1.1 Latar Belakang
Banyak
permasalahan yang ada dalam mendalami penguasaan sintaksis dan hakikatnya.
Perlu pendalaman dan banyak mempraktekan dalam dunia kebahasaan. Karena ilmu
sintaksis sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari. Masih banyak orang yang
belum mengetahui dan belum paham tentang makna dan hakikat sintaksis. Padahal,
penggunaanya begitu dekat daengan masyarakat Indonesia. Yaitu berkisar
tentang kalimat bahasa Indonesia yang digunakan sebagai alat komunikasi
sehari-hari. Sintaksis merupakan ilmu yang mempelajari tentang tatabahasa.
Sintaksis juga dapat dikatakan tatabahasa yang membahas hubungan antarkata
dalam tuturan. Sintaksis secara etimologis berarti menempatkan
bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata, kelompok kata menjadi kalimat.
Menurut istilah sintaksis dapat mendefinisikan : bagian dari ilmu bahasa yang
membicarakan seluk beluk kalimat, klausa, dan frasa (Ibrahim, dkk:1). Sintaksis
itu mempelajari hubungan gramatikal di luar batas kata, tetapi di dalam satuan
yang kita sebut kalimat (Verhaar, 1981:70). Istilah sintaksis (Belanda,
syntaxis) ialah bagian atau cabang dari ilmu bahasa yang membicarakan seluk
beluk wacana, kalimat, klausa, dan frase (Ramlan, 2001:18). Didalam kajian
sintaksis mencakup kajian-kajian tentang frasa, klausa dan kalimat. Fungsi
sintaksis sendiri adalah berupa subjek, predikat, objek, keterangan dan
pelengkap. Dalam makalah ini kesemuanya akan dikaji dan dijelaskan lebih rinci.
Sehingga, pembaca dapat mengetahui secara lebih mendetail hakikat sintaksis.
1.2 Rumusan Masalah
- Apakah
jenis fungsi dari sintaksis?
- Apakah
yang dimaksud dengan frasa, klausa, dan kalimat dalam sintaksis?
- Apa
saja macam-macam dari frasa dan strukturnya?
- Apa
saja macam-macam dari klausa dan srukturnya dalam sintaksis?
- Apa
saja macam-macam dari kalimat dan strukturnya?
1.3 Tujuan
Tujuan
dari makalah ini dibuat adalah:
- Untuk
mengetahui fungsi sintaksis.
- Untuk
mengetahui secara jelas frasa, klausa, dan kalimat dalam sintaksis.
- Untuk
mengetahui jenis-jenis frasa dan strukturnya dalam kajian sintaksis.
- Untuk
mengetahui macam-macam klausa beserta strukturnya.
- Untuk
mengetahui jenis-jenis kalimat dan strukturnya dalam kajian sintaksis.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Fungsi Sintaksis
Fungsi kajian sintaksis terdiri dari
beberapa komponen. Diantaranya adalah subjek, predikat, objek, pelengkap dan
keterangan. Semuanya akan dijelaskan sebagai berikut.
a.
Subjek dan Predikat.
1)
Subjek merupakan bagian yang diterangkan predikat. Subjek dapat dicari dengan
pertanyaan. Apa atau Siapa yang tersebut dalam predikat. Sedangkan predikat
adalah bagian kalimat yang menerangkan subjek. Predikat dapat ditentukan dengan
pertanyaan ‘yang tersebut dalam subjek sedang apa, berapa, di mana, dan lain-lain.
2)
Subjek berupa frasa nomina atau pengganti frasa nomina. Sedangkan predikat bisa
berupa frasa nomina, verba, adjektiva, numeralia, atau pun preposisi.
3)
Jika diubah menjadi kalimat tanya, subjek tidak dapat diberi partikel -kah.
Predikat dapat diberi partikel -kah.
Contoh dari kalimat yang memiliki
subjek dan predikat adalah, ‘Adik sedang makan’. ‘Adik’ menduduki fungsi
subjek, sedangkan ’sedang makan’ menduduki fungsi predikat.
‘Adik(S) sedang makan(P).’
b.
Objek dan Pelengkap.
1)
Objek berupa frasa nomina atau pengganti frasa nomina, sedangkan pelengkap
berupa frasa nomina, verba, adjektiva, numeralia, preposisi, dan pengganti
nomina.
2)
Objek mengikuti predikat yang berupa verba transitif(memerlukan objek) atau
semi-transitif dan pelengkap mengikuti predikat yang berupa verba
intransitif(tidak memerlukan objek).
3)
Objek dapat diubah menjadi subjek dan pelengkap tidak dapat diubah menjadi
subjek.
Berdasar ada tidaknya objek kalimat
dibedakan menjadi kalimat transitif dan intransitif. Kalimat transitif
adalah kalimat yang memerlukan objek. Sedangkan kalimat intransitif merupakan
kalimat yang tidak memerlukan objek.
Contoh kalimat yang memiliki objek
yaitu ‘Kakak sedang memasak sayur-mayur’. ‘Kakak’ berfungsi sebagai subjek,
sedang memasak menduduki fungsi predikat dan ’sayur-mayur’ merupakan objek.
‘Kakak(S) sedang memasak(P)
sayur-mayur(O).’
Untuk kalimat yang memiliki
pelengkap adalah ‘Paman berjualan sayuran’. Subjek diduduki oleh kata ‘Paman’,
‘berjualan’ menduduki fungsi predikan dan ’sayuran’ sebagai pelengkap.
‘Paman(S) berjualan(P)
sayuran(Pel).’
c.
Keterangan.
1)
Keterangan adalah bagian kalimat yang menerangkan subjek, predikat, objek atau
pelengkap.
2)
Berupa frasa nomina, preposisi, dan konjungsi.
3)
Mudah dipindah-pindah, kecuali diletakkan diantara predikat dan objek atau
predikat dan pelengkap.
Contoh kalimat yang memiliki
keterangan adalah ‘Kemarin, Pak Anwar membeli buah-buahan di pasar induk’.
‘Kemarin’ dan ‘di pasar induk’ merupakan keterangan, untuk ‘Pak Anwar’
menduduki fungsi subjek. Kata ‘membeli’ merupakan predikat dan ‘buah-buahan’
adalah fungsi objek.
‘Kemarin(Ket), Pak Anwar(S)
membeli(P) buah-buahan(O) di pasar induk(Ket)’.
2.2 Frasa
a. Pengertian
Dalam kajian sintaksis, frasa adalah
komponen didalamnya. Pengertian frasa sendiri didefinisikan sebagai satuan
gramatikal yang berupa gabungan kata yang bersifat nonprediktif, atau lazim
juga disebut gabungan kata yang mengisi salah satu fungsi sintaksis di dalam
kalimat (Chaer, 1991:222). Menurut Prof. M. Ramlan, frasa adalah satuan
gramatik yang terdiri atas satu kata atau lebih dan tidak melampaui batas
fungsi atau jabatan (Ramlan, 2001:139). Frase lazim didefinisikan sebagai
satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yangbersifat non predikatif, atau
lazim juga disebut gabungan kata yang mengisi salah satu fungsi sintaksis di
dalam kalimat
Jadi, dengan kata lain frasa merupakan
gabungan dua kata atau lebih yang tidak melebihi satu batas fungsi. Fungsi
tersebut merupakan jabatan berupa subjek, predikat, objek, pelengkap dan
keterangan.
Contoh frasa adalah sebagai berikut,
1)
gedung bertingkat itu,
2) di
luar,
3)
kemarin pagi,
4)
sedang tidur,
5)
yang akan datang,
Jika contoh tersebut diletakkan
dalam kalimat, kedudukannya tetap pada satu jabatan saja. Misalnya.
1) Gedung
bertingkat itu(S) ambruk(P).
2)
Anis(S) bermain(P) di luar(Ket).
3) Kemarin
pagi(Ket), ibu(S) pulang(P).
4)
Ayah(S) sedang tidur(P).
5)
Bule(S) yang akan datang(P) lusa(Ket).
b. Jenis Frasa
Didalam frasa, digolongkan menjadi
dua jenis. Yaitu, berdasarkan persamaan distribusi dengan unsurnya (pemadunya)
dan berdasarkan kategori kata yang menjadi unsur pusatnya.
1)
Berdasarkan Persamaan Distribusi dengan Unsurnya (Pemadunya).
Berdasarkan persamaan distribusi
dengan unsurnya (pemadunya), frasa dibagi menjadi dua, yaitu Frasa Endosentris
dan Frasa Eksosentris.
a)
Frasa Endosentris, kedudukan frasa ini dalam fungsi tertentu, dpat digantikan
oleh unsurnya. Unsur frasa yang dapat menggantikan frasa itu dalam fungsi
tertentu yang disebut unsur pusat (UP). Dengan kata lain, frasa endosentris
adalah frasa yang memiliki unsur pusat.
Contoh:
Sejumlah mahasiswa(S) diteras(P).
Kalimat tersebut tidak bisa jika
hanya ‘Sejumlah di teras’ (salah) karena kata mahasiswa adalah unsur pusat dari
subjek. Jadi, ‘Sejumlah mahasiswa’ adalah frasa endosentris.
Frasa Endosentris sendiri masih
dibagi menjadi tiga.
(1) Frasa Endosentris
Koordinatif, yaitu frasa endosentris yang semua unsurnya adalah unsur pusat dan
mengacu pada hal yang berbeda diantara unsurnya terdapat (dapat diberi) ‘dan’
atau ‘atau’.
Contoh:
(a) rumah pekarangan
(b) kakek nenek
(c) adik kakak
(d) menyanyi atau
menari.
(2) Frasa Endosentris
Atributif, yaitu frasa endosentris yang memiliki unsur pusat dan mempunyai
unsur yang termasuk atribut. Atribut adalah bagian frasa yang bukan unsur
pusat, tapi menerangkan unsur pusat untuk membentuk frasa yang bersangkutan.
Contoh:
(a) rumah besar
(b) pensil baru
(c) anak itu
(d) siang ini
(e) sedang menyanyi
(f) sangat sedih
Kata-kata yang dicetak miring dalam
frasa-frasa di atas seperti adalah unsur pusat, sedangkan kata-kata yang tidak
dicetak miring adalah atributnya.
(3) Frasa Endosentris
Apositif, yaitu frasa endosentris yang semua unsurnya adalah unsur pusat dan
mengacu pada hal yang sama. Unsur pusat yang satu sebagai aposisi bagi unsur
pusat yang lain.
Contoh:
Ridho, anak Pak Roma, sedang
menyanyi.
Ridho, …….sedang menyanyi.
……….anak Pak Roma sedang menyanyi.
Unsur ‘Ridho’ merupakan unsur pusat,
sedangkan unsur ‘anak Pak Roma’ merupakan aposisi.
Contoh lain:
(a) Solo, kota
budaya
(b) Indonesia, tanah
airku
(c) Bapak Sutarno,
ayahku
(d) Bangkit, sahabatku.
Frasa yang hanya terdiri atas satu
kata tidak dapat dimasukkan ke dalalm frasa endosentris koordinatif, atributif,
dan apositif, karena dasar pemilahan ketiganya adalah hubungan gramatik antara
unsur yang satu dengan unsur yang lain. Jika diberi aposisi, menjadi frasa
endosentris apositif. Jika diberi atribut, menjadi frasa endosentris atributif.
Jika diberi unsur frasa yang kedudukannya sama, menjadi frasa endosentris
koordinatif.
b)
Frasa Eksosentris, adalah frasa yang tidak mempunyai persamaan distribusi
dengan unsurnya. Atau dapat diartikan frase yang komponen-komponennya tidak
mempunyai prilaku sintaksis yang sama dengan keseluruhan. Frasa ini tidak
mempunyai unsur pusat. Jadi, frasa eksosentris adalah frasa yang tidak
mempunyai UP.
Contoh:
Sejumlah orang di gardu.
Menurut Imam (2008), Frase
Eksosentris dibagi menjadi dua, yakni:
(1) Frase Eksosentrik
yang Direktif
Komponen pertamanya berupa
preposisi, seperti “di, ke dan dari” dan komponen berupa kata/kelompok kata
yang biasanya berkategori nomina.
Contoh:
di rumah
di rumah
dari pohon mahoni
demi kesejahteraan
(2) Frase Eksosentrik
yang Nondirektif
Komponen pertamanya berupa
artikulus, seperti “si” dan “sang” atau”yang”, “para” dan “kaum”, sedangkan
komponen keduanya berupa kata berkategori nomina, adjektiva atau verba.
Contoh: si kaya, para remaja kampung
2)
Berdasarkan Kategori Kata yang Menjadi Unsur Pusatnya.
Berdasarkan kategori kata yang
menjadi unsur pusatnya, frasa dibagi menjadi enam.
a)
Frasa nomina, frasa yang unsur pusatnya berupa kata yang termasuk kategori
nomina. Unsur pusat frasa nomina itu berupa:
(1) nomina sebenarnya
contoh: batu itu untuk
membangun rumah.
(2) pronomina
contoh: mereka itu teman
saya.
(3) nama
contoh: Wisnu itu baik.
(4) kata-kata selain
nomina, tetapi strukturnya berubah menjadi nomina
contoh:
dia malas → malas itu merugikan
anaknya tiga ekor → tiga
itu sedikit
dia menari→ menari itu
menyenangkan
kata malas pada kaliat pertam
awalnya adalah frasa ajektiva, begitupula dengan tiga ekor awalnya frasa
numeralia, dan kata menari yang awalnya adalah frasa verba.
b)
Frasa Verba, frasa yang unsurpusatnya berupa kata verba. Secara morfologis,
unsur pusat frasa verba biasanya ditandai adanya afiks verba. Secara sintaktis,
frasa verba terdapat (dapat diberi) kata ’sedang’ untuk verba aktif, dan kata
’sudah’ untuk verba keadaan. Frasa verba tidak dapat diberi kata’ sangat’, dan
biasanya menduduki fungsi predikat.
Contoh:
Dia berlari.
Secara morfologis, kata berlari
terdapat afiks ber-, dan secara sintaktis dapat diberi kata ’sedang’ yang
menunjukkan verba aktif.
c)
Frasa Ajektifa, frasa yang unsur pusatnya berupa kata ajektifa. Unsur pusatnya
dapat diberi afiks ter- (paling), sangat, paling agak, alangkah-nya, se-nya.
Frasa ajektiva biasanya menduduki fungsi predikat.
Contoh:
Gedungnya tinggi.
d)
Frasa Numeralia, frasa yang unsur pusatnya berupa kata numeralia. Yaitu
kata-kata yang secara semantis mengatakan bilangan atau jumlah tertentu. Dalam
frasa numeralia terdapat (dapat diberi) kata bantu bilangan: ekor, buah, dan
lain-lain.
Contoh:
lima buah
tujuh ekor
satu biji
lima belas orang.
e)
Frasa Preposisi, frasa yang ditandai adanya preposisi atau kata depan sebagai
penanda dan diikuti kata atau kelompok kata (bukan klausa) sebagai petanda.
Contoh:
Penanda (preposisi) + Petanda
(kata atau kelompok kata)
di rumah
ke depan rumah
dari kantor
untuk kami
f)
Frasa Konjungsi, frasa yang ditandai adanya konjungsi atau kata sambung
sebagai penanda dan diikuti klausa sebagai petanda. Karena penanda klausa
adalah predikat, maka petanda dalam frasa konjungsi selalu mempunyai predikat.
Contoh:
Penanda (konjungsi) + Petanda
(klausa, mempunyai P)
Sejak kemarin dia terus diam(P)
di situ.
Dalam buku Ilmu Bahasa Insonesia,
Sintaksis, Ramlan menyebut frasa tersebut sebagai frasa keterangan, karena
keterangan menggunakan kata yang termasuk dalam kategori konjungsi.
Dalam praktiknya, frasa dan kata
majemuk sulit dibedakan. Banyak orang menilai kata majemuk adalah frasa. Untuk
itu perlu dijelaskan bahwa frasa dan kata majemuk itu berbeda. Dapat disimpulkan
perbedaannya sebagai berikut:
Kata majemuk
a.
Kata majemuk terdiri dari unsur-unsur yang anggotanya tidak dapat dipisahkan
dan tidak dapat disisipi apapun di antara komponennya.
b.
Kata majemuk merupakan suatu keutuhan sehingga jika mengalami proses morfologis
mendapatkan perlakuan sebagai satu bentuk dasar (ketakterluasan).
c.
Komponen-komponen kata majemuk tidak dapat dipertukarkan
Frasa
a.
Frasa terdiri dari unsur-unsur yang anggota-anggotanya dapat dipisahkan oleh
unsur lain dan dapat disisipi apapun di antara komponennya.
b.
Komponen-komponen frasa masing-masing/salah satunya dapat difiksasikan atau
dimodifikasikan (mengalami proses morfologis).
c.
Komponen-komponen frasa dapat dipertukarkan.
2.3 Klausa
a. Pengertian
Klausa ialah unsur kalimat, karena
sebagian besar kalimat terdiri dari dua unsur klausa (Rusmaji, 113). Unsur inti
klausa adalah S dan P. Namun demikian, S juga sering juga dibuangkan, misalnya
dalam kalimat luas sebagai akibat dari penggabungan klausa, dan kalimat jawaban
(Ramlan, 1981:62). Dalam blongnya Rapih mengungkapkan bahwa.
Klausa adalah satuan sintaksis
berupa runtunan kata-kata berkonstruksi predikatif artinya, di dalam konstruksi
itu ada komponen berupa kata atau frase, yang berfungsi sebagai predikat, dan
yang lain berfungsi sebagai subyek, obyek, dan sebagai keterangan.fungsi yang
bersifat wajib pada konstruksi ini adalah subyek dan predikat sedangkan yang
lain tidak wajib.
Sehigga dapat ditarik kesimpulan
bahwa klausa merupakan unsur kalimat yang mewajibkan adanya dua fungsi
sintaksis, yakni subjek dan predikat sedang yang lainnya tidak wajib. Penanda
klausa adalah P, tetapi dalam realisasinya P itu bisa juga tidak muncul
misalnya dalam kalimat jawaban atau dalam bahasa Indonesia lisan tidak resmi.
Klausa juga berpotensi menjadi kalimat tunggal karena didalamnya terdapat unsur
sintaksis yakni subjek dan predikat.
b. Jenis Klausa
Ada tiga dasar yang dapat digunakan
untuk mengklasifikasikan klausa. Ketiga dasar itu adalah (1) Klasifikasi klausa
berdasarkan struktur internnya (BSI), (2) Klasifikasi klausa berdasarkan ada
tidaknya unsur negasi yang menegatifkan P (BUN), (3) Klasifikasi klausa
berdasarkan kategori frasa yang menduduki fungsi P (BKF), (4) klasifikasi
klausa berdasarkan criteria tatarannya dalam kalimat, dan (5) klasifikasi
klausa berdasarkan potensinya untuk menjadi kalimat.
Berikut hasil klasifikasinya:
1)
Klasifikasi klausa berdasarkan struktur internnya.
Klasifikasi klausa berdasarkan struktur
internnya mengacu pada hadir tidaknya unsur inti klausa, yaitu S dan P. Dengan
demikian, unsur ini klausa yang bisa tidak hadir adalah S, sedangkan P sebagai
unsur inti klausa selalu hadir. Atas dasar itu, maka hasil klasifikasi klausa
berdasarkan struktur internnya, berikut klasifikasinya:
a)
Klausa Lengkap
Klausa lengkap ialah klausa yang
semua unsur intinya hadir. Klausa ini diklasifikasikan lagi berdasarkan urutan
S dan P menjadi :
(1) Klausa versi, yaitu
klausa yang S-nya mendahului P. Contoh :
Kondisinya masih kritis.
Gedung itu sangat tinggi.
Sekolah itu masih rusak.
(2) Klausa inversi,
yaitu klausa yang P-nya mendahului S. Contoh :
Masih kritis kondisinya.
Sangat tinggi gedung itu.
Masih rusak sekolah itu.
b)
Klausa Tidak Lengkap
Klausa tidak lengkap yaitu klausa
yang tidak semua unsur intinya hadir. Biasanya dalam klausa ini yang hadir
hanya S saja atau P saja. Sedangkan unsur inti yang lain dihilangkan.
2)
Klasifikasi klausa berdasarkan ada tidaknya unsur negasi yang secara gramatik
menegatifkan P.
Unsur negasi yang dimaksud adalah tidak,
tak, bukan, belum, dan jangan. Klasifikasi klausa
berdasarkan ada tidaknya unsur negasi yang secara gramatik menegatifkan P
menghasilkan :
a)
Klausa Positif
Klausa poisitif ialah klausa yang
ditandai tidak adanya unsur negasi yang menegatifkan P. Contoh :
Bambang seorang pesepak bola
tersohor.
Anak itu mengerjakan PR.
Mereka pergi ke toko.
b)
Klausa Negatif
Klausa negatif ialah klausa yang
ditandai adanya unsur negasi yang menegaskan P. Contoh :
Bambang bukan seorang pesepak
bola tersohor.
Anak itu belum mengerjakan
PR.
Mereka tidak pergi ke toko.
Kata negasi yang terletak di depan P
secara gramatik menegatifkan P, tetapi secara sematik belum tentu menegatifkan
P. Dalam klausa Dia tidak tidur, misalnya, memang secara gramatik dan
secara semantik menegatifkan P. Tetapi, dalam klausa Dia tidak mengambil
pisau, kata negasi itu secara sematik bisa menegatifkan P dan bisa
menegatifkan O. Kalau yang dimaksudkan ‘Dia tidak mengambil sesuatu apapun’,
maka kata negasi itu menegatifkan O. Misalnya dalam klausa Dia tidak
mengambil pisau, melainkan sendok.
3)
Klasifikasi klausa berdasarkan kategori frasa yang menduduki fungsi P.
Berdasarkan kategori frasa yang
menduduki fungsi P, klausa dapat diklasifikasikan menjadi :
a)
Klausa Nomina
Klausa nomina ialah klausa yang
P-nya berupa frasa yang termasuk kategori frasa nomina. Contoh:
Pamannya petani di kampung
itu.
Bapak itu dosen linguistik.
b)
Klausa Verba
Klausa verba ialah klausa yang P-nya
berupa frasa yang termasuk kategori frasa verba. Contoh :
Dia membantu para korban banjir.
Pemuda itu menolong nenek tua.
Klausa ini dibagi menjadi beberapa
tipe, yakni:
(1) Klausa Transitif
Adalah klausa yang predikatnya
berupa verba transitif.
Misalnya: Adik menulis surat.
(2) Klausa Intrasitif
Adalah klausa yang predikatnya
berupa verba intransitif.
Misalnya: Adik menyanyi kakak sedang
berdandan.
(3) Klausa Refleksif
Adalah klausa yang predikatnya
berupa verba refleksif.
Misalnya: Kakak sedang berdandan.
(4) Klausa Resiprokal
Adalah klausa yang predikatnya
berupa verba resiprokal.
Misalnya: Orang itu bertengkar sejak
tadi.
c)
Klausa Adjektiva
Klausa adjektiva ialah klausa yang
P-nya berupa frasa yang termasuk kategori frasa adjektiva. Contoh :
Paman sangat kurus.
Rumah itu sudah tua.
Ibu guru sangat baik.
d)
Klausa Numeralia
Klausa numeralia ialah klausa yang
P-nya berupa frasa yang termasuk kategori numeralia. Contoh :
Anaknya empat orang.
Mahasiswanya sembilan orang.
Temannya dua puluh orang.
e)
Klausa Preposisiona
Klausa preposisiona ialah klausa
yang P-nya berupa frasa yang termasuk kategori frasa preposisiona. Contoh :
Kertas itu di bawah meja.
Baju saya di dalam lemari.
Orang tuanya di Surabaya.
f)
Klausa Pronomia
Klausa pronomial ialah klausa yang
P-nya berupa frasa yang termasuk kategoi ponomial. Contoh :
Hakim memutuskan bahwa dialah
yang bersalah.
Sudah diputuskan bahwa ketuanya
kamu dan wakilnya saya.
4)
Klasifikasi klausa berdasarkan potensinya untuk menjadi kalimat
Klasifikasi klausa berdasarkan
potensinya untuk menjadi kalimat dapat dibedakan atas :
a)
Klausa Bebas
Klausa bebas ialah klausa yang
memiliki subjek dan predikat, sehingga berpotensi untuk menjadi kalimat mayor.
Jadi, klausa bebas memiliki unsur yang berfungsi sebagai subyek dan yang
berfungsi sebagai predikat dalam klausa tersebut. Klausa bebas adalah sebuah
kalimat yang merupakan bagian dari kalimat yang lebih besar. Dengan perkataan
lain, klausa bebas dapat dilepaskan dari rangkaian yang lebih besar itu,
sehingga kembali kepada wujudnya semula, yaitu kalimat. Contoh :
Anak itu badannya panas,
tetapi kakinya sangat dingin.
Dosen kita itu rumahnya di
jalan Ambarawa.
Semua orang mengatakan bahwa dialah
yang bersalah.
b)
Klausa terikat
Klausa terikat ialah klausa yang
tidak memiliki potensi untuk menjadi kalimat mayor, hanya berpotensi untuk
menjadi kalimat minor karena strukturnya tidak lengkap. Kalimat minor adalah
konsep yang merangkum: pangilan, salam, judul, motto, pepatah, dan kalimat
telegram. Contoh :
Semua murid sudah pulang kecuali yang
dihukum.
Semua tersangkan diinterograsi,
kecuali dia.
Ariel tidak menerima nasihat dari
siapa pun selain dari orang tuanya.
5)
Klasifikasi klausa berdasarkan criteria tatarannya dalam kalimat.
Oscar Rusmaji (116) berpendapat
mengenai beberapa jenis klausa. Menurutnya klausa juga dapat diklasifikasikan
berdasarkan kriteria tatarannya dalam kalimat.
Berdasarkan tatarannya dalam
kalimat, klausa dapat dibedakan atas :
a)
Klausa Atasan
Klausa atasan ialah klausa yang
tidak menduduki fungsi sintaksis dari klausa yang lain. Contoh :
Ketika ayah tiba, kami sedang
memasak.
Meskipun sedikit, saya tahu tentang
hal itu.
b)
Klausa Bawahan
Klausa bawahan ialah klausa yang
menduduki fungsi sintaksis atau menjadi unsur dari klausa yang lain. Contoh :
Dia mengira bahwa hari ini akan
hujan.
Jika tidak ada rotan, akarpun jadi.
c. Analisis Klausa
Klasifikasi dapat dianalisis klausa
berdasarkan tiga dasar, yaitu berdasarkan fungsi unsur-usurnya, berdasarkan
kategori kata atau frase yang menjadi unsurnya, dan berdasarkan makna
unsur-unsurnya.
1)
Analisis Klausa Berdasarkan Fungsi Unsur-unsurnya
Klausa terdiri dari unsur-unsur
fungsional yang di sini disebut S, P, O, pel, dan ket. Kelima unsur itu tidak selalu
bersama-sama ada dalam satu klausa. Kadang-kadang satu klausa hanya terdiri
dari S dan P kadang terdiri dari S, P dan O, kadang-kadang terdii dari S, P,
pel dan ket. Kadang-kadang terdiri dari P saja. Unsur fungsional yang cenderung
selalu ada dalam klausa ialah P.
a) S
dan P
Contoh : Budi(S) tidak
berlari-lari(P) èTidak berlari-lari(P) Budi(S)
Badannya(S) sangat lemah(P) è Sangat
lemah(P) badannya(S)
b) O
dan Pelengkap
P mungkin terdiri dari golongan kata
verbal transitif, mungkin terdiri dai golongan kata verbal intransitif, dan
mungkin pula terdirri ari golongan-golongan lain. Apabila terdiri dari golongan
kata verbal transitif, diperlukan adanya O yang mengikuti P itu. Contoh :
Kepala Sekolah(S) akan
menyelenggarakan(P) pentas seni(O).
Pentas seni(S) akan
dislenggarakan(P) kepala sekolah(O)
c)
Keterangan
Unsur klausa yang tidak menduduki
fungsi S, P, O dan Pel dapat diperkirakan menduduki fungsi Ket. Berbeda dengan
O dan Pel yang selalu terletak di belakang dapat, dalam suatu klausa Ket pada
umumnya letak yang bebas, artinya dapat terletak di depan S, P dapat terletak
diantara S dan P, dan dapat terletak di belakang sekali. Hanya sudah tentu
tidak mungkin terletak di antara P dan O, P dan Pel, karena O dan Pel boleh
dikatakan selalu menduduki tempat langsung dibelakang P. Contoh :
Akibat banjir(Ket) desa-desa itu(S)
hancur(P)
Desa-desa itu(S) hancur(P) akibat
banjir(O)
2)
Analisis Klausa Berdasarkan Kategori Kata atau Frase yang menjadi Unsurnya.
Analisis kalusa berdasarkan kategori
kata atau frase yang menjadi unsur-unsur klausa ini itu disebut analisis
kategorional. Analisis ini tidak terlepas dari analisis fungsional, bahkan
merupakan lanjutan dari analisis fungsional.
3)
Analisis Klausa Berdasarkan Kategori Makna dan Unsur-unsurnya.
Dalam analisis fungsional klausa
dianalisis berdasarkan fungsi unsur-unsurnya menjadi S, P, O, Pel dan Ket dalam
analisis kategorial telah dijelaskan bahwa fungsi S terdiri dari N, fungsi P
terdiri dari N, V, Bil, FD, fungsi O terdiri dari N, fungsi Pel terdiri dari N,
V, Bil dan fungsi ket terdiri dari Ket, FD, N.
Fungsi-fungsi itu disamping terdiri
dari kategori-kategori kata atau frase juga terdiri dari makna-makna yang sudah
barang tentu makna unsur pengisi fungsi berkaitan dengan makna yang dinyatakan
oleh unsur pengisi fungsi yang lain.
2.4 Kalimat
a. Pengertian
Satuan bahasa yang secara relatif
dapat berdiri sendiri, yang mempunyai pola intonasi akhir dan yang terdiri dari
klausa (Cook, 1971: 39-40) dalam (Tarigan, 1983: 5). Kalimat adalah satuan
bahasa terkecil, dalam wujud lisan atau tulisan, yang mengungkapkan pikiran
yang utuh. Sekurang-kurangnya kalimat dalam ragam resmi, baik lisan maupun
tertulis harus memiliki S dan P (Srifin dan Tasai, 2002: 58). Kalimat adalah
satuan gramatik yang dibatasi oleh adanya jeda panjang yang disertai nada akhir
naik dan turun (Ramlan, 1981:6).
Kalimat pendek menjadi panjang atau
berkembang karena diberi tambahan-tambahan atau keterangan-keterangan pada
subjek, pada predikat, atau pada keduanya (Wijayamartaya, 1991: 9)
Dapat disimpulkan bahwa kalimat
adalah satuan gramatik yang ditandai adanya kesenyapan awal dan kesenyapan
akhir yang menunjukkan bahwa kalimat itu sudah selesai (lengkap).
b. Jenis Kalimat
Kalimat dibedakan berdasarkan
dengan:
a. jumlah dan jenis klausa yang terdapat di
dalamnya,
b. jenis response yang diharapkan,
c. sifat hubungan actor-aksi,
d. ada tidaknya unsur negatif pada
kalimat utama.
1)
Berdasarkan jumlah dan jenis klausa yang terdapat di dalamnya, kalimat dapat
dibedakan atas kalimat minor dan kalimat mayor.
a)
Kalimat minor adalah kalimat yang terdiri atas satu klausa terikat atau sama
sekali tidak mengandung struktur klausa. Kalimat ini biasa diartikan kalimat
yang klausanya tidak lengkap, hanya terdiri dari S/P/O/K saja. Kalimat minor
dibedakan atas:
(1) Kalimat minor
berstruktur, yaitu kalimat minor yang muncul sebagai lanjutan, pelengkap, atau
penyempurna kalimat utuh atau klausa lain yang terdahulu dalam wacana (Samsuri,
1985:278). Berdasarkan sumber penurunnya, kalimat minor berstruktur dibedakan
atas:
(a) Kalimat elips,
yaitu kalimat minor yang terjadi karena pelepasan beberapa bagian dari klausa
kalimat tunggal.
Contoh:
Terserah saja. (Penyelesainnya
terserah kamu saja)
(b) Kalimat jawaban, yaitu kalimat
minor yang bertindak sebagai jawaban atas pentanyaan-pertanyaan.
Contoh :
(Ada yang kau bawa itu?) Buku.
(c) Kalimat sampingan, yaitu kalimat
minor yang terjadi penurunan klausa terikat dari kalimat majemuk subordinat.
Contoh :
Meskipun hujan. (Dia tetap datang)
(d) Kalimat urutan, yaitu kalimat
mayor, tetapi didahului oleh konjungsi, sehingga menyatakan bahwa kalimat
tersebut merupakan bagian kalimat lain. (Samsuri, 1985:263)
Contoh: Karena itu, harga bahan
pokok naik.
(1) Kalimat minor tak
berstruktur, yaitu kalimat minor yang muncul sebagai akibat pengisian wacana
yang ditentukan oleh situasi, dibedakan atas:
(a) Panggilan. Contoh: Sate!
(b) Seruan, biasanya terdiri dari
kata yang menyatakan ungkapan perasaan.
Contoh: Hai!
(c) Judul, merupakan suatu
ungkapan topik atau gagasan.
Contoh: Dampak negatif penayangan
TV.
(d) Semboyan, yaitu uangkapan ide
secara tegas, tepat dan tanpa hiasan bahasa atau kelengkapan sebuah klausa.
Contoh: Bersatu kita teguh, bercerai
kita runtuh.
(e) Salam
Contoh: Selamat malam!
(f) Inskripsi, yaitu kalimat
minor tak berstruktur yang berisi penghormatan atau persembahan pada awal
sebuah karya (buku, lukisan dsb.).
Contoh: Untuk para pahlawan
Indonesia.
b)
Kalimat mayor adalah kalimat yang terdiri atas sekurang-kurangnya satu klausa
bebas. Berdasarkan jumlah klausa yang terdapat didalamnya, kalimat mayor dapat
dibedakan atas:
(1) Kalimat majemuk
subordinatif, yaitu kalimat majemuk yang salah satu klausanya menduduki: salah
satu fungsi sintaksis dari klausa yang lain atau atribut dari salah satu fungsi
sintaksis klausa yang lain.
Contoh :
Yang berbaju merah muda itu teman
saya.
Orang itu wajahnya sangat tampan.
Polisi telah mengatakan bahwa
penjahat itu kabur.
(2) Kalimat majemuk
koordinat, yaitu kalimat majemuk yang klausa-klausanya tidak menduduki fungsi
sintaksis dari klausa lain (Samsuri, 1985:316).
Contoh: Aku belajar di kamar, dan
ayah menonton televisi.
(3) Kalimat majemuk
rapatan, yaitu kalimat majemuk koordinatif yang klausa-klausanya mempunyai kesamaan-kesamaan,
baik kesamaan subjek, predikat objek, maupun keterangan.
Contoh: Saya mengerjakan bagian
depan, adik bagian belakang.
2)
Berdasarkan respons yang diharapkan, kalimat dibedakan atas :
a)
Kalimat pernyataan adalah kalimat yang dibentuk untuk menyiarkan informasi
tanpa mengharapkan respons tertentu.
Contoh: Saya tidak membawa uang sama
sekali.
b)
Kalimat pertanyaan adalah kalimat yang dibentuk untuk memancing respons yang
berupa jawaban. Nada akhir kalimat pertanyaan ditandai dengan tanda Tanya (?)
dalam bahasa tulisan.
Contoh: Siapa pemilik buku itu?
c)
Kalimat perintah adalah kalimat yang dibentuk untuk memancing responsi yang
berupa tindakan (Samsuri, 1985:276-278). Kalimat perintah ditandai dengan tanda
seru (!).
Contoh: Marilah kita berdoa
bersama-sama!
3)
Berdasarkan hubungan aktor-aksi, kalimat dapat dibedakan atas :
a)
Kalimat aktif adalah kalimat yang subjeknya berperan sebagai pelaku. Subjek
kalimat aktif berperan sebagai perbuatan yang dinyatakan oleh predikat.
Predikat kalimat aktif tediri atas verba transitif dan verba intransitive.
Afiks yang digunakan dalam pembentukan kata yang berfungsi sebagai perdikat
kalimat aktif ialah meN- dan ber- yang dapat dikombinasikan
dengan -i atau -kan.
Contoh: Ayah membelikan adik roti.
b)
Kalimat pasif adalah kalimat yang subjeknya berperan sebagai penderita. Subjek
dalam kalimat pasif berperan sebagai penderita perbuatan yang dinyatakan oleh
predikat kalimat tersebut.
Predikat kalimat pasif terdiri atas
verba verba yang berpredikat di- yang dapat bekombinasi dengan sufiks -i dan
-kan, beprefiks ter-, berkonfiks ke-an, dan verba yang didahului oleh
pronominal persona (Samsuri, 1985:434)
Contoh: Rotinya ditaburi keju.
c)
Kalimat medial adalah kalimat yang subjeknya berperan baik sebagai pelaku
maupun sebagai penderita perbuatan yang dinyatakan oleh predikat tersebut.
Contoh: Jangan menyiksa diri
sendiri.
d)
Kalimat respirokal adalah kalimat yang subjek dan objeknya melakukan sesuatu
pebuatan yang berbalas-balasan. (Samsuri, 1985:198).
Contoh: Dua bersaudara itu saling
baku hantam.
4)
Bedasarkan ada tidaknya unsur negatif pada klausa utama, kalimat dibedakan atas
:
a)
Kalimat firmatif, yaitu kalimat yang berpredikat utamanya tidak tedapat unsur
negatif, peniadaan, atau penyangkalan.
Contoh: Di Ambalat diresmikan
monumen perbatasan.
b)
Kalimat negatif, yaitu kalimat yang predikat utamanya terdapat unsur negatif,
peniadaan, atau penyangkalan, seperti tidak, tiada (tak), bukan, jangan.
(Samsuri, 1985:250)
Contoh :
Sedikitpun aku tidak berkata
bohong.
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari
uraian diatas dapat disimpulkan bahwa fungsi sintaksis adalah subjek, predikat,
objek, pelengkap dan keterangan. Sintaksis terdiri dari frasa, klausa, dan kalimat.
Dari frasa, klausa dan kalimat memiliki pengertian dan jenis-jenisnya.
Frasa
merupakan gabungan dua kata atau lebih yang menempati satu fungsi dan tidak
melebihinya. Sedangkan klausa merupakan unsur kalimat yang mewajibkan adanya
dua fungsi sintaksis, yakni subjek dan predikat sedang yang lainnya tidak
wajib. Untuk kalimat yaitu satuan gramatik yang ditandai adanya kesenyapan awal
dan kesenyapan akhir yang menunjukkan bahwa kalimat itu sudah selesai
(lengkap).
B.
Saran
Dengan
adanya makalah ini penulis sangat mengharapkan keritik dan saran agar makalah
ini dapat bermanfaat bagi kita semua, khususnya para kalangan remaja.
DAFTAR
PUSTAKA
Ibrahim, Syukur, dkk. Bahan Ajar
Sintaksis Bahasa Indonesia. Departemen Pendidikan Nasional Universitas
Negeri Malang.
Oka, I. G. N. dan Suparno. 1994.
Linguistik Umum. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Ramlan, M. 2001. Ilmu Bahasa
Indonesia Sintaksis. Yogyakarta: C.V. Karyono.
Verhaar. 2004. Asas-asas
Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada university Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar