PENGERTIAN
METODE KONTEKSTUAL
Metode kontekstual adalah konsep belajar yang
membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia
nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari (Depdiknas,
2002:5). Dari batasan di atas, dapat ditarik dua hal pokok, yakni mengenai
peran guru dan peran siswa dalam pembelajaran.
Dalam pembelajaran kontekstual,
siswa harus meyakini bahwa yang mereka pelajari itu berguna sebagai bekal hidup
mereka. Sekaitan dengan itu, di sisi lain, guru harus menjadi fasilitator yang
membimbing siswa untuk dapat menemukan sendiri hal-hal yang seharusnya mereka
temukan. Dalam pembelajaran kontekstual, siswa harus memposisikan diri sebagai
diri sendiri yang sedang mencari bekal untuk hidupnya nanti. Dalam upaya itu,
guru berperan sebagai pengarah dan pembimbing.
Dalam pembelajaran kontekstual,
tugas guru adalah membantu siswa mencapai tujuannya. Oleh karena itu, tugas
guru lebih berkaitan dengan perancangan strategi pembelajaran, bukan sekadar
pemberi informasi mengenai materi pembelajaran. Guru secara profesional
bertugas membimbimbing siswa untuk belajar sendiri, menemukan, dan memperoleh
kometensi-kompetensi baru yang berguna bagi kehidupan mereka.
KOMPONEN
PENDEKATAN KONTEKSTUAL
Pendekatan CTL memiliki tujuh
komponen utama, yaitu konstruktivisme (Contructivism), menemukan (Inquiry)
bertanya (Questioning), masyarakar-belajar (Learning Community), permodelan
(Modeling), refleksi (Reflection) dan penilaian yang sebenarnya (Authentic
Assesment). Sebuah kelas dikatakan menggunakan pendekatan CTL jika menerapkan
ketujuh komponen tersebut dalam pembelajarannya.
a. Konstruktivisme
(Constructivism)
Konstruktivisme lahir dari
gagasan Jean Piaget dan Vigotsky. Hakikat dari teori konstruktivisme adalah ide
bahwa siswa harus menjadikan hal-hal yang dielajari itu menjadi miliknya
sendiri. Dalam hal ini, tugas guru tidak semata-mata memberikan pengetahuan
kepada siswa, tetapi membimbing mereka untuk belajar sendiri bahkan dengan
menggunakan strategi mereka sendiri. Guru harus membimbing siswa membangun
pengetahuan di dalam benaknya sendiri sehingga apa yang dielajarinya itu
menjadi sangat bermakna dan sangat relevan bagi kehidupan mereka Ada beberapa
prinsip konstruktivisme yang penting dicatat sebagai berikut. (1) Pengetahuan
dan keterampilan dibangun oleh siswa secara aktif. (2) Pusat aktivitas
pembelajaranterletak pada siswa, partisipasi siswa dalam pembelajaran
dinomorsatukan. (3) Tugas guru adalah membantu siswa belajar, guru adalah
fasilitator.
Sesuai dengan teori
konstruktivisme yang menjadi landasan CTL, guru harus meyakinkan siswa bahwa
mereka akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan
sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan ketrampilan barunya. Dengan
demikian, prosedur inkuiri relevan untuk digunakan dalam pembelajaran
kontekstual.
b. Menemukan (Inquiry)
Proses menemukan merupakan
kegiatan inti dari pembelajaran kontekstual. Pengeatahuan dan keteramilan yang
diperoleh siswa diharapkan bukan hasil proses mengingat materi yang disajikan
guru, melainkan hasil dari menemukan sendiri fakta-fakata yang dipelajari. Guru
harus selalu merancang kegiatan inkuiri ini dalam setiap pembelajaran yang
dikelolanya. Kegiatan inkuiri yang harus dirancang guru meliputi: observasi
(observation), bertanya (questioning), mengajukan dugaan (hiphotesis),
pengumpulan data (data gathering), penyimpulan (conclussion). Kata kunci
strategi inkuiri adalah ’siswa menemukan sendiri’. Untuk menumbuhkan semangat
siswa untuk melakukan kegiatan menemukan sediri tersebut, maka guru harus
senantiasa mengembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.
c. Bertanya (Questioning)
Pengetahuan dan keterampilan yang
berkesan pada diri siswa adalah pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh
dengan dorongan perasaan ingin tahu. Perasaan ingin tahu ini yang mendorong
siswa untuk bertanya. Guru harus selalu menciptakan strategi yang daat
membangkitkan rasa ingin tahu siswa dan mendorong siswa untuk bertanya dan
bertanya tentang apa yang dia inginkan untuk diketahui. Kegiatan bertanya dapat
muncul dalam kelompok belajar yang partisipatif. Oleh karena itu, guru
sebaiknya menciptakan masyarakat belajar (learning community) di dalam kelas
yang dikelolanya.
d. Masyarakat Belajar (Learning
Community)
Masyarakat belajar dapat terjadi
apabila terjadi komunikasi dua arah. Seorang guru yang menjelaskan sebuah topik
kepada para siswa bukanlah contoh masyarakat belajar. Dalam masyarakat belajar,
siswa saling belajar satu sama lain. Dalam masyarakat belajar, siswa bertanya
dan siswa lain menjawab, mereka saling bertukar pikiran, bertukar pendapat, dan
bertukar pengalaman. Dalam pembelajaran seperti ini, tugas guru tidak sekadar
menjelaskan sesuatu dan menjawab pertanyaan siswa. Tuas guru adalah mengelola
kelas agat antara siswa dan guru, antara siswa dan siswa lain terjadi saling
bertanya, saling menjawab, saling bertukar pikiran, bertukar gagasan , dan
saling bertukar pengalaman.
Ketika seorang siswa tampil
menyajikan hasil diskusi atau hasil kerjanya, siswa lain memperhatikan,
mempelajarinya, dan membandingkannya dengan apa yang telah mereka peroleh atau
yang telah mereka kerjakan. Penyajian hasil kerja seorang siswa atau sebuah
kelompok dapat menjadi model bagi siswa atau kelompok yang lainnya.
e. Pemodelan (Modeling)
Ketika seorang guru atau salah
seorang siswa membacakan puisi di muka kelas, ia menjadi model bagi para siswa.
Model dapat didatangkan dari kelas lain atau dari luar sekolah. Guru dapat
menghadirkan juara baca puisi atau penyair untuk membacakan puisi di muka
kelas. Model dapat juga berupa rekaman audio atau audio visual. Pemodelan ini,
terutama dalam pembelajaran sastra, jangan membuat proses pembelajaran menjadi
terjebak pada roses peniruan tanpa proses internalisasi. Misalnya, siswa siswa
meniru intonasi, suara, mimik. gerak model yang ditampilkan. Oleh karena itu,
setiap penampilan model harus dibahas di dalam kelompok atau secara klasikal
oleh para siswa agar siswa melakukan internalisasi dan mereka benar-benar
menjadi subjek yang aktif dan kreatif.
f. Refleksi (Reflection)
Refleksi adalah sebuah proses
perenungan yang dilakukan oleh mengenai pengetahuan dan keterampilan yang baru
saja dipelajarinya dan yang sudah menjadi miliknya. Siswa mengendapkan apa yang
baru dipelajarinya sebagai bangunan pengetahuan dan keterampilan baru yang
mengukuhkan, memperkaya, atau merevisi apa yang telah menjadi miliknya. Pada
proses refleksi ini siswa bisa saja menghubungkan materi baru dielajarinya
dengan kehidupan. Ia menimbang-nimbang tentang manfaatnya serta kedudukannya
dalam bangunan cita-cita hidupnya di masa yang akan datang. Misalnya, siswa
merenung: “Oh, selama ini saya keliru dalam membaca puisi. Saya tidak berusaha
memahami dulu puisi yang hendak dibaca. Saya hanya meniru saja apa yang
dilakukan teman-teman sewaktu membaca”. Guru bertugas merancang roses refleksi
ini dengan sebaik-baiknya sehingga bagian ini terasa oleh siswa sebagai
kegiatan yang menyenangkan dan sekaligus bermanfaat.
g. Penilaian Otentik (Authentic
Assessment)
Penilaian merupakan proses
pengumpulan berbagai data yang dapat memberikan gambaran tentang perkembangan
belajar siswa. Gambaran perkembangan belajar siswa perlu diketahui oleh guru
agar bisa dipastikan bahwa siswa mengalami proses pembelajaran dengan benar.
Apabila data yang terkumpul mengisyaratkan bahwa siswa mengalami kendala dalam
belajar, maka guru segera bisa mengambil langkah yang tepat agar siswa
mengatasi kendala tersebut. Karena assesment memberikan tekanan pada proses
pembelajaran, maka data yang dikumpulkan harus diperoleh dari kegiatan nyata
yang dikerjakan siswa pada saat melakukan proses pembelajaran. Guru yang ingin
mengetahui perkembangan belajar bahasa Indonesia para siswanya harus
mengumpulkan data dari kegiatan nyata saat para siswa berbahasa Indonesia,
bukan pada saat para siswa mengerjakan tes bahasa Indonesia. Data yang diambil
dari kegiatan siswa saat siswa melakukan kegiatan berbahasa Indonesia itulah
yang disebut data autentik.
Kelebihan dan
Kekurangan Pendekatan Kontekstual
Kelebihan
Dalam
pendekatan kontekstual siswa akan lebih percaya diri dalam mengungkapkan apa
yang mereka lihat dan apa yang mereka alami dalam kehidupan nyata, dan membuat
mereka siap menghadapi masalah-masalah yang biasa muncul dalam kehidupan
sehari-hari. Serta lebih menyenangkan karena siswa tidak jenuh dengan
pembelajaran yang monoton di dalam kelas. Selain itu dengan pembelajaran dengan
konteks alam membuat siswa akan lebih mencintai lingkungan dan menjaga
kelestarian lingkungan yang ada disekitarnya dan lebih peka terhadap alam.
Dilain pihak guru lebih berperan dalam menentukan tema pembelajaran yang akan
dilangsungkan.
Contohnnya
dalam pembelajaran ipa kelas awal. Terdapat materi mengenal lingkungan sehat
dan tidak sehat. Siswa dapat dibawa ke lingkungan sekitar sekolah secara
langsung. Bagaimana lingkungan yang bersih menjamin kesehatan. Dan lingkungan
yang kumuh dapat menyebabkan penyakit. Mulai dari penyakit yang ringan sampai
penyakit yang berbahaya.
Kekurangan
Terdapat
beberapa kekurangan dalam pendekatan kontekstual salah satunya ialah waktu yang
digunakan kurang efisien karena membutuhkan waktu yang cukup untuk mengaitkan
tema dengan materi. Dan bila diterapkan pada kelas kecil seperti siswa kelas 1
dan 2. Guru kesulitan dalam menciptakan kelas yang kondusif. Menurut kami pada
siswa kelas awal jika diajak pembelajaran di luar kelas siswa akan sulit
diatur, dan membutuhkan pengawasan ekstra karena pada umumnya siswa memiliki
keingintahuan yang sangat besar.
Contoh
beberapa kekurangan dari pendekatan kontekstual adalah mahalnya fasilitas yang
akan digunakan dalam membahas materi lagi pula sebagian materi pada sd kelas
tinggi tidak mungkin disampaikan secara kontekstual. Seperti masalah reproduksi
dalam IPA.
Ciri Umum Model Kontekstua.
Model
pembelajaran kontekstual merupakan rancangan pembelajaran yang dibangun atas
dasar asumsi. Cara yang terbaik adalah siswa mengkonstruksi sendiri secara
aktif pemahamannya. Karena kebiasaan guru “akting di panggung dan siswa
menonton” harus dirumah menjadi “siswa aktif bekerja dan belajar di panggung,
sedangkan guru membimbingnya dari dekat”.