Senin, 06 Januari 2014

PENDEKATAN KOMUNIKATIF DALAM PEMBELAJARAN PROSA


Pendahuluan
Pendidikan sebagai institusi formal merupakan lingkungan yang kondusif dalam menumbuhkembangkan potensi kreatif siswa. Agar dapat tercipta kondisi yang demikian, pelaksanaan proses belajar-mengajar sedapat mungkin dipusatkan pada aktivitas belajar siswa yang secara langsung mengalami keterlibatan internal dan emosional dalam proses belajar-mengajar.
Pengajaran sastra berusaha mendekatkan siswa kepada sastra, berusaha menumbuhkan rasa peka dan rasa cinta kepada sastra sebagai suatu cipta seni. Dengan usaha ini, diharapkan pengajaran sastra dapat membantu menumbuhkan keseimbangan antara perkembangan kejiwaan anak, sehingga terbentuk suatu kebulatan pribadi yang utuh. Rahmanto mengemukakan bahwa “Pengajaran sastra dapat membantu pendidikan secara utuh apabila cakupannya meliputi empat manfaat, yaitu: membantu keterampilan membaca, meningkatkan pengetahuan budaya, mengembangkan cipta dan rasa, serta menunjang pembentukan watak ((1998:16).
Pernyataan di atas sejalan dengan GBPP bahasa Indonesia ada bertuliskan: “Siswa mampu menikmati, menghayati, memahami, dan memanfaatkan karya sastra untuk mengembangkan kepribadian, memperluas wawasan kehidupan, serta meningkatkan pengetahuan berbahasa”.
Memaknai isi GBPP, cerpen adalah salah satu bentuk sastra yang perlu diapresiasi oleh siswa SMP. Apresiasi cerpen di kalangan terpelajar merupakan suatu yang kehadirannya tidak boleh diabaikan. Hal ini terlihat dalam buku ajar siswa SMP pada standar kompetensi siswa mampu mengapresiasi puisi, cerpen, dan karya sastra Melayu Klasik
Pendekatan komunikatif perlu dipahami oleh setiap guru bahasa dan sastra Indonesia agar dapat menyusun perencanaan pengajaran, melaksanakan penyajian materi pelajaran, mengevaluasi hasil belajar dan proses pembelajaran dengan baik.
Pendekatan komunikatif dipandang sebagai pendekatan yang unggul dalam pengajaran bahasa. Keunggulan ini antara lain karena berdasarkan pada pandangan ilmu bahasa dan teori belajar bahasa yang mengutamakan pemakaian bahasa sesuai dengan fungsinya. Di samping itu, tujuan pengajaran bahasa dengan pendekatan komunikatif adalah membentuk komunikatif siswa. Artinya, melalui berbagai kegiatan pembelajaran diharapkan siswa menguasai kemampuan berkomunikasi yakni kemampuan menggunakan bentuk-bentuk tuturan sesuai dengan fungsi-fungsi bahasa dalam proses pemahaman maupun penggunaan.
Berdasarkan uraian tersebut, makalah ini akan memfokuskan uraian pada pendekatan komunikatif dengan judul Pendekatan Komunikatif dalam Pembelajaran Prosa (Cerita).

B. Kajian Teori
1. Hakikat Pendekatan Komunikatif
Munculnya istilah pendekatan komunikatif dalam pembelajaran bahasa diilhami oleh suatu teori yang memandang bahasa sebagai alat berkomunikasi. Berdasarkan teori tersebut, maka tujuan pembelajaran bahasa dirumuskan sebagai ikhtisar untuk mengembangkan kemampuan yang oleh Hymes (11972) disebut kompetensi komunikatif.
Pendekatan komunikatif dalam pengajaran bahasa muncul pada tahun 1970-an sebagai reaksi terhadap empat aliran pembelajaran bahasa yang dianut sebelumnya (grammar translation method, direct method, audiolingual method, dan cognitive learning theory). Keempat metode itu memiliki ciri yang sama iaitu pembelajaran bahasa dalam bidang struktur bahasa yang disebut pembelajaran bahasa struktural atau pembelajaran bahasa yang berdasarkan pendekatan struktural.
Pendekatan struktural menitikberatkan pengajaran bahasa pada pengetahuan tentang kaidah bahasa (tatabahasa) yang biasanya disusun dari struktur yang sederhana ke struktur yang kompleks. Para pembelajar mula-mula diperkenalkan bunyi-bunyi, bnetuk-bentuk kata, struktur kalimat, kemudian makna unsur-unsur tersebut.
Kelemahan pendekatan struktural ialah tidak pernah memberikan kesempatan kepada pembelajar untuk berlatih menggunakan bahasa dalam situasi komunikasi yang nyata yang sesungguhnya lebih urgen dimiliki oleh para siswa ketimbang pengetahuan tentang kaidah-kaidah bahasa.
Kelemahan dari pendekatan struktural itulah mengilhami lahirnya pendekatan komunikatif yang menitikberatkan perhatian pada penggunaan bahasa dalam situasi komunikasi. Pendekatan komunikatif memberikan tekanan pada kebermaknaan dan fungsi bahasa. Dengan kata lain, bahasa untuk tujuan tertentu dalam kegiatan berkomunikasi.
Selanjutnya, untuk memahami hakikat pendekatan komunikatif, menurut Syafi’ie (1998) ada delapan hal yang perlu diperhatikan, iaitu:
a. Teori Bahasa
Pendekatan komunikatif berdasarkan pada teori bahasa yang menyatakan bahwa pada hakikatnya bahasa itu merupakan suatu sistem untuk mengekspresikan makna. Teori ini lebih memberi tekanan pada dimensi semantik dan komunikatif. Oleh karena itu, dalam pembelajaran bahasa yang berdasarkan pendekatan komunikatif yang perlu ditonjolkan ialah interaksi dan komunikasi bahasa, bukan pengetahuan tentang bahasa.
b. Teori Belajar
Pembelajar dituntut untuk melaksanakan tugas-tugas yang bermakna dan dituntut untuk menggunakan bahasa yang dipelajarinya. Teori belajar yang cocok untuk pendekatan ini ialah teori pemerolehan bahasa kedua secara alami. Teori ini beranggapan bahwa proses belajar bahasa lebih efektif apabila bahasa diajarkan secara informal melalui komunikasi langsung di dalam bahasa yang sedang dipelajari.
c. Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai berdasarkan pendekatan komunikatif merupakan tujuan yang lebih mencerminkan kebutuhan siswa iaitu kebutuhan berkomunikasi, maka tujuan umum pembelajaran bahasa ialah mengembangkan kemampuan siswa untuk berkomunikasi (kompetensi dan performansi).
d. Silabus
Silabus disusun searah dengan tujuan pembelajaran, yang harus dipehatikan ialah kebutuhan para pembelajar. Tujuan-tujuan yang dirumuskan dan materi yang diilih harus sesuai dengan kebutuhan siswa.
e. Tipe Kegiatan
Tipe kegiatan komunikasi dapat berupa kegiatan tukar informasi, negosiasi makna, atau kegiatan berinteraksi.
f. Peranan Guru
guru berperan sebagai fasilitator, konselor, dan manajer proses belajar.
g. Peranan Siswa
Peranan siswa sebagai pemberi dan penerima, sebagai negosiator dan interaktor. Di samping itu, pelatihan yang langsung dapat mengembangkan kompetensi komunikatif pembelajar. Dengan demikian, siswa tidak hanya menguasai struktur bahasa, tetapi menguasai pula bentuk dan maknanya dalam kaitan dengan konteks pemakaiannya.
h. Peranan Materi
Materi disusun dan disajikan dalam peranan sebagai pendukung usaha meningkatkan kemahiran berbahasa dalam tindak komunikasi yang nyata. Materi berfungsi sebagai sarana yang sangat penting dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran.
2. Prosedur Pembelajaran Komunikatif
Berkenaan dengan prosedur pembelajaran dalam kelas bahasa yang berdasarkan pendekatan komunikatif, Finochiaro dan Brumfit (dalam Azies, 1996), menawarkan garis besar kegiatan pembelajaran untuk tingkat sekolah menengah pertama. Garis besar tersebut sebagai berikut.
a. Penyajian Dialog Singkat
Penyajian ini didahului dengan pemberian motivasi dengan cara menghubungkan situasi dialog dengan pengalaman pembelajaran dalam kehidupan sehari-hari.

b. Pelatihan Lisan Dialog yang Disajikan
Pelatihan ini diawali dengan contoh yang dilakukan oleh guru. Para siswa mengulang contoh lisan gurunya, baik secara bersama-sama, setengah, kelompok kecil, atau secara individu.
c. Tanya-Jawab
Hal ini dilakukan dua fase. Pertama, tanya-jawab yang berdasarkan topik dan situasi dialog. Kedua, tanya-jawab tentang topik itu dikaitkan dengan pengalaman pribadi siswa.
d. Pengkajian
Siswa diajak untuk mengkaji salah satu ungkapan yang terdapat dalam dialog. Selanjutnya, para siswa diberi tugas untuk memberikan contoh ungkapan lain yang fungsi komunikatifnya sama.
e. Penarikan Simpulan
Siswa diarahkan untuk membuat simpulan tentang kaidah tata bahasa yang terkandung dalam dialog.
f. Aktivitas Interpretatif
Siswa diarahkan untuk menafsirkan beberapa dialog yang dilisankan.

g. Aktivitas Produksi Lisan
Dimulai dari aktivitas komunikasi terbimbing sampai kepada aktivitas yang bebas.
h. Pemberian Tugas
Memberikan tugas tertulis sebagai pekerjaan rumah
i. Evaluasi
Evaluasi pembelajaran dilakukan secara lisan (Tarigan, 1991).
Memperhatikan prosedur di atas, dapat dilihat adanya kesamaan antara prosedur pembelajaran yang berdasarkan prinsip pendekatan struktural.
Lain halnya yang disodorkan oleh Littlewood adalah prosedur metodologis yang terbagi atas kegiatan prakomunikatif dan kegiatan komunikatif. Sejalan dengan itu, Harmer (1998) mengemukakan bahwa tahap-tahap pembelajaran bahasa komunikatif harus dimulai dari aktivitas nonkomunikatif menuju aktivitas komunikatif. Dalam fase kegiatan nonkomunikatif, para pembelajar belum memiliki keinginan untuk berkomunikasi, juga mereka tidak memiliki tujuan berkomunikasi. Pada tahap ini peranan guru masih dominan, guru masih sering melakukan intervensi. Dalam fase komunikatif, pemebelajar sudah memiliki keinginan dan tujuan berkomunikasi. Pembelajar tidak lagi menitikberatkan pada bentuk, tetapi pada isi.
Berkenaan dengan penggunaan pendekatan komunikatif Littlewood, mengemukakan ada dua kegiatan komunikatif yang perlu dikenal, iaitu:
1. Kegiatan komunikasi fungsional
2. Kegiatan interaksi sosial
Kegiatan komunikasi fungsional dapat berupa kegiatan berbahasa untuk saling membagi informasi dan kegiatan berbahasa untuk mengolah informasi yang keduanya dapat dirinci menjadi:
a. kegiatan saling membagi informasi dengan kerja sama yang terbatas
b. kegiatan saling membagi informasi dengan kerja sama yang tidak terbatas
c. kegiatan saling membagi informasi dan mengolah informasi
d. kegiatan mengolah informasi
Kegiatan interaksi sosial dapat berupa
a. dialog dan bermain peran
b. simulasi
c. memerankan lakon pendek yang lucu
d. improvisasi
e. berdebat, dan
f. melaksanakan berbagai bentuk diskusi.
3. Pendekatan Komunikatif dalam Pembelajaran Apresiasi Prosa (Cerita)
Pembelajaran sastra merupakan bagian dari pembelajaran bahasa, maka pelaksanaannya berintegrasi dengan pembelajaran bahasa. Tujuan umum pengajaran sastra agar siswa mampu menikmati, memahami, dan memanfaatkan karya sastra untuk mengembangkan kepribadian, memperluas wawasan kehidupan, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa.
Sastra sendiri merupakan karya seni yang menggunakan bahasa. Oleh karena itu, pembelajaran sastra dapat dengan mudah diintegrasikan dengan pembelajaran bahasa. Di samping itu, diabadikan kepada kepentingan pengembangan kemampuan berkomunikasi, baik lisan maupun tulisan, baik pemahaman (reseptif) maupun penggunaan (produktif), sesuai karakteristik pembelajaran bahasa berdasarkan pendekatan komunikatif.
Dalam proses pembelajaran prosa ada berbagai kegiatan yang dapat dilaksanakan. Kegiatan-kegiatan tersebut antara lain ialah menyimak pembaca prosa, tentang prosa, membaca prosa, dan mengarang prosa.
Membaca prosa termasuk kegiatan membaca pemahaman. Dalam kegiatan pembelajaran prosa, siswa diarahkan untuk memahami prosa yang dibacanya. Hal apa saja yang harus dipahami siswa? Ada tiga hal yang penting untuk diperhatikan, iaitu: tokoh, alur, dan latar cerita.
a. Pemahaman Tokoh Cerita

Tokoh termasuk unsur cerita yang sangat penting. Tidak ada cerita tanpa tokoh. Tokoh-tokoh dalam cerita bersifat unik, tokoh yang satu berbeda dengan tokoh yang lainnya. Perbedaan tokoh itu ditandai dengan perbedaan nama, perbedaan fisik, dan perbedaan watak masing-masing tokoh. Dalam pembelajarn prosa para siswa dibimbing untuk dapat mengidentifikasi perbedaan nama, kondisi fisik, dan watak setiap tokoh yang terdapat dalam cerita yang dibacanya.
Berkenaan dengan tokoh dalam cerita iaitu tokoh pratagonis dan tokoh antagonis. Tokoh pratagonis adalah tokoh yang mendapat simpati pembaca, karena memiliki watak tertentu, maka para pembaca berpihak kepadanya.dan sering menjadi idola pembacanya. Tokoh antagonis dibenci pembaca karena hadir sebagai lawan dari tokoh pratagonis.
Daya tarik sebuah cerita antara lain disebabkan oleh adanya pertentangan antara tokoh pratagonis dengan tokoh antagonis. Baik tokoh pratagonis maupun tokoh antagonis biasanya menjadi fokus cerita biasa disebut tokoh utama. Tokoh utama baik yang berkarakter menyenangkan maupun yang berkarakter tidak menyenangkan (jahat), biasanya didukung oleh tokoh-tokoh yang lain yang biasa disbut tokoh pendukung.
Dalam pembelajaran membaca prosa (cerita), siswa dibimbing untuk menemukan tokoh utama dan tokoh pendukungnya. Di samping itu, mereka dibimbing pula untuk menemukan tokoh pratagonis dan antagonis.
b. Pemahaman Alur Cerita
Alur atau plot ialah rangkaian kejadian dalam cerita. Rangkaian kejadian itu dibangun berdasarkan hukum sebab akibat. Sebuah peristiwa yang terjadi dalam sebuah cerita harus berdasarkan sebab yang masuk akal (logis). Perilaku seorang tokoh dalam sebuah cerita sangat berkaitan dengan karakter para tokohnya.
c. Pemahaman Latar Cerita
Sebuah cerita terjadi di sebuah tempat dan pada waktu tertentu. Tempat dan waktu terjadinya sebuah peristiwa mempunyai iklim, kondisi, budaya, adat istiadat dan suasana tertentu. Faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi karakter setiap tokoh. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa latar sebuah cerita dapat berpengaruh terhadap karakter setiap tokoh yang ada dalam cerita yang bersangkutan.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat dilihat bahwa tokoh cerita, alur, dan latar merupakan unsur-unsur cerita yang saling berkaitan antara yang satu dengan yang lain. Guru dalam hal ini membimbing siswa menemukan ketiga unsur yang terkandung dalam cerita yang dibacanya.
4. Media Pembelajaran Prosa (Cerita)
Media pembelajaran merupaka salah satu faktor yang turut menentukan keberhasilan pembelajaran. Penggunaan media dalam pembelajaran sedikitnya ada dua keuntungan iaitu:
a. Dapat membuat pendidikan (pembelajaran) lebih produktif, dan
b. Dapat membuat pendidikan (pembelajaran) lebih individual (Jobrohim, 1994).
Penggunaan media dapat membuat pembelajar lebih produktif karena media menyuguhkan pengalaman belajar yang lebih kaya, tidak hanya melibatkan satu alat indra saja. Dengan adanya media, para siswa tidak hanya dapat belajar melalui menyimak, tetapi juga melalui kegiatan melihat dan mengamati. Hal ini dapat meningkatkan kekuatan memori dan perhatian sehingga pembelajaran akan lebih produktif. Di samping itu, penggunaan media pun dapat mewadahi potensi individual para siswa.
Para siswa lebih kuat daya ingat dan daya serapnya melalui kegiatan melihat, dan demikian pula siswa yang lebih kuat daya dengarnya. Dengan demikian, penggunaan media, di samping dapat membuat pembelajaran lebih produktif, juga membuat pembelajar lebih individual.
Pembelajaran sastra sebaiknya menggunakan media yang bervariasi sesuai dengan kebutuhan. Untuk pelatihan deklamasi mungkin diperlukan model. Model deklamasi yang baik dapat diharapkan melalui rekaman vidio dan mungkin pula menghadirkan deklamator yang baik ke ruang belajar. Cara yang lebih praktis tentu saja memilih siswa yang mahir berdeklamasi untuk tampil di muka kelas. Dan saat yang biasanya dinantikan oleh para siswa adalah penampilan guru sebagai deklamator yang selalu mengesankan.
5. Evaluasi
Evaluasi atau penilaian dimaksudkan untuk mengetahui apakah program yang bersangkutan telah sesuai dengan perencanaan atau telah mencapai target atau belum. Penilaian dalam pembelajaran sastra ditujukan oleh dua hal yakni, hasil belajar siswa dan proses pembelajaran itu sendiri. Hasil penilaian tersebut bermanfaat bagi siswa untuk mengukur kemajuan belajarnya dan bermanfaat pula bagi guru untuk menemukan kekurangan dan kelebihan yang selanjutnya dijadikan masukan bagi perbaikan bagi kegiatan pembelajaran berikutnya, (Jobrohim, 1994).
Alat penilaian sebenarnya dapat membantu tercapainya tujuan pembelajaran sastra. Hal ini dapat terjadi jika penilaian yang dilakukan lebih ditekankan pada kemampuan apresiasi siswa (secara langsung). Namun dalam kenyataannya di sekolah penilaian hasil belajr sastra lebih menekankan ranah kognitif, ranah psikomotor dan afektif kurang mendapat perhatian. (Jobrohim, 1994).
Berkenaan dengan tes sastra, Moody mengetengahkan adanya empat tingkatan tes sastra, iaitu:
a. Tingkat Informasi
Merupakan tes yang berkenaan dengan data dasar suatu karya sastra dan data yang menunjang dalam proses penafsiran karya sastra yang bersangkutan, misalnya biografi pengarang.
b. Tingkat Konsep
Tes ini berkaitan dengan persepsi tentang bagaimana unsur-unsur karya sastra diorganisasikan. Tes ini menuntut kemampuan kognitif siswa yang lebih tinggi tidak hanya tingkat pemahaman, tetapi juga tingkat analisis dan sintesis.
c. Tingkat Perspektif
Tes ini berkaitan dengan pandangan siswa mengenai karya sastra yang dibacanya. Tes ini pun menuntut kemampuan kognitif siswa pada tingkat tinggi. Kemampuan kognitif yang dituntut adalah tingkat aplikasi, evaluasi, analisis, dan sintesis.
d. Tingkat Apresiasi
Kemampuan kognitif yang dituntut oleh tes ini adalah aplikasi, analisis, sintesis, dan yang terutama adalah evalusi (Nurgiantoro, 1988).
Di samping tingkatan tes tersebut, perlu pula dipahami bahwa tes sastra harus memenuhi persyaratan tes yang baik seperti halnya tes-tes yang lain, yakni kesahihan (validitas). Keterpercayaan (reabilitas), dan kepraktisan.
C. Aplikasi Pembelajaran Prosa (Cerita)
Berikut ini akan disajikan langkah-langkah pembelajaran prosa (cerita).
a. Siswa membaca karya sastra sebagai kegiatan yang menyenangkan. Dalam kegiatan ini guru telah memilih sebuah cerita yang telah dipertimbangkan dari segi bahasa, isi dan pertimbangan pedagogis. Para siswa dipersilahkan membaca karya sastra yang telah dipilih itu, misalnya cerpen Kado Perkawinan karya Hamzat Rangkuti. Pembacaan oleh siswa dilakukan tanpa dibebani oleh tugas-tugas yang rumit. Mereka membaca sekedar kesenangan semata. Ada baiknya guru menyampaikan pengantarnya terlebih dahulu tentang cerpen tersebut untuk menumbuhkan motivasi mereka.
b. Menyusun pertanyaan. Pada langkah ini, para siswa diberi tugas untuk menyusun pertanyaan berkenaan dengan cerpen yang dibacanya. Guru harus membimbing mereka agar sampai pada sebuah pertanyaan analisis yang tepat dan relevan. Pertanyaan sebaiknya muncul pada bagian berikut di bawah subjudul Pertanyaan Apresiatif tentang Cerita.
c. Siswa mengidentifikasi dan mendiskusikan unsur intrinsik dan ekstrinsik yang mendukung cerpen Kado Perkawinan.
d. Siswa menganalisis dan mendiskusikan latar dan ciri khas latar cerpen Kado Perkawinan.
e. Siswa menganalisis dan mendiskusikan tokoh dan ciri khas tokoh cerpen Kado Perkawinan.
f. Siswa menganalisis dan mendiskusikan pengaruh psikologis tokoh dari latar terhadap setiap tokoh dalam cerpen Kado Perkawinan.
g. Siswa menganalisis dan mendiskusikan alur cerpen Kado Perkawinan.
h. Siswa menganalisis dan mendiskusikan motif psikologi dari perilaku setiap tokoh dalam cerpen Kado Perkawinan.
i. Siswa menganalisi dan mendiskusikan tema cerpen Kado Perkawinan.
j. Siswa menganalisis dan mendiskusikan nilai-nilai moral yang terdapat dalam cerpen Kado Perkawinan.
Pertanyaan Apresiatif tentang Cerita
1. Rumuskan masalah yang ingin diungkapkan pengarang!
2. Bagaimana sikap pengarang terhadap masalah yang dikemukakan!
3. Di bagian cerita manakah sesungguhnya cerita ini dimulai
4. Siapakah tokoh utama atau pratagonis cerita ini? Gambarkan keadaan fisik, pribadi, dan latar sosialnya.
5. Tuliskan bagian permulaan konflik yang mendasari cerita ini, juga klimaks dan pengakhirannya
6. Apakah peristiwa-peristiwa dalam cerita ini diungkapkan pengarang secara jelas dan sederhana?
7. Bagaimana gambaran ciri-ciri jasmaniah tokoh pratagonis cerita ini?
8. Konsekuenkah pengarang dalam mengurutkan ceritanya sesuai dengan point of view yang dipilihnya?
9. Suasana apakah yang terasa dalam cerita itu?
10. Dari manakah sumber suasana cerita itu muncul? Apakah dibangun oleh gaya penceritaan pengarang atau tokoh-tokohnya?
D. Penutup

1. Yang perlu diperhatiak untuk memahami pendekatan komunikatif iaitu: teori belajar, teori bahasa, tujuan, silabus, tipe kegiatan, peran guru, peran siswa, peran materi.
2. Garis besar kegiatan pembelajaran tingkat sekolah lanjutan pertama dengan prosedur pembelajaran berdasarkan pendekatan komunikatif iaitu: penyajian dialog singkat, pelatihan lisan dialog yang disajikan, tanya jawab, pengkajian, penarikan simpulan, aktivitas interpretatif, aktivitas produksi lisan, pemberian tugas, dan evalusi.
3. Ada tiga hal yang penting dalam kegiatan pembelajaran prosa, agar siswa memahami prosa yang dibacanya iaitu: tokoh, alur, dan latar cerita.
4. Pembelajaran sastra sebaiknya menggunakan media yang bervariasi sesuai dengan kebutuhan.
5. Tes sastra harus memenuhi persyaratan tes yang baik seperti halnya tes-tes yang lain, yakni kesahihan (validitas). Keterpercayaan (reabilitas), dan kepraktisan


Tidak ada komentar:

Posting Komentar