Variasi atau ragam bahasa merupakan bahasan
pokok dalam studi sosiolinguistik, sehingga Kridalaksana (1974) mendefinisikan
sosiolinguistik sebagai cabang linguistic yang berusaha menjelaskan ciri-ciri
variasi bahasa dan menetapkan korelasi ciri-ciri variasi bahasa tersebut dengan
ciri-ciri sosial kemasyarakatan. Kemudian dengan mengutip pendapat Fishman
(1971:4) Kridalaksana mengatakan bahwa sosiolinguistik adalah ilmu yang
mempelajari ciri dan fungsi pelbagai variasi bahasa, serta hubungan diantara
bahasa dengan ciri dan fungsi itu dalam suatu masyarakat bahasa.
5.1 Variasi Bahasa
Sebagai sebuah langue sebuah bahsa mempunyai
sistem dan subsistem yang dipahami sama oleh semua penutur bahasa itu. Namun,
karena penutur bahasa tersebut, meski berada dalam dalam masyarakat tutur,
tidak merupakan kumpulan manusia yang homogen, maka wujud bahasa yang konkret,
yang disebut parole, menjadi tidak seragam. Bahsa itu menjadi beragam dan
bervariasi (catatan: istilah variasi sebagai padanan kata
inggris variety bukan variation). Terjadinya
keragaman atau kevariasian bahasa ini bukan hanya disebabkan oleh para
penuturnya yang tidak homogen, tetapi juga karena kegiatan interaksi sosial
yang mereka lakukan sangat beragam.
Dalam hal variasi atau ragam bahasa ini ada
dua pandangan. Pertama, variasi atau ragam bahasa itu dilihat
sebagai akibat adanya keragaman sosial penutur bahasa itu dan keragaman fungsi
bahasa itu terjadi sebagai akibat dari adanya keragaman sosial dan keragaman
fungsi bahasa. Kedua, variasi atau ragam bahasa itu sendiri
itu sudah ada untuk memenuhi fungsinya sebagai alat interaksi dalam kegiatan
masyarakat yang beraneka ragam. Kedua pandangan ini dapat saja diterima atau
pun ditolak. Yang jelas, variasi atau ragam bahasa itu dapat diklasifikasikan
berdasarkan adanya keragaman sosial dan fungsi kegiatan di dalam masyarakat
sosial.
Dalam buku ini untuk mudahnya, variasi bahasa
itu pertama-tama kita bedakan berdasarkan penutur dan penggunaannya.
Berdasarkan penutur berarti, siapa yang menggunakan bahasa itu, di mana
tinggalnya, bagaimana kedudukan sosialnya di dalam masyarakat, apa jenis
kelaminnya, kapan bahasa itu digunakannya. Berikut ini akan dibicarakan
variasi-variasi bahasa tersebut, dimulai dari segi penutur dengan berbagai
kaitannya, dilanjutkan denagn segi penggunaannya juga dengan bebagai kitannya.
5.1.1 Variasi dari Segi Penutur
Variasi bahasa pertama yang kita
lihat berdasarkan penuturnya adalah variasi bahasa yang yang disebut idiolek,
yakni variasi bahasa yang bersifat perseorangan. Menurut konsep idiolek, setiap
orang mempunyai variasi bahasanya atau idiolek ini berkenaan dengan “warna”
suara, pilihan kata, gaya bahasa, susunan kalimat, dan sebagainya. Namun yang
paling dominan adalah “warna” suara itu, sehingga jika kita cukup akrab dengan
seseorang, hanya dengan mendengar suara bicaranya tanpa melihat orangnya, kita
dapat mengenalinya.
Variasi bahasa kedua berdasarkan penuturnya
adalah yang disebut dialek, yakni variasi bahasa dari sekelompok penutur yang
jumlahnya relatif, yang berbeda pada satu tempat, wilayah, atau area tertentu.
Karena dialek ini didasarkan pada wilayah atau area tempat tinggal penutur,
maka dialek ini lazim disebutdialek areal, dialek regional atau dialek
geografi (tetapi dalam buku ini kita sebut dialek saja). Penggunaan
istilah dialek dan bahasa dalam masyarakat umum
memang sekali bersifat ambigu. Secara linguistic jika masyarakat tutur masih
saling mengerti, maka alat komunikasinya adalah dua dialek dari bahasa yang
sama.
Variasi ketiga berdasarkan penutur adalah yang
disebut kronolek atau dialek temporal,
yakni variasi bahasa yang digunakan oleh kelompok sosial pada masa tertentu.
Variasi bahasa pada zaman itu tentunya berbeda, baik dari segi lafal, ejaan,
morfologi, maupun sintaksis.
Variasi bahasa yang keempat berdasarkan
penuturnya alaha apa yang disebut sosiolek atau dialeksosial,
yakni variasi bahasa yang berkenaan dengan status, golongan, dan kelas sosial
para penuturnya.
Perbedaan pekerjaan, profesi jabatan, atau
tugas para penutur dapat juga menyebabkan adanya variasi sosial. Dilalam
masyarakat tutu yang (masih) mengenal tingkat-tingkat kebangsawanan dapat pula
kita lihat variasi bahasa yang berkenaan dengan tingkat-tingkat kebangsawanan
itu.
Sehubungan dengan variasi bahasa berkenaan
denan tingkat, golongan, status, dan kelas social para penuturnya, biasanya
dikemukakan orang variasi bahasa yang disebut:
Yang disebut dengan akrolek adalah variasi sosial yang dianggap lebih tinggi atau bergengsi
dari pada variasi sosial lainnya. Sebagai
contoh akrolek ini adalah yang disebut bahasa bagongan yaitu
variasi bahasa jawa yang khusus digunakan oleh para bangsawan kraton Jawa.
Yang dimaksud dengan basilek adalah variasi
social yang dianggap kurang bergengsi, atau bahkan dianggap dipandang rendah. Bahasa
inggris yang digunakan oleh para cowboy dan kuli tambang dapat dikatakan
sebagai basilek.
Yang dimaksud dengan vulgar adalah variasi sosial yang ciri-cirinya tampak penakaian bahasa oleh mereka yang
kurang terpelajar, atau dari kalangan mereka yang tidak berpendidikan.
Yang dimaksud dengan slang adalah variasi social
yang bersifat khusu dan rahasia. Artinya variasi ini digunakan oleh
kaangan tertentu yang sangat terbatas, dan tidak boleh diketahui oleh kalangan
diluar kelompok itu.
Yang dimaksud dengan kolokial adalah variasi
social yang digunakan dalam percakapan sehari-hari.Kata kolokial berasal dan
kata colloquium (percakapan, konversasi). Jadi, kolokial berarti bahasa
percakapan, bukan bahasa tulis.
Yang dimaksud dengan jargon adalah variasi
social yang digunakan secara terbatas oleh kelompok-kelompok sosial tertentu. Ungkapan yang
digunakan seringkali tidak dapat dipahami oleh masyarakat umum atau masyarakat
diluar kelompoknya.
Yang dimaksud dengan argot adalah
variasi social yang digunakan secara terbatas pada profesi-profesi tertentu
bersifat rahasia. Letak
kekhususan argot adalah kosakata. Umpamanya, dalam dunia kejahatan (pencuri,
tukang copet) pernah digunakan ungkapan seperti barang dalam
arti ‘mangsa’,kacamata dalam arti ‘polisi’dan daun dalam
arti ‘uang’.
Yang dimaksud dengan ken (Inggris =
cant) adalah variasi social tertentu yang bernada “memelas”, dibuat
merengek-merengek, penuh dengan kepura-puraan. Biasanya digunakan oleh
para pengemis, seperti tercermin dala ungkapan the cant of beggar (bahasa
pengemis).
5.1.2 Variasi dari Segi Pemakaian
Variasi bahasa
berkenaan dengan penggunaannya, pemakaian, atas fungsinya disebut fungsiolek
(Nababan 1984), ragam, atau register. Variasi ini biasanya dibicarakan
berdasarkan bidang penggunaan, gaya, atau tingkat keformalan, dan sarana
penggunaan. Variai bahasa atau ragam bahasasastra biasanya menekankan
penggunaan bahasa dari segi estetis, sehingga dipilihlah dan digunakanlah
kosakata yang secara estetis memiliki ciri eufoni serta daya ungkap yang paling
tepat.
Ragam bahasa jurnalistik juga mempunyai ciri tertentu,
yakni bersifat sederhana, komunikatif, dan ringkas. Sderhana karena hars
dipahami dengan mudah; komunkatif karena jurnalistik harus menyampaikan berita
secara tepat; dan ringkas karena keterbatasan waktu (dalam media elektronika).
Ragam bahsa militer dikenal dengan cirinya
yang ringkas dan bersifat tegas, sesuai dengan tugas kehidupan kemiliteran yang
penuh dengan disiplin dan intruksi.
Ragam bahsa ilmiah yang juga dikenal dengan
cirinya yang lugas, jelas, bebas dari keambigua, serta segala macam metafora
dan idiom.
5.1.3 Variasi dari Segi Keformalan
Ragam beku adalah variasi bahasa yang paling
formal, yang digunakan dalam situasi-situasi khidmat, dan upacara resmi.
Disebut ragam beku karena pola dan kaidahnya sudah ditetapkan secara mantap,
tidak boleh diubah.
Ragam resmi atau formal adalah variasi bahasa
yang digunakan daam pidato kenegaraan, rapat dinas, surat-menyurat dinas,
ceramah keagamaan, buku-buku pelajaran, dan sebagainya.
Ragam usaha atau ragam konsultatif adalah
variasi bahasa yang lazim digunakan dalam pembicaraan biasa di sekolah, dan
rapat-rapat atau pembicaraan yang berorientasi kepada hasil produksi.
Ragam santai atau ragam kasual adalah variasi
bahasa yang digunakan dalam situasi tidak resmi untuk berbincang-bincang dngan
keluarga atau teman karib pada waktu beristirahat, berolahraga, berkreasi, dan
sebagainya.
Ragam akrab atau ragam intim adalah variasi
bahasa yang biasa digunakan oleh para penutur yang hubungannya sudah akrab,
seperti antaranggota keluarga, atau antarteman yang sudah karib.
5.1.4 Variasi dari Segi Sarana
Variasi bahasa dapat pula dilihat dari segi
sarana atau jalur yang digunakan. Dalam hal ini dapat disebut adanya ragam
lisan dan ragam tulis, atau juga ragam dalam berbahasa dengan menggunakan
sarana atau alat tertentu, yakni, misalnya, dalam bertelepon dan bertelegraf.
Adanya ketidaksamaan wujud struktur ini adalah
karena dalam berbahasa lisan atau dalam menyampaiakan informasi secara lisan,
kita dibantu oleh unsur-unsur nonsegmental atau unsur nonlinguistic yang berupa
nada suara, gerak-gerik tangan, gelengan kepala, dan sejumlah gejala-gejala
fisik lainnya.
Ragam bahasa bertelepon sebenarnya termasuk dalam ragam bahasa
lisan dan ragam bahasa dalam bertelegraf sebenarnya termasuk dalam ragam
bahasa tulis; tetapi kedua macam sarana komunikasi itu mempunyai ciri-ciri
dan keterbatasannya sendiri-sendiri , menyebabkan kita tidak dapat menggunakan
ragam bahasa lisan dan ragam tulis semau kita.
5. 2 Jenis Bahasa
Penjenisan
bahasa dalam sosiolinguistik tidak sama dengan penjenisan (klasifikasi) bahasa
secara geneologis (ginetis) maupun tipologis. Penjenisan atau klasifikasi
secara geneologis dan tipologis berkenaan dengan ciri-ciri internal
bahasa-bahasa itu, sedangkan penjenisan secara sosiolinguistik berkenaan dengan
faktor-faktor eksternal bahasa atau bahasa-bahasa itu yakni faktor sosiologis,
politis, dan kultural.
5.2.1 Jenis Bahasa
berdasrkan Sosiologis
Penjenisan berdasarkan
faktor sosiologis, artinya, penjenisan itu tidak terbatas pada sruktur internal
bahasa, tetapi juga berdasarkan faktor sejarahnya, kaitannya dengan sistem
linguistik lain, dan pewarisan dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Stewart (dalam Fishman
(ed.) 1968) menggunakan empat dasar untuk menjeniskan bahasa-bahasa secara sosiologis,
yaitu:
a. Standardisasi
atau pembakuan adalah adanya kodifikasi dan penerimaan terhadap sebuah bahasa
oleh masyarakat pemakai bahasa itu akan seperangkat kaidah atau norma yang
menentukan pemakaian “bahasa yang benar” (bandingkan Fishman (ed.) 1968:534).
Jadi, standardisasi ini akan mempersoalkan apakah sebuah bahasa memiliki
kaidah-kaidah atau norma-norma yang sudah dikodifikasikan atau tidak yang
diterima oleh masyarakat tutur dan merupakan dasar dalam pengajaran
bahasa, baik secara bahasa pertama maupun bahasa kedua.
b. Otonomi
atau keotonomian dalam sebuah sistem linguistik diseebut mempunyai keotonomian
kalau sistem linguistik itu memiliki kemandirian sistem yang tidak berkaitan
dengan bahasa lain (Fishman 1968:535).
c. Historis
atau kesejarahan dalam sebuah linguistik dianggap mempunyai historisitas kalaau
diketahui atau dipercaya sebagai hasil perkembangan yang normal pada masa yang
lalu (Fishman 1968:535).
d. Vitalitas
atau keterpakaian adalah pemakaian sistem linguistik oleh satu masyarakat
penutur asli yang tidak terisolasi (Fishman 1968:536).
Jenis bahasa vernakular
menurut Pei dan Gaynor (1954:227) adalah bahasa umum yang digunakan sehari-hari
oleh satu bangsa atau satu wilayah geografis, yang bisa dibedakan dari bahasa
sastra yang dipakai terutama disekolah-sekolah dan dalam kesusastraan.
Bahasa jenis vernakular ini memiliki ciri otonomi, historisitas, dan vitalitas,
tetapi tidak mempunyai ciri standardisasi. Jenis bahasa yang disebut dialek
memiliki ciri vitalitas dan historisitas, tetapi tidak memiliki ciri
standardisasi dan otonomi, sebabkeotonomian bahasa ini berada di bawah langue
bahasa induknya.
Bahasa yang
berjenis kreol hanya memiliki vitalitas, tidak memiliki ciri standardisasi,
otonomi, dan historisitas. Pada mulanya sebuah kreol berasal dari sebuah bijin,
yang dalam perkembangannya digunakan pada generasi berikutnya, sebagai
satu-satunya alat komunikasi verbal yang mereka kuasai. Bahasa yang
berjenis pujin tidak memiliki keempat dasar penjenisan. Bahasa jenis ini
terbentuk secara alami didalam suatu kontak sosial yang terjadi antara sejimlah
penutur yang masing-masing memilki bahasa ibu (Bolinger 1975:364).
5.2.2 Jenis Bahasa
Berdasarkan Sikap Politik
Berdasarkan sikap politik
atau sosial politik kita dapat membedakan adanya bahasa nasional, bahasa resmi,
bahasa negara, dan bahasa persatuan. Peembedaan ini dikatakan berdasarkan sikap
sosial politik karena sangat erat kaitannyadengan kepentingan berbangsa. Adanya
kemungkinan keempat jenis bahasa yang disebutkan itu mengacu pada sebuah sistem
linguistik yang sama, dan ada kemungkinan pada sistem linguistik yang berbeda.
Sebuah sistem linguistik
disebut sebagai bahasa nasional, sering kali juga disebut sebagai bahasa
kebangsaan, adalah kalau sistem linguistiik itu diangkat oleh suatu bangsa
(dalam arti kenegaraan) sebagai salah satu identitas kenasionalan bangsa itu.
Bahasa Indonesia yang berasal dari Melayu, adalah bahasa nasional bagi bangsa
indonesia.
Yang dimaksud dengan
bahasa negara adalah sebuah sistem linguitik secara resmi dalam undang-undang
dasar sebuah negara ditetapkan sebagai alat komunikasi resmi kenegaraan.
Artinya, segala urusan kenegaraan, administrasi kenegaraan, dan
kegiatan-kegiatan kenegaraan dijalankan dengan menggunakan bahasa itu.
Pemilihan dan penetapan sebuah sistem linguistik menjadi bahasa negara biasanya
dikaitkan dengan keterpakaian bahasa itu yang sudah merata di seluruh wilayah
negara itu. Yang dimaksud dengan bahasa resmi adalah sebuah sistem linguistik
yang ditetapkan untuk digunakan dalam suatu pertemuan, seperti seminar,
konferensi, rapat dan sebagainya.
Pengangkatan suatu sistem
linguistik sebagai bahasa persatuan adalah dilakukan oleh suatu bangsa dalam
kerangka perjuangan, dimana bangsa yang berjuang itu merupakan masyarakat yang
multilingual. Kebutuhan akan adanya sebuah bahasa persatuan adalah untuk
mengikat dan mempererat rasa persatuan sebagai satu kesatuan bangsa.
5.2.3
Jenis Bahasa Berdasarkan Tahap Pemerolehan
Berdasarkan tahap
pemerolehannya dapat dibedakan adanya bahasa ibu, bahasa pertama, dan bahasa
kedua (ketiga dan seterusnya), dan bahasa asing. Penanaman bahasa ibu dan
bahasa pertama adalah mengacu pada satu sistem linguistik yang sama. Yang
disebut bahasa ibu adalah satu sistem linguistik yang pertama kali dipelajari
secara alamiah dari ibu dan keluarga yang memelihara seorang anak.
Bahasa ibu juga lazim
juga disebut bahasa pertama (disingkat B1) karena bahasa itulah yang
pertama-tama dipelajarinya. Kalau kemudian seorang anak mempelajari bahasa
lain, yang bukan bahasa ibunya, maka bahasa lain yang dipelajarinya itu
disebut bahasa kedua (disingkat B2). Andaikata kemudian si
anak mempelajari bahasa lainnya lagi, maka bahasa yang dipelajari terakhir ini
disebut bahasa ketiga(disingkat B3). Begitu pula selanjutnya, ada
kemungkinan seorang anak mempelajari bahasa keempat, kelima, dan seterusnya.
Pada umumnya, bahasa pertama seorang anak Indonesia adalah bahasa daerahnya
masing-masing. Sedangkan bahasa Indonesia adalah bahasa kedua karena baru
dipelajari ketika masuk sekolah, dan ketika dia sudah menguasai bahasa ibunya,
kecuali mereka yang sejak bayi sudah mempelajari bahasa Indonesia dari ibunya.
5.2.4 Lingua Franca
Lingua franca adalah
sebuah sistem linguistik yang digunakan alat komunikasi sementara oleh para
partisipan hyang mempunyai bahasa ibu yang berbeda. Pemilihan satu sistem linguistik
menjadi sebua franca adalah berdasarkan adanya kesalingpahaman diantara sesama
mereka.
Karena dasar pemilihan
lingua franca adalah keterpahaman atau kesalingpengertian dari para partisipan
yang menggunakannya, maka “bahasa” apa pun, baik sebuah langue, pijin, maupun
kreol, dan dapat menjadi sebuah lingua franca itu.
The Best Baccarat Casinos In New Zealand
BalasHapusThe best Baccarat casinos in New Zealand are now ready for a taste of the new world of 바카라 사이트 baccarat. septcasino Find out more 메리트 카지노 고객센터 on this page to learn more