Dalam
Sejarah perkembangannya, linguistik dipenuhi dengan berbagai aliran, paham,
pendekatan dan teknik penyelidikan yang dari luar tampaknnya sangat ruwet,
saling berlawanan dan membingungkan . Berikut ini akan dibicarakan sejarah
perkembangan paham, dan beberapa aliran linguistik dari zaman purba smpai zaman
mutakhir secara sangat singkat dan bersifat umum.
1.1
LINGUISTIK
TRADISIONAL
Istilah tradisional dalam linguistik
sering dipertentangkan dengan istilah struktural, sehingga dalam pendidikan
formal ada istilah tata bahasa tradisional dan tata bahasa struktural. Tata
bahasa tradisional menganalisis bahasa berdasarkan filsafat dan semantik;
sedangkan tata bahasa struktural berdasarkan struktur atau ciri-ciri formal
yang ada dalam satu bahasa tertentu.
1.1.1
Liguistik
Zaman Yunani
Masalah pokok kebahasaan yang menjadi
pertentangan para linguis pada waktu itu adalah (1) pertentangan antara fisis dan nomos, dan (2) pertentangan antara analogi dan anomali.
Para filsuf Yunani mempertanyakan apakah
bahasa itu bersifat alami (fisis) atau bersifat konvensi (nomos). Bersifat
alami maksudnya bahasa itu mempunyai hubungan asal usul, sumber dalam
prinsip-prinsip abadi dan tidak dapat diganti diluar manusia itu sendiri. Dalam
bidang semantik kelompok yang menganut paham ini yaitu kaum naturalis,
berpendapat bahwa setiap kata mempunyai hubungan dengan benda yang ditunjuknya.
Sebaliknya kelompok lain yaitu kaum konvensional , berpendapat bahwa bahasa
bersifat konvensi. Artinya, makna-makna kata itu diperoleh dari hasil-hasil
tradiasi atau kebiasaan-kebiasaan, yang mempunyai kemungkinan bisa berubah.
Dari studi bahasa pada zaman Yunani ini
kita mengenal nama beberapa kaum atau tokoh yang mempunyai peranan besar dalam
studi bahasa itu. Berikut ini akan kita bicarakan secara sangat singkat.
1.1.1.1
Kaum Sophis
Kaum atau kelompok Sophis ini muncul
pada abad ke-5 S.M. Mereka dikenal dalam studi bahasa, antara lain, karena:
a. Mereka
melakukan kerja secara empiris;
b. Mereka
melakukan kerja secara pasti dengan menggunakan ukuran-ukuran tertentu;
c. Mereka
sangat mementingkan bidang retrorika dalam studi bahasa;
d. Mereka
membedakan tipe-tipe kalimat berdasarkan isi dan makna.
Salah seorang tokoh Sophis yaitu
Protogoras, membagi kalimat menjadi kalimat narasi, kalimat tanya, kalimat
jawab, kalimat perintah, kalimat laporan, doa dan undangan. Tokoh lain yaitu
Georgias membicarakan gaya bahasa yang seperti kita kenal sekarang.
1.1.1.2
Plato (429 – 347 S.M)
Plato yang hidup sebelum abad Masehi
itu, dalam studi bahasa terkenal, antara lain, karena :
a. Dia
memperdebatkan analogi dan anomali dalam bukunya Dialoog. Juga mengemukakan masalah bahasa alamiah dan bahasa
konvensional;
b. Dia
menyodorkan batasan bahasa yang bunyinya kira-kira: bahasa adalah pernyataan
pikiran manusia dengan perantaraan onomata dan rhemata;
c. Dialah
orang yang pertama kali membedakan kata dalam onoma dan rhema.
1.1.1.3
Aristoteles (384 - 322
S.M)
Aristoteles adalah salah seorang murid
Plato. Dalam studi bahasa dia terkenal, antara lain, karena:
a. Menurut
aristoteles ada tiga macam kelas kata , yaitu onoma, rhema, dan syndesmoi. Yang
dimaksud dengan syndesmoi adalah kata-kata yang lebih banyak bertugas dalam
hubunga sintaksis.
b. Dia
membedakan jenis kelamin kata (atau gender) menjadi tiga, yaitu maskulin,
feminin, dan neutrum.
Aristoteles selalu bertolak dari
logika. Dia memberikan pengertian, definisi, konsep, makna, dan sebagainya
berdasarkan logika .
1.1.1.4
Kaum Stoik
Kaum Stoik adalah kelompok ahli filsafat
yang berkembang pada permulaan abad ke-4 S.M. Dalam studi bahasa kaum Stoik
terkenal, antara lain, karena:
a. Mereka
membedakan studi bahasa secara logika dan studi bahasa secara tata bahasa;
b. Mereka
menciptakan istilah-istilah khusus untuk studi bahasa;
c. Mereka
membedakan tiga komponen utama dari studi bahasa;
d. Mereka
membedakan legein, yaitu bunyi yang merupakan bagian dan fonologi tetapi tidak
bermakna;
e. Mereka
membagi jenis kata menjadi empat;
f. Mereka
membedakan adanya kata kerja komplet dan kata kerja tak komplet, serta kata
kerja aktif dan kata kerja pasif.
1.1.1.5
Kaum Alexandrian
Kaum alexandrian menganut paham analogi
dalam studi bahasa. Dari mereka kita mewarisi sebuah buku tata bahasa yang
disebut Tata Bahasa Dionysius Thrax
sebagai hasil mereka dalam menyelidiki kereguleran bahasa Yunani. Buku ini
diterjemahkan ke dalam bahasa latin oleh Remmius Palaemon pada permulaan abad
pertama Masehi dengan judul Ars Gramatika. Karena sifatnya mentradisi maka buku
tata bahas tersebut kini dikenal dengan sebutan tata bahasa tradisional.
1.1.2
Zaman
Romawi
Orang Romawi mendapat pengalamn dalam
bidang linguistik dari orang Yunani. Tokoh pada zaman Romawi yang terkenal
adalah Varro (116 – 27 S.M.) dengan karyanya De Lingua Latina dan Priscia dengan karyanya Institutiones Grammaticae.
1.1.2.1
Varro
dan “De Lingua Latina”
Buku ini dibagi dalam bidang-bidang
etimologi, morfologi, dan sintaksis. Apa yang dibicarakan dalam bukunya itu
mengenai bidang-bidang tersebut berikut ini dibicarakan secara sangat singkat.
a. Etimologi,
adalah cabang linguistik yang menyelidiki asal-usul kata beserta artinya. Dalam
bidang ini Varro mencatat adanya perubahan bunyi yang terjadi dari zaman ke
zaman, dan perubahan makna kata . Kelemahan Varro dalam bidang etimologi ini
adalah dia menganggap bahwa kata-kata Latin dan Yunani yang berbentuk sama
adalah pinjaman langsung.
b. Morfologi,
adalah cabang linguistik yang mempelajari kata dan pembebtukannya. Menurut
Varro kata adalah bagian dari ucapan yang tidak dapat dipisahkan lagi, dan
merupakan bentuk minimum. Dalam menyusun kelas kata, Varro membagi kelas kata
Latin dalam empat bagian, yaitu:
·
Kata benda, termasuk
kata sifat, yakni kata yang disebut berinfleksi kasus.
·
Kata kerja, yakni kata
yang membuat pernyataan, yang berinfleksi “tense”.
·
Partisipel, yakni kata
yang menghubungkan (dalam sintaksis kata benda dan kata kerja), yang
berinfleksi kasus dan “tense”.
·
Adverbium, yakni kata
yang mendukung (anggota bawahan dari kata kerja), yang tidak berinfleksi.
Mengenai deklinasi, yaitu perubahan
bentuk kata berkenaan dengan kategori, kasus, jumlah dan jenis, Varro
membedakan adanya dua macam deklinasi, yaitu deklinasi naturalis dan deklinasi
voluntaris, Yang dimaksud dengan deklinasi naturalis adalah perubahan yang
bersifat alamiah, sebab perubahan itu dengan sendirinya dan sudah berpola,
deklinasi ini pada umumnya bersifat reguler. Sebaliknya, deklinasi voluntaris
perubahannya terjadi secara morfologis bersifat selektif dan manasuka jadi
bersifat ireguler.
1.1.2.2
Institutiones
Grammaticae atau Tata Bahasa Priscia
Buku
tata bahasa Priscia ini yang terdiri dari 18 jilid dianggap sangat penting
karena:
a. Merupakan
buku tata bahasa Latin yang paling lengkap yang dituturkan oleh pembicara
aslinya;
b. Teori-teori
tata bahasanya merupakan tonggak-tonggak utama pembicaraan bahasa secara
tradisional.
Beberapa
segi yang patut dibicarakan mengenai buku itu, antara lain, adalah:
a. Fonologi
Dalam bidang fonologi
pertama-tama dibicarakan tulisan atau huruf yang bersifat litterae. Yang dimaksud litterae in adalah bagian terkecil dari
bunyi yang dapat dituliskan. Nama huruf-huruf itu disebut figurae, sedangkan nilai bunyi itu disebut potetas.
b. Morfologi
Dalam bidang ini
dibicarakan antara lain mengenai dictio atau kata. Yang dimaksud dengan dictio
adalah bagian yang minimum dari sebuah ujaran dan harus diartikan terpisah
dalam makna sebagai satu keseluruhan.
c. Sintaksis
Bidang ini membicarakan
hal yang disebut oratio, yaitu tata susun kata yang berselaras dan menunujukan
kalimat itu selesai.
Akhirnya
dapat dikatakan bahwa buku Institutiones Grammaticae ini telah menjadi dasar
tata bahasa Latin dan filsafat zaman pertengahan.
1.1.3
Zaman
Pertengahan
Dari zaman pertengahan ini yang patut
dibicarakan dalam studi bahasa, antara lain, adalahperanan kaum Modistae, Tata Bahasa Spekulativa, dan Petrus Hipanus.
Kaum
Modistae ini masih membicarakan pertentangan antara fisis dan nomos, dan
pertentangan analogi dan anomali. Mereka menerima konsep analogi karena menueut
mereka bahasa itu bersifat reguler dan universal.
Petrus Hipanus. Beliau pernah menjadi
Paus, yaitu tahun 1276 – 1277 dengan gelar Paus Johannes XXI. Bukunya berjudul
Summulae Logicales. Peranannya dalam bidang linguistik, antara lain:
a. Dia
telah memasukan psikologi dalam analisis makna bahasa.
b. Dia
telah membedakan nomen atas dua macam, yaitu nomen substantivum dan nomen
adjectivum.
c. Dia
juga telah membedakan partes orationes atas categorimatik dan syntategorematik.
Yang dimaksud categorimatik adalah semua bentuk yang dapat menjadi subjek atau
predikat. Sedangkan syntategorimatik adalah semua bentuk tutur lainnya.
1.1.4
Zaman
Renaisans
Zaman Renaisans dianggap sebagai zaman
pembukaan abad pemikiran abad modern. Dalam studi sejarah ada dua hal pada
zaman renaisans ini yang menonjol yang perlu dicatat, yaitu: (1)selain
menguasai bahasa Latin, sarjana-sarjana pada waktu itu .
Juga menguasai bahasa Yunani, bahasa
Ibrani dan bahasa Arab; (2) Selain bahasa Yunani, Latin, Ibrani dan Arab,
bahasa-bahasa Eropa lainnya juga mendapat perhatian dalam bentuk pembahasan,
penyusunan tata bahasa, dan malah juga perbandingan. Secara singkat dalam
subbab ini akan dibicarakan tentang
bahasa Ibrani, Linguistik Arab, bahasa-bahasa Eropa dan Luar Eropa.
Bahasa Ibrani dan bahasa Arab banyak
dipelajari orang pada akhir abad pertengahan. Bahasa Ibrani perlu diketahui dan
dipelajari karena kedudukannya sebagai
bahasa kitab Perjanjian Lama dan kitab perjanjian baru.
Linguistik arab berkembang pesat karena
kedudukan bahasa Arab sebagai bahasa kitab suci agama Islam, yaitu Quran. Ada
dua aliran linguistik Arab yaitu aliran Basra dan aliran Kufah. Aliran Basra
mendapat pengaruh konsep analogi zaman Yunani, mereka berpegang teguh pada
kereguleran dan kesisitematisan bahasa Arab. Sebaliknya, aliran Kufah
memberikan perhatian kepada
keanekaragaman bahasa; dan dalambeberapa hal tampaknya mereka menganut paham
anomali. Studi bahasa Arab mencapai puncaknya pada abad ke-8 dengan terbitnya
buku tata Bahasa Arab berjudul Al-Kitab, atau lebih terkenal dengan nama Kitab
Al Ayn, karya Sibawaihi dari kelompok linguistik Basra. Dalam kitabnya itu
Sibawaihi juga membagi kata atas tiga kelas, yaiti ismun(nomen),
fi’lun(verbum), dan harfun (partikel).
Bahasa-bahasa Eropa, sebetulnya juaga
sudah menarik perhatian sejak sebelum zaman Renaisans. Pada abad ke-7 telah
tercatat adanya sebuah buku tata bahasa Irlandia; pada abad ke 12 tercatat pula
adanya sebuah buku tata bahasa Islandia; sedangakan pada abad ke-13 dijumpai
pula buku tata bahasa Provencal. Yang mendapat perhatian secara khusus dan
serius adalah studi mengenai bahasa Roman atau Neo-Latin.
Bahasa-bahasa di luar Eropa, mendapat perhatian
dalam studi bahasa karena kegiatan para misionaris ke luar negeri yang jauh
dari Eropa, harus melibatkan mereka dengan bahasa-bahasa tersebut. Oleh karena
itu muncullah berbagai tulisan mengenai bahasa-bahasa seperti yang terdapat di
India, di Jepang, di Indonesia dan daerah lainnya.
1.1.5
Menjelang
Lahirnya Linguistik Modern
Masa antara lahirnya linguistik modern
dengan masa berakhirnya zaman renaisans ada satu tonggak yang dianggap ada satu
tonggak yang sangat penting dalam sejarah studi bahasa. Tongak yang dianggap
sangat penting itu adalah dinyatakan adanya hubungan kekerabatan antara bahasa
Sansekerta dengan bahasa-bahasa Yunani, Latin dan bahasa Jerman lainnya.
Bila kita simpulkan pembicaraan mengenai
linguistik tradisional diatas, maka secara singkat dapat dikatakan, bahwa;
a. Pada
tata bahasa tradisional ini tidak dikenal adanya perbedaan antara bahasa ujaran
dengan bahasa tulisan.
b. Bahasa
yang disusun tata bahasanya dideskripsikan dengan mengambil patokan-patokan
dari bahasa lain, terutama bahasa Latin;
c. Kaidah-kaidah
bahasa di buat secara preskriftif, yakni benar atau salah;
d. Persoalan
kebahasaan seringkali dideskripsikan dengan melibatkan logika;
e. Penemuan-penemuan
atau kaidah-kaidah terdahulu cenderung untuk selalu dipertahankan.
Dari butir-butir kesimpulan itu
bahwa konsep dan pegangan tata bahasa tradisional terhadap bahasa tidak sama
dengan konsep menurut linguistik modern.
1.2
LINGUISTIK
STRUKTURALIS
Linguistik strukturalis berusaha
mendeskripsikan suatu bahasa berdasarkan ciri atau sifat khas yang dimiliki
bahasa itu. Pandangan ini adalah sebagai akibat dari konsep-konsep atau
pandangan-pandangan baru terhadap bahasa dan studi bahasa yang dikemukakan oleh
bapak linguistik modern, yaitu Ferdinand de Saussure. Maka itu, dalam
pembicaraan linguistik strukturalis ini, kita mulai dengan tokoh tersebut,
meskipun secara singkat dan sangat umum.
1.2.1
Ferdinand
de Saussure
Ferdinand de Saussure (1857 – 1913)
dianggap sebagai bapak linguistik modern berdasarkan pandangan-pandangan yang
dimuat dalam bukunya Course de Linguistique Generale yang disususn dan
diterbitkan oleh Charles Bally dan Albert Sechehay tahun 1915.
Pandangan yang dimuat dalam buku
tersebut mengenai konsep: (1) telaah sinkronik dan diakronik, (2) perbedaan
lague dan parole, (3) perbedaan signifiant dan signifie, dan (4) hubungan
sintagmatik dan paradigmatik banyak berpengaruh dalam perkembangan linguistik
di kemudian hari. Bagaimana pandangan-pandangannya itu berikut ini kita
bicarakan secara singkat.
Telaah
Sinkronik dan Diakronik. Yang dimaksud dengan
telaah bahasa secara sinkronik adalah mempelajari suatu bahasa pada suatu kurun
waktu tertentu saja. Sedangakan telaah bahasa secara diakronik adalah telaah
bahasa sepanjang masa, atau sepanjang zaman bhasa itu digunakan oleh para
penuturnya.
La
Langue dan La Parole. Yang dimaksud dengan
La Langue adalah keseluruhan sistem tanda yang berfungsi sebagai alat
komunikasi verbal antara para anggota suatu masyarakat bahasa, sifatnya
abstrak. Sedangkan yang di maksud la parole adalah pemakaian atau realisasi
langue oleh masing-masing anggota masyarakat bahasa; sifatnya konkret karena
parole itu tidak lain dari pada realitas fisis yang berbeda dari orang yang
satu dengan orang yang lain.
Signifiant
dan Signifie. Yang dimaksud dengan signifiant adalah
citra bunyi atau kesan psikologis bunyi yang timbul dalam pikiran kita. Untuk
lebih jelas, ada yang menyamakan signe itu sama dengan kata; signifie sama
dengan makan; dan signifiant sama dengan bunyi bahasa dalam bentuk urutan
fonem-fonem tertentu.
Hubungan
Sintagmatik dan Paradigmatik. Yang dimaksud dengan
hubungan sintagmatik adalah hubungan
antara unsur-unsur yang terdapat dalam suatu tuturan, yang tersusun secara
berurutan, bersifat linear. Hubungan sintagmatik pada tataran fonologi tampak
pada urutan fonem-fonem pada sebuah kata yang tidak dapat diubah tanpa merusak
makna kata itu. Hubungan sintagmatik pada tataran morfologi tampak pada urutan
morfem-morfem pada suatu kata, yamg juga tidak dapat diubah tanpa merusak makna
dari kata tersebut. Hubungan sintagmatik pada tataran sintaksis tampak pada
urutan kata-kata yang mungkin dapat diubah, tetapi mungkin juga tidak dapat
diubah tanpa mengubah makna kalimat tersebut, atau menyebabkan tak bermakna
sama sekali. Yang dimaksud hubungan paradigmatik adalah hubungan antara
unsur-unsur yang terdapat dalam suatu tuturan dalam dengan unsur-unsur sejenis
yang tidak terdapat dalam tuturan yang bersangkutan. Hubungan paradigmatik
dapat dilihat dengan cara subtitusi, baik pada tataran fonologi, morfologi,
maupun tataran sintaksis.
1.2.2
Aliran
Praha
Aliaran Praha terbentuk pada tahun 1926
atas prakarsa salah seorang tokohnya, yaitu Vilem Mathesius (1822 – 1945).
Tokoh-tokoh lainnya adalah Nikolai S. Trubetskoy, Roman Jakobson, dan Morris
Halle.
Dalam bidang fonologi aliran Praha inilah
yang pertama-tama membedakan dengan tegas akan fonetik dan fonologi. Fonetik
mempelajari bumyi-bunyi itu sendiri, sedangkan fonologi mempelajari fungsi
bunyi tersebut dalam sustu sistem. Perbedaan bunyi yang tidak menimbulkan
perbedaan makana adalah tidak distingtif. Artinya, bunyi-bunyi tersebut tidak
fonemis. Sedangakan yang menimbulkan perbedaan makna adalah distingtif; jadi,
bunyi-bunyi tersebut bersifat fonemis.
Dalam bidang fonologi aliran Praha ini juga memperkenalkan dan
mengembangkan suatu istilah yang disebut morfonologi, bidang yang meneliti
struktur fonologis morfem. Bidang ini meneliti perubahan-perubhan fonologis
yang terjadi sebagai akibat hubungan morfem dengan morfem.
Dalam bidang sintaksis Vilem Mathesius
mencuba menelaah kalimat melalui pendekatan fungsional. Menurut pendekatan ini
kalimat dapat dilihat dari struktur formalnya, dan juga struktur informasinya
yang terdapat dalam kalimat yang bersangkutan. Struktur formal menyangkut
unsur-unsur gramatikal kalimat tersebut, yaitu subjek dan predikat
gramatikalnya. Sedangkan struktur informasi menyangkut situasi faktual pada
waktu kalimat itu dihasilkan. Struktur informasi menyangkut unsur tema dan
rema. Yang dimaksud dengan tema adalah apa yang dibicarakan, sedangkan rema
adalah apa yang dikatakan mengenai tema.
1.2.3
Aliran
Glosematik
Aliran Glosematik lahir di Denmark;
tokohnya antara lain, Louis Hjemslev (1899 – 1965). Menurut Hjemslev teori
bahasa haruslah bersifat sembarang saja, artinya harus merupakan suatu sistem
deduktif semata-mata. Hjemslev menganggap bhasa itu mengandung dua segi, yaitu
segi ekspresi dan segi isi. Masing-masing segi mengandung forma dan substansi,
sehingga diperoleh (1) forma ekspresi, (2) substansi ekspresi, (3) forma isi,
dan (4) substansi isi.
Hjemslev juga menganggap bahasa sebagai
suatu sisitem hubungan; dan mengakui adanya hubungan sintagmatik dan hubungan
paradigmatik.
1.2.4
Aliran
Firthian
Nama John R. Firth (1890 – 1960) guru
besar pada Universitas London sangat terkenal karena teorinya mengenai fonologi
prosodi. Fonologi prosodi adalah suatu cara untuk menentukan arti pada tataran
fonetis. Ada tiga macam pokok prosodi, yaitu (1) prosodi yang menyangkut
gabungan fonem; (2)prosodi yang terbentuk oleh sendi atau jeda; dan (3) prosodi
yang realisasi fonetisnya melampaui satuan yang lebih besar dari pada
fonem-fonem suprasegmental.
Selain terkenal dengan teori prosodinya,
Firth juga terkenal dengan pandangannya mengenai bahasa. Firth berpendapat
telaah bahasa harus memperhatikan komponen sosiologis. Tiap tutur harus dikaji
dalam konteks situasinya, yaitu orang-orang yang berperan dalam masyarakat,
kata-kata yang mereka ungkapkan, dan hal-hal lain yang berhubungan.
1.2.5
Linguistik
Sistemik
Tokohnya
adalah M.A.K. Halliday yaitu salah seorang murid Firth, teori yang dikembangkan
oleh Halliday dikenal dengan nama Neo-Firthian Linguistics atau scale and
Category Linguistics. Namun, kemudian ada nama baru, yaitu Systemic
Linguistics. Dalam bahasa Indonesia mungkin namanya yang tepat adalah
Linguistik Sistemik. Pokok-pokok pandangan systemic Linguistic (SL) adalah:
a. SL
memberikan perhatian penuh pada segi kemasyarakatan bahasa, terutama mengenai
fungsi kemasyarakatan bahasa dan bagaimana fungsi kemasyarakatan itu terlaksana
dalam bahasa.
b. SL
memandang bahasa sebagai “pelaksana”. SL mengakui pentingnya pembedaan langue
dan parole.
c. SL
lebih mengutamakan pemerian ciri-ciri bahas tertentu beserta variasi-variasinya,
tidak atau kurang tertarik pada semestaan bahasa.
d. SL
mengenal adanya gradasi atau kontinum.
e. SL
menggambarkan tiga tataran utama bahasa sebagai berikut:
SUBTANSI
|
|
FORMA
|
|
SITUASI
|
Substansi
fonik
Substansi
grafis
|
Fonologi
Grafologi
|
Leksis
gramatika
|
konteks
|
Tesis
situasi langsung situasi luas
|
Yang dimaksud dengan substansi adalah
bunyi yang kita ucapakan waktu kita berbicara, dan lambang yang kita gunakan
waktu kita menulis. Substansi bahasa lisan disebut substansi fonis, sedangkan
substansi bahasa tulis disebut substansi grafis. Sedangkan yang dimaksud dengan
forma adalah susunan substansi dalam pola yang bermakna.Forma ini terbagi dua,
yaitu (1) leksis, yakni yang menyangkut butir-butir lepas bahasa dan pola
tempat butir-butir itu terletak; (2) gramatika, yakni yang menyangkut
kelas-kelas butir bahasa dan pola-pola tempat terletaknya butir bahasa
tersebut. Situasi meliputi tesis, situasi langsung, dan situasi luas. Yang
dimaksud dengan tesis suatu tuturan adalah apa yang sedang di bicarakan;
situasi langsung adalah situasi pada waktu suatu tuturan benar-benar diucapkan
orang , sedangkan situasi pada waktu menyangkut semua pengalaman pembicara atau
penulis yang mengaruhinya untuk memakai tuturan yang di ucapkannya atau di
tulisnya.
Selain ketiga tataran utama itu, ada
dua tataran lain yang menghubungkan tataran-tataran utama. Yang menghubungkan
substansi fonik dengan forma adalah fonologi, dan yang menghubungkan substansi
grafik dengan forma adalah grafologi . Sedangkan yang menghubungkan forma
dengan situasi disebut konteks.
1.2.6
Leonard
Bloomfield dan Strukturalis Amerika
Nama Leonard Bloomfield (1877 – 1949)
sangat terkenal karena bukunya yang berjudul Language dan selalu dikaitkan
dengan aliran stuktural Amerika. Namun, nama Strukturalisme lebih dikenal
dengan menyatu kepada nama aliran linguistik yang dikembangkan oleh Bloomfield
dan kawan-kawannya di Amerika. Ada beberapa faktor yang menyebabkan
berkembangnya aliran ini, antara lain:
a. Pada
masa itu para linguis di Amerika menghadapi masalah yang sama, yaitu banyak
sekali bahasa Indian di Amerika yang belum diperikan.
b. Sikap
Bloomfield yang menolak mentalistik sejalan dengan iklim filsafat yang
berkembang pada masa itu di Amerika, yaitu filsafat behaviorisme.
c. Di
antara linguis-linguis itu ada hubungan yang baik karena adanya The Linguistics Society of America, yang
menerbitkan majalah Language.
Satu hal yang menarik dan merupakan
ciri aliran strukturalis Amerika ini adalah cira kerja mereka yang sangat
menekankan pentingnya data yang objektif untuk memerikan suatu bahasa.
Aliran strukturalis yang
dikembangkan Bloomfield dengan para pengikutnya sering juga disebut aliran
taksonomi, dan aliran Bloomfieldian atau post-Bloomfieldian, karena bermula
atau bersumber pada gagasan Bloomfield. Disebut aliran taksonomi karena aliran
ini menganalisis dalam
mengklasifikasikan unsur-unsur bahasa berdasarkan hubungan hierarkinya.
1.2.7
Aliran
Tagmemik
Aliran Tagmemik dipelopori oleh kenneth
L. Pike, seorang tokoh dari Summer Institute of Linguistics, aliran ini
bersifat strukturalis. Menurut aliran ini satuan dasar dari sintaksis adalah tagmem (susunan). Yang dimaksud tagmem
adalah kolerasi antar fungsi gramatiakal atau slot dengan sekelompok
bentuk-bentuk kata yang dapat saling dipertukarkan untuk mengisi slot tersebut.
Menurut Pike satuan dasar sintaksisi tidak dapat dinyatakan dengan
fungsi-fungsi saja, seperti subjek + predikat + objek; dan tidak dapat
dinyatakan dengan deretan bentuk-bentuk saja, seperti Frase Benda + Frase Kerja
+ Frase Benda, melainkan harus diungkapkan bersamaan dalam rentetan rumus
seperti:
S:FN + P:FV + O:FN
Rumus tersebut dibaca: fungsi subjek
diisi oleh frase nominal diikuti oleh fungsi predikat yang diisi oleh frase
verbal, dan diikuti pula oleh fungsi objek yang diisi oleh frase nominal.
1.3
LINGUISTIK
TRANSFORMASIONAL DAN ALIRAN-ALIRAN SESUDAHNYA
Perubahan total terjadi dengan lahirnya
linguistik transformasional yang mempunyai pendekatan dan cara yang berbeda
dengan linguistik struktural. Namun, kemudian model transformasi ini pun
dirasakan kelemahannya, sehingga orang membuat model lain pula, yang dianggap
lebih baik. Berikut ini dengan secara singkat akan dibicarakan model-model di
atas.
1.3.1
Tata
Bahasa Transformasi
Tata bahasa transformasi lahir dengan
terbitnya buku Noam Chomsky yang berjudul Syntactic Structure pada tahun 1957.
Nama yang dikembangkan untuk model tata bahasa yang dikembangkan oleh Chomsky
ini adalah Transformational Generative
Grammar; tetapi dalam bahasa Indonesia lazim disebut tata bahasa
transformasi atau tata bahasa generatif. Menurut Chomsky salah satu tujuan dari
penelitian bahasa adalah untuk menyusun tata bahasa dari bahasa tersebut.
Setiap tata bahasa dari suatu bahasa, menurut Chomsky, adalah merupakan teori
dari bahasa itu sendiri; dan tata bahasa itu harus memenuhi dua syarat, yaitu :
Pertama,
kalimat yang dihasilkan tata bahasa itu harus dapat diterima oleh pemakai
bahasa tersebut, sebagai kalimat yang wajar dan tidak dibuat-buat.
Kedua,
tata bahasa tersebut harus berbentuk sedemikian rupa, sehingga satuan atau
istilah yang digunakan tidak berdasarkan pada gejala bahasa tertentu saja dan
semuanya harus sejajar dengan linguistik tertentu.
Chomsky membedakan adanya kemampuan dan
perbuatan berbahasa. Kemampuan adalah pengetahuan yang dimiliki pemakai bahasa
mengenai bahasanya; sedangkan perbuatan berbahasa adalah pemakaian bahasa itu
sendiri dalam keadaan yang sebenarnya.
Menurut aliran ini, sebuah tata bahasa
hendaknya terdiri dari sekelompok kaidah yang tertentu jumlahnya, tetapi dapat
menghasilkan kalimat yang tidak terbatas jumlahnya.
Tata bahasa dari setiap bahasa terdiri
dari tiga komponen, yaitu (1) komponen sintaksis, (2) komponen semantik, dan
(3) komponen fonologis. Hubungan antara ketiganya adalah input pada komponen
semantik adalah output dari subkomponen sintaksis yang disebut subkomponen
dasar. Sedangkan input pada komponen fonologis merupakan outpot dari
subkomponen sintaksis yang disebut subkomponen transformasi. Komponen sintaksis
merupakan “sentral” dari tata bahasa, karena (a) komponen inilah yang
menentukan arti kaliamat, dan (b) komponen ini yang menggambarkan aspek
kreativitas bahasa.
Untaian awal atau input mengalami kaidah
pencabangan, untuk kemudian mengalami kaidah-kaidah subkategorisasi.
Kaidah-kaidah subkategori ini menghasilkan pola-pola kalimat dasar dan
deskripsi struktur untuk setiap kalimat yang disebut penanda frase dasar.
Inilah yang menjadi unsur-unsur struktur batin (deep structure). Lesikon
merupakan daftar morfem beserta keterangan yang diperlukan untuk penafsiran
semantik, sintaksis dan fonologi. Kaidah transformasi mengubah struktur batin
yang dihasilkan oleh kaidah-kaidah kategori menjadi struktur lahir. Karena
struktur batin ini telah memiliki semua unsur yang diperlukan untuk
interpretasi semantik dan fonologis, maka kalimat berbeda artinya, akan
mempunyai struktur batin yang berbeda pula.
Komponen semantik memberikan
interpretasi semantik pada deretan unsur yang dihasilkan oleh subkomponen
dasar. Arti sebuah morfem dapat digambarkan dengan memberikan unsur makna atau
ciri semantik yang membentuk arti morfem itu.
Komponen fonologi memberikan
interpretasi fonologi pada deretan unsur yang dihasilkan oleh kaidah
transformasi.
1.3.2
Semantik
Generatif
Menjelang dasawarsa tujuh puluhan beberapa murid dan pengikut
Chomsky, antara lain Potsal, Lakoff, Mc Cawly, dan kiparsky, sebagai reaksi
terhadap Chomsky, memisahkan diri dari kelompok Chomsky, dan membentuk aliran sendiri.
Kelompok Lakoff ini, kemudian terkenal dengan sebutan kaum semantik generatif.
Menurut teori generatif semantik, struktur semantik dan struktur sintaksis
bersifat homogen, dan untuk menghubungkan kedua struktur itu cukup hanya dengan
kaidah transformasi saja.
Menurut teori semantik generatif,
argumen adalah segala sesuatu yang dibicarakan: sedangkan predikat itu semua
yang menunjukan hubungan, perbuatan, sifat, keanggotaan dan sebagainya . Jadi
dalam menganalisis sebuah kaliamat, teori ini berusaha mengabtraksikan
predikatnya dan menentukan argumen-argumennya. Dalam mengabtraksikan predikat,
teori ini berusaha untuk menguraikannya lebih jauh sampai diperoleh predikat
yang tidak dapat diuraikan lagi, yang disebut predikat inti (atomic predicate).
1.3.3
Tata
Bahasa Kasus
Tata bahasa kasus atau teori kasus
pertama kali diperkenalkan oleh Charles J. Fillmore dalam karangannya berjudul
“The Case for Case” tahun 1968 yang dimuat dalam buku Bach, E. Dan R. Harms Universal in Linguistic Theory, terbitan
Holt Rinehart and Winston. Selain itu J. Anderson dalam bukunya The Grammar of
Case dan W.L. Chafe dalam bukunya Meaning and the Structure of Language
memperkenalkan pula teori kasus yang agak berbeda.
Dalam karangannya yang terbit pada tahun
1968 itu Fillmore membagi kalimat atas (1) modalitas, yang bisa berupa unsur
negasi, kala aspek dan adverbia; dan (2) proposisi, yang terdiri dari sebuah
verba disertai dengan sejumlah kasus. Yang dimaksud kasusu dalam teori ini
adalah hubungan antara verba dan nomina. Verba disini sama dengan predikat,
sedangkan nomina sama dengan argumen dalam teori semantik generatif. Hanya
argumen dalam teori ini diberi label kasus. Makna sebuah kalimat dalam teori
ini dirumuskan dalam bentuk:
+ [ --- X, Y ,Z ]
Tanda --- dipakai untuk menandai posisi
verba dalam struktur semantis; sedangkan X,Y dan Z adalah argumen yang
berkaitan dengan verba atau predikat itu yang biasanya diberi label kasus.
OPEN, + [
--- A, I, O ]
A = Agent,
pelaku
I =
Instrument, alat
O = Object,
tujuan
Yang dimaksud dengan agent adalah pelaku
perbuatan atau yang melakukan suatu perbuatan. Yang dimaksud dengan experiencer
adalah yang mengalami peristiwa pskologis. Object adalah sesuatu yang dikenai
perbuatan, atau yang mengalami suatu proses. Yang dimaksud dengan source adalah
keadaan, tempat, atau waktu yang sudah. Goal adalah keadaan, tempat atau waktu
yang kemudian seperti guru dalam kalimat “Dia mau menjadi guru”.
1.3.4
Tata
Bahasa Relasional
Tata bahasa Raional muncul pada tahun
1970 sebagai tantangan langsung terhadap berbagai asumsi yang paling mendasar
dari teori sintaksis yang dicanangkan oleh aliran tata bahasa transformasi.
Tokoh-tokoh aliran ini antara lain, David M.Perlmutter dan Paul M. Postal. Buah
pikiran mereka tentang tata bahasa ini dapat dibaca dalam karangan mereka,
antara lain, Lectures on Relational Grammar (1974), “Relational Grammar” dalam
syntax and semanties Vol. 13 (1980); DAN Studies in Relational Grammar 1
(1983).
Dalam hal ini tata bahasa relasional
(TR) banyak menyerang tata bahasa transformasi (TT), karena menganggap
teori-teori TT itu tidak dapat diterapkan pada bahasa-bahasa lain selain bahasa
Inggris. Menurut teori tata bahasa rasional, setiap struktur klausa terdiri
dari jaringan relasional (relatioanal network) yang melibatkan tiga macam
maujud (entity), yaitu:
a. Seperangkat
simpai (nodes) yang menampilkan elemen-elemen di dalam suatu struktur;
b. Seperangkat
tanda relasional yang merupakan nama relasi gramatikal yang disandang oleh
elemen-elemen itu dalm hubungannya dengan elememn lain;
c. Seperangkat
“coordinates” yang dipakai untuk menunjukan pada tataran yang manakah
elemen-elemen itu menyandang relasi gramatikal tertentu terhadap elemen yang
lain.
Demikianlah secara singkat teori
tata bhasa relasional mengenai sintaksis. Kiranya teori yang dikemukakan oleh
tata bahasa relasional ini bukanlah teori yang terakhir dalam perkembangan
linguistik dewasa ini.
1.4
TENTANG
LINGUISTIK
Uraian berikut hanyalah sekadar catatan
selintas yang ditulis tanpa dukungan persiapan yang memadai.
1.4.1
Pada awalnya penelitian
bahasa Indonesia dilakukan oleh para ahli Belanda dan Eropa lainnya, dengan
tujuan untuk kepentingan pemerintahan kolonial. Sesuai dengan masanya,
penelitian bahasa-bahasa daerah itu baru sampai pada tahap deskripsi sederhana
mengenai sistem fonologi, morfologi, sintaksis, serta pencatatan butir-butir
leksikal beserta terjemahan maknanya dalam bahasa Belanda atau bahasa Eropa
Lainnya, dalam bentuk kamus.
Apa yang dilakukan para peneliti Barat
itu dapat kita lihat dalam sejumlah buku bibliographcal Series terbitan
Koninklijk Instituut voor Taal, Land, en Volkenkunde (KITLV) Belanda, antara
lain yang disusun oleh Teeuw (1961), Uhlenbeck (1964), Voorhove (1955), dan
cense (1958). Dalam hal ini ada juaga Uhlenbeck(1971). Bibliographical Series
itu yang memuat nama buku, artikel, majalah dan berbagai manuskrip dari para
peneliti asing, memuat juaga nama sejumlah peneliti/penulis Indonesia sampai
akhir dan menjelang tahun enam puluhan.
1.4.2
Konsep-konsep
linguistik modern sperti yang dikembangkan oleh Ferdinand de Saussure sudah
berkembang sejak abad XX. Perubahan baru terjadi, lebih tepat disebut
perkenalan dengan konsep-konsep linguistik modern, kiranya sejak kepulangan
sejumlah linguis Indonesia dari Amerika, seperti Anton M. Moeliono dan T.W.
Kamil. Kedua eliau inilah kiranya yang pertama-tama memperkenalkan konsep
fonem,morfem, frase dan klausa dalam pendidikan formal linguistik di Indonesia.
Perkenalan
dengan konsep-konsep linguistik modernn ini bukanlah tanpa menimbulkan
pertentangan. Konsep bahwa bahasa adalah bunyi dan bukan tulisan hingga kini
masih cukup rawan, terbukti dengan masih banyaknya orang yang belum dapat
membedakan konsep fonem dan huruf.
Perkembangan
waktulah yang kemudian menyebabkan konsep-konsep linguistik modern dapat
diterima, dan konsep-konsep linguistik tradisional mulai agak tersisih.
Datangnya prof. Verhaar, guru besar linguistik dari Belanda, yang kemudian
disusul dengan adanya kerja sama kebahasaan Indonesia – Belanda, menjadikan
studi linguistik terhadap bahasa-bahasa daerah dan bahasa nasional Indonesia
semakin marak.
1.4.3
Sejalan dengan
perkembangan dan makin maraknya studi
linguistik, yang dibarengi dengan bermunculannya linguis-linguis Indonesia.
Pada tanggal 15 November tahun 1975, atas prakarsa sejumlah linguis senior,
berdirilah organisasi kelinguistikan yang diberi nama Mayarakat Linguis
Indonesia (MLI). Anggotanya adalah para linguis yang kebanyakan bertugas
sebagai pengajar di perguruan tinggi negri atau swasta dan di lembaga-lembaga
penelitian kebahasaan. Sejak 1983 MLI menerbitkan sebuah jurnal yang diberi
nama Linguistik Indonesia. Jurnal ini dimaksudkan sebagai wadah para anggota
MLI untuk melaporkan atau mempublikasikan hasil penelitiannya. Isi jurnal
linguistik Indonesia antara tahun 1983 sampai tahun 1989 dapat dilihat pada
Kaswanti Purwo (1990).
Sebelum terbitnya Jurnal Linguistik
Indonesia sebenarnya di Indonesia sudah ada majalah linguistik yang menggunakan
bahasa Inggris. Majalah ini yang lebih dikenal dengan nama NUSA dirintis
penerbitnya oleh Prof. Dr. J.W.M Verhaar SJ, dan dieditori oleh sejumlah
linguis Indonesia. Isi majalah tersebut antara 1975 – 1989 dapat dilihat
dalam Kaswanti Purwo (1990).
Selain majalah di atas ada pula majalah Bahasa dan Sastra serta
Pengajaran Bahasa dan Sastra. Isinya dapat kita lihat dalam kaswanti purwo
(1990). Salah satu majalah lagi, tetapi yang lebih mengkhususkan pada pembinaan bahasa nasional Indonesia, adalah
majalah Pembinaan Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh organisasi profesi
Himpunan Pembina Bahasa Indonesia (HPBI) sejak tahun 1980. Isinya juga dapat
dilihat pada Kaswanti Purwo (1990).
1.4.4
Penyelidikan terhadap
bahasa-bahasa daerah Indonesia dan bahasa nasional Indonesia, banyak pula
dilakukan di luar Indonesia. Universitas Leiden Di Belanda telah mempunyai
sejarah panjang dalam penelitian bahasa-bahasa Nusantara. Antara lain,
Uhlenbeck dengan kajiannya yang sangat luas terhadap bahasa jawa, Voorhove,
Teeuw, Rolvink; dan Grijns dengan kajian dialek Jakarta. Di London ada Robins
dengan kajian bahasa Sundanya.
1.4.5
Sesuai dengan fungsinya
sebagai bahasa nasional, bahasa persatuan, dan bahasa negara, maka bahasa
Indonesia tampaknya menduduki tempat sentral dalam kajian linguistik. Secara
nasional bahasa Indonesia telah mempunyai sebuah buku tata bahasa baku dan
sebuah kamus besar yang disusun oleh para pakar yang handal. Dalam kajian
bahasa Nasional Indonesia di Indonesia tercatat seperti nama-nama seperti
Kridalaksana, Kaswanti Purwo, Dardjowidjojo, dan Soedarjanto, yang telah banyak
menghasilkan tulisan mengenai pelbagai segi dan aspek bahasa Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar