biokimia
adonan
Yeast
yang segar dan aktif akan melakukan proses fisiologis dengan reaksi-reaksi
biokimia yang menguntungkan di dalam adonan. Proses pembuatan roti dengan
menggunakan proses fermentasi yeast memperlihatan proses biokimia yang
melibatkan beberapa enzim baik yang alami terdapat dalam bahan baku maupun yang
dihasilkan oleh yeast. Enzim alami yang terkandung di dalam bahan baku seperti
alpha-amilase dan beta-amilase yang mendegradasi pati menjadi dekstrin dan
maltosa.
Yeast
sendiri menghasilkan dua enzim yang dapat memanfaatkan maltosa. Dua enzim
tersebut adalah permease yang membantu mengangkut maltosa ke dalam sel yeast
dan maltase yang merombak maltosa menjadi dua molekul glukosa. Glukosa
selanjutnya dimanfaatkan oleh yeast melalui glikolisis untuk menghasilkan gas
karbon dioksida dan alkohol (Lihat Gambar 1).
Dari
proses biokimia yang terjadi selama proses fermentasi adonan, hasil akhir
adalah etanol dan karbon dioksida. Etanol dengan sedikit asam akan membentuk
senyawa ester yang memberikan aroma khas roti hasil fermentasi, sedangkan
karbondioksida merupakan gas yang dibutuhkan untuk pengembangan adonan. Agar
proses tersebut bisa terjadi dan sesuai dengan harapan, maka yeast yang
digunakan harus yeast yang aktif. Hampir semua strain S. cereviseae dapat
memfermentasi maltosa yang sifatnya adaptif, yaitu hanya memanfaatkan maltosa
apabila tidak ada glukosa. Hanya sedikit strain yang dapat memanfaatkan maltosa
walaupun masih ada glukosa.
Banyak
jenis yeast yang dijual di pasaran yang berasal dari produsen yang berbeda.
Banyaknya jenis yeast untuk bakery merupakan keuntungan bagi pengusaha roti
untuk dapat menyeleksi jenis yeast yang baik untuk memperbaiki mutu dan
konsistensi produk roti serta menurunkan biaya. Secara umum ragi roti dibagi ke
dalam tiga kelompok, yaitu:
•
Instant yeast/Bread machine yeast – Yeast jenis ini dapat digunakan langsung
(tanpa proofing) dengan mencampur dengan bahan-bahan kering lainnya. Instant
yeast juga diketahui mengandung asam askorbat sebagai pengawet.
• Active
dry yeast – Jenis yeast ini harus disuspensikan terlebih dahulu sebelum digunakan
dalam adonan. Dapat disimpan pada suhu kamar selama setahun dan dapat bertahan
lebih lama apabila disimpan dalam tempat yang beku.
• Fresh
yeast/Compressed yeast – Jenis yeast ini sudah tidak umum dipasarkan, karena
yeast ini mudah rusak. Penggunaan yeast ini harus diencerkan dan melalui
adaptasi untuk dapat tumbuh di dalam adonan.
Para
pengusaha roti dapat memilih jenis yeast sesuai dengan tujuan penggunaan yeast.
Namun demikian, yang paling penting dalam memilih yeast adalah dapat dipastikan
bahwa yeast yang dipilih masih segar dan dapat beraktivitas selama proses
fermentasi adonan. Selain itu konsistensi dan stabilitas yeast akan menentukan
mutu dan konsistensi roti yang dihasilkan. Sering dijumpai bahwa yeast dengan
brand yang sama apabila dibeli pada saat yang berbeda atau dari penjual/suplier
berbeda mempunyai viabilitas yang berbeda. Untuk memastikan bahwa yeast yang
digunakan masih aktif, maka perlu dilakukan uji terhadap aktivitas yeast
(proofing) sebelum digunakan.
Uji
viabilitas yeast
Banyaknya
jenis yeast yang beredar di pasaran sering menyebabkan
pembuat roti sulit menetapkan pilihannya. Mutu yeast ditentukan oleh beberapa
faktor seperti jenis (strain) yeast, cara pengawetan, dan umur serta suhu
simpan yeast. Karena yeast merupakan organisme hidup, maka akan terjadi
penurunan viabilitas selama penyimpanan. Beberapa langkah sederhana yang dapat
dilakukan untuk menguji viabilitas yeast sebelum digunakan, yaitu:
•
Periksa masa kedaluwarsa yeast pada kemasan dan pastikan yeast yang akan
digunakan masih belum melewati batas kedaluarsa.
•
Tuangkan ½ cangkir air hangat (suhu antara 43-45oC) dan ditambahkan gula 1
sendok teh dan diaduk sampai gula terlarut.
•
Tambahkan 2¼ sendok teh yeast yang diuji ke dalam larutan gula dan diaduk
merata. Biarkan campuran selama 5 menit.
•
Setelah 5 menit akan timbul gelembung-gelembung udara kecil kepermukaan di
pinggir cairan dan muncul aroma yeast yang khas. Hal ini menandakan bahwa yeast
masih segar dan viabel.
•
Apabila setelah 10 menit dibiarkan tetap tidak terjadi aktivitas, tidak timbul
gelembung gas, maka yeast tersebut tidak segar lagi dan tidak aktif. Yeast
seperti ini tidak dapat digunakan untuk fermentasi adonan dan segera diganti
dengan yeast yang lain.
Dalam
uji ini perlu diperhatikan suhu air yang digunakan jangat terlalu panas yang
dapat menyebabkan yeast mati. Apabila tidak ada termometer, suhu air dapat
ditentukan dengan meneteskan beberapa tetes air pada punggung tangan. Panas air
sampai suhu 45oC masih pada batas toleransi kulit tangan.
Penyimpanan
yeast juga sangat menentukan viabilitasnya. Apabila yeast disimpan pada suhu
kamar, maka akan terjadi penurunan viabilitas sebesar 10% setiap bulannya.
Penyimpanan pada suhu rendah akan memperpanjang umur simpan yeast dengan
viabilitas yang lebih stabil.
Oleh
Prof. Nyoman Semadi Antara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar