja menjadi perhatian spontan.
     Perhatian memusat: Perhatian pada satu objek tertentu. Hal ini dilakukan untuk memperhatikan objek yang harus diperhatikan adalah menuntut ketelitian.
4.Ingatan
    Yaitu penyampaian kesan-kesan tanpa disadari. Kesan yang tersimpan tersebut dapat disadarkan kembali bila keadaan meminta/diperlukan. Daya ingat seseorang terbatas, sehingga banyak yang pernah diingat akan lupa. Cara untuk menjadikan daya ingat tahan lama adalah dengan mengulang-ulang.
1.3.2 Faktor-faktor Dinamis Belajar
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap proses belajar dinamakan unsur-unsur dinamis belajar. Unsur dinamis belajar tersebut dapat mendukung (berpengaruh positif) atau sebaliknya menjadi penghambat (berpengaruh negatif). Faktor internal yang berpengaruh dalam proses belajar dapat dibedakan menjadi faktor fisiologis dan psikologis. Faktor fisiologis misalnya pendengaran, penglihatan, dan kondisi fisik. Sedangkan faktor psikologis, misalnya kecedasan, motivasi, perhatian, berpikir, dan ingatan.
Faktor eksternal belajar dapat dibedakan menjadi dua, yaitu faktor lingkungan belajar dan sistem instruksional. Lingkungan belajar dapat dibedakan menjadi lingkungan dalam sekolah dan dan lingkungan luar sekolah. Sedangkan sistem instruksional antara lain kurikulum, bahan ajar, metode, media, dan evaluasi.
1.3.2.1 Faktor Internal

1.3.2.1.1 Faktor Fisiologis

1. Pendengaran
Pendenganran merupakan faktor penting di dalam belajar, karena pendengaran merupakan alat untuk menangakap informasi. Bila alat penangkap informasi ada gangguan, maka informasi yang dutangkappun akan terganggu. Secara umum pada usia yang sama mempunyai kemampuan mendengarkan yang sama. Misalnya pada usia 20 tahunan mempunyai kemampuan mendengar dengan jarak kurang lebih 8-10 meter. Dan pada usia 40 tahunan kemampuan mendengar dengan jarak kurang lebih 5 meter.
Berkaitan dengan kemampuan mendengar ini guru tidak diperbolehkan untuk menyamaratakan kemampuan mendengarkan berdasarkan umur, karena masing-masing siswa mempunyai daya mendengarkan sendiri. Untuk itu bila ada gejala kesulitan belajar guru juga harus memperhatikan atau menditeksi dari pendengaran ini.

2. Penglihatan
Seperti halnya pendengaran penglihatan juga mempunyai arti penting dalam penerimaan informasi. Secara umum penglihatan mempunyai kekuatan dengan peneangan 40 watt untuk usia sekitar 20 tahunan, dan 60-100 watt untuk usia sekitar 40 tahunan. Dipandang dari kekuatan jarak melihat masing-masing siswa mempunyai kekuatan yang sangat bervariasi sendiri. Untuk itu seorang guru juga harus memperatikan faktor ini.

3. Kondisi fisik
Kondisi fisik akan sangat berpengaruh akan sangat berpengaruh dalam proses belajar pada semua fase. Kondisi fisik itu antara lain kesegaran jasmani, keletihan, kekurangan gizi, kurang tidur dan sakit. Hal ini biasanya dijadikan pertimbangan untuk menentukan urutan jadual. Untuk mata pelajaran yang memperlukan keseriusan yang bersifat rekreatif diberikan dalam jam-jam akhir.

1.3.2.1.2 Faktor Psikologis

1. Kecerdasan dan bakat
Pembelajaran merupakan proses membantu individu mencapai pengkembangan optimal dari kecerdasan yang dimiliki. Kecerdasan seseorang sangat bervariasi walau umur yang sama. Untuk itu guru harus memperhatikan hal ini.
Perlu diketahui bahwa kecerdasan seseorang sebenarnya telah terbentuk sampai 50% pada saat usia 4 tahun, dan terbentuk sampai 80% diperoleh saat usia kurang lebih 8 tahun. Sedangkan 20% sisanya masih dapat terbentuk sampai usia kurang lebih 20 tahun. Dan titik optimal adalah pada usia 20 sampai 30 tahun. Usia 30-60 tahun mengalami penurunan.
Berdasarkan hal tersebut sebenarnya pada saat guru mengajarkan siswa SMU tingkat kacerdasan mereka sudah terbentuk. Pembelajaran hanya mengoptimalkan kemampuan, dan tidak diperkenankan memaksakan kehendak untuk menjadikan anak melebihi kapasitas tingkat kecerdasannya.

2. Motivasi
Seseorang akan terdorong untuk belajar apabila ada motivasi tertentu. Motivasi biasanya terkait erat dengan adanya suatu kebutuhan. Untuk itu untuk menimbulkan motivasi belajar siswa seorang guru harus berupaya bagaimana belajar merupakan kebutuhan bagi siswa. Hal ini disebabkan karena motivasi mempunyai fungsi yang cukup besar dalam belajar, yaitu mendorong manusia untuk berbuat, menentukan arah perbuatan, dan menyeleksi perbuatan. Sebenarnya motivasi yang berasal dari guru merupakan motivasi ekstrinsik, dimana motivasi ini kurang efektif dibandingkan motivasi instrinsik. Namun harannya motivasi ekstrinsik dari guru menimbulkan kemauan siswa untuk belajar yang berarti motivasi tersebut menjadi motivasi tersebut menjadi motivasi instrinsik. Karena motivasi ini merupakan faktor penting dalam belajar akan dibicarakan tersendiri pada bab lain buku ini.

3. Perhatian
Perhatian merupakan modal dalam belajar, untuk itu seorang guru harus memahami tentang perhatian ini untuk memaksimalkan perhatian siswa dalam belajar. Perhatian dapat dibedakan menjadi lima, yaitu:
Perhatian disengaja: perhatian yang timbul karena keharusan untuk memperhatikan. Perhatian jenis ini biasanya untuk dapat berhasil, karena siswa merasa ada pemaksaan. Hanya saja diharapkan guru dapat mengkondisikan perhatian ini untuk menjadikan siswa tidak terpaksa.
Perhatian spontan: Suatu perhatian di mana orang akan tertarik untuk melihat atau mendengarkan sesuatu atas kemauannya sendiri. Perhatian ini hasilnya dapat bertahan lama. Guru diharapkan dapat memotivasi siswa yang awalnya menggunakan perhatian yang disengaja menjadi perhatian spontan.
Perhatian intensif: Perhatian yang timbul karena kebutuhan atau kepentingan pribadi.
Perhatian memusat: Perhatian pada satu objek tertentu. Hal ini dilakukan untuk memperhatikan objek yang harus diperhatikan adalah menuntut ketelitian.
Perhatian memencar: Perhatian dengan memperhatikan banyak objek sekaligus.

4. Berpikir
Berpikir adalah suatu kegiatan mental berupa pelukisan gagasan berdasarkan pengetahuan yang ada dengan memperhatikan hubungan sebab akibat, dirangkaikan secara logis dan rasional.
Langkah-langkah berpikir adalah:
Pembentukan pengertian kunci sebagai titik tolak untuk berpikir lebih lanjut.
Pemahaman atau identifikasi masalah yang perlu dipikirkan/dipecahkan.
Penyusunan argumen untuk pembentukan pendapat/pemecahan masalah.
Guru perlu memberi kesempatan siswa untuk berlatih mengkaji permasalahan, dan mengemukakan masalah, serta memberi kesempatan untuk beradu argumentasi.

5. Ingatan
Ingatan adalah suatu kegiatan kognitif yang memungkinkan seseorang menyadari bahwa pengetahuan yang dimilikinya itu bersumber dari masa lalu. Fase ingatan adalah sebagai berikut:
Fase fiksasi, yaitu kegiatan mencamkan sesuatu yang berkesan, terjadi secara disengaja, dihubungkan dan disesuaikan dengan pengalaman yang telah dimiliki.
Fase retensi, yaitu penyampaian kesan-kesan tanpa disadari. Kesan yang tersimpan tersebut dapat disadarkan kembali bila keadaan meminta/diperlukan. Daya ingat seseorang terbatas, sehingga banyak yang pernah diingat akan lupa. Cara untuk menjadikan daya ingat tahan lama adalah dengan mengulang-ulang.
1.3.2.2 Faktor Eksternal
1.3.2.2.1 Lingkungan Belajar
1. Lingkungan dalam sekolah
Lingkungan merupakan faktor luar belajar yang membawa siswa nyaman atau tidak nyaman dalam belajar. Lingkungan dalam sekolah dapat dibedakan atas lingkungan alam, fisik, dan sosial. Lingkungan alam misalnya keadaan suhu, kelembaban dan pertukaran udara, serta cahaya dalam ruangan. Sedangkan lingkungan fisik misalnya gedung, mebeler, instalasi, pertamanan, sistem pembuangan air, dan masih banyak lagi. Dan lingkungan sosial menyangkut suasana hubungan timbal balik antara segenap warga sekolah, misalnya guru, sesama teman, staf tata usaha.

2. Lingkungan luar sekolah
Lingkunan luar sekolah terdiri dari lingkungan fisik, alam, dan sosial. Lingkungan fisik misalnya bangunan gedung, perkantoran, perumahan, pasar, gedung film, terminal, dan lain sebagainya. Sedangkan lingkungan alam misalnya cuaca, kondisi flora dan fauna, dan lain sebaginya. Dan lingkungan sosial mencakup struktur sosial, adat istiadat, budaya setempat, dan lain sebaginya. Kondisi tersebut sangat mempengaruhi belajar siswa.
1.3.2.2.2 Sistem Instruksional
1. Kurikulum
Kurikulum adalah suatu program pendidikan yang direncanakan dan dilaksankan untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Program yang ada akan berpengaruh terhadap proses belajar seseorang, sebab di dalam kurikulum tersebut mencakup komponen: tujuan, isi, organisasi, dan strategi. Dengan adanya pembatasan belajar dari kurikulum akan memberi warna dalam belajar itu sendiri. Sehingga bila kurikulum tidak lagi sesuai dengan zamannya akan menghambat jalannya belajar.

2. Metode
Metode adalah cara menyajikan isi pelajaran kepada siswa untuk mencapai tujuan instruksional tertentu. Untuk mempermudah dalam belajar metode ini harus menggunakan prinsip:
efektif dan efisien.
Digunakan secara bervariasi.
Digunakan dengan memadukan beberapa metode.
Jika metode itu digunakan dengan benar, maka akan membantu tercapainya proses belajar, tetapi bila penggunaannya salah akan terjadi sebailknya.

3. Media
Media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima pesan sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, dan perhatian, serta minat seseorang yang mendorong terjadinya proses belajar mengajar. Penggunaan media yang tepat sangat diharapkan untuk merangsang terjadinya belajar bagi siswa.

4. Guru
Guru adalah faktor penting dalam pembelajaran, karena gurulah yang melakukan rekayasa pembelajaran. Rekayasa pembelajaran tersebut dilakukan berdasarkan kurikulum yang berlaku. Faktor yang direkayasa guru antara lain dengan menyusun desain instruksional, yaitu menentukan tujuan, bahan, metode, media, dan evaluasi. Jadi kelebihan guru dari faktor-faktor yang lain adalah guru dapat merekayasa faktor yang lain, sedangkan faktor yang lain tidak dapat merekayasa guru.
Siswa dan Tujuan Belajar
Siswa dalah subjek yang terlibat dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah. Dalam kegiatan tersebut siswa mengalami tindak mengajar, dan merespon dengan tindak belajar. Pada umumnya semula siswa belum menyadari pentingnya belajar. Berkat informasi guru tentang sasaran belajar, maka siswa mengetahui apa dan arti bahan belajar beginya.
Siswa mengalami suatu perses belajar. Dalam proses belajar tersebut siswa menggnakan kemampuan mentalnya untuk mempelajari bahan belajar. Kemempuan-kemampuan kognitif, afektif, psikomotor yang dibelajarkan dengan bahan belajar menjadi semakin rinci dan menguat. Adanya informasi tentang sasaran belajar, adanya penguatan-penguatan, adanya evaluasi dan keberhasikan belajar, menyebabkan siswa semakin sadarakan kemampuan dirinya.