Pengertian Frasa
Frasa adalah satuan linguistik yang secara potensial
merupakan gabungan dua kata atau lebih, yang tidak mempunyai ciri-ciri klausa
(Cook, 1971: 91 ; Elson and Pickett, 1969: 73) atau tidak melampaui batas
subjek atau predikat (Ramlan, 1976: 50); dengan kata lain: sifatnya tidak
predikatif.
Venhaar (2001) menjelaskan bahwa frasa adalah
kelompok kata yang merupakan bagian fungsional dari tuturan yang lebih panjang.
Kentjono (1990) mendefinisikan frasa sebagai satuan
gramatikal yang terdiri atas dua kata atau lebih dari dua kata yang tidak
berciri klausa dan yang pada umumnya menjadi pembentuk klausa.
Keraf (1991) menyatakan bahwa frasa merupakan suatu
konstruksi yang terdiri atas dua kata atau lebih yang membentuk suatu kesatuan.
Kridalaksana (1993) menegaskan bahwa frasa merupakan
gabungan dua kata atau lebih yang sifatnya tidak predikatif; gabungan ini dapat
rapat, dapat renggang.
Parera (1994) yang memberi batasan frasa sebagai
suatu konstruksi yang dapat dibentuk oleh dua kata atau lebih, baik dalam
bentuk sebuah pola dasar kalimat maupun tidak.
Chaer (1998) menyatakan bahwa frasa merupakan
gabungan dua kata atau lebih yang merupakan satu kesatuan dan menjadi salah
satu unsur atau fungsi kalimat (subjek, predikat, objek, atau keterangan).
Ciri-ciri Frasa
Sesuai dengan definisi-definisi yang dikemukakan
para ahli, maka dapat mengidentifikasi frasa sebagai suatu satuan atau
konstruksi yang berciri: (i) terdiri atas dua kata atau lebih yang berhubungan
dan membentuk suatu kesatuan, (ii) tidak bersifat predikatif, (iii) tidak
berciri klausa, (iv) merupakan unsur pembentuk klausa, dan (v) menempati salah
satu unsur atau fungsi dalam kalimat.
Selain itu, ciri atau kriteria lain yang dapat
dipakai untuk menandai frasa yakni dengan menggunakan kriteria unsur
suprasegmental berupa intonasi. Unsur suprasegmental yang dipakai adalah jeda.
Frasa memiliki dua sifat yaitu :
a) Frasa
merupakan satuan gramatik yang terdiri dari dua kata atau lebih.
b) Frasa
merupakan satuan yang tidak melebihi batas fungsi unsur klausa. Maksudnya frasa
itu selalu terdapat dalam satu fungsi unsur klausa, yaitu S, P, O, PEL, atau
KET.
Ciri frasa ada tiga yaitu:
a) Tidak
mempunyai predikat (nonpredikatif).
b) Proses
pemaknaannya berbeda dengan idiom.
c) Susunan
katanya berpola tetap.
Perbedaan Frasa
Frasa tidak boleh mengandung predikat karena
kelompok kata yang mengandung predikat akan membentuk klausa, bahkan dapat
membentuk kalimat. Yang dimaksud dengan predikat adalah kata atau kelompok kata
yang menerangkan perbuatan/tindakan atau sifat dari subjek (pelaku).
Dalam contoh di bawah ini pada kolom kata
berpredikat dengan mudah diketahui adanya unsur perbuatan atau aksi, walaupun
subjeknya tidak dicantumkan. Kelompok kata yang mengandung predikat adalah
klausa, sedangkan kelompok kata yang tidak mengandung predikat adalah frase.
Contoh:
Klausa
(Kelompok kata berpredikat)
|
Frasa
(Kelompok kata tanpa predikat)
|
Belajar bahasa Indonesia
Menghilang di balik awan
Membawa sejauh persoalan
Meminum air mineral
Memakai baju batik
Datang berkunjung disini
Diratakan dengan buldoser
|
Bahasa Indonesia
Di balik awan putih bersih
Sejumlah persoalan yang pelik
Air mineral dari pegunungan
Baju batik biru langit
Ke sini
Dengan buldoser besar
|
Kata Majemuk
Kata majemuk ialah kata yang terdiri dari dua kata
sebagai unsurnya. Di samping itu, ada juga kata majemuk yang terdiri dari satu
kata dan satu pokok kata sebagai unsurnya, misalnya, daya tahan, lempar lembing,
dan ada pula yang terdiri dari pokok kata semua, misalnya lomba lari, jual
beli, simpan pinjam, dan lain-lain.
Para penulis tata bahasa sangat memperhatikan aspek
ortografinya memerikan ciri bahwa yang disebut kata majemuk adalah kata yang
terdiri dari dua bagian tetapi ditulis serangkai seperti matahari, hulubalang,
daripada, dan peribahasa.
Para tata bahasa struktural menitikberatkan kajian
pada struktur, datang dengan konsep bahwa kedua unsur kata majemuk tidak bisa
dipisahkan dengan unsur lain dan tidak bisa dibalik susunannya. Umpamanya
bentuk mata sapi dalam arti telur yang digoreng tanpa dihancurkan adalah sebuah
kata majemuk sebab tidak bisa dipisah misalnya menjadi matanya sapi atau mata
dari sapi atau tidak bisa dibalikkan menjadi sapi mata.
Pembicaraan tentang verba majemuk dimulai dengan
dibedakannya verba majemuk dengan bentuk yang mirip yang disebut idiom. Baik
verba majemuk maupun idiom sama-sama dibentuk dengan cara menggabungkan kata
dengan kata. Bedanya, kalau makna verba majemuk secara langsung masih bisa
ditelusuri dari makna komponen-komponennya, sedangkan idiom tidak bisa. Maka
kalau diformulasikan beda kedua maknanya.
Verba majemuk : A + B
bermakna AB
Idiom :
A + B bermakna C
Misalnya, terjun payung adalah sebuah verba majemuk
karena maknanya yaitu melakukan terjun dengan memakai alat semacam payung.
Jadi, masih ada hubungannya dengan makna terjun dan kata payung. Sedangkan
bentuk naik darah dalam arti menjadi sangat marah adalah sebuah idiom sebab
maknanya tidak bisa ditelusuri dari kata naik dan kata darah.
Ciri kedua verba majemuk adalah urutan
komponen-komponennya tidak bisa dipertukarkan karena keduanya sudah tampak
sangat erat. Jadi bentuk pada kolom sebelah kiri adalah verba majemuk sedangkan
di sebelah kanan bukan.
Temu
wicara wicara
temu
Tatap
muka muka
tatap
Ciri ketiga verba majemuk adalah kedua komponennya
tidak bisa dipisahkan oleh kata lain. Misalnya, bentuk temu wicara, siap
tempur, tatap muka tidak bisa dijadikan, misalnya temu untuk wicara, siap guna
tempur, tatap dengan muka. Ciri ini bersandar pada teori strukturalis (Keraf,
1991).
Perbedaan verba majemuk dengan frasa verbal.
Hubungan antarkata dalam frasa verbal bersifat sintaksis sedangakan verba majemuk
bukan. Perhatikan kolom sebelah kanan adalah frasa verbal.
Terjun
payung sudah
terjun
Temu
wicara bertemu
untuk bicara
Berdasarkan bentuknya verba majemuk dibagi menjadi
tiga yaitu (1) verba majemuk dasar, (2) verba majemuk berafik, (3) verba
majemuk berulang. Sedangkan menurut hubungan komponen-komponen dibedakan atas
(1) verba majemuk setara, (2) verba majemuk bertingkat.
Pembicaraan mengenai adjektiva majemuk tidak diawali
dengan apa yang dimaksud dengan konsep adjektiva majemuk melainkan langsung
mengatakan adjektiva majemuk ada yang berupa gabungan morfem terikat dengan
morfem bebas dan ada yang merupakan gabungan dua morfem bebas atau lebih.
Contoh adjektiva majemuk yang berupa morfem terikat dan morfem bebas, antara
lain:
Antarbangsa
Interlokal
Contoh yang berupa gabungan morfem bebas dengan
morfem bebas, yaitu:
Besar kepala
Gagal total
Pembicaraan tentang nomina majemuk diawali dengan
penjelasan bahwa kriteria yang dipakai untuk menentukan nomina majemuk sama
dengan yang digunakan untuk menentukkan verba majemuk. Pertama, perlu dibedakan
dulu antara nomina majemuk dengan nomina idiom. Makna nomina majemuk dapat
ditelusuri secara langsung dengan kata-kata yang digabungkan sedangkan nomina
idiom tidak dapat. Misalnya bentuk unjuk rasa adalah nomina majemuk sebab
maknanya dapat ditelusuri dari kata unjuk dan kata rasa. Sedangkan kaki tangan
adalah sebuah nomina idiom sebab maknanya tidak bisa ditelusuri dari makna kata
kaki dan kata tangan. Kedua, urutan kata pada nomina majemuk telah menyatu
sehingga tidak bisa dipertukarkan tempatnya. Berbeda dengan frasa nominal yang
urutan katanya mengikuti kaidah sintaksis. Contoh, suami Astrid alah nomina
majemuk dan suami istri adalah frasa nominal. Ketiga, nomina majemuk biasanya
terdiri atas dua kata, sedangkan nomina idiom bisa lebih panjang. Contoh, ganti
rugi adalah nomina majemuk sedangkan patah tumbuh hilang berganti adalah nomina
idiom.
Berdasarkan bentuk morfologisnya, nomina majemuk
dibagi menjadi (1) nomina majemuk bentuk dasar, (2) nomina majemuk berafiks,
(3) nomina majemuk dari bentuk bebas dan bentuk terikat. Berdasarkan hubungan
komponen-komponennya, nomina majemuk dibagi atas (1) nomina majemuk setara, (2)
nomina majemuk bertingkat.
Ciri-ciri kata majemuk adalah sebagai berikut:
a) Gabungan itu
membentuk suatu arti yang baru.
b) Gabungan itu
dalam hubungannya keluar membentuk suatu pusat, yang menarik
keterangan-keterangan atas kesatuan itu, bukan atas bagian-bagian.
c) Biasanya
terdiri dari kata-kata dasar.
d) Frekuensi
pemakaiannya tinggi.
e) Terutama
kata-kata majemuk yang bersifat endosentris terbentuk menurut hukum DM
(diterangkan mendahului menerangkan).
Aneksi
Aneksi adalah gabungan kata baik yang membentuk
frasa maupun yang membentuk kata majemuk, memperlihatkan suatu hubungan yang
erat antara bagian yang diterangkan-menerangkan (DM). Aneksi memperlihatkan
hubungan yang dapat menimbulkan makna baru yang sebelumnya tidak ada.
Contohnya: Lukisan Abdullah.
Ciri-ciri aneksi yaitu: a) terdiri dari dua kata, b)
memperlihatkan suatu hubungan yang erat antara bagian yang
diterangkan-menerangkan, c) memperlihatkan hubungan yang dapat menimbulkan
makna baru yang sebelumnya tidak ada.
Buku Sumber
Suherlan dan Odien R. 2003. Ihwal Ilmu Bahasa dan
Cakupannya. Banten: Untirta Press.
Tarigan, H.G. 1983. Prinsip-Prinsip Dasar Sintaksis.
Bandung: Angkasa.
Chair, Abdul. 2003. Seputar Tata Bahasa Baku Bahasa
Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Verhaar, 2001. Asas-Asas Lingustik Umum. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
Ramlan. 1985. Ilmu Bahasa Indonesia: Sintaksis.
Yogyakarta: CV. Karyono.
Ramlan.2001. Ilmu Bahasa Indonesia: Morfologi.
Yogyakarta: CV. Karyono.
Parera, Jos Daniel. 1994. Sintaksis. Jakarta:
Gramedia.
Finoza, Lamuddin. 2008. Komposisi Bahasa Indonesia.
Jakarta: Diksi Insan Mulia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar