Dari berbagai sumber kita dapati berbagai istilah untuk menamakan
jenis atau tipe makna. Sesungguhnya jenis atau tipe makna itu memang dapat
dibedakan berdasarkan beberapa kriteria dan sudut pandang. Berdasarkan jenis
semantiknya dapat dibedakan antara makna leksikal dan makna gramatikal,
berdasarkan ada tidaknya referen pada sebuah kata/leksem dapat dibedakan adanya
makna referensial dan makna nonreferesial, berdasarkan ada dan tidaknya nilai
rasa pada sebuah kata/ leksem dapat dibedakan adanya makna denoatif dan makna
konotatif, berdasarkan ketepatan maknanya dikenal adanya makna kata dan makna
istilah atau makna umum dan makna khusus. Lalu
berdasarkan kiteria lain atau sudut pandang lain dapat disebutkan adanya
makna-makna asosiatif,kolokatif, reflektif, idiomatik, dan sebagainya. Berikut
akan dibahas pengertian makna-makna tersebut satu per satu.
4.1. Makna Leksikal dan
Makna Gramatikal
Leksikal adalah
bentuk ajektif yang diturunkan dari bentuk leksikon (vokabuler,kosa kata, perbendaharaan
kata). Satuan dari leksikon adalah leksem, yaitu satuan bentuk bahasa yang
bermakna. Makna leksikal dapat diartikan
sebagai makna yang bersifat leksikon , bersifat leksem, atau bersifat
kata. Lalu, karena itu dapt pula dikatakan makna leksikal adalah makna yang
sesuai dengan referennya, makna yang sesuai dengan hasil observasi alat indra,
atau makna yang sungguh-sungguh nyata dalam kehidupan kita.
Apakah semua kata
dalam bahasa Indonesia bermakna leksikal? Tentu saja tidak. Kata-kata yang dalam
gramatikal disebut kata penuh (full word) seperti kata meja, tidur dan cantik
memang memiliki makna leksikal, tetpi yang disebut kata tugas (function word)
seperti kata dan, dalam, dan karena tidak memiliki makna leksikal. Dalam
gramatikal kata-kata tersebut dianggap hanya memiliki tugas gramatikal. Makna
leksikal biasanya dipertentangkan atau dioposisikan dengan makna gramatikal.
Kalau mana leksikal itu berkenaan dengan makna leksem atau kata yang sesuai
dengan referennya, maka makna gramatikal ini adalah makna yang hadir sebagai
akibat adanya prsoses gramatika seperti proses afiksasi, proses reduplikasi dan
proses komposisi.
Oleh karena makna
sebuah kata, baik kata dasar maupun kata jadian, sering sangat tergantung pada
konteks kalimat atau konteks situasi maka makna gramatikal ini sering juga
disebt makna kontekstual atau makna situasional. Selain itu bisa juga disebut
makna struktural karena proses dan satun-satuan gramatikal itu selalu berkenaan
dengan struktur ketatabahasaan. Proses komposisi atau proses penggabungan dalam
bahasa indonesia juga banyak melahirkan makna gramatikal. Makna gramatikal
acapkali juga dapat diketahui tanpa mengenal makna leksikal unsur-unsurnya.
Misalnya klausa malalatdililili-lili lolo-lolo ini, yang tidak dapat diketahui
makna leksikal unsur-unsurnya, apa itu malalat, apa itu dilili-lili, dan apa
pula lolo-lolo itu; namun kita tahu bahwa konstruksi klausa itu memberi makna
gramatikal: malalat mengandung makna ‘tujuan, pasien’, dilili-lili menandung
makna ‘pasif’, dan lolo mengandung makna ‘pelaku perbuatan’.
4.2 Makna Referensial dan
Nonreferensial
Perbedaan makna
referensial dan makna nonreferensial berdasarkan ada tdak adanya refere dari
kata-kata itu. Bila kata-kata itu mempunyai referen, yaitu sesuatu diluar
bahasa yang iacu oleh kata-kata itu maka kata tersebut disebut kata bermakna
referensial. Kalau kata-kata itu tidak mempunyai referen maka kata itu disebut
kata bermakna nonreferensial.
Dapat disimak bahwa
kata-kata yang termasuk kaegori kata penuh, seperti sudah disebutkan di muka,
adalah termasuk kata-kata yang bermakna referensial; dan yang termasuk kelas
kata tugas seerti preposisi dan konjungsi, adalah kata-kata yang termasuk kata
bermakna nonreferensial. Karena kata-kata yang termasuk preposisi dan konjungsi,
juga kata tugas lainnya, tidak mempunyai referen maka banyak orang menyatakan
kata-kata tersebut tidak memiliki makna. Kata-kata ersebut hanya memiliki
fungsi atau tugas. Sebenarnya kata-kata ini juga mempunyai makna; hanya tidak
mempunyai referen. Hal ini jelas dari nama yang diberikan semantik, yaitu kata
yang bermakna nonreferenial. Mempunyai makna, tetapi tidak mempunyai referen.
Disini perlu dicatat
adanya kata-kata yang referennya tidak tetap. Dapat berpindah dari satu rujukan
kepada rujukan lain, atau juga dapat berubah ukurannya. Kata-kata yang seperti
ini disebut kata-kata deiktis.
4.3 Makna Denotatif dan
Konotatif
Perbedaan makna
denotatif dan makna konotatif didasarkan pada ada atau tidak adanya “nilai
rasa” (istilah dari slametmulyana, 1964) pada sebuah kata. Setiap kata,
terutama yang disebut kata penuh , mempunyai makna denotatif, tetapi tidak
setiap kata itu mempunyai makna konotatif.Sebuah kata disebut mempunyai makna
knotatif apabila kata itu mempunyai “nilai rasa”, baik positif maupun negatif.
Jika tidak memiliki nilai rasa maka dikatakan tidak memiliki konotasi. Tetapi
dapat juga disebut berkonotasi netral.
Makna denotatif
(sering juga disebut makna denotasional, makna konseptual, atau makna kognitif
karena dilihat dari sudut yang lain) pada dasarnya sama dengan makna
referensial sebab makna denotatf ini lazim diberi pejelasan sebagai makna yang
sesuai dengan hasil observasi menurut penglihatan, penciuman, pendengaran,
perasaan, atau pengalaman lainnya. Jadi, makna denotatif ini menyangkut
informasi-informasi faktual objektif. Lalu karena itu makna denotasi sering
disebut makna sebenarnya.
Dalam beberapa buku
pelajaran, makna denotsi sering juga disebut makna dasar, makna ali ata makna
pusat dan makna konotasi disebut sebagai makna tambahan. Penggunaan makna
dasar, makna asli, atau makna pusat untuk menyebut makna denotasi rasanya tidak
menjai persoalan; tetapi penggunaan makna dasar, makna asli, atau makna pusat
untuk meyebut makna denotasi rasanya tidak menjadi persoalan; tetapi penggunaan
makna tambahan untuk menyebut makna konotasi kiranya perlu dikoreksi; yakni
hanya tambahan yang sifatnya memberi nilai rasa, baik positif maupun negatif.
Atau jika tidak bernilai rasa dapat juga berkonotasi netral.
Positif atau
negatifnya nilai rasa sebuah kata seringkali juga terjadi sebagai akibat
digunakannya referen kata itu sebagai sebuah perlambang. Jika digunakan sebagai
lamang sesuatu yang positif maka akan bernilai rasa positif; dan jika digunakan
sebagi lambang sesuatu yang negatif akan bernilai rasa negatif.
Makna konotasi
sebuah kata dapat berbeda dari suatu kelompok masyarakat yang satu dengan
kelompok masyarakat yang lain, sesuai dengan pandangan hidup dan norma-norma
penilaian kelompok masyarakat tersebut. Makna konotatif dapat juga berubah dari
waktu ke waktu. Dalam kehidupan bermasyarakat sudah menjadi sifat manusia untuk
selalu memperhalus pemakaian bahasa. Karena itu, diusahakanlah membentuk kata
atau istilah baru untuk mengganti kata atau istilah yang dianggap berkonotasi
negatif.
4.4 Makna Kata dan Makna
Istilah
Pembedaan adanya
makna kata dan makna istilah berdasarkan ketepatan makna kata itu dalam
penggunaanya secara umum dan secara khusus. Dalam penggunaan bahasa secara umum
acapkali kata-kata itu digunakan secara tidak cermat sehingga maknanya bersifat
umum . tetapi dalam penggunaan secara khusus, dalam bidang kegiatan tertentu,
kata-kata iti digunakan secara cermat sehingga maknanya pun menjad tepat. Makna
sebuah kata walaupun secara sinkronis tidak berubah tetapi karena berbagai
faktor dlam kehidupan, dapat menjadi bersifat umum. Makna kata itu baru menjadi
jelas kalau sudah dignakan dalam suatu kalimat. Kalau lepas dar konteks
kalimat, makna kata itu menjadi umum dan kabur. Berbeda dengan katanya yang
masih bersifat umum maka istilah memiliki makna yang tetap dan pasti. Ketetapan
dan kepastian makna istilah itu karena istilah itu hanya digunakan dalam bidang
kegiatan atau keilmuan tertentu. Jadi, tanpa konteks kalimatnya pun makna
istilah itu sudah pasti.
Memang banyak
istilah yang sudah menjadi unsur bahasa umum karena frekuensi pemakaiannya
dalam bahasa umum, bahasa sehari-hari cukup tinggi. Istilah yang sudah menjadi
nsur leksikal bahasa umum itu disebut istilah umum. Makna kata sebagai istilah
memag dibuat setepat mungkin untuk menghindari kesalahpahaman dalam bidang ilmu
atau kegiatan tertentu. Diluar bidang istilah sebenarnya dikenal juga adanya
pembedaan kata dengan makna umum dan kata dengan makna khusus atau makna yang
lebi terbatas. Kata dengan makna umum mempunyai engertian dan pemakaian yang
lebih luas, sedangkat kata dengan makna khusus atau makna terbatas mempunyai
pengertian dan pemakaian yang lebih terbatas.
4.5 Makna Konseptual dan
Makna Asosiatif
Pembedaan makna
konseptual dan makna asosiatif didasarkan pada atau tidak adanya hubungan (asosiasi,
refleksi) makna sebuah kata dengan makna kata lain. Secara garis besar Leech
(1976) malah membedakan makna atas kata makna konseptual dan makna asosiatif,
dalam makna asosiatif termasuk makna konotatif, stilistik, afektif, refleksi
dan kolokatif.
Makna konseptual
adalah makna yang sesuai dengan konsepnya, makna yang sesuai dengan referennya,
dan makna yang bebas dari asosiasi atau hubungan apa pun. Jadi, makna
konseptual ini sama dengan makna referensialnya, makna leksikal, dan makna
denotatif. Sedangkan makna asosiatif adalah makna yang dimiliki sebuah kata
berkenaan dengan adanya hubungan kata itu dengan keadaan diluar bahasa.
Makna asosiatif ini
sesungguhnya sama dengan perlambang-perlambang yang digunakan ole suatu
masyarakat bahas untuk menyatakan suatu konsep lain. Karena makna asosiasi ini
berhubungan dengan nilai-nilai moral dan pandangan hidup yang berlaku dalam
suatu masyarakat bahasa yang berasrti juga berurusan dengan nilai rasa bahasa
maka kedalam makna asosiatif ini juga termasuk makna konotatif. Disamping itu
kedalamnya termasuk juga makna-makna lain seperti makna stilistika, makna
afektif, dan makna kolokatif (Leech 1976).
Makna stilistika
berkenaan dengan gaya pemilihan kata sehubungan dengan adanya perbedaan sosial
dan bidang kegiatan didalam masyarakat. Makna afektif berkenaan dengan perasaan
pembicara pemakai bahasa secara pribadi, baik terhadap lawan bicara maupun
terhadap objek yang dibicarakan. Makna afektif lebih terasa secara lisn
daripada secara tertulis. Makna kolokatif berkenaan dengan makna kata lain yang
mempunyai “tempat” yang sama dalam sebuah frase (ko=sama, bersama;
lokasi=tempat). Kalau kita kembali kepada teori Verhaar tentang makna informasi
dan maksud yang dibicarakan di muka kata-kata laju, deras, kencang, cepat dan
lancar memang bersinonim;tetapi maknanya tidak sama karena bentuknya sudah
berbeda.
4.6 Makna Idiomatikal dan
Peribahasa
Idiom adalah
satuan-satuan bahasa (bisa berupa kata, frase, maupun kalimat) yang maknanya
tiak dapat “diramalkan” dari makna leksikal unsur-unsurnya maupun makna
gramatikal satuan-satua tersebut. Karena makna idiom ini tidak lagi berkaitan
dengan makna leksikal atau makna gramatikal unsur-unsurnya maka bentuk-bentuk
idiom ini ada juga yang menyebutkan sebagai satuan-satuan leksikal tersendiri
yang maknanya juga merupakan makna leksikal dari stuan tersebut.
Perlu diketahui juga
adanya dua macam bentuk idiom dalam bahasa Indonesia yaitu: Idiom penuh dan
idiom sebagian. Idiom penuh adalah idiom yang unsur-unsurnya secara keseluruhan
sudah merupakan satu kesatuan dengan satu makna. Sedangkan pada idiom sebagian
masih ada unsur yang memiliki makna leksikalnya sendiri. Dapat disimpulkan
bahwa makna idiomatikal adalah makna sebuah satuan bahasa (entah kata, frase
atau kalimat) yang “menyimpang” dari makna leksikal atau makna gramtikal unsur-unsur
dalam kamusnya.
Penjelasan mengenai
penggunaan istilah idion, ungkapan dan metafora. Ketiga istilah ini sebenarnya
mencakup objek pembicaraan yang kuang lebih sama. Hanya segi pandangannya yang
berlainan. Idiom dapat dilihat dari segi makna, yaitu “menyimpangnya” makna
idiom ini dari makna leksikl dan makna gramatikal unsur-unsur pembentuknya.
Ungkapan dilihat dari segi ekspresi kebahasaan, yaitu dalam usaha penutur untuk
menyampaikan pikiran, perasaan, dan emosinya dalam bentuk-bentuk satuan bahasa
tertentu yang dianggap paling tepat dan paling kena. Sedagkam metafora dilihat
dari segi digunakannya sesuatu untuk membandingkan yang lain dari yang lain
umpamanya matahari dikatakan atau diperbandingkan sebagai raja siang.
Berbeda dengan
idiom, terutama idiom penuh yang maknanya tidak dapat diramalkan, baik secara
leksikal maupun gramtikal, (makna peribahasa masih dapat diramalkan karena
adanya asosiasi atau tautan antara makna leksikal dan gramatikal unsur-unsur
pembentuk peribahasa itu dengan makna lain yang menjadi tautannya). Karena
peribahasa in bersifat memperbandingkan atau mengumpamakan maka lazim juga
disebut dengan nama perumpamaan.
4.7 Makna Kias
Semua bentuk bahasa
(baik kata, frase, maupun kalimat) yang tidak merujuk pada arti yang sebenarnya
(arti leksikal, arti konseptual, atau arti denotatif) disebut mempunyai arti
kiasan. Kita lihat antara bentuk ujaran dengan makna yang diacu ada hubungan kiasan,
perbandingan, atau persamaan. Tamu yang tidak diundang dalam arti ‘maling’ dan
sipantat kuning dalam arti ‘kikir’? tamu yang tidak diundang dapat dikatakan
memiliki arti kiasan; tetapi sipantat kuning tidak memiliki arti kias karena
tidak ada yang dikiaskan.
4.8 Makna Lokusi, Ilokusi
dan Perlokusi
Yang dimaksud dengan
makna lokusi adalah makna seperti yang dinyatakan dalam ujaran, makna harfiah,
atau makna apa adanya. Sedangkan yanf dimaksud dengan makna ilokusi adalah
makna seperti yang dipahami oleh pendengar. Sebaliknya yan dimaksud dengan
makna perlokusi adalah makna sepeti yang diinginkan oleh penutur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar