Senin, 30 Juni 2014

variasi bahasa

Variasi atau ragam bahasa merupakan bahasan pokok dalam studi sosiolinguistik, sehingga Kridalaksana (1974) mendefinisikan sosiolinguistik sebagai cabang linguistic yang berusaha menjelaskan ciri-ciri variasi bahasa dan menetapkan korelasi ciri-ciri variasi bahasa tersebut dengan ciri-ciri sosial kemasyarakatan. Kemudian dengan mengutip pendapat Fishman (1971:4) Kridalaksana mengatakan bahwa sosiolinguistik adalah ilmu yang mempelajari ciri dan fungsi pelbagai variasi bahasa, serta hubungan diantara bahasa dengan ciri dan fungsi itu dalam suatu masyarakat bahasa.


5.1 Variasi Bahasa
Sebagai sebuah langue sebuah bahsa mempunyai sistem dan subsistem yang dipahami sama oleh semua penutur bahasa itu. Namun, karena penutur bahasa tersebut, meski berada dalam dalam masyarakat tutur, tidak merupakan kumpulan manusia yang homogen, maka wujud bahasa yang konkret, yang disebut parole, menjadi tidak seragam. Bahsa itu menjadi beragam dan bervariasi (catatan: istilah variasi sebagai padanan kata inggris variety bukan variation). Terjadinya keragaman atau kevariasian bahasa ini bukan hanya disebabkan oleh para penuturnya yang tidak homogen, tetapi juga karena kegiatan interaksi sosial yang mereka lakukan sangat beragam.
Dalam hal variasi atau ragam bahasa ini ada dua pandangan. Pertama, variasi atau ragam bahasa itu dilihat sebagai akibat adanya keragaman sosial penutur bahasa itu dan keragaman fungsi bahasa itu terjadi sebagai akibat dari adanya keragaman sosial dan keragaman fungsi bahasa. Kedua, variasi atau ragam bahasa itu sendiri itu sudah ada untuk memenuhi fungsinya sebagai alat interaksi dalam kegiatan masyarakat yang beraneka ragam. Kedua pandangan ini dapat saja diterima atau pun ditolak. Yang jelas, variasi atau ragam bahasa itu dapat diklasifikasikan berdasarkan adanya keragaman sosial dan fungsi kegiatan di dalam masyarakat sosial.
Dalam buku ini untuk mudahnya, variasi bahasa itu pertama-tama kita bedakan berdasarkan penutur dan penggunaannya. Berdasarkan penutur berarti, siapa yang menggunakan bahasa itu, di mana tinggalnya, bagaimana kedudukan sosialnya di dalam masyarakat, apa jenis kelaminnya, kapan bahasa itu digunakannya. Berikut ini akan dibicarakan variasi-variasi bahasa tersebut, dimulai dari segi penutur dengan berbagai kaitannya, dilanjutkan denagn segi penggunaannya juga dengan bebagai kitannya.

5.1.1 Variasi dari Segi Penutur
  Variasi bahasa pertama yang kita lihat berdasarkan penuturnya adalah variasi bahasa yang yang disebut idiolek, yakni variasi bahasa yang bersifat perseorangan. Menurut konsep idiolek, setiap orang mempunyai variasi bahasanya atau idiolek ini berkenaan dengan “warna” suara, pilihan kata, gaya bahasa, susunan kalimat, dan sebagainya. Namun yang paling dominan adalah “warna” suara itu, sehingga jika kita cukup akrab dengan seseorang, hanya dengan mendengar suara bicaranya tanpa melihat orangnya, kita dapat mengenalinya.
Variasi bahasa kedua berdasarkan penuturnya adalah yang disebut dialek, yakni variasi bahasa dari sekelompok penutur yang jumlahnya relatif, yang berbeda pada satu tempat, wilayah, atau area tertentu. Karena dialek ini didasarkan pada wilayah atau area tempat tinggal penutur, maka dialek ini lazim disebutdialek areal, dialek regional atau dialek geografi (tetapi dalam buku ini kita sebut dialek saja). Penggunaan istilah dialek dan bahasa dalam masyarakat umum memang sekali bersifat ambigu. Secara linguistic jika masyarakat tutur masih saling mengerti, maka alat komunikasinya adalah dua dialek dari bahasa yang sama.
Variasi ketiga berdasarkan penutur adalah yang disebut kronolek atau dialek temporal, yakni variasi bahasa yang digunakan oleh kelompok sosial pada masa tertentu. Variasi bahasa pada zaman itu tentunya berbeda, baik dari segi lafal, ejaan, morfologi, maupun sintaksis.
Variasi bahasa yang keempat berdasarkan penuturnya alaha apa yang disebut sosiolek atau dialeksosial, yakni variasi bahasa yang berkenaan dengan status, golongan, dan kelas sosial para penuturnya.
Perbedaan pekerjaan, profesi jabatan, atau tugas para penutur dapat juga menyebabkan adanya variasi sosial. Dilalam masyarakat tutu yang (masih) mengenal tingkat-tingkat kebangsawanan dapat pula kita lihat variasi bahasa yang berkenaan dengan tingkat-tingkat kebangsawanan itu.
Sehubungan dengan variasi bahasa berkenaan denan tingkat, golongan, status, dan kelas social para penuturnya, biasanya dikemukakan orang variasi bahasa yang disebut:
Yang disebut dengan akrolek adalah variasi sosial yang dianggap lebih tinggi atau bergengsi dari pada variasi sosial lainnya. Sebagai contoh akrolek ini adalah yang disebut bahasa bagongan yaitu variasi bahasa jawa yang khusus digunakan oleh para bangsawan kraton Jawa.
Yang dimaksud dengan basilek adalah variasi social yang dianggap kurang bergengsi, atau bahkan dianggap dipandang rendah. Bahasa inggris yang digunakan oleh para cowboy dan kuli tambang dapat dikatakan sebagai basilek.
Yang dimaksud dengan vulgar adalah variasi sosial yang ciri-cirinya tampak penakaian bahasa oleh mereka yang kurang terpelajar, atau dari kalangan mereka yang tidak berpendidikan.
Yang dimaksud dengan slang adalah variasi social yang bersifat khusu dan rahasia. Artinya variasi ini digunakan oleh kaangan tertentu yang sangat terbatas, dan tidak boleh diketahui oleh kalangan diluar kelompok itu.
Yang dimaksud dengan kolokial adalah variasi social yang digunakan dalam percakapan sehari-hari.Kata kolokial berasal dan kata colloquium (percakapan, konversasi). Jadi, kolokial berarti bahasa percakapan, bukan bahasa tulis.
Yang dimaksud dengan jargon adalah variasi social yang digunakan secara terbatas oleh kelompok-kelompok sosial tertentu. Ungkapan yang digunakan seringkali tidak dapat dipahami oleh masyarakat umum atau masyarakat diluar kelompoknya.
 Yang dimaksud dengan argot adalah variasi social yang digunakan secara terbatas pada profesi-profesi tertentu bersifat rahasia. Letak kekhususan argot adalah kosakata. Umpamanya, dalam dunia kejahatan (pencuri, tukang copet) pernah digunakan ungkapan seperti barang dalam arti ‘mangsa’,kacamata dalam arti ‘polisi’dan daun dalam arti ‘uang’.
 Yang dimaksud dengan ken (Inggris = cant) adalah variasi social tertentu yang bernada “memelas”, dibuat merengek-merengek, penuh dengan kepura-puraan. Biasanya digunakan oleh para pengemis, seperti tercermin dala ungkapan the cant of beggar (bahasa pengemis).

5.1.2 Variasi dari Segi Pemakaian 
    Variasi bahasa berkenaan dengan penggunaannya, pemakaian, atas fungsinya disebut fungsiolek (Nababan 1984), ragam, atau register. Variasi ini biasanya dibicarakan berdasarkan bidang penggunaan, gaya, atau tingkat keformalan, dan sarana penggunaan. Variai bahasa atau ragam bahasasastra biasanya menekankan penggunaan bahasa dari segi estetis, sehingga dipilihlah dan digunakanlah kosakata yang secara estetis memiliki ciri eufoni serta daya ungkap yang paling tepat.
Ragam bahasa jurnalistik juga mempunyai ciri tertentu, yakni bersifat sederhana, komunikatif, dan ringkas. Sderhana karena hars dipahami dengan mudah; komunkatif karena jurnalistik harus menyampaikan berita secara tepat; dan ringkas karena keterbatasan waktu (dalam media elektronika).
Ragam bahsa militer dikenal dengan cirinya yang ringkas dan bersifat tegas, sesuai dengan tugas kehidupan kemiliteran yang penuh dengan disiplin dan intruksi.
Ragam bahsa ilmiah yang juga dikenal dengan cirinya yang lugas, jelas, bebas dari keambigua, serta segala macam metafora dan idiom.

5.1.3 Variasi dari Segi Keformalan
Ragam beku adalah variasi bahasa yang paling formal, yang digunakan dalam situasi-situasi khidmat, dan upacara resmi. Disebut ragam beku karena pola dan kaidahnya sudah ditetapkan secara mantap, tidak boleh diubah.
Ragam resmi atau formal adalah variasi bahasa yang digunakan daam pidato kenegaraan, rapat dinas, surat-menyurat dinas, ceramah keagamaan, buku-buku pelajaran, dan sebagainya.
Ragam usaha atau ragam konsultatif adalah variasi bahasa yang lazim digunakan dalam pembicaraan biasa di sekolah, dan rapat-rapat atau pembicaraan yang berorientasi kepada hasil produksi.
Ragam santai atau ragam kasual adalah variasi bahasa yang digunakan dalam situasi tidak resmi untuk berbincang-bincang dngan keluarga atau teman karib pada waktu beristirahat, berolahraga, berkreasi, dan sebagainya.
Ragam akrab atau ragam intim adalah variasi bahasa yang biasa digunakan oleh para penutur yang hubungannya sudah akrab, seperti antaranggota keluarga, atau antarteman yang sudah karib.

5.1.4 Variasi dari Segi Sarana
Variasi bahasa dapat pula dilihat dari segi sarana atau jalur yang digunakan. Dalam hal ini dapat disebut adanya ragam lisan dan ragam tulis, atau juga ragam dalam berbahasa dengan menggunakan sarana atau alat tertentu, yakni, misalnya, dalam bertelepon dan bertelegraf.
Adanya ketidaksamaan wujud struktur ini adalah karena dalam berbahasa lisan atau dalam menyampaiakan informasi secara lisan, kita dibantu oleh unsur-unsur nonsegmental atau unsur nonlinguistic yang berupa nada suara, gerak-gerik tangan, gelengan kepala, dan sejumlah gejala-gejala fisik lainnya.
Ragam bahasa bertelepon sebenarnya termasuk dalam ragam bahasa lisan dan ragam bahasa dalam bertelegraf sebenarnya termasuk dalam ragam bahasa tulis; tetapi kedua macam sarana komunikasi itu mempunyai ciri-ciri dan keterbatasannya sendiri-sendiri , menyebabkan kita tidak dapat menggunakan ragam bahasa lisan dan ragam tulis semau kita.

5. 2 Jenis Bahasa
            Penjenisan bahasa dalam sosiolinguistik tidak sama dengan penjenisan (klasifikasi) bahasa secara geneologis (ginetis) maupun tipologis. Penjenisan atau klasifikasi secara geneologis dan tipologis berkenaan dengan ciri-ciri internal bahasa-bahasa itu, sedangkan penjenisan secara sosiolinguistik berkenaan dengan faktor-faktor eksternal bahasa atau bahasa-bahasa itu yakni faktor sosiologis, politis, dan kultural.

5.2.1 Jenis Bahasa berdasrkan Sosiologis
Penjenisan berdasarkan faktor sosiologis, artinya, penjenisan itu tidak terbatas pada sruktur internal bahasa, tetapi juga berdasarkan faktor sejarahnya, kaitannya dengan sistem linguistik lain, dan pewarisan dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Stewart (dalam Fishman (ed.) 1968) menggunakan empat dasar untuk menjeniskan bahasa-bahasa secara sosiologis, yaitu:
a.       Standardisasi atau pembakuan adalah adanya kodifikasi dan penerimaan terhadap sebuah bahasa oleh masyarakat pemakai bahasa itu akan seperangkat kaidah atau norma yang menentukan pemakaian “bahasa yang benar” (bandingkan Fishman (ed.) 1968:534). Jadi, standardisasi ini akan mempersoalkan apakah sebuah bahasa memiliki kaidah-kaidah atau norma-norma yang sudah dikodifikasikan atau tidak yang diterima oleh masyarakat  tutur dan merupakan dasar dalam pengajaran bahasa, baik secara bahasa pertama maupun bahasa kedua.
b.      Otonomi atau keotonomian dalam sebuah sistem linguistik diseebut mempunyai keotonomian kalau sistem linguistik itu memiliki kemandirian sistem yang tidak berkaitan dengan bahasa lain (Fishman 1968:535).
c.       Historis atau kesejarahan dalam sebuah linguistik dianggap mempunyai historisitas kalaau diketahui atau dipercaya sebagai hasil perkembangan yang normal pada masa yang lalu (Fishman 1968:535).
d.      Vitalitas atau keterpakaian adalah pemakaian sistem linguistik oleh satu masyarakat penutur asli yang tidak terisolasi (Fishman 1968:536).

Jenis bahasa vernakular menurut Pei dan Gaynor (1954:227) adalah bahasa umum yang digunakan sehari-hari oleh satu bangsa atau satu wilayah geografis, yang bisa dibedakan dari bahasa sastra  yang dipakai terutama disekolah-sekolah dan dalam kesusastraan. Bahasa jenis vernakular ini memiliki ciri otonomi, historisitas, dan vitalitas, tetapi tidak mempunyai ciri standardisasi. Jenis bahasa yang disebut dialek memiliki ciri vitalitas dan historisitas, tetapi tidak memiliki ciri standardisasi dan otonomi, sebabkeotonomian bahasa ini berada di bawah langue bahasa induknya.
 Bahasa yang berjenis kreol hanya memiliki vitalitas, tidak memiliki ciri standardisasi, otonomi, dan historisitas. Pada mulanya sebuah kreol berasal dari sebuah bijin, yang dalam perkembangannya digunakan pada generasi berikutnya, sebagai satu-satunya alat komunikasi verbal  yang mereka kuasai. Bahasa yang berjenis pujin tidak memiliki keempat dasar penjenisan. Bahasa jenis ini terbentuk secara alami didalam suatu kontak sosial yang terjadi antara sejimlah penutur yang masing-masing memilki bahasa ibu (Bolinger 1975:364).

5.2.2 Jenis Bahasa Berdasarkan Sikap Politik
Berdasarkan sikap politik atau sosial politik kita dapat membedakan adanya bahasa nasional, bahasa resmi, bahasa negara, dan bahasa persatuan. Peembedaan ini dikatakan berdasarkan sikap sosial politik karena sangat erat kaitannyadengan kepentingan berbangsa. Adanya kemungkinan keempat jenis bahasa yang disebutkan itu mengacu pada sebuah sistem linguistik yang sama, dan ada kemungkinan pada sistem linguistik yang berbeda.
Sebuah sistem linguistik disebut sebagai bahasa nasional, sering kali juga disebut sebagai bahasa kebangsaan, adalah kalau sistem linguistiik itu diangkat oleh suatu bangsa (dalam arti kenegaraan) sebagai salah satu identitas kenasionalan bangsa itu. Bahasa Indonesia yang berasal dari Melayu, adalah bahasa nasional bagi bangsa indonesia.
Yang dimaksud dengan bahasa negara adalah sebuah sistem linguitik secara resmi dalam undang-undang dasar sebuah negara ditetapkan sebagai alat komunikasi resmi kenegaraan. Artinya, segala urusan kenegaraan, administrasi kenegaraan, dan kegiatan-kegiatan kenegaraan dijalankan dengan menggunakan bahasa itu. Pemilihan dan penetapan sebuah sistem linguistik menjadi bahasa negara biasanya dikaitkan dengan keterpakaian bahasa itu yang sudah merata di seluruh wilayah negara itu. Yang dimaksud dengan bahasa resmi adalah sebuah sistem linguistik yang ditetapkan untuk digunakan dalam suatu pertemuan, seperti seminar, konferensi, rapat dan sebagainya.
Pengangkatan suatu sistem linguistik sebagai bahasa persatuan adalah dilakukan oleh suatu bangsa dalam kerangka perjuangan, dimana bangsa yang berjuang itu merupakan masyarakat yang multilingual. Kebutuhan akan adanya sebuah bahasa persatuan adalah untuk mengikat dan mempererat rasa persatuan sebagai satu kesatuan bangsa.

5.2.3 Jenis Bahasa Berdasarkan Tahap Pemerolehan
Berdasarkan tahap pemerolehannya dapat dibedakan adanya bahasa ibu, bahasa pertama, dan bahasa kedua (ketiga dan seterusnya), dan bahasa asing. Penanaman bahasa ibu dan bahasa pertama adalah mengacu pada satu sistem linguistik yang sama. Yang disebut bahasa ibu adalah satu sistem linguistik yang pertama kali dipelajari secara alamiah dari ibu dan keluarga yang memelihara seorang anak.
Bahasa ibu juga lazim juga disebut bahasa pertama (disingkat B1) karena bahasa itulah yang pertama-tama dipelajarinya. Kalau kemudian seorang anak mempelajari bahasa lain, yang bukan bahasa ibunya, maka bahasa lain yang dipelajarinya itu disebut bahasa kedua (disingkat B2). Andaikata kemudian si anak mempelajari bahasa lainnya lagi, maka bahasa yang dipelajari terakhir ini disebut bahasa ketiga(disingkat B3). Begitu pula selanjutnya, ada kemungkinan seorang anak mempelajari bahasa keempat, kelima, dan seterusnya. Pada umumnya, bahasa pertama seorang anak Indonesia adalah bahasa daerahnya masing-masing. Sedangkan bahasa Indonesia adalah bahasa kedua karena baru dipelajari ketika masuk sekolah, dan ketika dia sudah menguasai bahasa ibunya, kecuali mereka yang sejak bayi sudah mempelajari bahasa Indonesia dari ibunya.

5.2.4 Lingua Franca
Lingua franca adalah sebuah sistem linguistik yang digunakan alat komunikasi sementara oleh para partisipan hyang mempunyai bahasa ibu yang berbeda. Pemilihan satu sistem linguistik menjadi sebua franca adalah berdasarkan adanya kesalingpahaman diantara sesama mereka.

Karena dasar pemilihan lingua franca adalah keterpahaman atau kesalingpengertian dari para partisipan yang menggunakannya, maka “bahasa” apa pun, baik sebuah langue, pijin, maupun kreol, dan dapat menjadi sebuah lingua franca itu.

1 komentar:

  1. The Best Baccarat Casinos In New Zealand
    The best Baccarat casinos in New Zealand are now ready for a taste of the new world of 바카라 사이트 baccarat. septcasino Find out more 메리트 카지노 고객센터 on this page to learn more

    BalasHapus