BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada hakekatnya,manusia memiliki
keingintahuan pada setiap hal yang ada maupun yang sedang terjadi di sekitarny.
Sebab,banyak sekali sisi kehidupan yang menjadi pertanyaandalam dirinya. Oleh
sebab itulah,timbul pengetahaun (yang suatu saat) setelah melalui beberapa
proses beranjak menjadi ilmu pengetahuan.
Manusia diciptakan oleh yang Maha
Kuasa dengan sempurna, yaitu dilengkapai dengan seperangkat akal dan pikiran.
Dengan akal dan pikiran inilah, manusia mendapatkan ilmu,seperti ilmu
pengetahaun social,ilmu pendidikan,ilmu bahas,ilmu pertanian,ilmu kesehatan dan
lain – lain. Akal dan pikiran memproses setiap pengetahuan yang diserap oleh
indera – indera yang dimiliki manusia.
Pengetahuan kaidah berpikir atau logika
merupakan sarana untuk memperoleh, memelihara,dan meningkatkan ilmu. Jadi, ilmu
tidak hanya diam di suatatu tempat atau di suatu keadaan. Ilmu pun dapat
berkembang sesuai perkembangan cara berpikir manusia.
1.2 Rumusan
Masalah
Dalam makalah ini akan di bahas beberapa masalah diantaranya
:
1. Bagaimana
sejarah perkembangan ilmu ?
2. Apa pengertian ilmu pengetahuan ?
3. Bagaimana kosep ilmu ?
4. Bagaimana fungsi ilmu ?
5. Objek apa saja yang di kaji ilmu ?
6. Bagaimana hubungan ilmu denagn filsafat ?
7. Bagaiman perbedaan dan persamaan ilmun dan filsafat ?
1.3 Tujuan
Agar
para mahasiswa atau para pembaca yang
lainnya dapat mengetahui pengertian dari pada ilmu pengetahaun dan pentingnya
ilmu pengetahaun dalam kehidupan sehari – hari, mampu mengaplikasikan ilmu
pengetahaun dan mengkaji berbagai ilmu pengetahuan baik yang sudah ada maupun
yang modern,agar para mahasiswa dapat termotivasi untuk menciptakan konsep
konsep ilmu yang lainnya khusus nya bagi saya pribadi disampng itu, para
mahsiswa atau pembaca lainya juga dapat membedakan atau mengetahui filsafat dan
ilmu pengetahaun secra garis besar nya.
1.4 Manfaat
1. Menambah wawasan mengenai pengertian
ilmu pengetahaun
2. Sebagai sumber pengetahuan
mengenai ilmu pengetahaun
3. Dapat mengembangkan ilmu pengetahaun
yang sudah ada
4. Memenuhui tugas mata kuliah
“Filsafat Ilmu”
5. Untuk merumuskan suatu pandangan
terhadap ilmu pengetahaun
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Sejarah
Perkembangan Ilmu
a. Zaman
Yunani
Periode
filsafat Yunani merupakan periode sangat penting dalam
sejarah peradaban manusia karena pada waktu itu terjadi perubahan pola pikir mitosentris (pola
pikir masyarakat yang sangat mengandalkan
mitos untuk menjelaskan fenomena alam, seperti gempa
bumi dan pelangi). Gempa bumi tidak dianggap fenomena alam biasa, tetapi Dewa Bumi yang sedang
menggoyangkan kepalanya.
Namun, ketika filsafat diperkenalkan, fenomena alam tersebut tidak lagi dianggap sebagai
aktivitas dewa, tetapi aktivitas alam
yang terjadi secara kausalitas.
Filosof
alam pertama yang mengkaji tentang asal usul alam adalah
Thales (624-546 SM) mempertanyakan “Apa sebenarnya asal usul alam semesta ini?” Ia mengatakan
asal alam adalah air karena air
unsur penting bagi setiap makhluk hidup, air dapat berubah menjadi benda gas, seperti uap dan benda
dapat, seperti es, dan bumi ini
juga berada di atas air.
Filosof
alam ternyata tidak dapat memberikan jawaban yang memuaskan,
sehingga timbullah kaum “sofis”. Kaum sofis ini memulai kajian tentang manusia dan
menyatakan bahwa ini memulai kajian
tentang manusia dan menyatakan bahwa manusia adalah ukuran kebenaran. Tokoh utamanya adalah
Protagoras (481-411 SM).
Ia menyatakan bahwa “manusia” adalah ukuran kebenaran. ilmu
juga mendapat ruang yang sangat kondusif dalam pemikiran kaum sofis karena mereka memberi
ruang untuk berspekulasi dan sekaligus
merelatifkan teori ilmu, sehingga muncul sintesa baru. Socrates, Plato, dan Aristoteles menolak
relativisme kaum sofis. Menurut
mereka, ada kebenaran obyektif yang bergantung kepada manusia.
Periode
setelah Socrates disebut dengan zaman keemasan filsafat Yunani karena pada zaman ini
kajian-kajian yang muncul adalah perpaduan
antara filsafat alam dan filsafat tentang manusia. Tokoh yang sangat menonjol adalah Plato (429-347
SM), yang sekaligus murid Socrates.
Menurutnya, kebenaran umum itu ada bukan dibuat-buat bahkan sudah ada di alam idea.
Puncak
kejayaan filsafat Yunani terjadi pada masa Aristoteles (384-322 SM). Ia murid Plato, berhasil
menemukan pemecahan persoalanpersoalan besar
filsafat yang dipersatukannya dalam satu sistem: logika, matematika, fisika, dan metafisika.
Logika Aristoteles berdasarkan pada analisis
bahasa yang disebut silogisme. Pada dasarnya silogisme terdiri dari tiga premis:
-
Semua manusia akan mati (premis mayor).
-
Socrates seorang manusia (premis minor).
-
Socrates akan mati (konklusi).
Aristoteles
dianggap bapak ilmu karena dia mampu meletakkan dasar-dasar
dan metode ilmiah secara sistematis.
b. Zaman
Islam
Periode
antara 750 M dan 1100 M adalah abad masa keemasan dunia Islam. Plato dan Aristoteles telah
memberikan pengaruh yang besar pada mazhab-mazhab
Islam, khususnya mazhab Peripatetik. Al
Farabi sangat berjasa dalam mengenalkan dan mengembangkan cara berpikir logis (logika) kepada
dunia Islam. Berbagai karangan Aristoteles
seperti Categories, Hermeneutics, First, dan Second Analysis telah diterjemahkan Al Farabi ke dalam
bahasa Arab. Al Farabi telah membicarakan
berbagai sistem logika dan cara berpikir deduktif maupun induktif. Di samping itu beliau dianggap
sebagai peletak dasar pertama ilmu
musik dan menyempurnakan ilmu musik yang telah dikembangkan sebelumnya oleh Phytagoras. Oleh karena
jasanya ini, maka Al Farabi diberi
gelar Guru Kedua, sedang gelar Guru Pertama diberikan kepada Aristoteles.
Kontribusi
lain dari Al Farabi yang dianggap cukup bernilai adalah usahanya mengklasifikasi ilmu
pengetahuan. Al Farabi telah memberikan defenisi
dan batasan setiap ilmu pengetahuan yang berkembang pada zamannya. Al Farabi mengklasifikasi ilmu
ke dalam tujuh cabang yaitu: logika,
percakapan, matematika, fisika, metafisika, politik, dan ilmu fiqih (hukum).
Filosof
lain yang terkenal adalah Ibnu Sina dikenal di Barat dengan sebutan Avicienna. Selain sebagai
seorang filosof, ia dikenal sebagai seorang
dokter dan penyair. Ilmu pengetahuan yang ditulisnya banyak ditulis dalam bentuk syair. Bukunya yang
termasyhur Canon, telah diterjemahkan ke
dalam bahasa Latin oleh Gerard Cremona di Toledo.
Filosof
lainnya adalah Al Kindi, yang dianggap sebagai filosof Arab pertama yang mempelajari filsafat.
Ibnu Al Nadhim mendudukkan Al
Kindi sebagai salah satu orang termasyhur dalam filsafat alam (natural philosophy). Buku-buku
Al-Kindi membahas mengenai berbagai cabang
ilmu pengetahuan seperti geometri, aritmatika, astronomi, musik, logika dan filsafat. Ibnu Abi Usai’bia
menganggap Al-Kindi sebagai penerjemah
terbaik kitab-kitab ilmu kedokteran dari bahasa Yunani ke dalam bahasa Arab.
c. Kemajuan
Ilmu Zaman Renaisans dan Modern
Pada zaman modern paham-paham yang muncul
dalam garis besarnya adalah rasionalisme, idealisme, dan empirisme. Paham rasionalisme
mengajarkan bahwa akal itulah alat terpenting dalam memperoleh
dan menguji pengetahuan. Paham idealisme mengajarkan bahwa
hakikat fisik adalah jiwa, spirit. Ide ini merupakan ide Plato yang memberikan jalan untuk mempelajari
paham idealisme zaman modern. Paham empirisme dinyatakan bahwa tidak ada
sesuatu dalam pikiran kita selain didahului oleh pengalaman.
Renaisans merupakan era sejarah yang penuh
dengan kemajuan dan perubahan yang mengandung arti bagi
perkembangan ilmu. Zaman yang menyaksikan dilancarkannya tantangan
gerakan reformasi terhadap keesaan dan supremasi Gereja Katolik Roma,
bersamaan dengan berkembangnya Humanisme. Zaman ini juga
merupakan penyempurnaan kesenian, keahlian, dan ilmu yang diwujudkan
dalam diri jenius serba bisa,
Leonardo da Vinci. Penemuan percetakan
(kira-kira 1440 M) dan ditemukannya benua baru (1492 M) oleh Columbus memberikan
dorongan lebih keras untuk meraih kemajuan ilmu. Kelahiran kembali
sastra di Inggris, Perancis dan Spanyol diwakili Shakespeare,
Spencer, Rabelais, dan Ronsard. Pada masa itu, seni musik juga
mengalami perkembangan.
Adanya
penemuan para ahli perbintangan seperti Copernicus dan Galileo menjadi dasar bagi munculnya astronomi
modern yang merupakan titik balik
dalam pemikiran ilmu dan filsafat. Bacon
adalah pemikir yang seolah-olah meloncat keluar dari zamannya dengan melihat perintis filsafat ilmu. Ungkapan Bacon
yang terkenal adalah Knowledge is Power (Pengetahuan
adalah kekuasaan).
Lahirnya
Teori Gravitasi, perhitungan Calculus dan Optika merupakan
karya besar Newton. Teori Gravitasi Newton dimulai ketika muncul persangkaan penyebab planet tidak
mengikuti pergerakan lintas lurus,
apakah matahari yang menarik bumi atau antara bumi dan matahari ada gaya saling tarik menarik.
Perkembangan
ilmu pada abad ke-18 telah melahirkan ilmu seperti
taksonomi, ekonomi, kalkulus, dan statistika. Di abad ke-9 lahir semisal farmakologi, geofisika,
geormopologi, palaentologi, arkeologi, dan
sosiologi. Abad ke-20 mengenal ilmu teori informasi, logika matematika, mekanika kwantum, fisika
nuklir, kimia nuklir, radiobiologi, oceanografi,
antropologi budaya, psikologi, dan sebagainya.
2.2 Pengertian ilmu
a.
Menurut
kamus besar Bahasa Indonesia (Depdikbud 1988) memiliki dua pengertian, yaitu :
·
Ilmu
diartikan sebagai suatu pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara
bersistem menurut metode-metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerapkan
gejala-gejala tertentu dibidang (pengetahuan) tersebut, seperti ilmu hukum,
ilmu pendidikan, ilmu ekonomi dan sebagainya.
·
Ilmu
diartikan sebagai pengetahuan atau kepandaian, tentang soal duniawi, akhirat,
lahir, bathin, dan sebagainya, seperti ilmu akhirat, ilmu akhlak, ilmu bathin,
ilmu sihir, dan sebagainya.
b. Ashley
Montagu menyebutkan bahwa “Science is a systemized knowledge services form
observation, study, and experimentation carried on under determine the nature
of principles of what being studied.” (ilmu pengetahuan adalah pengetahuan yang
disusun dalam suatu system yang berasal dari pengamatan, studi dan pengalaman
untuk menentukan hakikat dan prinsip hal yang sedang dipelajari).
c. Harold
H. titus mendefinisikan “Ilmu (Science) diartikan sebagai common science yang
diatur dan diorganisasikan, mengadakan pendekatan terhadap benda-benda atau
peristiwa-peristiwa dengan menggunakan metode-metode observasi yang teliti dan
kritis).
d. Dr.
Mohammad Hatta mendefinisikan “Tiap-tiap ilmu pengetahuan yang teratur tentang
pekerjaan kausal dalam satu golongan masalah yang sama tabiatnya, baik menurut
kedudukannya tampak dari luar maupun menurut bangunannya dari dalam.”
e. Drs.
H. Ali As’ad dalam buku Ta’limul Muta’allim menafsirkan ilmu sebagai :
“Ilmu adalah suatu sifat yang kalau dimiliki oleh seorang maka menjadi jelaslah apa yang terlintas di dalam pengertiannya”
“Ilmu adalah suatu sifat yang kalau dimiliki oleh seorang maka menjadi jelaslah apa yang terlintas di dalam pengertiannya”
2.3 Konsep Ilmu
·Mulyadhi Kartanegara (2000)
Konsep
ilmu dalam Islam meliputi yang ghaib (metafisik) dan nyata (fisik) yang diperoleh melalui indera, akal, dan
intuisi/nalar.
·
Afzalur
Rahman
Konsep
ilmu menurut penulis buku Ensiklopediana Ilmu dalam Al-Quran
ini adalah: Ilmu dapat menggapai
Sang Pencipta melalui observasi yang teliti dan tepat tentang hukum-hukum yang mengatur alam ini.
·
Al
Ghazali
Dalam
Ihya Ulumuddin, Al Ghazali mengungkapkan tentang konsep ilmu. Menurutnya, ilmu terbagi ke dalam dua
bagian, yaitu:
1. Ilmu-ilmu yang berkaitan dengan aqidah dan ibadah wajib. Setiap orang
wajib mendalami ilmu-ilmu tersebut (fardhu ain).
2. Imu-ilmu yang berkaitan dengan ruang
public, misalnya: ilmu kedokteran, ilmu sosiologi,
ilmu komputer, dan lain-lain. Tidak semua orang wajib mempelajari ilmu-ilmu
tersebut. Beberapa orang saja yang mempelajarinya sudah cukup (fardhu kifayah).
·
Danah
Johar dan Ian Marshal
Dua
ilmuwan ini mengungkapkan dalam bukunya yang berjudul SQ (Kecerdasan Spiritual) bahwa ilmu pengetahuan membantu manusia untuk memahami
hal-hal yang bersifat spiritual.
·
Plato
Konsep ilmu yang digagas oleh Plato, yaitu konsep ide sebagai realitas sejati. Adapun pengalaman dan penelitian merupakan ingatan dari dunia ide.
Konsep ilmu yang digagas oleh Plato, yaitu konsep ide sebagai realitas sejati. Adapun pengalaman dan penelitian merupakan ingatan dari dunia ide.
·
Anaximandros
Dia berpendapat bahwa: Semua adalah yang tak terbatas.
Dia berpendapat bahwa: Semua adalah yang tak terbatas.
·
Thales
dari Milletos
Ilmuwan
yang satu ini menyampaikan konsep ilmu sebagai berikut, Semua adalah air.
·
Aristoteles
Murid Plato ini menyumbangkan pemikirannya yang berseberangan dengan Sang Guru. Konsep ilmu yang ditawarkan mengenai realitas sejati merupakan hasil dari melihat, mengamati, mendengar, dan meneliti suatu objek. Kemudian, akal pikiranlah yang akan mengolah menjadi suatu kesadaran.
Murid Plato ini menyumbangkan pemikirannya yang berseberangan dengan Sang Guru. Konsep ilmu yang ditawarkan mengenai realitas sejati merupakan hasil dari melihat, mengamati, mendengar, dan meneliti suatu objek. Kemudian, akal pikiranlah yang akan mengolah menjadi suatu kesadaran.
b.
Konsep ilmu dalam pandangan Al-Quran dan Bibel
·Konsep ilmu di dalam Al-Quran
Sesungguhnya
dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya siang dan malam, terdapat tanda-tanda
bagi orang yang berakal. (Yaitu) Orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan
berbaring, dan mereka memikirkan
penciptaan langit dan bumi ... (Al-Quran, Surah Ali-Imran [3]: 190-191)
·Konsep ilmu di dalam Bibel
Beranakcuculah
dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara
dan segala binatang yang merayap di
bumi. (Al-Kitab Kejadian 1:28b).
2.4 Funsi
Ilmu
1. Sarana
paling utama menuju taqwa
Urgensi ilmu dalam kehidupan seorang mukmin yang
bertaqwa adalah hal yang tidak dapat
disangkal. karena ketaqwaan itu sendiri identik dengan kemampuan merealisasikan ilmu yang shohih (benar) yang bersumber
dari Al Qur’an dan As-Sunnah sesuai dengan pemahaman
salaful umah (pendahulu umat ini).
2. Amalan
yang tidak terputus pahalanya
Ilmu merupakan sesuatu yang paling berharga bagi
setiap muslim , sebab ilmu akan
memelihara pemiliknya dan merupakan beban bawaan yang tidak berat, bahkan akan
semakin bertambah bila diberikan atau digunakan, serta merupakan amalan yang akan
tetap mengalir pahalanya , meskipun pemiliknya telah wafat.
memelihara pemiliknya dan merupakan beban bawaan yang tidak berat, bahkan akan
semakin bertambah bila diberikan atau digunakan, serta merupakan amalan yang akan
tetap mengalir pahalanya , meskipun pemiliknya telah wafat.
3. Pondasi
Utama Sebelum Berkata Dan beramal
Ilmu
memiliki kedudukan yang agung dalam din ini, oleh karenanya ahlus sunnah
waljama’ah menjadikan ilmu sebagai pondasi utama sebelum berkata-kata dan
beramal sebagaimana disebutkan oleh Imam Bukhory rahimahullaahu ta’ala dalam
shohihnya “Bab ilmu sebelum
berkata dan beramal“.Syaikh Sholih Al ‘Utsaimin rahimahullaahu ta’ala
mengatakan: Al Bukhori berdalil bahwa kita harus
memulai dengan ilmu sebelum berkata dan beramal. Ini merupakan dalil naqli yang jelas bahwa
manusia berilmu terlebih dahulu sebelum beramal dan
berkata.
4. Ilmu Merupakan Kebutuhan Rohani
Kebutuhan rohani terhadap ilmu melebihi
kebutuhan jasmani terhadap makan dan
minuman, sebagaimana perkataan imam Ahmad rahimahullaahu: ”Kebutuhan manusia
akan ilmu melebihi kebutuhannya akan makanan dan minuman, sebab makanan dan
minuman hanya dibutuhkan sekali atau dua kali dalam sehari, namun ilmu dia dibutuhkan sepanjang tarikan nafasnya.
minuman, sebagaimana perkataan imam Ahmad rahimahullaahu: ”Kebutuhan manusia
akan ilmu melebihi kebutuhannya akan makanan dan minuman, sebab makanan dan
minuman hanya dibutuhkan sekali atau dua kali dalam sehari, namun ilmu dia dibutuhkan sepanjang tarikan nafasnya.
” Sebab rohani merupakan pengerak utama
bagi jasmani jika
rohani telah kering dari ilmu maka pada hakekatnya dia telah mati sebelum mati dan
manusia seperti ini ibarat mayat-mayat yang berjalan, atau hidup bagaikan binatang
ternak yang tidak dapat mengambil pelajaran dan pengajaran. Allah ta’ala berfirman :
“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk neraka jahanam kebanyakan dari jin dan manusiayang mempunyai hati (tetapi) tidak mahu memahami dengannya (ayat-ayat Allah), dan yang mempunyai mata (tetapi) tidak mahu melihat dengannya (bukti keesaan Allah) dan yang mempunyai telinga (tetapi) tidak mahu mendengar dengannya (ajaran dan nasihat);mereka itu seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi; mereka itulah orangorang yang lalai. (Qs. Al ‘Araf:179)
rohani telah kering dari ilmu maka pada hakekatnya dia telah mati sebelum mati dan
manusia seperti ini ibarat mayat-mayat yang berjalan, atau hidup bagaikan binatang
ternak yang tidak dapat mengambil pelajaran dan pengajaran. Allah ta’ala berfirman :
“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk neraka jahanam kebanyakan dari jin dan manusiayang mempunyai hati (tetapi) tidak mahu memahami dengannya (ayat-ayat Allah), dan yang mempunyai mata (tetapi) tidak mahu melihat dengannya (bukti keesaan Allah) dan yang mempunyai telinga (tetapi) tidak mahu mendengar dengannya (ajaran dan nasihat);mereka itu seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi; mereka itulah orangorang yang lalai. (Qs. Al ‘Araf:179)
Ulama’ robbani merupakan manusia yang
memiliki andil yang paling besar dalam
memenuhi kebutuhan rohani mereka, oleh karenanya jika ulama telah meninggal dunia,
maka hal itu merupakan musibah besar bagi kaum muslimin sebab akan hilanglah
kesempatan bagi umat untuk memenuhi kebutuhan rohani mereka yang akan
mengakibatkan umat ini tenggelam dalam lautan syahwat dan syubhat.
memenuhi kebutuhan rohani mereka, oleh karenanya jika ulama telah meninggal dunia,
maka hal itu merupakan musibah besar bagi kaum muslimin sebab akan hilanglah
kesempatan bagi umat untuk memenuhi kebutuhan rohani mereka yang akan
mengakibatkan umat ini tenggelam dalam lautan syahwat dan syubhat.
5. Salah satu bentuk metode tashfiyah dan
tarbiyah bagi umat agar tidak menjadi alat
permainan iblis dan bala tentarannya .
permainan iblis dan bala tentarannya .
Syaikh Salim Al Hilali Hafidzhohullah berkata :
“Ketahuilah bahwa tipu daya iblis palingawal adalah memalingkan manusia dari
illmu, sebab ilmu adalah cahaya, dan jika telah padam cahaya lentera mereka,
dengan mudah iblis akan membenamkan mereka dalam kedzoliman (kegelapan)
sekehendaknya .
2.5 Obyek Yang Dikaji Didalam Ilmu
Permasalahan merupakan obyek dari ilmu pengetahuan.
Permasalahan apa yang coba dipecahkan atau yang menjadi pokok bahasan, itulah
yang disebut obyek. Dalam arti lain, obyek dimaknai sebagai sesuatu yang
merupakan bahan dari penelitian atau pembentukan pengetahuan.
Setiap ilmu pengetahuan pasti mempunyai obyek. Obyek
dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu: Obyek material dan obyek formal.
a.
obyek
material
Yang disebut obyek
material adalah sasaran material suatu penyelidikan, pemikiran atau
penelitian ilmu. Sedangkan menurut Surajiyo dkk. obyek
material dimaknai dengan suatu bahan yang menjadi tinjauan penelitian atau
pembentukan pengetahuan. Obyek material juga berarti hal yang diselidiki,
dipandang atau disorot oleh suatu disiplin ilmu. Obyek material mencakup apa
saja, baik yang konkret maupun yang abstrak, yang materil
maupun yang non-materil. Bisa pula berupa hal-hal, masalah-masalah,
ide-ide, konsep-konsep dan sebagainya. Misal: objek material dari sosiologi
adalah manusia. Contoh lainnya, lapangan dalam logika adalah asas-asas yang
menentukan pemikiran yang lurus, tepat, dan sehat. Maka, berpikir merupakan
obyek material logika.
Istilah obyek
material sering juga disebut pokok persoalan (subject matter). Pokok
persoalan ini dibedakan atas dua arti, yaitu:
·
Pokok persoalan ini dapat dimaksudkan
sebagai bidang khusus dari penyelidikan faktual. Misalnya: penyelidikan tentang
atom termasuk bidang fisika; penyelidikan tentang chlorophyl termasuk
penelitian bidang botani atau bio-kimia dan sebagainya.
·
Dimaksudkan sebagai suatu kumpulan
pertanyaan pokok yang saling berhubungan. Misalnya: anatomi dan fisiologi
keduanya berkaitan dengan struktur tubuh. Anatomi mempelajari strukturnya
sedangkan fisiologi mempelajari fungsinya. Kedua ilmu tersebut dapat dikatakan
memiliki pokok persoalan yang sama, namun juga dikatakan berbeda. Perbedaaan
ini dapat diketahui apabila dikaitkan dengan corak-corak pertanyaan yang
diajukan dan aspek-aspek yang diselidiki dari tubuh tersebut. Anatomi
mempelajari tubuh dalam aspeknya yang statis, sedangkan fisiologi dalam
aspeknya yang dinamis.
b.
obyek
formal
Obyek formal adalah
pendekatan-pendekatan secara cermat dan bertahap menurut segi-segi yang
dimiliki obyek materi dan menurut kemampuan seseorang. Obyek formal diartikan
juga sebagai sudut pandang yang ditujukan pada bahan dari penelitian atau
pembentukan pengetahuan itu, atau sudut pandang darimana obyek material itu
disorot. Obyek formal suatu ilmu tidak hanya memberikan keutuhan ilmu, tetapi
pada saat yang sama membedakannya dari bidang-bidang lain. Suatu obyek material
dapat ditinjau dari berbagai sudut pandang sehingga menghasilkan ilmu yang
berbeda-beda. Oleh karena itu, akan tergambar lingkup suatu pengetahuan
mengenai sesuatu hal menurut segi tertentu. Dengan kata lain, “tujuan
pengetahuan sudah ditentukan.
Misalnya, obyek
materialnya adalah “manusia”, kemudian, manusia ini ditinjau dari sudut pandang
yang berbeda-beda sehingga ada beberapa ilmu yang mempelajari manusia,
diantaranya: psikologi, antropologi, sosiologi dan sebagainya.
c.
Implikasi
Obyek Material dan Obyek Formal
Persoalan-persoalan
umum (implikasi dari obyek material dan obyek formal) yang ditemukan dalam
bidang ilmu khusus itu antara lain sebagai berikut:
·
Sejauh mana batas-batas atau ruang
lingkup yang menjadi wewenang masing-masing ilmu khusus itu, dari mana ilomu
khusus itu dimulai dan sampai mana harus berhenti.
·
Dimanakah sesungguhnya tempat-tempat
ilmu khusus dalam realitas yang melingkupinya.
·
Metode-metode yang dipakai ilmu
tersebut berlakunya sampai dimana.
·
Apakah persoalan kausalitas (hubungan
sebab-akibat yang berlaku dalam ilmu ke-alam-an juga berlaku juga bagi
ilmu-ilmu sosial maupun humaniora.
2.6 Hubungan Ilmu dengan Filsafat
Berbagai pengertian tentang filsafat dan
ilmu sebagaimana telah dijelaskan di atas, maka berikutnya akan tergambar pula.
Pola relasi (hubungan) antara ilmu dan filsafat. Pola relasi ini dapat
berbentuk persamaan antara ilmu dan filsafat, dapat juga perbedaan di antara
keduanya.
Di zaman Plato, bahkan sampai masa al
Kindi, batas antara filsafat dan ilmu pengetahuan boleh disebut tidak ada.
Seorang filosof pasti menguasi semua ilmu. Tetapi perkembangan daya pikir
manusia yang mengembangkan filsafat pada tingkat praksis, berujung pada
loncatan ilmu dibandingkan dengan loncatan filsafat. Meski ilmu lahir dari
filsafat, tetapi dalam perkembangan berikut, perkembangan ilmu pengetahuan yang
didukung dengan kecanggihan teknologi, telah mengalahkan perkembangan filsafat.
Wilayah kajian filsafat bahkan seolah lebih sempit dibandingkan dengan masa
awal perkembangannya, dibandingkan dengan wilayah kajian ilmu. Oleh karena itu,
tidak salah jika kemudian muncul suatu anggapan bahwa untuk saat ini, filsafat
tidak lagi dibutuhkan bahkan kurang relevan dikembangkan ole manusia. Sebab
manusia hari ini mementingkan ilmu yang sifatnya praktis dibandingkan dengan
filsafat yang terkadang sulit “dibumikan”. Tetapi masalahnya betulkah demikian?
Ilmu telah menjadi sekelompok pengetahuan
yang terorganisir dan tersusun secara sistematis. Tugas ilmu menjadi lebih
luas, yakni bagaimana ia mempelajari gejala-gejala sosial lewat observasi dan eksperimen.
Keinginan-keinginan melakukan observasi dan eksperimen sendiri, dapat didorong
oleh keinginannya untuk membuktikan hasil pemikiran filsafat yang cenderung
Spekulatif ke dalam bentuk ilmu yang praktis. Dengan demikian, ilmu pengetahuan
dapat diartikan sebagai keseluruhan lanjutan sistem pengetahuan manusia yang
telah dihasilkan oleh hasil kerja filsafat kemudian dibukukan secara sistematis
dalam bentuk ilmu yang terteoritisasi. Kebenaran ilmu dibatasi hanya pada
sepanjang pengalaman dan sepanjang pemikiran, sedangkan filsafat menghendaki
pengetahuan yang koprehensif, yakni; yang luas, yang umum dan yang universal
(menyeluruh) dan itu tidak dapat diperoleh dalam ilmu.
Lalu jika demikian, dimana saat ini
filsafat harus ditempatkan? Menurut Am. Saefudin, filsafat dapat ditempatkan
pada posisi maksimal pemikiran manusia yang tidak mungkin pada taraf tertentu
dijangkau oleh ilmu. Menafikan kehadiran filsafat, sama artinya dengan
melakukan penolakan terhadap kebutuhan riil dari realitas kehidupan manusia
yang memiliki sifat untuk terus maju.
Ilmu dapat dibedakan dengan filsafat.
Ilmu bersifat pasteriori. Kesimpulannya ditarik setelah melakukan
pengujian-pengujian secara berulang-ulang. Untuk kasus tertentu, ilmu bahkan
menuntut untuk diadakannya percobaan dan pendalaman untuk mendapatkan
esensinya. Sedangkan filsafat bersifat priori, yakni; kesimpulan-kesimpulannya
ditarik tanpa pengujian. Sebab filsafat tidak mengharuskan adanya data emfiris
seperti dimiliki ilmu. Karena filsafat bersifat spekulatif dan kontemplatif
yang ini juga dimiliki ilmu. Kebenaran filsafat tidak dapat dibuktikan oleh
filsafat itu sendiri, tetapi hanya dapat dibuktikan oleh teori-teori keilmuan
melalui observasi dan eksperimen atau memperoleh justifikasi kewahyuan. Dengan
demikian, tidak setiap filosof dapat disebut sebagai ilmu, sama seperti tidak
semua ilmuwan disebut filosof. Meski demikian aktifitas berpikir. Tetapi
aktivitas dan ilmuwan itu sama, yakni menggunakan aktifitas berpikir filosof.
Berdasarkan cara berpikir seperti itu, maka hasil kerja filosofis dapat
dilanjutkan oleh cara kerja berfikir ilmuwan. Hasil kerja filosofis bahkan
dapat menjadi pembuka bagi lahirnya ilmu. Namun demikian, harus juga diakui
bahwa tujuan akhir dari ilmuwan yang bertugas mencari pengetahuan, sebagaimana
hasil analisa Spencer, dapat dilanjutkan oleh cara kerja berpikir filosofis.
Di samping sejumlah perbedaan tadi,
antara ilmu dan filsafat serta cara kerja ilmuwan dan filosofis, memang
mengandung sejumlah persamaan, yakni sama-sama mencari kebenaran. Ilmu memiliki
tugas melukiskan, sedangkan filsafat bertugas untuk menafsirkan kesemestaan.
Aktivitas ilmu digerakkan oleh pertanyaan bagaimana menjawab pelukisan fakta.
Sedangkan filsafat menjawab atas pertanyaan lanjutan bagaimana sesungguhnya fakta
itu, dari mana awalnya dan akan ke mana akhirnya.
Berbagai gambaran di atas memperlihatkan
bahwa filsafat di satu sisi dapat menjadi pembuka bagi lahirnya ilmu
pengetahuan, namun di sisi yang lainnya ia juga dapat berfungsi sebagai cara
kerja akhir ilmuwan. “Sombongnya”, filsafat yang sering disebut sebagai induk
ilmu pengetahuan (mother of science) dapat menjadi pembuka dan sekaligus ilmu
pamungkas keilmuan yang tidak dapat diselesaikan oleh ilmu.
Kenapa demikian? Sebab filsafat dapat
merangsang lahirnya sejumlah keinginan dari temuan filosofis melalui berbagai
observasi dan eksperimen yang melahirkan berbagai pencabangan ilmu. Realitas
juga menunjukan bahwa hampir tidak ada satu cabang ilmu yang lepas dari
filsafat atau serendahnya tidak terkait dengan persoalan filsafat. Bahkan untuk
kepentingan perkembangan ilmu itu sendiri, lahir suatu disiplin filsafat untuk
mengkaji ilmu pengetahuan, pada apa yang disebut sebagai filsafat pengetahuan,
yang kemudian berkembang lagi yang melahirkan salah satu cabang yang disebut
sebagai filsafat ilmu.
2.7
Persamaan dan Perbedaan Ilmu dan Filsafat
a. Persamaan
·
Keduanya
mencari rumusan yang sebaik-baiknya menyelidiki obyek selengkap-lengkapnya
sampai ke-akar-akarnya
·
Keduanya
memberikan pengertian mengenai hubungan atau koheren yang ada antara
kejadian-kejadian yang kita alami dan mencoba menunjukkan sebab-akibatnya
·
Keduanya
hendak memberikan sistesis, yaitu suatu pandangan yang bergandengan
·
Keduanya
mempunyai metode dan sistem
·
Keduanya
hendak memberikan penjelasan tentang kenyataan seluruhnya timbul dari hasrat
manusia [obyektivitas], akan pengetahuan yang lebih mendasar.
b.
Perbedaan
·
Obyek
material [lapangan] filsafat itu bersifat universal [umum], yaitu segala
sesuatu yang ada [realita] sedangkan obyek material ilmu [pengetahuan ilmiah]
itu bersifat khusus dan empiris. Artinya, ilmu hanya terfokus pada disiplin
bidang masing-masing secra kaku dan terkotak-kotak, sedangkan kajian filsafat
tidak terkotak-kotak dalam disiplin tertentu.Obyek formal [sudut pandangan]
filsafat itu bersifat non fragmentaris, karena mencari pengertian dari segala
sesuatu yang ada itu secara luas, mendalam dan mendasar. Sedangkan ilmu
bersifat fragmentaris, spesifik, dan intensif. Di samping itu, obyek formal itu
bersifatv teknik, yang berarti bahwa cara ide-ide manusia itu mengadakan
penyatuan diri dengan realita
·
Filsafat
dilaksanakan dalam suasana pengetahuan yang menonjolkan daya spekulasi, kritis,
dan pengawasan, sedangkan ilmu haruslah diadakan riset lewat pendekatan trial
and error. Oleh karena itu, nilai ilmu terletak pada kegunaan pragmatis,
sedangkan kegunaan filsafat timbul dari nilainnya
·
Filsafat
memuat pertanyaan lebih jauh dan lebih mendalam berdasarkan pada pengalaman
realitas sehari-hari, sedangkan ilmu bersifat diskursif, yaitu menguraikan
secara logis, yang dimulai dari tidak tahu menjadi tahu
·
Filsafat
memberikan penjelasan yang terakhri, yang mutlak, dan mendalam sampai mendasar
[primary cause] sedangkan ilmu menunjukkan sebab-sebab yang tidak begitu
mendalam, yang lebih dekat, yang sekunder [secondary cause]
BAB
III
PEMBAHASAN
Ilmu adalah sebagian pengetahuan bersifat
koheren, empiris, sistematis, dapat diukur, dan dibuktikan. Berbeda dengan
iman, yaitu pengetahuan didasarkan atas keyakinan kepada yang gaib dan penghayatan
serta pengalaman pribadi.
Berbeda dengan pengetahuan, ilmu tidak pernah
mengartikan kepingan pengetahuan satu putusan tersendiri, sebaliknya ilmu
menandakan seluruh kesatuan ide yang mengacu ke obyek [atau alam obyek] yang
sama dan saling berkaitan secara logis. Karena itu, koherensi sistematik
adalajh hakikat ilmu. Prinsip-prinsip obyek dan hubungan-hubungannya yang
tercermin dalam kaitan-kaiatan logis yang dapat dilihat dengan jelas. Bahwa
prinsip-prinsip logis yang dapat dilihat dengan jelas. Bahwa prinsip-prinsip
metafisis obyek menyingkapkan dirinya sendiri kepada kita dalam prosedur ilmu
secara lamban, didasarkan pada sifat khusus intelek kita yang tidak dapat
dicarikan oleh visi ruhani terhadap realitas tetapi oleh berpikir
Ilmu tidak
memerlukan kepastian lengkap berkenaan dengan masing-masing penalaran
perorangan, sebab ilmu dapat memuat di dalamnya dirinya sendiri
hipotesis-hipotesis dan teori-teori yang belum sepenuhnya dimantapan
Ciri
hakiki lainnya dari ilmu ialah metodologi, sebab kaitan logis yang dicari ilmu
tidak dicapai dengan penggabungan tidak teratur dan tidak terarah dari banyak
pengamatan ide yang terpisah-pisah. Sebaliknya, ilmu menuntut pengamatan dan
berpikir metodis, tertata rapi. Alat Bantu metodologis yang penting adalah
terminology ilmiah. Yang disebut belakangan ini mencoba konsep-konsep ilmu.
BAB IV
PENUTUP
Dengan demikian penulis dapat
menyimpulkan bahwa antara ilmu dan filsafat ada persamaan dan perbedaannya.
Perbedaannya ilmu bersifat Posterior
kesimpulannya ditarik setelah melakukan pengujian-pengujian secara
berulang-ulang sedangkan filsafat bersifat priori kesimpulan-kesimpulannya
ditarik tanpa pengujian, sebab filsafat tidak mengharuskan adanya data empiris
seperti yang dimiliki ilmu karena filsafat bersifat spekulatif.
Di samping adanya perbedaan antara ilmu
dengan filsafat ada sejumlah persamaan yaitu sama-sama mencari kebenaran. Ilmu
memiliki tugas melukiskan filsafat bertugas untuk menafsirkan kesemestaan
aktivitas ilmu digerakan oleh pertanyaan bagaimana menjawab pelukisan fakta,
sedangkan filsafat menjawab atas pertanyaan lanjutan bagaimana sesungguhnya
fakta itu dari mana awalnya dan akan ke mana akhirnya
Selanjutnya kritik dan saran kami harapkan dari semua pihak demi perbaikan penulisan selanjutnya.
Selanjutnya kritik dan saran kami harapkan dari semua pihak demi perbaikan penulisan selanjutnya.
Daftar
Pustaka
Suriasomantri,
Jujun S. 1996. Filsafat Ilmu, Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar