A.
PENDIDIKAN
Pengertian Pendidikan
Pengertian
yang pertama mengacu kepada pendidikan pada umunya, yaitu pendidikan yang
dilakukan oleh masyarakat umum. Pendidikan seperti ini sudah ada semenjak
manusia sudah ada di muka bumi.
Pada zaman purba, manusia
memperlakukan anak-anankya secara insting atau naluri, suatu sifat pembawaan,
demi kelangsungan hidup keturunannya. Mendidik secara insting segera diikuti
mendidik yang bersumber dari pikiran dan pengalaman manusia. Manusia mampu
menciptakan cara-cara mendidik karena perkembangan pikirannya. Berarti mendidik
bermaksud membuat manusia menjdi lebih sempurna, membuat manusia meningkatkan
hidupnya dari kehidupan alamiah menjadi berbudaya. Mendidik adalah membudayakan
manusia. Apa artinya budaya? Budaya adalah segala hasil pikiran, perasaan,
kemauan, dan karya menusia secara individual atau kelompok untuk meningkatkan
hidup dan kehidupan manusia atau cara hidup yang telah dikembangkan oleh masyarakat.
Ada lima komponen utama kebudayaan,
yaitu gagasan, idiologi, norma, teknologi, dan benda (Imran Manan, 1989).
Komponen gagasan, misalnya tentang jembatan Surabaya-Madura. Komponen Idiologi
misalnya, idiologi Pancasila, Liberalisme dan sebaginya. Contoh norma misalnya,
hubungan laki-perempuan sebelum menikah, sikap hormat kepada orang yang lebih
tua, dan sebagainya. Contoh teknologi adalah prinsip membangun gedung
bertingkat, prinsip membuat pisau yang tajam, dan lain sebagainya. Dan yang
termasuk benda-benda adalah buku, ubin, kereta, dan lain sebagainya.
Bagaimana kaitan pendidikan dengan
kebudayaan. Pendidikan membuat orang berbudaya. Pendidikan dan budaya ada
bersama dan saling memajukan. Makin banyak orang menerima pendidikan makin
berbudaya orang itu. Dan makin tinggi kebudayaan makin tinggi pula pendidikan
atau cara mendidiknya.
Selain mendidik dikatakan
membudayakan manusia, mendidik juga dikatakan memanusiakan anak manusia. Anak
manusia akan menjadi manusia bila menerima pendidikan. John Dewey, seorang ahli
pendidikan di abad ke-19 di Amerika Serikat. Dia mengatakan pendidikan itu adalah The general theory of education.
Tampak John Dewey tidak membedakan filsafat pendidikan dengan teori pendidikan,
sebab itu ia mengatakan pendidikan adalah teori umum pendidikan.
Konsep di atas berumber dari
filsafat Pragmatis atau pendidikan Progresif yang dianut oleh sebagaian besar
pendidik di amerika Serikat. Inti filsafat Pragmatis adalah yang mana berguna
bagi manusia itulah yang benar. Apa yang berguna tidak bersifat eksak sebab
yang bermanfaat sekarang belum tentu bermanfaat tahun depan. Inti filsafat
pendidikan Progresif adalah mencari terus-menerus yang paling berguna bagi
hidup dan kehidupan manusia.
Setiap
pendidik pada umumnya memiliki kiat-kiat sendiri, yang sudah tentu tidak sama
satu dengan yang lain. Sebab itu kiat sering disebut sebagai seni. Seni
mendidik ini bukanlah milik khusus teori umum pendidikan. Masyarakat umum dalam
mendidik putra putrinya di rumah memakai seni mendidik, walaupun mungkin tidak
mereka sadari.
Seperti
diketahui bahwa suatu pengetahuan dapat berubah menjadi suatu ilmu bila
memenuhi persyaratan ilmu. Syarat-syarat ilmu yang dimaksud secara umum adalah
sebagi berikut :
1. Memiliki
objek.
2. Punya
metode penyelidikan.
3. Sistematis.
4. Punya
tujuan sendiri
Objek
pendidikan ada dua macam, objek materi dan objek formal. Objek materi adalah
materinya atau bendanya yang dikendai pendidikan yaitu para peserta didik dan
warga belajar. Sedangkan yang dimaksud dengan objek formal adalah yang dibentuk
(to form) oleh pendidikan. Objek
formal pendidikan ialah gejala yang tampak, disarankan, dihayati, dan
diekspresikan dalam kehidupan manusia sehari-hari, seperti yang disepakati oleh
Langeveld dan Dwiyarkara (TIN MKDK, 1990).
Ilmu
pendidikan dibentuk oleh sejumlah cabang ilmu yang terkait satu dengan yang
lain membentuk satu kesatuan. Cabang-cabang ilmu pendidikan yang dimaksud
adalah :
1. Pendidikan
teoritis
2. Sejarah
pendidikan dan Perbandingan Pendidikan
3. Pengembangan
Kurikulum
4. Didaktik
Metodik atau Proses Belajar-Mengajar
5. Media
dan Alat Mengajar
6. Komunikasi
dan Informasi Pendidikan
7. Bimbingan
dan Konseling
8. Evaluasi
Pendidikan
9. Profesi
dan Etika Pendidik
10. Kepemimpinan
dan Supervisi Pendidikan.
11. Perencanaan
Pendidikan
12. Organisasi
dan Manajemen Pendidikan
13. Statistik
dan Penelitian Pendidikan.
Cabang-cabang
Ilmu Pendidikan ini suatu ketika sangat mungkin akan berkembangkan menjadi ilmu
sendiri.
Ada juga sejumlah ahli, yang
mengatakan bahwa syarat suatu ilmu harus jelas ontologism, epistemologis, dan
aksiologisnya (IPSI, 1989). Ontologi adalah masalah apa, yaitu apa yang akan
ditangani oleh pendidikan. Epistemologi adalah masalah kebenaran, yaitu
bagaimana cara mewujudkan kebenaran itu. Kebenaran dalam ilmu hanya dapat
diwujudkan dengan metodologi ilmiah seperti juga telah diutarakan di atas.
Aksiologis, yang membahas tindakan yang benar atau kegunaan pendidikan itu
untuk kepentingan kesejahtraan manusia bertalian dengan tujuan pendidikan yang
telah dibahas di atas. Dengan demikian ketiga persyaratan ini sudah dipenuhi
pleh pendidikan untuk mendapat predikat Ilmu Pendidikan.
Kita membahas beberapa definisi
pendidikan. Definisi pendidikan yang diciptakan oleh Langeveld. Beliau mengatakan bahwa mendidik adalah member pertolongan
secara sadar dan sengaja kepada seorang anak (yang belum dewasa) dalam
pertumbuhannya menuju kea rah kedewasaan dalam arti dapat berdiri sendiri dann
bertanggung jawab susila atas segala tindakannya menurut pilihannya sendiri.
Definisi yang lain adalah dari Dewantara yang mengatakan bahwa pendidikan
adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka
sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat mendapat keselamatan dan
kebahagiaan yang setinggi-tingginya (TIM MKDK, 1990). Sementara itu
Undang-Undang RI Nomor 2 Tahun 1989 mendefisikan pendidikan sebagai usaha sadar
untuk menyiapkan lahan bagi peranannya di masa akan datang.
Mendidik adalah membantu peserta
didik dan warag belajar dengan penuh kesadaran, bagai alat atau tidak, dalam
kewajiban mereka mengembangkan dan menumbuhkan diri untuk meningkatkan kemampun
serta peran dirinya sebagai individu, anggota masyarakat, dan umat Tuhan.
Mendidik adalah semua upaya untuk membuat peserta didik mau dan dapat belajar
atas dorongan diri sendiri untuk mengembangkan bakat, pribadi, dan
potensi-potensi lainnya secara optimal kearah yang positif.
Tujuan Pendidikan
GBHN
Tahun 1993, dalam GBHN tersebut dijelaskan bahwa kebijaksanaan pembangunan sektor
pendidikan ditujukan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia, yaitu
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti
luhur, berkepribadian, mandiri, maju, tangguh, cerdas, kreatif, terampil,
berdisiplin, ber etos kerja, professional, bertanggung jawab, produktif, dan
sehat jasmani dan rohani. Peraturan Pemerintah RI Nomor 27 Tahun 1990 tentang
Pendidikan Prasekolah. Pasak 3 dari peraturan ini menyatakan bahwa pendidikan
prasekolah bertujuan untuk membantu meletakan dasar kea rah perkembangan,
sikap, pengetahuan, keterampilan, dan daya cipta yang diperlukan oleh peserta
didik dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan untuk pertumbuhan serta
perkembangan selanjutnya.
Kini
kita bahas tujuan Pendidikan Tinggi yang dimuat dalam Peraturan Pemerintah RI
nomor 30 tahun 1990. Pada pasal 2 tujuan pendidikan ini berbunyi sebagai
berikut: Mrnyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki
kemampuan akademik atau professional yang dapat menerapkan, mengembangkan atau
menciptakan ilmu, teknologi, atau seni. Menyebarluaskan ilmu, teknologi, atau
seni yang digunakan untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat dan
memperkaya kebudayaan nasional.
Kini
mari kita periksa apakah tujuan pendidikan kita sudah dipandang benar secara
internasional. Dalam satu suatu hasil penelitian tentang konsep-konsep baru
dalam pendidikan ditemukan bahwa para ahli pendidik mutakhir menyerang sistem
pendidikan sekarang yang dikatakannya sebagai upaya mepertahankan kaum
kapitalis dengan cara mendidik anak-anak agar siap melayani industri,
perdagangan, dan jasa tanpa memperhatikan kebebasan dan hak-hak mereka sebagai
anak manusia yang mempunyai bakat dan harkat diri masing-masing.
Paulo
Freire mengemukakan, bahwa pendidikan hendaklah membuat manusia menjadi
transitif, yaitu kemampuan mengangkap dan menanggapi masalah-masalah lingkungan
dan mampu berdialog tidak hanya dengan sesame tetapi dengan dunia beserta
isinya (Freire 1984).
Alvin
Toffler (1987) berpendapat bahwa masa sekarang tidak sama dengan masa yang akan
datang. Teknologi dan manusia mempunyai peranan yang berbeda. Teknologi masa
depan akan menangani arus materi fisik, sementara manusia akan menangani arus
informasi dan wawasan. Sebab itu manusia akan semakin terarah kepada tugas
intelektual sebagai pemikir dan kreatif. Bukan hanya melayani mesin-mesin.
Samuel
Smith (1986) menyimpulkan beberapa pandangan para ahli tentang pendidikan
mutakhir.mulai dari usaha memberikan pengalaman hidup bagi para peserta didik
dan warga belajar, kegiatan ilmiah, pelayanan terhadap pengembangan kemampuan
dan minat, metode belajar yang baik, kebebasan individu, cinta kasih terhadap
sesame, sampai dengan pentingnya hubungan antara guru dengan peserta didiknya
atau warga belajar.
Lembaga dan Praktek Pendidikan
Lembaga pendidikan di Indonesia
dalam garis besarnya dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
1. Lembaga
pendidikan jalur sekolah
a. Lembaga pendidikan prasekolah
b. Lembaga
pendidikan dasar
1) SD
2) SLTP
3) Lembaga pendidikan
menengah
4) Lembaga pendidikan
tinggi
2. Lembaga
pendidikan jalur luar sekolah
a. Lembaga
pendidikan keluarga
b. Lembaga
pendidikan di masyarakat.
Kalau lembaga pendidikan jalur
sekolah terorientasi kepada pengembangan manusia Indonesia seutuhnya, maka
lembaga pendidikan jalur luar sekolah mengemukakan pengembangan afeksi dan
psikomotor, yang sudah tentu juga mengembangkan kognisi sebagai unsur
penunjung.
Dengan kata lain pertumbuhan jasmani
pada fase-fase awal ini juga sangat peka. Memang pertumbuhan jasmani dan
perkembangan jiwa anak-anak berkaitan satu dengan yang lainnya. Achmad Sanusi
(1989) mengatakan Ilmu Pendidikan di tanah air dewasa ini masih dalam proses
perkembangan yang belum lengkap dan bulat. Kalaupun ada konsep pendidikan yang
dibuat oleh Dewantara, namun konsep itu tidak mendapat pengembangan dalam arti
penelaahan empiris, sehingga belum dapat dikatakan ilmu (IPSI, 1989).
Pendidikan sebagai Sistem
Sistem
itu adalah sebagai suatu strategi, cara berfikir, atau model berfikir. Ini
berarti ada model berpikir sistem ada pula yang berpikir nonsistem. Bila sistem
itu berhubungan dengan suprasistemnya, maka ia disebut sistem terbuka.
Sebaliknya bila tidak, maka ia disebut sistem tertutup. Contoh sistem terbuka,
misalnya pasar, orang, tanaman dan lain sebagainya. Sistem tertutup misalnya,
jam, kipas angin, AC, dan lain sebaginya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi
pendidikan adalah sebagai berikut:
1. Filsafat
Negara
2. Agama
3. Social,
yang mencakup psikologi, peranan kelompok profesi, dan keamanan.
4. Kebudayaan,
yang diartikan sebagai ilmu, teknologi, kesenian, dan norma.
5. Ekonomi,
yang mencakup keterampilan berpikir, keterampilan tangan, dan perkembangan
ekonomi.
6. Politik,
yang mencakup idiologi, cita-cita, dan semangat kebangsaan.
7. Demografi,
terdiri dari perkembangan penduduk, penyebaran penduduk, dan kepadatan
penduduk.
Ketujuh
factor ini merupakan supersistem dari sistem pendidikan. Jadi pendidikan
sebagai sistem berada bersama, terikat, tertenun di dalam supersistemnya yang
terdiri dari tujuh sistem di atas. Berarti membangun suatu lembaga pendidikan
baru atau memperbaiki lembaga pendidikan lama, tidak dapat memisahkan diri dari
supersistem tersebut.
Sebagaimana diketahui bahwa
manajemen pendidikan adalah merupakan inti dari suatu proses mengolah input
menjadi lulusan pada setiap lembaga pendidikan. Struktur pendidikan yang jelas
dan terperinci akan menjamin kelancaran tugas para personalia pendidikan.
Subsistem personalia memegang
peranan penting di antara subsistem lainnya. Berhasil atau tidak suatu
pendidikan sangat ditentukan oleh personalianya. Suatu lembaga pendidikan yang
lengkap dengan fasilitasnya, bila personalianya tidak cakap dan tidak bersedia
bekerja dengan baik, tidak akan menghasilkan lulusan yang baik. Sebalinya,
walaupun fasilitas lembaga pendidikan kurang memadai, tetapipersonalianya
berdedikasi tinggi, dengan kreasi yang tingi dan rajin belajar, sangat mungkin
memberikan lulusan yang memadai. Sampai saat ini di Indonesia sistem informasi
yang paling kurang mendapat perhatian. Pada hal informasi dipandang sebagai
darah atau organisasi atau lembaga pendidikan. Tidak memperhatikan informasi
berarti membiarkan aliran darah tersendat-sendat yang dapat menimbulkan
penyakit dalam lembaga pendidikan bersangkutan.
Subsistem lingkungan atau masyarakat
juga kurang diperhatikan oleh para manajer pendidikan pada masa ini. Padahal
masyarakat memiliki potensi besar untuk mendukung agar pendidikan maju. Sejalan
dengan aturan pemerintah bahwa pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara
pemerintah, orang tua, dan masyarakat, maka sudah selayaknya subsistem
lingkungan ini perlu diperhatikan oleh manajer pendidikan.
Dampak Konsep Pendidikan
1. Semua
tenaga pendidikan, baik pada jalur sekolah, maupun luar sekolah yang mencakup:
a. Manajer
atau administrator prndidikan
b. Pengawas
pendidikan atau supervisor
c. Guru,
dosen, eksper, dan narasumber.
d. Tenaga
penunjang akademik:
1) Peneliti
2) Pengembang
kurikulum
3) Pustakawan
4) Laboran
5) Teknisi
sumber belajar
Harus
memiliki pengertian yang benar tentang pendidikan, semua melaksanakan
tmasing-masing tugasnya sesuai denga perinsip pendidikan dan mengarah kepada
pencapaian tujuan pendidikan.
2. Ada
tiga macam pendidikan yaitu:
a. Pendidikan
yang dipakai oleh masyarakat umum, yan tidak ilmiah, melainkan diwariskan
secara turun-temurun.
b. Teori
umum pendidikan yang mirip dengan filsafat pendidikan, yang menekankan pada
prinsip-prinsip mengajar atau didaktik atau PBM.
c. Ilmu
pendidikan bersifat ilmiah yang utuh sebagai satu kesatuan ilmu.
3. Mendidik
adalah semua upaya untuk membuat peserta didik mau dan dapat belajar atas
dorongan diri sendiri untuk mengembangkan bakat, pribadi, dan potensi-potensi
lainnya secara optimal kea rah yang positif.
4. Pengembangan
peserta didik, pendidik melakukan pengembangan ini dimotori oleh pengembangan
afeksi, yang bertujuan untuk membuat peserta didik:
a. Memiliki
sikap suka belajar.
b. Tahu
tentang cara belajar.
c. Memiliki
rasa percaya diri.
d. Mencintai
prestasi tinggi.
e. Memiliki
etos kerja
f. Kreatif
dan produktif.
g. Puas
akan sukses yang dicapai.
5. Pendidikan
luar sekolah perlu diberi perhatian lebih banyak, sebab fungsinya tidak kalah
penting dibandingkan dengan pendidikan jalur sekolah.
6. Perlu
segera dipikrkan untuk mewujudkan ilmu Pendidikan yang bercorak Indonesia, yang
cocok dengan geografis, budaya, dan cita-cita bangsa Indonesia, melalui
penelitian-pemelitian yang terorganisasi dan berkesinambungan.
7. Pengembngan
pendidikan haruslah mengikuti dan mengantisipasi supermasinya, yaitu:
a. Filsafat
Negara
b. Agama
c. Sosial
d. Kebudayaan
e. Ekonomi
f. Politik
g. Demografi.
8. Penyelenggaraan
dan pelaksanaan pendidikan sebagai bagian terpenting dalam mensukseskan misi
pendidikan, hendaklah memeakai konsep sistem atau dikerjakan dengan memandang
hal itu sebagai sistem.
B.
LANDASAN
HUKUM
Tiap-tiap
Negara memiliki peraturan perundang-undangan sendiri. Semua tindakan yang
dilakukan di Negara itu didasarkan pada perundang-undangan tersebut. Tindakan
dikatakan benar bila sejalan atau sesuai dengan hokum yang berlaku di Negara
bersangkutan.
Negara
Indonesia mempunyai berbagai peraturan perundang-undangan yang bertingkat,
mulai dari Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang, Peraturan Pemerintah,
ketetapan, sampai dengan Surat Keputusan. Semuanya mengandung hokum yang patut ditaati.
Undang-Undang Dasar 1945 merupakan hokum yang tertinggi. Sementara itu
peraturan perundang-undangan yang lain harus tunduk kepada UNdang-Undang Dasar
1945.
Pengertian Landasan
Hukum
Kata landasan dalam hukum adalah
melandasi atau mendasari atau titikk tolak. Landasan hukum seorang guru boleh
mengajar misalnya, adalah surat keputusan tentang pengangkatannya sebagai guru.
Yang melandasi atau mendasari ia menjadi guru adalah surat keputusan itu
beserta hak-haknya.
Landasan hukum dapat diartikan peraturan
baku sebagai tempat tepijak atau titik tolak dalam melaksanakan
kegiatan-kegiatan tertentu, dalam hal ini kegiatan, dalam hal ini kegiatan
pendidikan. Tetapi tidak semua kegiatan pendidikan dilandasi oleh aturan-aturan
baku ini.
Pendidikan Menurut Undang-Undang
Dasar 1945
Undang-Undang
Dasar 1945 adalah merupakan hokum tertinggi di Indonesia. Kedudukan ini membuat
UUD 1945 mengandung isi yang sifatnya umum
Pasal-pasal
yang bertalian dengan pendidikan dalan UUD 1945 hanya 2 pasal, yaitu Pasal 31
dan Pasal 32. Pasal 31 ayat 1 berbunyi: tiap-tiap warga negara berhak mendapat
pengajaran. Dan ayat 2 pasal ini berbunyi: pemerintah mengusahakan dan
menyelenggarakan satu sistem pengajarab nasional, yang diatur dengan
Undang-Undang.
Pasal
32 pada UUD itu berbunyi: pemerintah memajukan kebudayaan nasional Indonesia.
Sangkut pautnya adalah kebudayaan akan berkembang apabila budi daya manusia
ditingkatkan dan budi daya bisa dikembangkan kemampuannya melalui pendidkan.
Dengan demikian upaya memajukan kebudayaan berarti juga sebagai upaya memajukan
pendidikan.
Undang-Undang
RI Nomor 2 Tahun 1989 tentang Pendidikan Nasional
Undang-undang
ini mengatur pendidikan pada umumnya, artinya segala sesuatu bertalian dengan
pendidikan, mulai dari prasekolah sampai dengan pendidikan tinggi ditentukan
dalam undang-undang ini.
Pasal
1 ayat 2 dan ayat 7 berbunyi: Pendidikan nasional adalah pendidikan yang
berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia dan yang berdasarkan pada Pancasila
dan UUD 1945. UU ini mengharuskan pendidikan berakar pada kebudayaan nasional
yang berdasar pada Pancasila dan UUD 1945. Ini berarti teori-teori pendidikan
dan praktek-praktek pendidikan yang diterapkan di Indonesia, tidak boleh tidak
haruslah berakar pada kebudayaan Indonesia.
Selanjutnya
pasal 1 ayat 7 berbunyi: Tenaga pendidikan adalah anggota masyarakat yang
mengabdikan diri dalam penyelanggaraan pendidikan. Menuruy ayat ini yang berhak
menjadi tenaga kependidikan adalah setiap anggota masyarakat yang mengabdikan
dirinya dalam penyelenggaraan pendidikan. Pasal 27 ayat 2, yang mengatakan
tenaga kependidikan mencakup tenaga pendidik, pengelola/kepala lembaga
pendidikan, penilik/pengawas, peneliti, dan pengembang pendidikan, pustakawan,
laboran, dan teknisi sumber belajar.
Hal
lain yang perlu diberi penjelasan adalah pendidikan akademik dan pendidikan profesional.
Pada pasal 17 ayat2 menyebitkan bahwa sekolah tinggi, institut, dan universitas
menyelenggarakan pendidikan akademik dan atau profesional. Pendidkan akademik
adalah pendidikan yang berupaya melayani perkembangan sikap berfikir, dan
perilaku ilmiah para mahasiswa sehingga mereka dapat mengembangkan ilmu,
teknologi, dan seni sesuai dengan bidangnya masing-masing. Dengan orientasi
pendidik akademik adalah pada kemampuan mengembangkan ilmu, teknologi, dan seni
melalui kegiatan-kegiatan penelitian. Pendidikan profesional menekankan pada
aplikasi teori-teori yang telah ada. Orang yang profesional kalau ia mampu
melaksanakan sesuatu secara benar, dalam arti sesuai dengan konsep atau teori
yang bertalian dengan sesuatu yang dikerjakan itu, sehingga orang lain yang
berkepentingan merasa puas.
Bila
pendidikan akademik membuat manusia berkembang secara optimal, maka pendidikan
secara profesional berusaha membuat manusia-manusia pekerja dalam bidang-bidang
tertentu.
Dampak
Konsep Pendidikan
1) Ada
perbedaan jelas antara pendidikan akademik dengan pendidikan professional.
Pendidikan akademik menyiapkan para ahli agar mempu mengemnbangkan ilmu atau
teknik atau seni di bidangnya masing-masing melalui alkulturasi diri secara
utuh.
2) Pendidikan
professional tidak cukup hanya menyiapkan ahli dalam menerapkan suatu teori,
tetapi juga mempelajari cara membina para pembantu, mengusahakan alat-alat
bekerja, menciptakan lingkungan dan
iklim kerja yang kondusif untuk berupaya selalu memuaskan orang-orang yang
berkepentingan.
3) Sebagai
konsekuensi dari beragamnya bakat dan keahlian/kemampuan para siswa serta
dibutuhkannya tenaga kerja menengah yang banyak, maka perlu diciptakan berbagai
ragam sekolah kejurauan.
4) Untuk
merealisasikan terwujudnya pengembangan manusia Indonesia seutuhnya, seperti
dikemukakan sebagai tujuan pendidikan nasional diperlukan perhatian yang sama
terhadap pengembangan afeksi, kognisi, dan psikomotor pada semua tingkat
pendidikan.
5) Para
ahli atau peneliti yang melakukan uji coba atau meneliti di pendidikan dasar
haknya dijamin oleh PPRI nomor 28 tahun 199- Pasal 30 dalam kaitannya dengan
upaya memperbaiki pendidikan. Oleh karena itu para kepala sekolah hendaklah
member izin dan kebebasan kepada para ahli tersebut dalam batas-batas
melaksanakan peneliian itu.
C.
LANDASAN
FILSAFAT
Sesungguhnya
filsafat telah ada semenjak manusia ada. Tetapi keberadaannya tidak diakui
secara formal seprti filsafat sekarang. Sebab ia tidak digali, dihimpun, dan
distematikan menjadi suatu pemikiran. Gambaran dan cita-cita tentang kehidupan
itu pula yang mendasri adat-istiadat suaru suku atahu bangsa, norma, dan hokum
yang berlaku dalam masyarakat. Hal ini mendorong masyarakat untuk menekankan
pada aspek atau aspek-aspek tertentu pada pendidikan agar dapat memenuhi
gambaran dan cita-cita mereka.
Filsafat, Ilmu, dan
Ilmu Pendidikan
Filsafat dalam arti
sekarang mulai dikenal sejak zaman Yunani kuno. Scorates (469-399 SM)
mengajarkan bahwa manusia harus mencari kebenaran dan kebijakan dengan cara
berfikir secara dialektis. Plato mengatakan kebenaran hanya ada di alam ide
yang bias diselami dengan akal, sedang Aristoteles merupakan peletak dasar
empirisme, yaitu kebenaran harus dicari melalui pengalaman panca indra.
Filsafat ialah hasil pemikiran dan
perenungan secara mendalam tentang sesuatu samapai ke akar-akarnya. Filsafat
membahas suatu dari segala aspeknya yang mendalam, maka kebenara filsafat
adalah kebenaran menyeluruh yang sering dipertentangkan dengan kebenaran ilmu
yang sifatnya relative. Karena kebenaran ilmu hanya ditinjau dari segi yang
bias diamati hanya sebagian kecil sja. Dalam gari s besarnya ada empat cabang
filsafat yaitu metafisika, epistemology, logika, dan etika, dengan kandungan
materi masing-masing sebagai berikut:
1)
Metafisika ialah filsafat yang meninjau
tentang hakikat segala sesuatu yang terdapat di ala mini. Dalam kaitannya
dengan manusia, ada dua pandangan yaitu: (Callahan, 1983)
a.
Manusia pada hakikatnya adalah spiritual.
Yang ada adalah jiwa atau roh, yang lain adalah semu. Pendidikan berkewajiban
membebaskan jiwa dari ikatan semu.
b.
Manusia adalah organism materi.
Pandangan ini dianut kaum Naturalis, Materialis, Experementalis, Pragmatis dan
beberapa realis. Pendidikan adalah untuk hidup. Pendidikan berkewajiban
kehidupan manusia menjadi menyenangkan.
2)
Epistemology ialah filsafat yang
membahas tentang pengetahuan dan kebenaran, dengan rincian masing-masing
sebagai berikut:
a. Ada
lima sumber pengetahuan yaitu:
·
Otoritas, yang terdapat adal
ensiklopedi, buku teks yang baik, rumus, dan tabel
·
Common sense, yang ada pada adat dan
tradisi
·
Intuisi yang berkaitan dengan perasaan.
·
Pikiran yang menyimpulkan hasil
pengalaman.
·
Pengalaman yang terkontrol untuk
mendapatkan pengetahuan secara ilmiah.
b. Ada
empat teori kebenaran yaitu:
·
Koheren
·
Koresponden
·
Pragmatisme
·
Skeptivisme
3)
Logika ialah filsafat yang membahas
tentang cara manusia berfikir dengan benar. Dengan memahami filsafat logika
diharapkan manusia bias berfikir dan mengemukakan pendapatnya secara tepat dan
benar.
4)
Etika ialah filsafat yang menguraikan
tentang perilaku manusia. Nilai dan norma msyarakat serta ajaran agama menjadi
pokok pemikiran dalam filsafat ini. Filsafat etika sangat besar mempengaruhi
pendidikan sebab tujuan pendidikan untuk mengembangkan perilaku manusia, antara
lain afeksi peserta didik.
Jujun (1985) menulis bahwa filsafat,
meminjam pemikiran Will Durant, dapat diibaratkan pasukan mariner yang merebut
pantai untuk pendaratan pasukan infantry dalam suatu invasi militer ke sebuah
pulau. Pasukan infantry baru bisa masuk dan berfungsi setelah pantai dikuasai
oleh pasukan marinir. Suatu ilmu akan muncul setelah terjadi pengkajian dalam
filsafat. Filsafat merupakan tempat berpijak bagi kegiatan pembentukan ilmu
itu.
Pada taraf selanjutnya, ilmu menyatakan
dirinya otonom/berdiri sendiri ia bebas sama sekali dengan konsep-konsep dan
norma-norma filsafat. Dalam bukunya yang lain Jujun (9181) membagi proses
perkembangan ilmu menjadi dua bagian yang saling berkaitan satu dengan yang
lain. Tingkat proses perkembangan yang dimaksud adalah:
1)
Tingkat empiris ialah ilmu yang baru
ditemukan di lapangan. Ilmu yang masih berdiri-sendiri, baru sedikit bertautan
dengan penemuan lain yang sejenis. Pada tingkat ini wujud ilmu belum utuh,
masing-masing sesuai dengan misi penemuannya karena belum lengkap.
2)
Tingkat penjelasan atau teoritis, ialah
ilmu yang sudah mengembangkan suatu struktur teoritis. Dengan struktur ini
ilmu-ilmu empiris yang masih terpisah-pisah dicari kaitannya satu dengan yang
lain dan dijelaskan sifat kaitannya itu. Dengan cara ini struktur berusaha
mengintegrasikan ilmu-ilmu empiris itu menjadi suatu pola yang berarti.
Pendidikan adalah merupakan salah satu
bidang ilmu. Sama halnya dengan ilmu-ilmu yang lain, pendidikan lahir dari
induk-nya yaitu filsafat. Pendidikan juga lepas secara perlahan-lahan daru
induknya. Pada awalnya pendidikan berada bersama dengan filsafat sebab filsafat
tidak pernah membebaskan diri dengan pembentukan manusia. Filsafat diciptakan
oleh manusia untuk kepentingan memahami kedudukan manusia, pengembangan
manusia, dan prningkatan hidup manusia.
Sikun Pribadi (ISPI,
1989) menggambarkan hubungan filsafat, filsafat pendidikan, ilmu pendidikan,
ilmu pendidikan praktis, perbauatan mendidik, pengalaman mendidik, dan
keyakinan pendidik sebagai berikut:
1)
Filsafat atau filsafat umum atau
filsafat negara menjadi sumber segala kegiatan manusia atau mewarnai semua
aktivitas warga negara atau bangsa.
2)
Filsafat pendidikan dijabarkan dari
filsafat, artinya filsafat pendidikan tidak boleh bertentangan dengan filsafat.
3)
Ilmu pendidikan (yang bersifat teoritis)
ada diurutan ketiga, sebab ia dijabarkan dari filsafat pendidikan. Di sinilah
teori-teori pendidikan dirumuskan.
4)
Ilmu pendidikan praktis adalah merupakan
konsep-konsep pelaksanaan teori-teori pendidikan di atas. Jadi ini dijabarkan
dari teori-teori pendidikan.
5)
Pada langkah berikutnya adalah perbuatan
mendidik, yaitu tindakan-tindakan nyata dalam menerapkan teori pendidikan
praktis.
6)
Sebagai akibat dari perbuatan mendidik,
akan mendapatkan pengalaman tentang mendidik. Sudah tentu pengalaman ini
didapatkan di lapangan.
7)
Pengalaman ini memberi umpan balik pada
teori pendidikan yang terdapat dalam teori pendidikan, yang memanfaatkanya
untuk memungkinkan merevisi teori semula.
8)
Sebagai akibat dari revisi tadi, sangat
mungkin ilmu pendidikan member umpan balik kepada filsafat pendidikan, dan
kemungikan merevisi konsep-konsepnya.
9)
Ilmu pendidikan juga mengadakan kontak
hubungan dengan pengalaman-pengalaman mendidik, untuk selalu mengingatkan diri
agar tidak menyimpang dari teori-teori mendidik.
10)
Perbuatan-perbuatan mendidik bias
menimbulkan keyakinan tersendiri tentang pendidikan. Suatu keyakinan yang belum
tampak pada filsafat, filsafat pendidikan, maupun pada ilmu pendidikan.
Keyakinan ini memberi bahan baru kepada filsafat, untuk dipikirkan kembali dan
dimasukan ke dalam filsafat.
Filsafat Pendidikan
Filsafat pendidikan ialah hasil
pemikiran dan perenungan secara mendalam sampai ke akar-akarnya mengenai
pendidikan. Ada filsafat pendidikan yang dianut oleh bangsa-bangsa di dunia.
Francis Bacon dalam bukunya The Advencement of Learning
mengemukakakn tesis bahwa kebanyakan pengetahuan yang dimiliki oleh manusia
mengandung unsur-unsur validitas yang bermanfaat dalam menyelesaikan
persoalan-persoalan sehari-hari, bila pengetahuan itu dibersihkan dari salah
konsep yang berlangsun selam bertahun-tahun. Bacon menggunakan logika indiktif
sebagai teknik krisis atau analisis untuk menemukan arti pendidikan yang dapat
diandalkan.
Johan Herbart dalam bukunya Scence of education menginginkan agar
guru mempunyai informasi yang dapat diandalkan mengenai tujuan pendidikan yang
ingin dicapai dan proses belajar sebelum guru ini memasuki kelas.
Untuk sementara filsafat pendidikan
bias dipakai latar pengetahuan saja. Selanjutnya setelah pendidik berhasil
menemukan konsep, barulah filsafat pendidikan dimanfaatkan untuk
mengevaluasinya, atau sebagai pembanding, untuk kemungkinan sebagai pembanding,
untuk kemungkinan sebagai bahan merevisi, agar konsep pendidikan menjadi lebih
mantap.
John Dewey dalam bukunya Democracy and Education menyatakan bahwa
pengalaman adalah tes terakhir dari segala hal. Mereka memandang pengalaman
adalah sebagai panji-panji filsafat pendidikan yang mempunyai komitmen terhadap
inquiry atau penyelidikan. Filsafat pendidikan
mencari konsekuensi proses belajar mengajar, apa yang telah dilakukan, apa
kelemahannya, dan bagaimana mengatasi kelemahan itu.
Berbagai aliran filsafat di atas,
member dampak terciptanya konsep-konsep atau teori-teori pendidikan yang
beragam. Masing-masing konsep akan mendukung konsep-konsep filsafat pendidikan
itu. Dalam membangun teori pendidikan, filsafat pendidikan juga mengingatkan
agar teori-teori itu diwujudkan di atas kebenaran berdasarkan kaidah-kaidah
keilmuan.
Filsafat pendidikan juga
mengingatkan kepada kita agar sangat hati-hati menyusun suatu teori. Struktur
teori itu harus jelas, tidak boleh tumpang tindih. Suatu teori yang akan
dibangun perlu dianalisis bagian-bagiannya, cabang-cabangnya, dan
ranting-rantingnya, termasuk pengertian pendidikan itu sendiri, tujuan
pendidikan, dan cara-cara mencapai tujuan. Masing-masing bagian perlu
divalidasi terlebih dahulu agar bebas dari salah tafsir, memakai terminology
yang tepat, definisi yang jelas, dan lain sebagainya. Sesuadah itu berulah disusun
secara sistematis, diintegrasikan satu sama lain, sehingga menjadi suatu teori
pendidikan yang utuh.
Filsafat Pendidikan di
Indonesia
Bangsa Indonesia baru memiliki
filsafat ilmu atau filsafat Negara ialah Pancasila. Sebagai filsafat Negara ,
Pancasila patut menjadi jiwa bangsa Indonesia, menjadi semangat dalam berkarya
pada segala bidang, dan mewarnai segala segi kehidupandari hari ke hari.
Sementara itu dunia pendidikan di
Indonesia belum punya konsep atau teori-teori sendiri yang cocok dengan kondisi,
kebiasaan atau budaya Indonesia tentang pengertian pendidikan dan cara-cara
mencapai tujuan pendidikan. Sebagaian besar konsep atau teori pendidikan
diimpor dari luar negeri sehingga belum tentu valid untuk diterapkan di
Indonesia. Teori-teori bias didapat dengan cara belajar di luar negeri, atau
dengan cara melakukan studi banding. Dan yang paling banyak adalah dengan
mendatangkan buku atau membeli buku dari Negara lain. Inilah sumber-sumber
konsep pendidikan di Indonesia.
Memang benar ada sejumlah konsep
pendidikan yang tumbuh dan berkembang dari dalam negeri sendiri. Tetapi konsep-konsep itu
sendiri belum dikaji lebih lanjut melalui penelitian-penelitian pendidikan yang
membuat validitasnya masih diragukan. Sampai dimana efektivitas kepemimpinan
Tut Wuri Handayani misalnya, belum banyak diteliti dan dikomunikasikan.
Ditinjau dari segi arah pengembangan pendidikan di Indonesia masih terjadi
perbedaan. Belum ada kekompakan di antara para ahli dan pencinta pendidikan
mengenai ilmu pendidikan yang diinginkan. Sebagian berorientasi pada ilmu
pendidikan di Eropa dan sebagaian lagi berorientasi pada pendidikan di Amerika
Serikat. Orientasi yang tidak sama ini lebih meningkatkan kerumitan upaya
membentuk ilmu pendidikan di Indonesia lengkap dengan filsafat pendidikannya.
Buchori menyatakan adanya
penyederhanaan dalam pendidikan sebagai akibat dari orientasi ke Amerika
Serikat. Pendidikan cenderung hanya mempersoalkan masalah-masalah operasional,
khususnya tentang proses belajar-mengajar di kelas (Soedomo, 1990). Pendidikan
hanya dipandang sebagai upaya mengajarkan sesuatu kepada peserta didik. Badan
ilmu pendidikan itu sendiri sebagau suatu yang utuh menjadi terabaikan.
Amerika Serikat yang menganut
Filsafat Pragmatis dengan Filsafat Progresivis penyederhanaan makna pendidikan
tersebut di atas bisa diterima. Karena itu mereka juga tidak membutuhkan alat
pendidikan yang pasti. Tujuan dan alat pendidikan mereka sangat mungkin akan
berganti terus untuk selalu menemukan yang lebih baik bagi kehidupan manusia.
Sehingga mereka mengatakan tujuan dan alat pendidikan adalah sama. Mereka
memandang pendidikan itu hanya sebagi cara untuk membuat anak-anak belajar, alias
hanya sebagai proses belajar-mengajar.
Negara Indonesia tidak sama dengan
Amerika Serikat. Indonesia punya cita-cita yang pasti dalam pendidikan, yang
harus dikejar dan diwujudkan, yaitu manusia Indonesia seutuhnya yang dijiwai
oleh sila-sila Pancasila. Dengan kata lain, pendidikan di Indonesia perlu
diwujudkan dalam bentuk ilmu pendidikan seperti halnya dengan model pendidikan
di Eropa. Hanya saja ilmu pendidikan di Indonesia harus menunjukan cirri khas
Negara Indonesia termasuk Pancasilanya. Ini berarti ilmu pendidikan harus
digali dari bumi Indonesia sendiri.
Buchori menunjukan kepada kita bahwa
kegiatan pendidikan di Indonesia hanya baru satu segi saja, yaitu segi
operasionalnya saja. Itupun haya terjadi pada jalur pendidikan sekolah. Jalur
luar sekolah belum banyak digarap. Tentang landasan pendidikan Indonesia belum
terjamah sama sekali. Seperti diketahui ilmu pendidikan sebagai suatu ilmu yang
utuh terdiri dari landasn, struktur, dan operasional pendidikan. Yang dimaksud
dengan stuktur ialah isi ilmu itu dengan sistematiknyanya serta proposisi
bagian-bagiannya yang mendukung pendidikan sebagai suatu ilmu.
Ilmu pendidikan tidak persis sama
dengan ilmu-ilmu yang lain. Ilmu pendidikan mengandung unsur-unsur fakta dan
upaya. Fakta akan membentuk teori penjelasan tentang cara mendidik. Sedangkan
upaya akan membentuk kiat atau seni mensukseskan pendidikan terutama dalam
memasukan norma-norma ke dalam kehidupan peserta didik. Bertalian dengan fakta
dan upaya tersebut di atas Perry mengemukakan tiga metode dalam ilmu pendidikan
seperti berikut (Soedomo, 1990):
1)
Metode normative, metode yang berusaha
menjelaskan tentang keberadaan manusia, bagaimana seharusnya manusia itu
brsikap dan bertindak terhadap dirinya dan terhadap sesame manusia maupun
makhluk lain. Menentukan nilai-nilai baik yang perlu ditiru dan membuang
hal-hal yang tidak baik.
2)
Metode eksplanatori, metode yang
berusaha menentukan kondisi dan kekuatan apa yang dapat membuat proses
pendidikan berhasil. Metode ini bersumber dari data atau hasil penelitian di
lapangan, berupa kondisi dan kekuatan yang di miliki peserta didik.
Kondisi dan kekuatan tersebut di ambil
dari ilmu-ilmu lain seperti psikologi, sosiologi, antropologi, ekonomi, dan
politik.
3)
Metode teknologi, ialah cara mendidik
itu sendiri yaitu praktek mendidik di lapangan. Metode ini mencakup organisasi
materi pelajaran, iklim dan lingkungan belajar, alat-alat dan media belajar,
teknik penyampaian bahan, bentuk bimbingan belajar, dan sebaginya.
Dari uraian di atas tampaklah bagi kita
bahwa terjadi ketidaksamaan pandangan di antara para ahli pendidikan tentang
pendidikan itu sendri. Sebagaian yang berkiblat ke Amerika Serikat memandang
pendidikan sebagai cara mengajar dan belajar, jadi tidak memerluan ilmu
pendidikan. Sebagian lagi berorientasi pada pendidikan di Eropa yang memandang
pendidikan sebagai suatu ilmu yang utuh yaitu ilmu pendidikan.
Untuk bisa membentuk teori pendidikan
Indonesia yang valid, terlebih dahulu dibutuhkan filsafat pendidikan yang
bercorak Indonesia yang memadai. Filsafat ini menguraikan tentang:
1)
Pengertian pendidikan yang jelas, yang
satu, dan berlaku di seluruh tanah air. Apakah pendidikan itu member kebebasan
penuh kepada individu yang berkembang? Apakah mereka perlu diarahkan, kalau ya,
samapai mana batas-batas pengarahan itu dan lain sebaginya.
2)
Tujuan pendidikan, yaitu pembentukan
manusia Indonesia seutuhnya yang diwarnai oleh sila-sila Pancasila. Tujuan ini
mengoprasionalkan manusia Indonesia seutuhnya dan juga mengoprasionalkan wujud
sila-sila Pancasila dlam diri peserta didik secara detail. Agar satu persatu
dapat ditanamkan melalui proses belajar
mengajar. Bagaimana mengaitkan tujuan institusional dengan tujuan umum agar
setiap lulusan mencerminkan manusia berkembang seutuhnya serta berciri
Pancasilais.
3)
Model pendidikan, model pendidikan akan
menyangkut teori pendidikan. Suatu teori pendidikan yang utuh dan lengkap
dengan strukturnya, dan diberlakukan di seluruh tanah air karena mendukung
terbentuknya manusia berkembang yang Pancasilais. inilah yang akan menjelma
menjadi ilmu pendidikan bercorak Indonesia yang konsep-konsepnya dikembangkan
lewat penelitian-penelitian di lapangan.
4)
Cara mencapai tujuan, yaitu segi teknik
dari pendidikan itu sendiri. Teknik mendidik seringkali berkaitan dengan siapa
yang dididik, apa yang dipelajari, dan bagaimana filsafat pendidikan itu sendiri.
Upaya
Mewujudkan Filsafat Pendidikan di Indonesia
Perhatian-perhatian terhadap perlunya filsafat pendidikan
itupun baru muncul di sana-sini belum terkoordinasi menjadi suatu perhatian
besar untuk segera mewujudkannya.
Untuk mengembangkan Ilmu Pendidikan yang bercorak Indonesia
secara valid, terlebih dahulu dibutuhkan pemikiran dan perenungan yang mendalam
tentang ilmu itu sendiri dan budaya serta geografis Indonesia yang akan
mewarnainya. Pemikiran dan perenungan itu adalah filsafat yang khusus membahas
pendidikan yang tepat dierapkan di bumi Indonesia. Dengan kata lain, untuk
menemukan teori-teori pendidikan yang bercorak Indonesia, dibutuhkan terlebih
dahulu rumusan filsafat pendidikan yang bercorak Indonesia pula.
Upaya mendorong pemerintah untuk member isyarat akan pentingnya
merumuskan filsafat pendidikan dan teori pendidikan yang bercorak Indonesia
sudah pernah dilakukan menjelang siding umum MPR (Kompas, 27 Nopember 1992), sebagai satu sumbangan untuk bahan siding
umum itu. Namum GBHN 1993 sebagai produk siding itu, tidak mencantumkan
perlunya perumusan filsafat dan teori pendidikan itu.
ISPI (1989) bengingatkan bahwa tugas utama para ahli Ilmu
Pendidikan adalah (1) mengungkapkan pemikiran yang sistematik dan mendasar
mengenai implikasi filsafat Pancasila dalam filsafat pendidikan nasional yang
akan dibentuk, dan (2) dalam menggunakan sumber-sumber dari luar termsuk teori
pendidikan dan perlu diadakan saringan-saringan agar sesuai dengan filsafat
negara kita.
Dampak
Konsep Pendidikan
Karena filsafat pendidikan yang cocok dengan alam dan budaya
Indonesia belum terbentuk, yang ada baru filsafat Negara yaitu Pancasila, maka
tidak banyak konsep pendidikan yang bisa diturunkan dari sini. Oleh sebab itu
dampak konsep pendidikan yang akan dituangkan di bawah adalah terbatas pada
penjabaran sila-sila Pancasila.
1)
Filsafat pendidikan Indonesia perlu
segera diwujudkan agar ilmu pendidikan bercorak Indonesia lebih mudah dibentuk.
Kunci terealisasinya suatu kegiatan pada dewasa ini adalah pemerintah. Sebab
itu dibutuhkan kemaun pemerintah untuk menggerakan kegiatan ini.
2)
Peranan dan pengembangan sila-sila
Pancasila pada diri peserta didik pada hakikatnya adalah pengembangan afeksi.
Oleh karena itu pendidikan afeksi tidak boleh dinomorduakan apalagi
ditinggalkan. Pendidikan afeksi, kognisi, dan psikomotor haruslah perlakukan
sama.
3)
Pendidikan Pancasila dan Pendidika Agama
tidak bertentangan, melainkan saling melengkapi satu dengan yang lainnya. Satu
kerjasama dalam tingkat operasional pendidikan moral dan mental anak-anak, agar
saling mendukung dan saling memajukan satu dengan yang lain.
4)
Materi pendidikan afeksi selain
bersumber dari bidang studi yang membahas moral Pancasila dan ajaran Agama,
sebaiknya dilengkapi dengan nilai-nilai dan adat istiadat yang masih hidup
dimasyarakat Indonesia serta budi pekerti luhur yang tetap dijungjung di bumi
Indonesia ini.
5)
Metode mengembangkan afeksi bisa dibagi
dua yaitu:
a)
Untuk pendidikan afeksi yang berbentuk
bidang studi, tekanan proses belajarnya adalah afeksi konsep-konsep yang
dipelajari. Artinya sila-sila Pancasila dan ajaran-ajaran Agama diberi dan
dibahas secukupnya
b)
Untuk pendidikan afeksi untuk dislipkan
pada bidang-bidang studi lain, pendidik cukup menyinggung afeksi tertentu yang
kebetulan dapat dimunculkan pada saat itu untuk dipahami oleh peserta didik,
dihayati, dan dilaksanakan.
6)
Evaluasi pendidikan afeksi haruslah
dilakukan secara nyata, diberi skor, dan dimasukan ke dalam rapor
seperti/halnya dengan bidang-bidang studi yang lain.
7)
Dalam mengembangkan materi pendidikan
afeksi, sangat mungkin sumber materi itu berasal dari luar negeri , bila hal
itu terjadi, maka perlu dilakukan penyaringan terlebih dahulu agar bisa
diterima oleh kondisi dan budaya Indonesia, sebelum dimasukan sebagai materi
pendidikan.
8)
Dalam rangka pengemabangan afeksi
peserta didik, ada baiknya kondisi kea rah
itu sengaja diciptakan, antara lain dengan menghadirkan jauh lebih
banyak budaya bangsa sendiri untuk menetralkan pengaruh budaya asing yang
memang sulit dibendung dalam abad informasi dan global ini.
D.
LANDASAN
SEJARAH
Sejarah adalah keadaan masa lampau
dengan segala macam kejadian atau kegiatan yang dapat didasari oleh
konsep-konsep tertentu. Sejarah mencakup segala kejadian dalam ala mini,
termasuk hal-hal yang dikembangkan oleh budi daya manusia.
Sejarah penuh dengan
informasi-informasi yang mengandung kejadian-kejadian, model-model,
konsep-konsep, teori-teori, praktek-praktek, moral, cita-cita, bentuk, dan lain
sebaginya. Setiap bidang kegiatan yang dikejar oleh manusia untuk maju, pada
umumnya dikaitkan juga dengan bagaimana keadaan bidang itu pada masa lampau.
Sejarah pendidikan merupakan bahan
pembanding untuk memajukan pendidikan suatu bangsa. Bab ini secra
berturut-turut akan membahas (1) sejarah pendidikan dunia, (2) sejarah
pendidikan Indonesia, (3) masa perjuangan bangsa, (4) masa pembangunan, dan (5)
dampak konsep pendidikan.
Sejarah Pendidikan
Dunia (dari diktat Pribadi)
Pendidikan yang mulai menunjukan
perbedaan eksistensinya dengan pendidikan-pendidikan sebelumnya adalah sejak
zaman Realisme. Zaman Realisme pendidikan diarahkan kepada kehidupan dunia dan
bersumber dari keadaan di dunia pula. Realisme menghendaki pikiran yang
praktis.
Gerakan
ini didorong oleh berkembangnya ilmu-ilmu pengetahuan alam, seperti
penemuan-penemuan baru dalam ilmu falak tenatng planet-planet dan bumi
mengitari matahari serta penemuan daerah-daerah baru dalam mengelilingi dunia.
Orang-orang mulai mengarahkan perhatiannya pada alam tempat mereka hidup dan
menjalani kehidupan ini.
Francis Bacon adalah tokoh pendidikan
pada zaman Realisme ini (abad ke-17) yang pertama mengembangkan metode
induktif. Pendapatnya sebagai berikut:
1)
Dalam menemukan dan mengembangkan
pengetahuan, pandangan harus diarahkan kepada realita alam ini, serta hal-hal
praktis yang ada di dalamnya.
2)
Alam lingkungan adalah sumber
pengetahuan yang bisa didapat lewat alat-alat indra.
3)
Menggunakan metode berfikir induktif,
yaitu mulai dari menemukan fakta-fakta khusus kemudian dianalisis sehingga
menimbulkan simpulan.
4)
Bila memungkinkan dapat mengembangkan
pengetahuan dengan eksperimen-eksperimen.
5)
Penggunaan bahasa daerah lebih
diutamakan.
Ada sejumlah prinsip pendidikan yang
berkembang pada waktu itu, yang dirumuskan oleh Bacon beserta
pengikit-pengikutnya antara lain:
1)
Pendidikan lebih dihargai daripada
pengajaran sebab mengembangkan semua kemampuan manusia.
2)
Pendidikan harus menekankan aktivitas
sendiri.
3)
Peneneman pengertian lebih penting
daripada hafalan.
4)
Pelajaran disesuaikan dengan
perkembangan anak.
5)
Pelajaran harus diberikan satu persatu
6)
Pengetahuan diperoleh dengan metode
induksi
7)
Semua anak harus mendapatkan kesempatan
yang sama untuk belajar.
Sesudah zaman Realisme berkembanglah
paham Rasionalsme dengan tokohnya John Lock pada abad ke-18. Aliran ini juga
disebut disiplinariaisme. Keyakinan
mereka adalah akal sebagi sumber pengetahuan, atau pengetahuan adalah sebagai
hasil pengolahan akal. Paham ini muncul karena masyarakat dengan akalnya dapat
menumbangkan kekuasaan raja Prancis yang absolute.
Teorinya yang terkenal adalah teori
Tabularasa atau a blank sheet of paper.
Mendidik adalah menulisi kertas itu. Manusia tidak mewarisi pengetahuan, tetapi
membentuk pengetahuannya sendiri. Proses belajar menurut Jhon Locke ada tiga
langkah, yaitu:
1)
Mengamati hal-hal yang ada diluar diri
manusia
2)
Mengingat apa yang telah diamati dan
dihafalkan
3)
Berfikir, yaitu mengolah bahan-bahan
yang telah diperoleh tadi, ditimbang-timbang untuk diri sendiri.
Dengan materi pelajaran terutama bahasa
Latin dan ilmu pasti untuk melatih pikiran.
Selanjutnya pada abad ke -18 ini muncul
pula aliran baru yaitu Naturalis sebagai reaksi terhadap aliran Rasionalis.
Tokohnya adalah J.J Rousseau. Naturalism menentang kehidupan yang tidak wajar
sebagai akaibat dari Rasionalisme, seperti gaya hidup yang diperhalus, cara
hidup yang dibaut-baut, samapi dengan korupsi. Naturalism menginginkan
keseimbangan antara kekuatan rasio dengan hati.
Dalam pembaruan pendidikan Rouesseau
menulis buku dengan judul Emile. Pada
awal buku ini dtuliskan kalimat inti dari maksud bukunya yaitu: segala sesuatu
adalah baik ketika ia baru keluar dari alam; dan segala sesuatu menjadi jelek
manakala dia sudah berada di tangan manusia. Rousseau ingin kembali kea lam
yang wajar, pendidikan alam, alamlah yang menjadi guru. Menurut Rousseau ada
tiga asas mengajar yaitu:
1)
Asas pertumbuhan, pengajaran harus
member kesempatan untuk anak-anak bertumbuh secara wajar dengan cara
memperkerjakan mereka, sesuai dengan kebutuhaan-kebutuhannya.
2)
Asas aktivitas, melalui bekerja anak-anak
akan menjadi aktif, yang akan memberikan pengalaman, yang kemudian akan menjadi
pengetahuan mereka.
3)
Asas individualitas, dengan cara
menyiakan pendidikan sesuai dengan individualitas masing-masing anak, sehingga
mereka berkembang menurut alamnya sendiri.
Zaman Developentalisme berkembang pada
abad ke-19. Penganut aliran ini memandang proses pendidikan sebagi suatu proses
perkembangan jiwa. Karena itu aliran ini disebut juga gerakan psikologis dalam
pendidikan. Pendidikan adalah suatu proses perkembangan yang berlangsung dalam
setiap individu. Proses ini merupakan hasildari aktuvitas dan reaksinya
terhadap lingkungan. Salah satu tokohnya ialah Pestalozzi.
Tujuan pendidikan peastlozzi adalah
meningkatkan derajat social seluruh umat manusia. Tugas pendidikan selanjutnya,
sesudah mngetahui hokum perkembangan anak, adalah menyediakan syarat-syarat
tertentu agar kekuatan-kekuatan anak bisa berkembang dengan baik. Pendidikan
bersifat kontinu, wajar, dan spontan. Dasar metodenya adalah aktivitas anak yang
terdiri dari :
1)
Impression
atau pengamatan, bukan saja lewat pancaindra, tetapi juga mencakup unsur
emosional.
2)
Ekspresi dalam bentuk bahasa,
benda-benda, bilangan atau hitungan, dan moral.
Tokoh kedua adalah Herbart yang
menginginkan pembentukan manusia susila yang bermoral tinggi. Tujuan
pendidikannya adalah membentuk watak susila, melalui pengembangan minat yang
seluas-luasnya. Minat anak terhadap segala sesuatu dikembangkan lewat
pengajaran. Dia berkeyakinan bila anak-anak berminat terhadap sesuatu, maka ia
akan mempelajarinya sehingga menjadi pengetahua Herbart mengatakan kita mau
melakukan sesuatu tentang apa yang kita ketahui, tetapi kit tidak mau melakukan
hal itu manakala kita tidak tahu tentang hal itu. Inilah cara membentuk watak
anak agar susila.
Dasar teori pendidikan Herbart adalah
Psikologi Asosiasi. Pengajaran yang baik akan memberikan tanggapan
sejelas-jelasnya kepada anak-anak. Karena itu Psikologi Asosiasi Herbart sering
pula disebut Psikologi tanggapan. Ada lima langkah dalam proses belajar
mengajar, yaitu:
1)
Persiapan, anak-anak dipersiapkan untuk
menerima pelajaran.
2)
Presentasi, dimulai secara konkret agar
anak-anak mendapat tanggapan-tanggapan yang jelas, terang, dan kuat.
3)
Asosiasi dilakukan dengan cara
mengintegrasikan pengetahuan baru dengan yang lama.
4)
Generalisasi, hubungan pengetahuan baru
dengan yang lama benar-benar agar membentuk sesuatu yang baru pula dalam benak
anak-anak.
5)
Aplikasi, pembentukan
pengetahuan-pengetahuan baru itu perlu diuji atau dites, untuk mengetahui
apakah anak-anak sudah mampu mengaplikasikan pengetahuan itu atau belum.
Kalau Herbart mengembangkan minat yang
luas untuk mencapai kesusilaan, maka Frobel bermaksud mengembangkan semua
kapasitas dan kekuatan yang laten pada anak-anak. Tujuan pendidikannya adalah
mengembangkan semua potensi itu agar menjadi actual. Perkembangan manusia
adalah sama dengan perkembangan alam, mulai dari kuncup menjadi mekar.
Tugas pendidikan adalah mengontrol
pertumbuhan anak agar menuju kea rah yang benar, ke arah aslinya sebagai anak
manusia. Pendidikan Frobel adalah perkembangan yang diawasi. Titik berat
pendidikannya adalah kreativitas. Artinya agar pendidikan anak berhasil dengan
baik, dibutuhkan kreativitas anak itu sendiri mengembangkan dirinya.
Tujuan akhir pendidikan Frobel adalah
mencapai integritas diri dengan alam atau kosmos ini, sesuai dengan kehendak
Tuhan penciptanya. Manusia perlu dikemabangkan agar mencapai kedudukan yang
cocok di jagat raya ini.
Tokoh terakhir dari aliran Developmental
adalah Stanly Hal. Tujuan pendidikannya adalah mengembangkan semua
kekuatan-kekuatan yang ada sehingga memperoleh kepribadian yang harmonis.
Stanly Hall berpendapat bahwa kehidupan mental dan kehidupan fisik berjalan
parallel tingkat-tingkat perkembangan mental anak mengikuti tingkat-tingkat
perkembangan mental jenis manusia.
Insting adalah penjaga keselamatan
manusia, maka ia juga merupakan pendorong perkembangan rohaniah.
Dorongan-dorongan anak itu kemudian muncul menurut urutan tertentu dan bersifat
aktif. Isi dan urutan pendidikan disesuaikan dengan tingkatan-tingkatan
perkembangan anak:
1)
Latihan-latuhan fisik
2)
Latihan alat-alat indra, dengan member
kesempatan mengobservasi segala sesuatu di lapangan sampai menimbulkan
imajinasi.
3)
Latihan-latihan ingatan untuk
mendapatkan kebiasaan-kebiasaan agar bisa mengintegrasikan diri di masyarakat.
4)
Latiahn untuk menghargai dan memahami
seluruh isi alam dan manusia.
Dari keempat pandangan tokoh pendidik
Developmentalisme ini dapat disarikan konsep-konsepnya sebagai berikut:
1)
Mengaktualisasi semua potensi anak yang
masih laten, membentuk watak susila dan kepribadian yang harmonis, serta
meningkatkan derajat sodial manusia.
2)
Cara-cara untuk mewujudkan tujuan di
atas adalah:
a)
Dengan perkembangan yang dikontrol.
b)
Dengan membentuk tanggapan-tanggapan
yang jelas sehingga membentuk asosiasi pada jiwa anak.
c)
Dengan mengembangkan insting, menempa
anak sebelum kaku.
d)
Melalui impresi indra dan emosional
menjadi ekspresi pengetahuan dan moral.
3)
Pengembangan itu dilakukan sejalan
dengan tingkat-tingkat perkembangan anak.
Zaman Developmentalisme diikuti oleh
zaman Nasionalisme pada abad ke-19. Paham ini muncul sebagai upaya membentuk
patriot-patriot bangsa, mempertahankan bangsa dari imperialis, antara lain
perang-perang yang dilakukan oleh Kaisar Napoleon.
Tokoh-tokohnya antara lain La Chlotasis
di Perancis, Fichte di Jerman, dan Jafferson di Amerika Serikat. Tujuan
pendidikan mereka adalah untuk menjaga, memperkuat, dan mempertinggi kedudukan
Negara. Yang diutamakan adalah:
·
Pendidikan sekuler
·
Pendidikan jasmani
·
Pendidikan kejuruan.
Untuk mensukseskan pendidikan-pendidikan
tersebut di atas dibutuhkan materi pelajaran sebagai berikut:
-
Bahasa dan kesusastraan nasional
-
Pendidikan kewarganegaraan.
-
Lahu-lagu kebangsaan.
-
Sejarah Negara.
-
Geografi Negara.
-
Pendidikan jasmani.
Lembaga pendidikan yang bersetatus
negeri terutama sekolah-sekolah umum mulai mendominasi sekolah-sekolah swasta.
Abad ke-19 ditandai oleh Liberalisme dan
positivism. Bukti-buktinya Linebralisme antara lain sekolah-sekolah dipakai
alat untuk memperkuat kedudukan penguasa pemerintahan. Siapa yang banyak
berpengetahuan dialah yang kuasa. Kemudian mengarah ke individualism.
Pemerintah yang mayoritas tidak menghiraukan yang minoritas. Dalam bidang
ekonomi, yang dipelopori oleh Adam Smith, muncul prinsip kemerdekaan untuk
berusaha sehingga timbul perusahaan-perusahaan raksasa yang membunuh
perusahaan-perusahaan kecil. Sementara itu positivism di bawah tokohnya August
Comte hanya percaya kepada kebenaran yang dapat diamati oleh panca indra.
Akibatnya kepercayaan terhadap agama semakin lemah.
Munculah aliran social dalam pendidikan
pada abad ke-20. Tokoh-tokohnya adalah Paul Natorp dan George Kerschensteiner.
Bagi Kerschensteiner, social sama dengan anggota masyarakat atau warga negara .
Negara adalah bentuk tertinggi kehidupan bersama. Maka tugas utama bagi manusia
adalah:
a)
Melakukan suatu pekerjaan (jabatab vak).
b)
Bekerja untuk kepentingan orang banyak
(mensualisasikan jabatan).
c)
Dengan bekerja orang akan menyempurnakan
pergaulan dalam Negara.
Sesuadah membahas pandanga para tokoh
pendidikan sosial di atas, maka pendapat mereka tentang pendidikan dapat
disarikan sebagai berikut:
a)
Masyarakat lebih penting daripada
individu.
b)
Yang dicari dan dipelajari adalah
kebenaran pragmatis, yaitu yang dapat meningkatkan kehidupan manusia pada
umumnya.
c)
Perlu didirikan sekolah kerja dengan
perlengkapan-perlengkapan bekerja.
d)
Dengan metode belajar yang mengaktifkan
anak.
e)
Anak-anak belajar sambil bergaul dan
bekerja .
f)
Tujuan pendidikan adalah membentuk watak
susila, paham akan teori-teori, dan dapat bekerja di masyarakat.
Ahli pendidik lain yang juga terkenal
pada abad ke-20 adalah Maria Montessori, Ovide Decroly, dan Hellen Parkhurst.
Montessori dikenal dengan pendidikan bebas. Dengan semboyan mendidik kebebasan
untuk kebebasan.
Decroly dikenal dengan sistem
globalisasi dan pusat-pusat minatnya. Metode Global dalam menulis dan membaca,
suatu proses belajar berdasarkan pengamatan dan tanggapan. Pusat-pusat minat
yang akan menjadi suatu unit belajar, berkisar pada lingkungan dan kebutuhan
dasar kehidupan, seperti makanan, pakaian, perlindungan, dan pekerjaan.
Pelajaran-pelajaran yang berbentuk unit dijabarkan dari pusat-pusat minat ini.
Sekolah Hellen Parkhurst dikenal orang
dengan nama sistem Dalton. Pendidikan bersifat individual. Tiap-tiap pelajaran
memiliki ruang-ruang tersendiri dengan guru spesialis. Pelajaran dalam bentuk
tugas-tugas bulanan. Setiap tugas dilengkapi dengan buku-buku dan alat-alat
yang harus dipakai.
Sejarah Pendidikan
Indonesia
Sejarah pendidikan di Indonesia cukup panjang. Sekarang yang
dibahas adalah pendidikan yang memilki konsep-konsep khusus atau memiliki peran
yang menonjol yang diperkirakan bisa diambil manfaatnya dalam upaya
meningkatkan dan membentuk pendidikan yang bercorak Indonesia.
Pada waktu Indonesia berjuan meraih kemerdekaan, ada tiga tokoh
pendidikan sekaligus pejuang kemerdekaan, yang berjuan melalui pendidikan.
Mereka membina anak-anak dan para pemuda melalui lembaganya masing-masing untuk
mengembalikan harga diri dan martabatnya yang hilang akibat prjajahan Belanda.
Tokoh –tokoh itu adalah Mohamad Syafei, Ki Hajar Dewantara, dan kiyai haji
Ahmad Dahlan (TIM MKDK, 1990).
Mohamad Syefei mendirikan sekolah INS atau Indonesisch Nederlandse School di Sumatera Barat pada Tahun 1926.
Sekolah ini lebih dikenal dengan nama Sekolah Kayutanam, senab didirikan di
Kayutanam. Maksud utama Syafei adalah mendidik anak-anak agar dapat berdiri
sendiri atas usaha sendiri dengan jiwa yang merdeka. Dengan berdirinya sekolah
ini ia menentang sekolah-sekolah Hindia Belanda yang hanya menyiapkan anak-anak
untuk menjadi pegawai-pegawai mereka saja. Tujuan pendidikan INS adalah sebagai
berikut:
a)
Mendidik anak-anak kea rah hidup yang
merdeka, melalui pendidikan hidup mandiri.
b)
Menanamkan kepercayaan kepada diri
sendiri, membina kemauan keras, dan membiasakan berani bertanggung jawab.
c)
Membiyayai diri sendiri dengan semboyan
cari sendiri dan kerjakan sendiri.
d)
Mengembangkan anak secara harmonis, yamh
mencakup aspek perasaan, kecerdasan, dan keterampilan.
e)
Mengembangkan sikap sosial, agar dapat
bermasyarakat dengan baik.
f)
Menyesuaikan pendidikan dengan
masing-masing bakat anak.
g)
Membiasakan bekerja menurut kebutuhan
lingkungan.
Tokoh pendidik nasional
berikutnya adalah Ki Hajar Dewantara yang mendirikan Taman Siswa di Yogyakarta.
Sifat, sistem, dan metode pendidikannya diringkas kedalam empat kemasan, yaitu
Asas Taman Siswa, Panca Darma, Adat Istiadat, dan Seboyan atau Parlambang.
Asas Taman Siswa
dirumuskan pada tahun 1922, asas-asas itu adalah sebagai berikut:
a)
Kemerdekaan individu untuk mengatur
kenmerdekaan diri sendir. Kebebasan ini dibatasi oleh kepentingan umum, yaitu
jangan sampai mengganggu ketertiban dan kedamaian umum.
b)
Kemerdekaan dalam berfikir.
Mengembangkan perasaan, dan kemauan melakukan sesuatu.
c)
Kebudayaan sendiri, sebagai dasar
kehidupan bukan intelektual.
d)
Kerakyaatan sendiri, yaitu pendidikan
harus diberikan kepada seluruh rakyat.
e)
Hidup sendiri, ialah berusaha menghidupi
diri sendiri, serta tidak menerima bantuan yang mengikat.
f)
Hidup sederhana, agar mampu membiyayai
diri sendiri.
g)
Mengabdi kepada anak, semua kegiatan
yang dilakukan adalah untuk kepentingan perkembangan anak-anak.
Tokoh ketiga adalah
Ahmad Dahlan yang mendirikan organisasi agam Islam pada Tahun 1912 di Yogyakarta,
yang kemudian berkembang menjadi pendidikan agama Islam. Pendidikan Muhamadiyah
ini sebagian besar memusatkan diri pada pengembangan Agama Islam, dengan
bebrapa cirri seperti berikut (TIM MKDK, 1990).
Asas pendidikannya
adalah agama Islam dengan tujuan mewujudkan orang-orang Muslim yang berakhlak
mulia, cakap, percaya kepada diri sendiri, dan berguna bagi masyarakat serta
Negara. Ada lima butir yang dijadikan dasar pendidikan yaitu:
a)
Perubahan cara berfikir, ialah kesediaan
jiwa berdasarkan pemikiran baru untuk mengubah cara berfikir dan bertindak dari
kebiasaan lama yang kurang tepat, untuk mencapai tujuan pendidikan.
b)
Kemasyarakatan, artinya janganlah hanya
mengembangkan aspek individu saja, melainkan aspek kemasyarakatan, agar
pengembangan individu dan kemasyarakatan berimbang.
c)
Aktivitas, anak harus menggunakan
aktivitasnya sendiri untuk memeproleh penegetahuan. Dan harus pula melaksanakan
serta mengamalkan semua hal yang telah diketahuinya.
d)
Kreativitas ialah untuk memperoleh
kecakapan, keterampilan, dan kiat guna menghadapi situasi baru secara tepat dan
cepat.
e)
Optimisme, anak-anak diberi keyakianan
bahwa melalui pendidikan cita-cita mereka akan tercapai, asal dengan semangat
dan berdedikasi mengerjakannya sesuai dengan yang digariskan oleh Tuhan.
Fungsi lembaga
pendidikan ciptaan Ahmad Dahlan adalah sebagi berikut:
§ Sebagai
alat dakwah, baik dalam maupun luar anggota organisasi Muhamadiyah.
§ Tempat
pembibitan dan pembinaan kader, yang dilaksanakan secara sistematis dan
selektif sesuai dengan kebutuhan.
§ Merupakan
wahan untuk melaksanakan amal para anggota organisasi.
§ Mensyukuri
nikmat Tuhan, artinya apapun kemauan anak-anak, pendidik harus member
kesempatan berkembang, mejaga, dan merwatnya dengan sebaik-baiknya.
Masa Perjuangan Bangsa
Perjuangan bangsa Indonesia untuk
mewujudkan suatu bangsa yang merdeka dan mengisinya agar menjadi jaya adalah
panjang sekali. Perjuangan yang bersifat daerah berubah menjadi perjuangan
bangsa sejak didirikannya Budi Utomo pada Tahun 1908.
Budi Utomo dirintis oleh Wahidin,
seorang bangsa Indonesia yang sempat mendapatkan pendidikan di perguruan tinggi
waktu itu. Seperti diketahui bahwa pendidikan pada zaman penjajahan Belanda
dapat dikatakan tidak menguntungkan Bangsa Indonesia. Pada waktu itu terjadi
dualism dalam pendidikan yaitu:
·
Sistem pendidikan untuk anak-anak orang
Belanda dan orang-orang Eropa lainnya. Sistem pendidikan ini lengkap mulai dari
SD sampai dengan SMA dan lulusannya dapat hak untuk meneruskan ke Eropa.
·
Sistem pendidikan untuk anak-anak orang
Indonesia, yaitu sebagian besar SD 3 tahun, dan beberapa SD 5 tahun. Dan
lulusannya dimanfaatkan untuk menjadi pegawai-pegawai pemerintahan jajahan yang
dibayar murah.
Namun berkat perjuangan bangsa Indonesia
yang gigih dan kemudian muncul politis etis, jumlah lembaga pendidikan
diperbanyak dan jenjangnya ditingkatkan serta lebih beragam.
Perjuangan kebangsaan semakin meningkat
sejak dilakukannya Sumpah Pemuda pada Tahun 1928. Adri isi sumpah ini kelihatan
bahwa persatuan bangsa Indonesia semakin kuat, karena merasa diikat oleh
negara, bangsa, dan bahasa yang satu yaitu bahasa Indonesia. Demikianlah bangsa
Indonesia berjuang terus walaupun banyak rintangan yang menghadangnya.
Jiwa patriotik memilki nilai-nilai 45
dan serangan 45. Nilai dan semangat 45 ini sampai sekarang tetap terkenal, dan
memeang keberadaanya tetap dipertahankan. Kalau dahulu berjuang secara fisik
mengusir penjajah, maka dalam mengisi kemerdekaan berjuang secara hati, otak,
dan tenaga mewujudkan cita-cita kemakmuran rakyat secara adil dan merata.
Ketika perjuangan fisik berakhir, maka
nilai-nilai 45 itu dipandang sudah mapan karena misinya sudah berakhir,
pertumbuhan dan perkembangannya sudah berhenti, dan ia mengkristal dalam wujud
yang lebih jelas. Wujud nilai-nilai 45 antara lain ialah: (Gema 1988 dan
Surono, 1988).
a)
Berani berkorban.
b)
Rela berkorban
c)
Kompak bersatu.
d)
Rasa senasib dan sepenanggungan.
e)
Pantang menyerah.
f)
Mendahulukan kepentingan bersama di atas
kepentingan pribadi.
g)
Patuh pada pimpinan.
h)
Cinta akan kebenaran dan keadilan.
i)
Takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Semangat 45 yang meluap-luap tersebut di
atas sudah tentu terjadi juga di bidang pendidikan pad asst itu. Budi Utomo
yang berjuan melalui kebudayaan, serukat dagang melalui perdagangan,
perkumpulan pemuda melalui organisasi kemasyarakatan, dan partai politik yang
berjuang lewat politik, member inspirasi berdirinya sekolah-sekolah.
Lembaga-lembaga pendidikan inipun ikut berjuang melalui pendidikan. Namun
sebagian besar hanya mempunyai tujuan luhur dan semangat yang bergelora. Tetapi
sistem dan metodenya tidak banyak berbeda dengan lembaga-lembaga pendidikan
yang telah ada. Hanya dua jenis lembaga pendidikan yang memiliki sistem dan
metode yang khas untuk berjuang, yaitu pendidikan Kayutanam dan Taman Siswa.
Perjuangan bangsa Indonesia pada zaman
penjajahan Jepang tetap berlanjut. Bangsa kita tidak mau diam sebelum cita-cita
merdeka tercapai. Ada beberapa segi positif pada zaman penjajahan Jepang yang
merupakan angin segar bagi para pejuang bangsa. Segi positif yang dimaksud
adalah:
·
Jepang memberikan pendidikan militer
kepada para pemuda Indonesia, dengan maksud memperkuat pertahanan mereka. Namun
pendidikan ini secara tidak langsung memberikan bekal kepada para pejuang
bangsa dalam bidang keprajuritan untuk mewujudkan cita-cita merdeka.
·
Menghapus dualism pendidikan penjajah
Belanda dan menggantikannya dengan pendidikan yang sama bagi setiap orang.
Sehingga bukan hanya kelompok-kelompok tertentu yang dapat menikmati
pendidikan, melainkan semua lapisan masyarakat. Hal ini sudah tentu menguntungkan
perjuangan kita.
·
Pemakaian bahasa Indonesia secara luas
diinstrusikan oleh penjajah Jepang. Bahasa Indonesia mulai dipakai di
lembaga-lembaga pendidikan, di kantor-kantor, dan dalam pergaulan sehari-hari.
Ketiga hal ini member kemudahan kepada
bangsa kita, khususnya para pejuang, untuk merealisasi Indonesia merdeka. Dan
hal ini menjadi terwujud pada tanggal 17 Agustus 1945 ketika kemerdekaan
Indonesia diproklamasikan.
Dari uraian di atas mengenai perjuangan
bangsa dalam mewujudkan dan mempertahankan kemerdekaan dapat disarikan sebagai
berikut:
a)
Prjuangan bersifat nasional.
b)
Perlunya persatuan dan kesatuan bangsa.
c)
Demokrasi dalam bidang pendidikan.
d)
Bahasa Indonesia diberlakukan diseluruh
Nusantara.
e)
Meningkatkan kebudayaan bangsa
Indonesia.
f)
Munculnya nilai-nilai 45.
g)
Terjadinya individu-individu yang
berjiwa dan bersemangat 45.
Masa Perjuangan
Setelah
Indonesia merdeka, terutama ketika gangguan dan masalah dalam negeri mulai
reda, pembangunan untuk mengisi kemerdekaan mulai digerakan. Pembangunan dilaksanakan
serentak pada berbagai bidang, baik spiritual maupun material. Prioritas
pertama jatuh pada bidang ekonomi, prioritas ini erlangsung sejak Pembangunan
Jangka Panjang I sampai yang ke II yang kini sedang berlansung. Smentara itu
pembangunan-pembanguan bidang-bidang lain tetap dilaksanakan secara proposional
sejalan dengan keberhasilan pembangunan ekonomi.
Untuk mencapai maksud di atas, maka
dikembangkan kebijakan Link and Match di
bidang pendidikan:
a)
Link
berarti
pendidikan memilki kaitan fungsional dengan kebutuhan pasar. Merupakan
implementasi kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan kelembagaan,
koordinasi, pengaturan, perencanaan, dan program kerja.
b)
Match
berarti
lulusan yang mampu memenuhi tuntutan para pemakai baik jenis, jumlah, maupun mutu
yang dipersyaratkan. Merupakan dampak outcome serta efisiensi internal dan
eksternal.
Sementara itu Alisyahbana (1990) mengemukakan ada tiga macam pesimisme dikalangan
para ahli pendidikan. Pesimisme yang dimaksud adalah:
a)
Pemerintah seolah-olah belum memiliki political will yang kuat untuk
memperbaiki pendidikan.
b)
Orang Indonesia memiliki budaya begitu
lamban melakukan transpormasi sosial, yang sangat perlu untuk mengadakan
adaptasi terhadap dunia yang berubah dengan cepat.
c)
Seolah-olah sulit munculnya tokoh
pemikir yang berani menyusun dan memperjuangkan konsep-konsep yang bertalian
dengan pendidikan nasional yang mungkin tidak sejalan dengan keinginan para
birokrat yang berkuasa.
Demikianlah catatan-catatan para ahli
tentang kondisi pendidikan kita pada masa pembangunan ini. Pembangunan di
bidang pendidikan masih banyak menghadapi hambatan, yang membuat lulusannya
kurang memadai. Dampak dari kondisi seperti ini adalah pembangunan secara
keseluruhan tidak dapat dilewati dengan lancar.
Tugas pendidikan sebagian untuk
membentuk mental dan moral serta sebagian lagi untuk membentuk pengetahuan dan
keterampilan. Pembentukan kedua hal terakhir relative lebih mudah daripada
membentuk kedua hal pertama. Salah satu dampak dari hasil pembangunan yang
tidak seimbang itu adalah:
§ Munculnya
kenakalan dan perkelahian anak-anak muda di sana sini.
§ Maraknya
kolusi diberbagai kalangan, seperti ditulis oleh Baharudin Lopa (1996).
§ Tingginya
tingkat korupsi menurut laporan Fortune tentang
korupsi di Asia dan survey internasional TIN (Jawa Post 14-8-1995 dan
10-2-1996).
Namun demikian tidak berarti pembangunan
Indonesia sudah gagal atau macet. Ada segi-segi keberhasilan pembangunan yang
menonjol, yaitu:
§ Kesadaran
masyarakat tentang pentingnya melaksanakan ajaran agama sudah meningkat dengan
pesat
§ Persatuan
dan kesatuan bangsa tetap terkendali
§ Pertumbuhan
ekonomi Indonesia meningkat tinggi mencapai 7%.
Setelah melihat uraian di atas tampaklah
dengan jelas betapa sulitnya berjuang mengisi kemerdekaan. Perjuangan itu jauh
lebih sulit dibandingkan dengan perjuangan fisik mengusir penjajah. Kondisi
dalam masa pembangunan, terutama dalam bidang pendidikan, dapat disarikan
sebagai berikut:
a)
Pemerintah belum menunjukan political will yang kuat untuk
memperbaiki pendidikan
b)
Tanggung jawab bersama antar keluarga,
masyarakat, dan pemerintah dalam pendidikan belum terealisasi secara
menyeluruh.
c)
Sulit menemukan tokoh pemikir dalam
bidang pendidikan yang konsep-konsepnya tidak sejalan dengan keinginan para
penguasa.
d)
Konsep-konsep inovasi pendidikan
bersumber dari dunia barat, sehingga banyak kai gagal.
e)
Kebijakan link and macth untuk membentuk
pelayanan pabrik dan perdagangan serta jasa.
f)
Penanaman nilai budaya dan agama tidak
cukup melalui bidang studi tertentu, melainkan harus terintegrasi dalam semua
bidang studi.
g)
Sekolah menengah umum lebih banyak
daripada sekolah kejuruan, hal ini tidak sesuai dengan kebutuhan hidup di
masyarakat.
h)
Pendidikan belum berintikan pada
kemajuan ilmu dan teknologi sebagi sumbar budaya zaman global.
i)
Masih banyak sekali orang Indonesia yang
belum berwawasan pada abad ke-21.
j)
Masyarakat lamban dalam melakukan
transformasi sosial untuk beradaptasi dengan era global.
k)
Pendidikan secara kuantitatif cukup
berhasil.
l)
Pendidikan secara kualitatif masih jauh
tertinggal.
m)
Muncul perilaku-perilaku negative
seperti kenakalan remaja, kolusi, dan korupsi.
n)
Hasil-hasil pembangunan yang menonjol
ialah kesadaran beragama, persatuan dan kesatuan, serta pertumbuhan ekonomi.
Dampak Konsep
Pendidikan
Pembahasan tentang landasan sejarah, dari
sejarah pendidikan dunia, sejarah pendidikan Indonesia, masa perjuangan, sampai
dengan masa pembangunan, member dampak konsep-konsep pendidikan seperti di
bawah ini:
a)
Pendidikan diharapkan bertujuan dan
mampu:
-
Mengembangkan semua potensi peserta
didik.
-
Mengembangkan kepribadian yang yang
harmonis
-
Member kebebasan pada anak dalam
mengembangkan semua aspek dirinya secara wajar.
-
Mengembangkan bakat masing-masing.
-
Mengembangkan aspek kemanusiaan.
-
Mengembangkan rasa kebangsaan dan aspek
kemasyarakatan.
-
Membuat anak bisa hidup mandiri.
-
Membuat anak menghargai dan bersedia
bekerja kasar.
b)
Proses belajar mengajar dan materi
pelajaran diharapkan:
-
Materi pelajaran sesuai dengan
perkembangan anak
-
Belajar dengan alat-alat peraga
-
Latiahan dipandang penting di samping pemahaman.
-
Guru harus mengabdi kepada anak-anak.
c)
Melaksanakan metode global untuk
pelajaran bahasa.
d)
Ada kalanya pelajaran diberikan dalam
bentuk tugas-tugas.
e)
Khusus dalam bidang keilmuan:
-
Anak-anak harus aktif mencari sendiri
-
Dicari di lapangan
-
Dengan metode induktif.
f)
Pendidikan agama, nilai-nilai kebudayaan
termasuk semangat 45 perlu diitensifkan. Hal itu tidak cukup diberikan dalam
bidang studi saja, melainkan harus diperluas kepada bidang-bidang studi lain
secara integrative. Dengan demikian harapan Emil Salim (1990) bahwa cirri utama
pendidikan di Indonesia adalah keseimbangan antara aspek materil dan spiritual
akan tercapai.
g)
Proses pendidikan diupayakan mengacu
kepada perbedaan individual anak-anak.
h)
Demokrasi dalam pendidikan, semua anak
mendapat hak yang sama untuk belajar.
i)
Pendidikan pada era globalisasi haruslah
berintikan pada pengembangan ilmu dan teknologi. Hal ini sesuai dengan harapan
Noeng Muhadjir (1996).
j)
Inovasi harus bersumber dari hasil-hasil
penelitian pendidikan di Indonesia, bukan berdasrkan konsep-konsep dari dunia
Barat. Sejumlah inovasi diharapkan bermuara pada terbentunya konsep atau teori
pendidikan yang bercirikan Indonesia.
k)
Tanggung jawab bersama tentang
pendidikan antara keluarga, masyarakat, pemerintah belum terealisasi secara
keseluruhan.
l)
Pendidikan dipandang penting untuk
memajukan Negara.
m)
Kebudayaan nasional harus dimajukan. Hal
ini didukung pula oleh pendapat Emil Salim (1990) yang mengatakan bahwa
kebudayaan nasional merupakan puncak-puncak kebudayaan daerah harus menjadi identitas
bangsa Indonesia agar dapat ditelan oleh budaya global. Istilah Makagiansar
adalah agar mengakar pada budaya sebdiri (1990).
n)
Pemerintah belum menunjukan political will yang kuat untuk
memperbaiki pendidikan. Kemaian politik seperti ini sangat penting artinya pada
Negara berkembang. Sebab kekuasaan Negara cukuo besar pada hampir semua sektor.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Tujuan
pendidikan menurut Paulo Freire: pendidikan hendaklah membuat manusia menjadi
transitif, yaitu suatu kemampuan menangkap dan menanggapi masalh-masalah
lingkungan serta kemampuan berdialog tidak hanya dengan sesame tetapi juga
dengan duniaserta segala isinya. Dia pun mengatakan pendidikan harus pula
membekali manusiamampu untuk mempertahankan diri terhadap kecenderungan semakin
kuatnya industry, walaupun kebudayaan itu dapat menaikan standar hidup manusia.
Meskipun
pendidikan di Indonesia belum menemukan jati diri atau pendidikan yang
Indonesia bukan yang bergantung dan mengaca pada pendidikan Amerika ataupun
Eropa kita harus tetap selalu optimis pada diri sendiri bahwa kita mampu
memajukan pendidikan kita bahkan tidak bergantung lagi pada metode bangsa lain..
Peran pemerintah, masyarakat, dan orang tua sangat berpengaruh penting terhadap
perkembangan pendidikan terutama di Indonesia sendiri.
Manusia
memrlukan pendidikan, karena pendidikan merupakan jalan atau sarana untuk
menumbuhkembangkan sifat hakikat manusia itu sendiri sebagai makhluk hidup yang
bernilai luhur dan hal itu menjadi keharusan. Karena manusia memiliki akal dan
pikiran.
B.
Saran
Pendidikan di
Indonesia akan bermutu dan memiliki jati diri Indonesia, jika kita sendiri
mampu dan berani melakukan pembenahan
diri pada sistem ataupun metode-metode pendidikannya. Meningkatkan sumberdaya
manusia pun salah satu yang sangat penting dalam mengembangkan pendidikan di
Indonesia. Marilah kita bersama-sama terus belajar dan memotivasi diri kita
sendiri dan orang lain, dengan demikian kita berarti melakukan satu langkah
besar yang akan benar-benar merubah baik buruknya atau maju mundurnya
pendidikan di Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar