A.
Hakikat dan Fungsi KEM
Ada sebuah
anggapan keliru yang perlu diluruskan berkembang di masyarakat. Katanya, dengan
membaca lambat pemahaman seseorang terhadap isi bacaan akan semakin baik.
Sebaliknya, dengan membaca cepat pemahaman akan terhambat. Tentu saja, anggapan
itu tidak benar. Kegitan memahami bacaan pada hakikatnya sama dengan kegiatan
memahami tuturan (pembicaraan). Mari kita perhatikan ilustrasi berikut.
Ilustrasi ini menampilkan dua model contoh tuturan yang dilakukan secara
kontras. Yang satu menunjukkan tuturan dengan kecepatan biasa/wajar; sedangkan
yang lainnya menunjukkan tuturan dengan kecepatan tinggi
Contoh
tuturan (1) Minggu yang akan datang/ saya/ bermaksud mengikuti
ujian/ tahap kedua.
|
Minggu/
yang/ akan/ datang/ saya/ bermaksud/ mengikut/i ujian/ tahap kedua.
|
(Tuturan
kedua ini diucapkan kata demi kata dengan kecepatan lambat).
Cara
penuturan pertama dilakukan berdasarkan satuan-satuan kelompok kata yang berupa
satuan unit ide, sehingga pengutaraannya akan terdengar lebih cepat bila
dibandingkan dengan cara penuturan yang kedua. Cara kedua dilakukan secara kata
demi kata sehingga terdengar lebih lambat. Setiap pengucapan sebuah kata
diantarai oleh jeda pendek. Penuturan cara pertama lebih mudah dipahami
maksudnya ketimbang cara penuturan kedua. Kedua ilustrasi ini akan membuktikan
kekeliruan anggapan sebagaimana yang diutarakan di muka tadi.
Melihat
ilustrasi di atas, rasanya tidak ada alasan bagi seseorang untuk enggan menjadi
pembaca cepat. Hasil penelitian membuktikan bahwa orang yang memiliki kecepatan
membaca tinggi cenderung memperlihatkan kemampuan memahami isi bacaan lebih
baik ketimbang pembaca lambat. Memang, pembaca itu harus bersifat fleksibel.
Dengan jitu dia dapat menentukan kapan harus mempercepat bacaan dan kapan harus
memperlambat bacaan.
Fleksibilitas
baca memang sangat berkaitan erat dengan tujuan/maksud
pembaca, informasi fokus, dan jenis serta karakteristik bacaan yang
dihadapinya. Pembaca efektif adalah pembaca yang fleksibel. Menurut Tampubolon
(1987), pembaca yang demikian dapat mengatur kecepatan baca, menentukan metode,
teknik, dan gaya membaca sesuai dengan semua faktor yang berkaitan dengan
bacaan. Hal-hal yang berkenaan dengan kecepatan, metode, dan gaya
membaca disebut strategi membaca. Sementara faktor tujuan,
informasi fokus, dan jenis bacaan disebut kondisi baca. Dengan
demikian, fleksibilitas membaca dapat diartikan sebagai kemampuan
menyesuaikan strategi membaca dengan kondisi baca.
Kegiatan
membaca pada dasarnya melibatkan kemampuan motoris mata dan kemampuan kognisi.
Kemampuan motoris berkaitan dengan kemampuan gerak mata melihat lambang-lambang
yang selanjutnya akan melahirkan rata-rata kecepatan baca. Kemampuan kognisi
akan melibatkan proses kognitif yang melibatkan daya ingat, daya pikir, dan
daya nalar. Kesemua proses kognitif ini akan dimanfaatkan pada saat proses
memetik dan memahami lambang-lambang tertulis secara tepat dan kritis. Untuk
mengetahui pemanfaatan kedua faktor tersebut dalam proses membaca dapat
diketahui dari KEM yang dimilikinya. Lantas, apa sebenarnya KEM itu?
B.
Pengertian KEM
KEM
merupakan kepanjangan dari kecepatan efektif membaca, yakni perpaduan dari
kemampuan motorik (gerak mata) atau kemampuan visual dengan kognitif seseorang
dalam membaca (Harjasujana & Mulyati, 1987). Dengan kata lain, KEM
merupakan perpaduan dari rata-rata kecepatan membaca dengan ketepatan memahami
isi bacaan. Mengapa kedua hal itu menjadi landasan bagi pengukuran KEM?
Dalam proses
membaca terdapat dua komponen utama yang bekerja secara dominan, yakni (a)
kerja mata untuk melihat lambang-lambang grafis, dan (b) kerja otak untuk
memahami dan memaknai lambang-lambang grafis tadi menjadi sebuah informasi yang
utuh dan lengkap. Kemampuan fisik berupa kemampuan mata melihat lambang,
selanjutnya disebut kemampuan visual, sedangkan kemampuan psikis
yang melibatkan kemampuan berpikir dan bernalar, selanjutnya disebut kemampuan
kognisi.
Berdasarkan
penjelasan itu kita dapat memahami definisi KEM di atas. KEM merupakan cerminan
dari kemampuan membaca yang sesungguhnya, yang melibatkan pengukuran dua
komponen utama yang terlibat dalam proses membaca. Oleh karena itu pula,
kemampuan membaca itu disebut kecepatan efektif membaca.
Beberapa
pakar pendidikan dan pengajaran membaca menyamakan istilah KEM dengan “speed
reading” (membaca cepat). Kemampuan membaca cepat atau kecepatan membaca
itu ditunjukkan oleh kemampuan membaca sejumlah kata yang dibaca dalam satuan
menit (kata per menit), yakni rata-rata tempo baca untuk sejumlah kata tertentu
dalam waktu tempuh baca tertentu. Jika yang dimaksud kecepatan membaca adalah
rata-rata kecepatan baca, bagaimana dengan pemahaman esensi isi
bacaannya?. Di samping itu, bukankah jika kita berbicara tentang kecepatan
membaca akan berimplikasi terhadap tujuan membaca, tingkat keterbacaan bahan
bacaan, motivasi, teknik-teknik membaca, proses berpikir dan bernalar, dan
lain-lain? Oleh karena itu, istilah kecepatan membaca kita tambah dengan
istilah “efektif” sehingga menjadi “kecepatan efektif membaca” atau
lebih popular disebut KEM. Pertanyaan selanjutnya adalah faktor-faktor apa
sajakah yang mempengaruhi kepemilikan KEM?
C.
Faktor-faktor Pemengaruh KEM
Kecepatan
baca seseorang tidak harus selalu konstan, dalam arti seseorang melakukan
kegiatan membaca dengan kecepatan yang sama untuk setiap jenis dan
karakteristik bahan bacaan yang dihadapinya. Mengapa demikian? Bahan bacaan itu
beragam. Keberagaman itu dapat dilihat dari berbagai segi seperti: muatan isi,
pembidangan ilmu, jenis tulisan, klasifikasi ragam bacaan (fiksi/nonfiksi),
sistematika pengorganisasian tulisan, tingkat keterbacaan bahan, dan lain-lain.
Di samping itu, kadar kepentingan seseorang melakukan kegiatan membaca itu pun
akan sangat berpengaruh terhadap kecepatan bacanya. Membaca untuk keperluan
hiburan tentu akan berlainan dengan membaca untuk kepentingan pemerolehan
informasi. Membaca untuk kepentingan kritik dan esei tentu akan berbeda dengan
membaca untuk sekedar memenuhi rasa ingin tahu. Perbedaan-perbedaan ini akan
menyebabkan kecepatan baca seseorang tidak harus sama dalam segala situasi dan
kondisi. Sekali lagi, pembaca yang efektif dan efisien itu adalah pembaca yang fleksibel.
Guru perlu
menyadari bahwa kecepatan membaca siswanya itu berbeda-beda. Ada yang lambat,
tapi tidak sedikit juga yang cepat. Perhatian guru hendaknya terpusat pada
siswa yang mempunyai kecepatan baca lambat. Kecepatan baca yang memadai hanya
bisa diperoleh melalui latihan yang intensif dan berkesinambungan. Di samping
itu, guru juga perlu menyadari bahwa tidak semua pembaca (termasuk anak didik
kita) mengetahui ihwal fleksibilitas membaca. Mungkin anak didik kita
beranggapan bahwa kecepatan membaca harus dilakukan secara konstan untuk semua
keperluan dan semua situasi dan kondisi.
Penanaman
akan pentingnya kepemilikan KEM yang memadai harus disadarkan pada anak didik.
Memiliki KEM yang tinggi di abad informasi akan menempatka kita pada posisi
kehidupan yang layak, namun tidak berarti kita akan menggunakan kecepatan baca
yang sama untuk semua situasi dan kondisi baca yang berbeda. Yang paling
penting bagi guru adalah bagaimana meningkatkan KEM siswanya serta memanfaatkan
KEM itu secara fleksibel.
Pengetahuan
tentang factor-faktor pemengaruh Kem akan sangat membantu guru di dalam
menentukan keputusan instruksional yang paling tepat untuk pembinaan dan
pengembangan kemampuan membaca siswanya. Ketepatan mendiagnosis sumber-sumber
penyakit penghambat kemampuan membaca siswa dapat memberikan petunjuk untuk
menangani masalah-masalah membaca dan pengajarannya secara tepat pula.
Dalam
keadaan normal, di negara-negara maju seperti Amerika, seorang lulusan Senior
High School (setara SMU) diharapkan memiliki kecepatan minimum kira-kira 250
kata per menit dengan pemahaman minimum 70% (Tampubolon, 1987). Berdasarkan
data tersebut KEM minimum yang diharapkan adalah 175 kpm. KEM seperti itu tidak
akan sanggup mengimbangi lajunya perkembangan zaman.
Menurut
Harjasujana (1988), mahasiswa yang memiliki KEM 250 kpm tidak akan memiliki
waktu untuk beristitahat. Mengapa? Menurut Baldridge (1987) seperti yang
disitir Harjasujana, volume bacaan mahasiswa harus mencapai 850.000 kata per
minggu
Faktor-faktor
apa saja yang merupakan pemengaruh KEM? Yap (1978) melaporkan hasil
penelitiannya mengenai perbandingan faktor pemengaruh KEM adalah sebagai
berikut: 65% merupakan kontribusi dari intensitas baca, 25% dari IQ,
dan 10% sisanya dari faktor lain-lain. Ommagio (1984)
lebih menyoroti aspek pemahaman bacaan sebagai wujud dari pengukuran aspek
kognisi. Menurutnya, pemahaman bacaan bergantung pada gabungan dari
pengetahuan bahasa, gaya kognitif, dan pengalaman membaca. Jika
disimpulkan, ketiga aspek itu ternyata berada pada diri pembacanya (faktor
pembaca). Jika pembaca memiliki dan menguasai ketiga faktor di atas, proses
pemahaman bacaan tidak akan mendapat hambatan yang berarti.
Harjasujana
(1992) mengidentifikasi lima faktor sebagai pemengaruh kemampuan membaca, yakni
(a) latar belakang pengalaman, (b) kemampuan berbahasa, (c) kemampuan
berpikir, (d) tujuan membaca, dan (f) berbagai afeksi seperti motivasi, sikap,
minat, keyakinan, dan perasaan. Kelima faktor itu pun tampaknya masih
berkaitan dengan faktor pembanya. Faktor pembaca ini pun menjadi pusat
perhatian ahli lain. Heilman, Blair, & Rupley (1981) mengetengahkan empat
hal yang dianggap berperanan penting di dalam proses pemahaman bacaan, antara
lain: (a) latar belakang pengalaman, (b) tujuan dan sikap pembaca, (c)
pengetahuan tentang berbagai tipe pengorganisasian tulisan, dan (d)
berbagai strategi identifikasi tulisan.
Williams
(1984) menyatakan pendapatnya dengan sangat arif. Menurutnya, ketidaktahuan
akan bahasa dapat menghambat pemahaman. Meskipun pengetahuan bahasa itu
penting, namun bagaimana menumbuhkan keinginan untuk membaca itu jauh
lebih penting. Selanjutnya, beliau mengaitkan hal tersebut dengan keterbacaan
wacana (readability). Lebih lanjut beliau menyatakan, materi bacaan
yang disuguhkan dengan bahasa yang sulit menyebabkan bacaan itu sulit dipahami
dan mengakibatkan kefrustasian bagi pembacanya. Keterbacaan menurutnya, tidak
hanya bergantung pada bahasa teks melainkan juga bergantung pada pengetahuan
pembaca tentang teks serta bagaimana ketekunan dan ketajaman membacanya.
Faktor
tingkat keterbacaan wacana juga mempengaruhi kecepatan baca
seseorang. Bahan bacaan yang tidak sesuai dengan peringkat pembacanya memiliki
tingkat keterbacaan yang rendah. Bahan bacaan demikian tidak akan bisa dicerna
dengan mudah dalam waktu yang relatif cepat. Pembaca membutuhkan waktu yang
relatif lama untuk mencerna bahan bacaan yang tidak memenuhi kriteria
keterbacaan. Dengan demikian, factor keterbacaan wacana berkontribusi juga
terhadap KEM.
Faktor minat
dan motivasi seseorang dalam membaca juga turut berpengaruh
terhadap kecepatan baca (Miller & Faircloth; Israel & Duffy, 2009).
Minat dan motivasi yang tingggi, baik terhadap isi maupun kegiatan bacanya akan
berdampak positif terhadap KEM seseorang. Dorongan intrinsik akan mendorong
perluncuran gerakan mata secepat-cepatnya untuk segera memenuhi hasrat ingin
tahunya.
KEM juga
dipengaruhi oleh faktor kebiasaan membaca.. Para ahli
mengidentifikasi sejumlah kebiasaan buruk yang sangat berpengaruh terhadap
kecepatan baca. Kebiasaan-kebiasaan dimaksud adalah:
(1) membaca
dengan vokalisasi (menyaringkan bacaan);
(2) membaca
dengan gerakan bibir;
(3) membaca
dengan gerakan kepala;
(4) membaca
dengan menunjuk baris bacaan dengan jari, pena, atau alat lainnya;
(5) membaca
dengan pengulangan-pengulangan kata, frase, kalimat (frase);
(6) membaca
dengan subvokalisasi (melafalkan bacaan dalam hati/pikiran)
(7) membaca
kata demi kata;
(8) membaca
secara insidental.
Faktor lain
yang mempengaruhi KEM adalah penguasaan teknik-teknik membaca yang
tepat yang sesuai dengan tujuan, bahan, dan jenis bacaannya. Teknik-teknik
membaca yang secara umum dikenal orang antara lain:
a) Teknik
baca-pilih atau selecting, yaitu membaca bahan bacaan atau
bagian-bagian
bacaan yang
dianggap relevan atau mengandung informasi yang dibutuhkan
pembaca.
Dalam hal ini, sebelum melakukan kegiatan membaca tersebut, pembaca
telah
melekukan pemilihan/seleksi bahan terlebih dahulu.
b) Teknik
baca-lompat atau skipping, yaitu membaca dengan
loncatan-loncatan.
Maksudnya,
bagian-bagian bacaan yang dianggap tidak relevan dengan keperluannya
atau
bagian-bagian bacaan yang sudah dikenalnya/dipahaminya tidak dihiraukan.
Bagian
bacaan yang demikian dilompati untuk mencapai efektifitas dan efisiensi
membaca.
c) Teknik
baca-layap atau skimming atau dikenal juga dengan istilah
membaca sekilas,
yaitu
membaca dengan cepat atau menjelajah untuk memperoleh gambaran umum isi
buku atau
bacaan lainya secara menyeluruh. Selain itu, teknik ini juga dapat dipergu-
nakan
sebagai dasar memprediksi, apakah suatu bacaan atau bagian-bagian tertentu
dari
bacaannya itu berisi informasi tertentu. Seorang pembaca yang menggunakan
teknik
skimming hanya memetik ide-ide pokok bacaan atau
informasi-informasi
penting atau
intisari suatu bacaan. Teknik ini dipergunakan untuk memenuhi tujuan-
tujuan
berikut: (1) mengenali topik bacaan; (2) mengetahui pendapat orang (opini);
(3)
mengetahui bagian penting tanpa harus membaca seluruh bacaan; (4) mengetahui
organisasi
penulisan, urutan ide pokok, hubungan antarbagian; (5) menyegarkan apa
yang pernah
dibaca, misalnya dalam mempersiapkan ujian atau ceramah.
d) Teknik
baca-tatap atau scanning atau dikenal juga dengan istilah
sepintas, yaitu
suatu teknik
pembacaan sekilas cepat tetapi teliti dengan maksud untuk memperoleh
informasi
khusus/tertentu dari bacaan. Pembaca yang menggunakan teknik ini akan
langsung
membaca bagian tertentu dari bacaannya yang berisi informasi/fakta yang
diperlukannya
tanpa menghiraukan bagian-bagian lain yang dianggapnya tidak rele-
van. Teknik scanning
bisa digunakan untuk hal-hal berikut: (1) mencari nomor tele-
pon; (2)
mencari makna kata tertentu dalam kamus; (3) mencari keterangan tentang
suatu
istilah pada ensiklopedia; (4) mencari entri atau rujukan sesuatu hal pada in-
deks; (5)
mencari definisi sebuah konsep menurut para pakar tertentu; (6) mencari
data-data
statistik; (7) mencari acara siaran acara TV, daftar perjalanan, dokter jaga,
dan
sebagainya.
Keempat
teknik membaca di atas, pada umumnya jarang dipergunakan dalam bentuk tunggal
atau berdiri sendiri, melainkan dipadukan dengan teknik-teknik lainnya. Bahkan
sering terjadi keempat teknik ini dipergunakan sekaligus secara bergiliran
dalam suatu kegiatan membaca. Yang penting bagi pembaca bagaimana dia dapat
memilih, menentukan, dan menggunakan teknik membaca yang tepat/cocok dengan
sifat informasi yang diperlukannya sehingga memenuhi tuntunan efektifitas dan
efisiensi membaca.
Di samping
teknik-teknik membaca di atas, kita juga perlu menguasai metode-metode membaca
yang efektif dan efisien. Metode-metode tersebut, misalnya membaca frase,
metode SQ3R, metode PQ3R, metode PQRST, dan lain-lain.
Dari sekian
banyak pendapat dari faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan membaca,
pendapat Pearson dipandang sebagai cermin dari kesimpulan
pendapat-pendapat di atas. Menurut beliau, faktor-faktor yang mempengaruhi
kemampuan membaca dapat diklasifikasikan ke dalam dua kategori, yakni faktor
dalam (internal) dan faktor luar (eksternal). Faktor
dalam bersumber pada diri pembaca. Faktor luar dibaginya lagi menjadi dua
kategori, yakni (a) unsur dalam bacaan, dan (b) sifat-sifat
lingkungan baca. Unsur dalam bacaan berkaitan dengan keterbacaan dan
faktor organisasi teks. Sifat lingkungan baca berkenaan dengan
fasilitas, guru, model pengajaran, dan lain-lain (Pearson, 1978; Hafni,
1981).
D.
Cara Mengukur KEM
Seperti
telah dijelaskan di muka, KEM itu merupakan perpaduan antara kecepatan membaca
dan kemampuan memahami isi bacaan. Kecepatan rata-rata baca merupakan cermin
dari tlok kur kemampuan visual, yakni kemampuan gerak motoris mata dalam
melihat lambing-lambang grafis. Pemahaman isi bacaan merupakan cermin dari
kemampuan kognisi, yakni kemampuan berpikir dan bernalar dalam mencerna masukan
grafis yang ditermanya lewat indera mata.
Untuk
menentukan KEM seseorang diperlukan data mengenai rata-rata kecepatan baca dan
persentase pemahaman isi bacaan. Dataa mengenai rata-rata kecepatan baca dapat
diketahui apabila jumlah kata yang dibaca dan waktu tempuh bacanya diketahui.
Cara menghitung rata-rata kecepatan baca adalah dengan cara membagi
jumlah kata yang dibaca dengan waktu tempuh baca Sebagai. Contoh,
jika seseorang dapat membaca sebanyak 2500 perkataan dalam waktu 5 menit,
artinya kecepatan rata-rata baca pembaca tersebut adalah 500 kpm (2500:5=500).
Sementara,
untuk memperoleh data tentang persentase pemahaman isi bacaan yang objektif
(bukan perkiraan), tentu diperlukan suatu alat untuk mengukurnya. Alat tersebut
berupa alat tes. Mengapa harus alat tes? Bukankah alat nontes pun bisa
digunakan? Untuk mengukur aspek kognitif, alat tes lebih tepat bila
dibandingkan dengan alat nontes. Kemampuan pemahaman sesorang tidak bisa
diprediksi melalui observasi, misalnya. Angket atau wawancara mungkin saja bisa
menggali kemampuan membaca sesorang, tetapi penggunaan alat nontes ini untuk
kepentingan pengukuran aspek kognitif tidaklah praktis. Untuk menentukan persentase
pemahaman seseorang terhadap isi bahan bacaan yang dibacanya ialah dengan
cara membagi sekor bobot tes pemahaman isi
bacaan yang
dapat dijawabnya dengan benar dengan bobot/sekor ideal kemudian diperkalikan
dengan 100 persen. Misalnya, jika seseorang dapat menjawab dengan benar
tes pemahaman isi bacaan sebanyak 32 dari sekor ideal 50, maka persentase
pemahaman isi bacaan pembaca yang bersangkutan adalah 64% (32/50 X 100%=64%).
Berpedoman
kepada pengertian KEM, yakni perpaduan antara kemampuan visual dan kemampuan
kognisi, maka contoh-contoh penghitungan di atas dapat ditentukan KEM-nya. Dari
hasil penghitungan rata-rata kecepatan baca diperoleh data 500 kpm; dari hasil
penghitungan persentase pemahaman isi bacaan diperoleh data 64%. Maka
penghitungan KEM-nya adalah 320 kpm (500X64%). Angka terakhir ini (320 kpm)
merupakan kecepatan efektif membaca yang sudah menyertakan pengukuran dua unsur
penyokong kegiatan baca, yakni kemampuan gerak mata dalam melihat
lambang-lambang cetak dan kemampuan memahami isi bacaan. Sementara angka 500
kpm itu merupakan kemampuan kecepatan rata-rata baca yang belum menyertakan
unsur pemahaman isi bacaan.
Selanjutnya,
berdasarkan ilustrasi di atas, sekarang kita dapat membuat beberapa alternatif
rumus KEM yang dapat dipergunakan untuk menghitung dan menentukan KEM
seseorang. Alternatif rumus-rumus tersebut antara lain:
1.
JK B
_____ X ____
= ……. kpm
Wm SI
2.
JK B
______ X
_____ = ……. kpm
Wd:60 SI
3.
JK B
_____ X
_____ (60) = ……. kpm
Wd SI
Keterangan
- K :
jumlah kata yang dibaca
- Wm :
waktu tempuh baca dalam satuan menit
- Wd :
waktu tempuh baca dalam satuan detik
- SI :
sekor ideal atau sekor maksimal
- kpm :
kata per menit
Berbekal
rumus penghitungan KEM di atas, terdapat sejumlah persiapan yang harus
dipersiapkan untuk mengukur KEM, yakni: (1) teks/wacana; (2) alat ukur waktu:
jam tangan, stopwatch; (3) perangkat tes; dan (4) personal (petugas).
E.
Kaitan Antara KEM, Tujuan Membaca, dan Karakteristik Bacaan
Pembaca yang
fleksibel merupakan pembaca yang efektif dan efisien, yakni pembaca yang selalu
menyesuaiakan kecepatan bacanya itu sesuai dengan tujuan dan kebutuhannya,
serta jenis dan karakteristik bahan yang dihadapinya. Berikut ini disajikan
rincian rata-rata kecepatan baca yang disesuaiakan dengan keperluan baca.
- Kecepatan
100 kpm atau lebih (sangat tinggi) biasa digunakan pada saat
membaca skimming atau scanning untuk keperluan pengenalan
dan penjajagan bahan bacaan, mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan
tertentu, mengetahui organisasi tulisan, mencari gagasan pokok,
mendapatkan kesan umum suatu bacaan.
- Kecepatan
antara 500-800 kpm (tinggi) digunakan untuk membaca bahan bacaan
yang mudah/ringan atau bahan yang sudah dikenal, membaca prosa fiksi untuk
mengetahui jalan cerita secara umum.
- Kecepatan
antara 350-500 kpm (cepat) digunakan untuk membaca bacaan yang
tergolong ringan/mudah yang bersifat deskriptif-informatif dan bahan
bacaan fiksi yang agak sulit untuk menikmati keindahan sastranya atau
mengantisipasi akhir dari sebuah cerita.
- Kecepatan
antara 250-350 kpm (rata-rata) digunakan untuk membaca fiksi yang
kompleks guna menganalisis watak tokoh dan jalan cerita atau bahan-bahan
bacaan nonfiksi yang agak sulit untuk mendapatkan detail informasi,
mencari hubungan atau melakukan kerja evaluatif mengenai ide penulisnya.
- Kecepatan
antara 100-125 kpm (lambat) digunakan untuk mempelajari bacaan yang
sukar, bacaan ilmiah yang bersifat teknis, analisis nilai sastra klasik,
memecahkan persoalan yang dirujuk bacaan (bacaan yang berisi instruksi).
Kecepatan
rata-rata di atas hendaknya disertai dengan minimal 70% pemahaman isi bacaan,
karena kecepatan rata-rata di atas masih merupakan kecepatan kasar yang belum
menyertakan pemahaman isi bacaan. Berdasarkan hasil studi para ahli membaca di
Amerika, kecepatan yang memadai untuk siswa tingkat akhir sekolah dasar (SD)
kurang lebih 200 kpm, siswa SLTP 200-250 kpm, siswa SLTA 250-325 kpm, dan
tingkat mahasiswa 325-400 kpm dengan pemahaman isi minimal 70%. Data tersebut
jika dikonversi ke dalam penghitungan KEM (kemampuan membaca yang sesungguhnya)
menjadi seperti berikut.
· Tingkat SD
200 x 70% = 140 kpm
· Tingkat SLTP
200 x 70% s.d. 250 x 70% = 140 -175 kpm
· Tingkat SLTA
250 x 70% s.d. 350 x 70% = 175 – 245 kpm
· Tingkat PT
350 x 70% s.d. 400 x 70% = 245 – 280 kpm
Sumber
file.upi.edu/ai.php?...KECEPATAN%20EFEKTIF%20MEMBACA%20(MMAS%2003).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar